Anda di halaman 1dari 7

DASAR HUKUM EKSEKUSI SUKARELA DAN EKSEKUSI PAKSA

A. PENGERTIAN, ASAS-ASAS DAN DASAR HUKUM EKSEKUSI


1. Pengertian
a. Istilah Eksekusi berasal dari Bahasa Belanda, Executeren, executie berarti
melaksanakan, menjalankan, pelaksanaan, penjalanan
b. R. Subekti dan Ny. Retnowulan, mengartikan eksekusi berarti
pelaksanaan putusan
c. Eksekusi berarti melaksanakan secara paksa putusan pengadilan dengan
bantuan kekuatanalat negaraapabila pihak yang kalah (tereksekusi) tidak
mau menjalankan secara sukarela

2. Jenis Eksekusi
a. Dengan Sukarela
Artinya pihak yang dikalahkan melaksanakan sendiri putusan Pengadilan
tanpa ada paksaan dari pihak lain.
b. Dengan Paksaan
Yaitu menjalankan putusan Pengadilan, yang merupakan suatutindakan
hukumdan dilakukan secara paksa terhadap pihak yang kalah disebabkan
iatidak mau menjalankan putusan secara suka rela

3. Asas Asas Eksekusi


a. Menjalankan putusan yang telahberkekuatan hukum tetap:
1) Putusan Pengadilan Negeri tidak banding
2) Putusan Pengadilan Tinggi tidak kasasi
3) Putusan Mahkamah Agung
b. Putusan tidak dijalankan secara sukarela
c. Putusan bersifat kondemnatoir (memerintah/menghukum)
d. Eksekusi atas perintah dan di bawah pimpinan Ketua Pengadilan Negeri
(Pasal196HIR dan 264Rbg)
e. Permohonan PK tidak menangguhkan atau menghentikan pelaksanaan
eksekus i(Pasl 66 ayat (2) UU 14 tahun 1985 serta perubahannya)
f. Eksekusi harus sesuai dengan amar putusan
4. Dasar Hukum Eksekusi
a. Pasal 195 s.d Pasal 224 HIR/Pasal 206 s.d Pasal 258 R.Bg (tentang tata
cara eksekusi secara umum)
b. Pasal 225 HIR/Pasal 259 R.Bg (tentang putusan yang menghukum
tergugat untuk melakukan suatu perbuatan tertentu)
c. Pasal 209 s.d Pasal 223 HIR/Pasal 242 s.d Pasal 257 RBg, yang mengatur
tentang ”sandera” (gijzeling) berdasarkanSEMANomor 2 Tahun
1964dianggapbertentangan dengan peri kemanusiaan, sehingga tidak
efektif digunakan lagi
d. Pasal 180 HIR/Pasal 191 R.Bg, SEMA Nomor 3 Tahun 2000 dan SEMA
Nomor 4 Tahun 2001 (tentang pelaksanaan putusan yang belum
mempunyai kekuatan hukum tetap, yaitu serta merta(Uitvoerbaar
bijvoorraaddan provisi)
e. Pasal 1033 Rv (tentang eksekusi riil)
f. Pasal 54 dan Pasal 55 Undang-undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang
pelaksanaan putusan pengadilan

5. Sumber-Sumber Hukum Acara Perdata


a. HIR (Het Herzine Indonesich Reglemen) atau Reglemen Indonesia Baru,
Staatblad 1848.
b. RBg (Reglemen Buitengwesten) Staatblad 1927 No 277
c. Kitab Undang-Undang Hukum Perdatad.Kitab Undang-Undang Hukum
Dagang

