Anda di halaman 1dari 7

EKSEKUSI PERKARA PERDATA dan PERMASALAHANNYA

Oleh : JUPRIYADI, S.H., M.Hum.

Hakim Tinggi Pengadilan Tinggi Palembang

Disampaikan dalam kegiatan Pembinaan Direktur Jendral Badan Peradilan Umum


MARI dan Bimbingan Tehnis Administrasi Peradilan, Implementasi E-Court serta
PTSP pada jajaran Peradilan Umum Provinsi Sumatra Selatan Tahun 2018.

Motto : Eksekusi adalah Mahkota Seorang Ketua Pengadilan Negeri

PENGANTAR

Perkara perdata diajukan ke pengadilan oleh para pihak dimaksudkan untuk


mendapatkan pemecahan atau penyelesaian. Pemeriksaan perkara di pengadilan
lazimnya diakhiri dengan putusan, akan tetapi dengan dijatuhkan putusan saja
belum tentu selesai permasalahannya. Putusan pengadilan itu harus bisa
dilaksanakan atau dijalankan. Oleh karenanya, maka putusan pengadilan harus
mempunyai kekuatan eksekutorial, yaitu putusan tersebut harus bisa
dilaksanakan secara paksa oleh alat-alat Negara. Kekuatan eksekutorial pada
putusan pengadilan terletak di dalam kepala putusan yang berbunyi “Demi
Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”.

Tidak semua putusan Pengadilan dapat dilaksanakan secara paksa oleh


pengadilan dan hanya putusan yang bersifat penghukuman (condemnatoir) saja
yang dapat dilaksanakan. Putusan yang bersifat declaratoir dan constitutif tidak
memerlukan sarana-sarana pemaksa untuk melaksanakannya. Apabila putusan
pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dengan sukarela
dilaksanakan oleh pihak yang dikalahkan, maka selesailah perkaranya tanpa
bantuan dari pengadilan untuk melaksanakan putusan tersebut. Namun demikian,
seringkali terjadi pihak yang dikalahkan perkaranya tidak bersedia melaksanakan
putusan pengadilan dengan sukarela, sehingga diperlukan bantuan dari

1
pengadilan untuk melaksanakan putusan tersebut secara paksa. Pihak yang
dimenangkan perkaranya dapat mengajukan permohonan pelaksanaan putusan
(eksekusi) kepada pengadilan agar putusan dilaksanakan secara paksa.

Dalam kaitan dengan eksekusi ini Sudikno Mertokusumo berpendapat


bahwa : “Pelaksanaan putusan pengadilan atau eksekusi pada hakekatnya tidak
lain adalah realisasi dari pihak yang bersangkutan/yang dikalahkan untuk
memenuhi prestasi yang tercantum dalam putusan pengadilan tersebut”.
(Sudikno Mertokusumo, 2002 : 240).

M. Yahya Harahap menyatakan bahwa : “Eksekusi sebagai tindakan hukum


yang dilakukan oleh pengadilan kepada pihak yang kalah dalam suatu perkara
merupakan aturan dan tata cara lanjutan dari proses pemeriksaan perkara. Oleh
karena itu, eksekusi tiada lain daripada tindakan yang berkesinambungan dari
keseluruhan proses hukum acara perdata. Eksekusi merupakan satu kesatuan
yang tidak terpisahkan dari pelaksanaan tata tertib beracara yang terkandung
dalam HIR/RBG”. (M. Yahya Harahap, 2005 : 1).