B. ANALISA HUKUM TERKAIT PELAKSAAN PUTUSAN (EKSEKUSI)


1. Menurut HIR dan RBG :
Pasal 195 HIR
Dalam perkara perdata oleh karena pihak yang menang telah memperoleh
keputusan hakim yang menghukum pihak lawannya maka ia berhak dengan
alat-alat yang diperbolehkan oleh undang-undang untuk memaksa pihak
lawan guna mematuhi keputusan hakim itu. Hak ini memang sudah
selayaknya, sebab kalau tidak ada kemungkinan untukmemaksa orang yang
dihukum maka peradilan akan tidak ada gunanya.Dalam hal ini tidak ada
jalan lain bagi pihak yang menang dari pada menggunakan haknya itu
dengan perantaraan hakim untuk melaksanakan putusan tersebut, akan
tetapi putusan itu harus benar-benar telah dapat dijalankan, telah
memperoleh kekuatan pasti, artinya semua jalan hukum untuk melawan
keputusan itu sudah dipergunakan, atau tidak dipergunakan karena lewat
waktunya, kecuali kalau putusan itu dinyatakan dapat dijalankan dengan
segera, walaupun ada perlawanan, banding atau kasasi.Pada prinsipnya,
dalam perkara perdata pelaksanaan putusan pengadilan dilakukan oleh pihak
yang dikalahkan. Akan tetapi, terkadang pihak yang kalah tidak mau
menjalankan putusan secara sukarela, sehingga pihak yang menang dapat
meminta bantuan pihak pengadilan untuk memaksakan eksekusi
putusantersebut.
Pasal 196 HIR
Jika pihak yang dikalahkan tidak mau atau lalai untukmemenuhi isi keputusan
itu dengan damai, maka pihakyang menang memasukkan permintaan, baik
dengan lisan, maupun dengan surat, kepada ketua pengadilan negeri yang
tersebut pada ayat pertama pasal 195, buat menjalankan keputusan itu
Ketua menyuruh memanggil pihak yang dikalahkan itu serta
memperingatkan, supaya ia memenuhi keputusan itu di dalam tempo yang
ditentukan oleh ketua, yang selama-lamanya delapan hari.Jika setelah jangka
waktu yang telah ditetapkan, putusan masih juga tidak dilaksanakan, maka
Ketua Pengadilan memerintahkan agar disita barang-barang milik pihak yang
kalah sampai dirasa cukup akan pengganti jumlah uang yang tersebut di
dalam keputusan itu dan ditambah pula dengan semua biaya untuk
menjalankan keputusan itu.
Pasal 197 HIR
Jika sesudah lewat tempo yang telah ditentukan belum juga dipenuhi
putusan itu atau jikap ihak yang dikalahkan itu walaupun telah dipanggil
dengan patut tidak juga datang menghadap maka ketua atau pegawai yang
dikuasakan itu karena jabatannya memberi perintah dengan surat supaya
disita sejumlah barang kepunyaan pihak yang dikalahkan
Pasal 225 HIR
Jika seseorang yang dihukum untuk melakukan suatu perbuatan tidak
melakukan perbuatan itu dalam waktu yang ditentukan hakim, maka pihak
yang menang perkara boleh meminta kepada pengadilan negeri dengan
perantaraan ketuanya, entah dengan syarat, entah dengan lisan, supaya
keuntungan yang sedianya akan didapatnya jika keputusan itu dilaksanakan,
dinilai dengan uang yang banyaknya harus diberitahukannya dengan pasti;
permintaan itu harus dicatat jika diajukan dengan lisan.
Pasal 208 Rbg
Bila setelah lampau tenggang waktu yang telah ditentukan, putusan hakim
tidak dilaksanakan atau pihak yang kalah tidak datang menghadap setelah
dipanggil, maka ketua pengadilan yang diberi kuasa karena jabatannya
mengeluarkan perintah untuk menyita barang-barang milik pihak yang kalah
Pasal 259 Rbg
Jika seseorang yang dihukum untuk melakukan suatu perbuatan tidak
melakukannya dalam waktu yang telah ditentukan oleh hakim, maka oleh
orang yang mendapat keuntungan dari putusan pengadilan yang
bersangkutan dapat dimintakan kepada pengadilan agar kepentingan dari
pemenuhan perbuatan itu dinilai dalam jumlah uang yang harus ia
kemukakan