JENIS-JENIS PELAKSANAAN PUTUSAN (EKSEKUSI)

Ada beberapa jenis pelaksanaan putusan terhadap putusan pengadilan yang telah
berkekuatan hukum tetap, yakni :

1. Eksekusi putusan yang menghukum pihak yang dikalahkan untuk


membayar sejumlah uang (Pasal 196 HIR/208 RBg) ;
2. Eksekusi putusan yang menghukum orang untuk melakukan suatu
perbuatan. Orang tidak dapat dipaksakan untuk melakukan suatu
perbuatan, akan tetapi pihak yang dimenanngkan dapat memohon kepada
pengadilan agar hak/kepentingan yang akan diperolehnya dinilai dengan
uang (Pasal 225 HIR/259 RBg) ;
3. Eksekusi riil, yakni eksekusi yang merupakan pelaksanaan prestasi yang
dibebankan kepada debitur oleh putusan hakim secara langsung (Pasal
1033 RV). Menurut Pasal 1033 RV yang dimaksud eksekusi riil adalah
pelaksanaan putusan yang memerintahkan pengosongan benda tetap.
2
Apabila ada pihak yang dihukum untuk mengosongkan benda tetap tidak
dengan sukarela memenuhi putusan hakim tersebut, maka hakim akan
memerintahkan kepada panitera dan bilamana perlu dengan alat
kekuasaan Negara, agar benda tersebut dikosongkan oleh orang yang
dihukum. Eksekusi ini sekalipun diatur di dalam RV, namun karena
dibutuhkan dalam praktek, maka lazim dilaksanakan. HIR mengenal
eksekusi riil dalam penjualan lelang (Pasal 200 ayat (11) HIR/ Pasal 218 ayat
(2) Rbg) ;

Di samping itu ada juga eksekusi di luar putusan pengadilan yang berkekuatan
hukum tetap, yakni :

1. Eksekusi terhadap putusan yang dapat dijalankan terlebih dahulu dengan


jaminan (Pasal 180 ayat (1) HIR atau Pasal 191 ayat (1) Rbg) ;
2. Eksekusi terhadap putusan provisi (Pasal 180 ayat (1) HIR atau 191 ayat (1)
Rbg maupun Pasal 54 dn 55 Rv) ;
3. Eksekusi terhadap Akte Perdamaian (Pasal 130 HIR atau 154 Rbg) ;
4. Eksekusi terhadap Grosse Akte (Pasal 224 HIR atau 258 Rbg) ;
5. Eksekusi Hak Tanggungan (HT) (UU No. 4 Tahun 1996) dan Jaminan Fidusia
(UU No. 42 Tahun 1999) ;

PROSEDUR PENERIMAAN PERMOHONAN EKSEKUSI

1. Permohonan eksekusi diajukan dimeja PTSP Kepaniteraan Perdata/PHI atau


melalui e-court ;
2. Petugas PTSP memberikan tanda terima permohonan sementara dan
blanko pembayaran ongkos aanmaning, serta menganjurkan untuk
melakukan pembayaran perskot beaya aanmaning sesuai dengan table SK
KPN ke Bank dan menyerahkan tembusan pembayaran dari Bank ke front
office PTSP dan ke Kasir ;
3. Petugas menerima tanda pembayaran pemohon dari bank yang telah
terotorisasi dan kemudian menyerahkan nomor pendaftaran eksekusi dan
tanggal kehadiran aanmaning sesuai dengan yang dijadwalkan oleh KPN ;

3
4. Permohonan eksekusi diregister petugas Meja II pada buku register
permohonan eksekusi ;
5. Petugas menginput dalam SIPP/register manual paling lama 1X24 jam ;
6. Kasir mengisi buku induk keuangan Beaya Eksekusi ;
7. Petugas penerimaan permohonan eksekusi menyampaikan berkas
permohonan lengkap kepada Panmud Perdata ;
8. Panmud Perdata melengkapi permohonan eksekusi tersebut, dengan cara
meminjam berkas lengkap kepada Panmud Hukum (jika eksekusi untuk
melaksanakan isi putusan) dan kemudian menyerahkan kepada Panitera ;
9. Panitera menunjuk seorang jurusita untuk membuat resume ;
10.Berdasarkan resume tersebut Panitera menyerahkan kepada KPN untuk
dijadikan dasar pembuatan penetapan ;
11.KPN memberikan disposisi untuk pembuatan penetapan yang berisi
pemanggilan kepada termohon untuk dilakukan teguran atau aanmaning ;
(Power point Pembinaan Adminitrasi Peradilan Umum Dalam Administrasi
Eksekusi, Direktur Jendral Badan Peradilan Umum Mahkamah Agung RI,
2018).