2. Menurut pendapat para ahli :


a. Subekti dan Retnowulan Sutantio Subekti dan Retnowulan Sutantio,
“menjalankan putusan pengadilan tidak lain melaksanakan isi putusan
pengadilan, yakni melaksanakan “secara paksa” putusan pengadilan
dengan bantuan alat-alat Negara apabila pihak yang kalah tidak mau
menjalankannya secara sukarela”.
b. Menurut Sudikno Mertokusumo Mengenai bentuk-bentuk eksekusi,
Sudikno Mertokusumo mengklasifikasikannya menjadi 3 kelompok, yaitu:
1) Membayar sejumlah uang (Pasal 196 HIR dan Pasal 208 Rbg)
2) Melaksanakansuatuperbuatan (Pasal225HIRdan Pasal 259 Rbg)
3) Eksekusi Riil (Pasal 1033 Rv)
c. Menurut M. Yahya Harahap
M. Yahya Harahap dalam buku Ruang Lingkup Permasalahan Eksekusi
Bidang Perdata (hal.11) menulis, pada prinsipnya eksekusi sebagai
tindakan paksa menjalankan putusan pengadilan yang telah berkekuatan
hukum tetap merupakan pilihan hukum apabila pihak yang kalah tidak
mau menjalankan atau memenuhi isi putusan secara sukarela. Jika pihak
yang kalah bersedia memenuhi putusan secara sukarela, tindakan
eksekusi dapat disingkirkan. Akibat dari keadaan tidak ada kepastian jika
putusan dilaksanakan secara sukarela, sering dijumpai berbagai praktik
pemenuhan putusan secara sukarela berbeda antara satu pengadilan
dengan pengadilan yang lain. Ada pengadilan yang tidak mau campur
tangan atas pemenuhan secara sukarela, ada pula pengadilan yang aktif
ambil bagian menyelesaikan pemenuhan putusan secara sukarela.
Walaupun dilakukan secara sukarela, Ketua Pengadilan Negeri melalui
juru sita dapat :
a. Membuat berita acara pemenuhan putusan secara sukarela
b. Disaksikan oleh dua orang saksi
c. Pembuatan berita acara dan kesaksian dilakukan di tempat
pemenuhan putusan dilakukan
d. Berita acara ditandatangani oleh juru sita, para saksi, dan para pihak
(penggugat dan tergugat)
“Yahya Harahap juga berpendapat, campur tangan pengadilan dalam
pemenuhan putusan pengadilan secara sukarela dimaksudkan agar
terhindar dari ketidakpastian penegakan hukum”Jadi, jangka waktu
pelaksanaan putusan secara sukarela oleh pihak yang dikalahkan tidak
diatur dalam peraturan perundang-undangan. Jika putusan tidak
dilaksanakan, pihak yang menang dapat memaksakan pelaksanaan
eksekusi dengan mengajukan permohonan kepada Ketua Pengadilan
Menurut Yahya Harahap bentuk-bentuk eksekusi diklasifikasikan menjadi
2 kelompok sbb :
1. Eksekusi riil, yaitu melakukan suatu “tindakan nyata/riil ”Bahwa dapat
dicontohkan bentuk Eksekusi riil seperti menyerahkan sesuatu
barang, mengosongkan sebidang tanah atau rumah, melakukan suatu
perbuatan tertentu, dan menghentikan suatu perbuatan atau keadaan
2. Eksekusi pembayaran uang, Bahwa pihak yang dikalahkan diharuskan
membayar sejumlah uang Bahwa berdasarkan pembagian 2 klasifikasi
bentuk eksekusi diatas, hampir tidak ada perbedaan, karena eksekusi
melakukan sesuatu pada dasarnya sama dengan eksekusi riil.

C. PROSES PELAKSANAAN PUTUSAN PENGADILAN (EKSEKUSI)


Proses pelaksanaan eksekusi dimulai dengan pengajuan permohonan
eksekusi dan diakhiri dengan pelaksanaan eksekusi, dengan tahapan sbb :
1. Permohonan Eksekusi
Pemohon eksekusi mengajukan permohonan eksekusi yang diajukan
langsungke Ketua Pengadilan Negeri dengan melampirkan fotokopi
putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hokum tetap,
meliputi putusan Pengadilan Negeri, dan/atau putusan Pengadilan Tinggi,
dan/atau Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia.
Pihak yang berhak mengajukan permohonan eksekusi adalah pihak yang
dinyatakan “menang” dalam putusan, baikitu pribadi atau melalui kuasa
hukumnya dengan disertai surat kuasa khusus.
a. Pembayaran Panjar Permohonan eksekusi diajukan ke Kepaniteraan
Perdata, dalam hal ini yang menerima permohonan eksekusi adalah
Panitera Muda (Panmud) Perdata.
Selanjutnya Pemohon membayar biaya panjar eksekusi sesuai dengan
yang telah ditentukan, dan dibuatkan bukti setor. Dan pemohon
eksekusi menyerahkan bukti penyetoran tersebut kepada
petugas/kasir yang berada di bagian Kepaniteraan Perdata Pengadilan
dan kasir tersebut selanjutnya mengeluarkan
tandabuktipembayaranberupaSKUM (SuratKuasaUntukMembayar).
b. Aanmaning (Teguran) Ketentuan Pasal 207 ayat (2) Rbg,
menyebutkan bahwa 8 hari setelah aanmaning dilakukan, dan
termohon eksekusi tidak mengindahkan teguran tersebut, maka
sudah dapat dilaksanakan eksekusi.
c. Eksekusi Setelah termohon eksekusi dipanggil secara patut ternyata
tidak hadir dengan alas an yang tidak dapat dipertanggungjawabkan,
maka dalam praktiknya biasanya dipanggil 1 kali lagi dan jika tidak
hadir, maka Ketua Pengadilan dapat langsung mengeluarkan
penetapan eksekusi terhitung sejak tergugat tidak memenuhi
panggilan, dengan perintah berupa penetapan (beschikking) dan
ditujukan kepada panitera atau juru sita untuk pelaksanaannya.
d. Pelaksanaan Eksekusi
1) Isi perintah, agar menjalankan eksekusi sesuai amarkeputusan
2) Eksekusi dilakukan oleh panitera/juru sita (109 R.Bg/pasal 197
HIR)
3) Dalam pelaksanaannya, panitera/juru sita dibantu oleh 2 (dua)
orang saksi (210 R.Bg) atau pasal 197 ayat (6) HIR
4) Eksekusi dilaksanakan ditempat objek/barang berada
5) Membuat berita acara dengan ketentuan memuat :
- Barang/jenis yang dieksekusi
- Letak/ukuran yang dieeksekusi
- Hadir/tidak hadirnya tereksekusi
- Penegasan/pengawasan barang
- Penjelasan non bevinding bagi yang tak sesuai dengan amar
putusan
- Penjelasan dapat/tidaknya dijalankan
- Hari/tanggal, jam, bulan dan tahun pelaksanaan
- Diserahkan kepada pemohon eksekusi
- Berita acara ditanda tangani oleh Pejabat pelaksana eksekusi
panitera/juru sita, dua saksi yang membantu pelaksanaan
eksekusi, dan bila perlu melibatkan Kepala desa/lurah setempat
atau camat dan Termohon eksekusi.
Kepala desa/lurah atau camat dan termohon eksekusisecara
yuridis formal tidak diwajibkan menanda tangani berita acara,
namun untuk menghindari hal-hal yang mungkin timbul
dibelakang hari sebaiknya keduanya harus diikutkan.
6) Memberitahukan isi berita acara eksekusi 209 R.Bg/pasal 197 ayat
(5) HIR. Pemberitahuan ini dapat dilakukan dengan cara
memberikan copy salinan berita acara tersebut.

Anda mungkin juga menyukai