SYARAT-SYARAT PENETAPAN PEMANGGILAN TERMOHON UNTUK DITEGUR


(AANMANING)

Penetapan aanmaning terhadap putusan yang diajukan permohonan


ekseksusi harus memenuhi syarat materiil, yakni :

1. Putusan bersifat penghukuman (condemnatoir) ;


2. Putusan telah berkekuatan hukum tetap ;
3. Putusan telah diberitahukan secara patut dan sah kepada para pihak ;
4. Tidak terdapat upaya hukum TUN atau perkara pidana yang sedang
berjalan terkait dengan putusan tersebut ;

Dalam hal eksekusi Grosse Akte atau Hak Tanggungan, maka diperlukan
syarat materiil, antara lain :

1. Asli Surat Grosse Akte atau Hak Tanggungan ;

4
2. Harus disebutkan berapa kewajiban termohon eksekusi (debitur) kepada
pemohon eksekusi (kreditur) dengan jumlah yang pasti ;
3. Sejak kapan termohon eksekusi (debitur) tidak melaksanakan kewajibannya
kepada pemohon eksekusi (kreditur) sehingga utangnya telah jatuh tempo ;
4. Barang yang menjadi jaminan (agunan) utang termohon eksekusi (debitur)
kepada pemohon eksekusi (kreditur);

PROSES EKSEKUSI PERKARA PERDATA

Setelah permohonan eksekusi didaftar, maka Panitera Muda Perdata


mengecek kelengkapan permohonan eksekusi tersebut. Permohonan eksekusi
yang telah didaftar dan lengkap persyaratannya, kemudian dibuatkan resume
oleh Panitera atau Juru sita atau staf lain yang ditunjuk. Resume tersebut dibuat
sebagai bahan KPN mengambil keputusan/kesimpulan tentang permohonan
eksekusi tersebut.

Setelah resume ditandatangani oleh Panitera, jika perlu dengan pendapat


Panitera berikut dengan kelengkapannya diajukan kepada KPN. Kemudian setelah
mendapat disposisi dari KPN, maka Panitera atau staf yang ditunjuk harus segera
melaksanakan disposisi KPN tersebut. Jika disetujui untuk dilakukan aanmaning/
teguran, maka dengan segera dibuat penetapan aanmaning/terguran.

Juru Sita atau Juru Sita pengganti yang ditunjuk oleh Panitera untuk
melakukan panggilan harus benar-benar mempertimbangkan tenggang waktu
hari/tanggal panggilan dengan hari/tanggal teguran agar relaas panggilan
dinyatakan sah dan juga tidak boleh mewakilkan kepada orang lain.

Dalam jangka waktu 8 (delapan) hari setelah dilakukan aanmaning/teguran


ternyata termohon eksekusi tidak dengan sukarela melaksanakan isi putusan dan
pemohon eksekusi mengajukan permohonan agar eksekusi dilanjutkan, maka
proses eksekusi dilanjutkan.

5
Apabila proses dilanjutkan, yaitu dengan permohonan sita eksekusi, jika
sebelumnya tidak diletakkan sita jaminan, maka permohonan sita eksekusi
diajukan kepada KPN berikut resume berkas perkaranya.

Berdasarkan disposisi KPN tentang dikabulkannya sita eksekusi, maka harus


segera dibuat penetapan sita eksekusi dan setelah penetapan sita eksekusi
ditandatangani, maka Juru Sita dan saksi-saksi yang ditunjuk oleh Panitera segera
melaksanakan sita itu sesuai ketentuan yang berlaku (HIR atau Rbg).

Dalam hal eksekusi untuk melaksanakan isi putusan, maka eksekusi


dilaksanakan sesuai dengan amar putusan dimaksud. Demikian pula jika ekseskusi
dilaksanakan terhadap Grosse Akte atau Hak Tanggungan, maka eksekusi
dilaksanakan sesuai dengan isi Grosse Akte atau Hak Tanggungan yang dibuat
oleh pemohon dan termohon eksekusi tersebut.

HAMBATAN EKSEKUSI DALAM PRAKTEK

Pelaksanaan putusan atau eksekusi tidak selamanya berjalan dengan baik


sesuai dengan yang inginkan oleh pemohon. Dalam praktek sering terdapat
hambatan-hambatan, antara lain sebagai berikut :

1. Faktor beaya, ketidakmampuan finansial pemohon untuk membiayai


eksekusi, terutama eksekusi riil (pengosongan, pembongkaran dll) ;
2. Perlawanan fisik berupa pengerahan massa yang relatif banyak untuk
menghadang petugas dan menggagalkan eksekusi ;
3. Faktor sarana prasarana, yakni ketiadaan alat berat untuk melakukan
pembongkaran, ketiadaan gudang atau tempat penitipan barang-barang
milik termohon yang telah dieksekusi ;
4. Faktor tenaga untuk melakukan pengangkutan barang-barang yang harus
dipindahkan dari tempat yang dilakukan eksekusi ;
5. Faktor pengamanan berupa kekurangan personil pengamanan dalam
pelaksanaan eksekusi;

6
HAL-HAL YANG PERLU DITINDAKLANJUTI DALAM EKSEKSUSI

1. Keseragaman SOP permohonan dan pelaksanaannya ;


2. Format permohonan eksekusi dan persyaratannya ;
3. Tempat pendaftaran eksekusi pada front office PTSP atau melalui e-court ;
4. Register dan tempat pencatatan permohonan eksekusi serta rak register ;
5. Pembayaran panjar beaya aanmaning ke Bank bersamaan dengan
pengajuan permohonan ;
6. Format resume oleh jurusita, panitera dan disposisi KPN ;
7. Format Penetapan KPN terkakit ekseklusi, berupa pencocokan/konstatering
luas dan batas-batas fisik obyek eksekusi sebelum pengosongan,
pembebanan dalam anggaran DIPA atas kewajiban termohon eksekusi,
penunjukan dan penyumpahan penilai publik (appraisal) sebelum
melakukan penilaian asset termohon yang akan dilelang dll ;
8. Format Berita Acara aanmaning dan kelanjutan aanmaning ;
9. Format Berita Aacara Sita Eksekusi, pengosongan dan penyerahan ;
10.Format Berita Acara Rapat Koordinasi persiapan eksekusi ;
11.Tempat/ruang aanmaning dan kelengkapannya ;
12.Tempat/ruang Rapat Koordinasi persiapan eksekusi ;
13.Tempat/almari penyimpanan berkas permohonan eksekusi ;

Daftar buku acuan

1. Herri Swantoro, Dilema Eksekusi, Ketika Eksekusi Perkara perdata Ada di


Simpang jalan Pembelajaran dari Pengadilan Negeri, RAYYANA
Komunikasindo, Jakarta, 2018.
2. Sudikno Mertokusumo, Hukum Acara perdata Indonesia, Liberty,
Yogyakarta, 2002.
3. Yahya harahap M, Ruang Lingkup Permasalahan Eksekusi Bidang Perdata,
Sinar Grafika, Jakarta, 2005.
4. Herri Swantoro, Power Point/Hand out Pembinaan Administrasi Peradilan
Umum Dalam Administrasi Eksekusi, Direktur Jendral Badan Peradilan
Umum Mahkamah Agung RI, 2018.
7

Anda mungkin juga menyukai