Anda di halaman 1dari 5

Tugas.

3 “Hukum Acara Perdata”

SOAL
1. Sebuah putusan harus memenuhi unsur-unsurnya. Jika Anda memiliki perkara perdata
yang sedang diputus, Anda harus tahu bahwa putusan tersebut harus memenuhi unsur-
unsurnya, jika tidak maka putusan tersebut bisa jadi tidak dapat di eksekusi. Menurut
Anda, hal-hal apa sajakah bagian putusan perdata yang harus terpenuhi? Jelaskan
jawaban Anda!
2. Akhir dari sebuah perkara perdata adalah eksekusi, jika Anda adalah pihak yang menang,
Anda harus mengetahui jenis eksekusi apa yang akan Anda ikuti. Coba Anda kemukakan
dan jelaskan apa saja ruang lingkup eksekusi riil, eksekusi membayar sejumlah uang!
3. Jika Anda dalam perkara perdata merasakan ketidakadilan terhadap sebuah putusan yang
memerintahkan eksekusi dan penyitaan, maka Anda mempunyai hak untuk melakukan
upaya hukum. Menurut Anda, upaya Hukum Melawan Eksekusi dan Penyitaan apa
sajakah yang dapat Anda lakukan? Jelaskan jawaban Anda!

JAWAB
1. Suatu putusan hakim yang telah mencapai kekuatan tetap dapat dilakukan secara
sukarela oleh pihak yang dikalahkan. Ini berarti jika suatu perkara telah diputus dan
putusannya telah mencapai kekuatan tetap, pihak yang dikalahkan dalam putusan
diharapkan melaksanakan apa yang telah ditetapkan dalam putusan secara sukarela.
Pihak yang dimenangkan dalam putusan tersebut dapat mengajukan permohonan kepada
pengadilan yang memutus perkara agar putusannya dilaksanakan (eksekusi) secara
paksa. Pelaksanaan putusan hakim atau eksekusi adalah pelaksanaan putusan hakim
secara paksa oleh pihak yang dimenangkan dalam putusan dengan bantuan pengadilan
untuk merealisasi apa yang ditetapkan dalam putusan. Akan tetapi, dapat diketahui
bahwa pada dasarnya putusan-putusan pengadilan negeri yang dapat dieksekusi atau
dijalankan harus memenuhi beberapa hal, yaitu:
- Putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum yang tetap (in kracht
van gewijsde).
- Putusan-putusan hakim yang mengandung perintah (menghukum) kepada suatu pihak
untuk melakukan suatu perbuatan. Apabila, perintah ini tidak dilaksanakan secara
sukarela oleh pihak yang dikalahkan, putusan tersebut dapat dipaksakan
pelaksanaannya (eksekusi).
- Pada suatu lembaga peradilan (suatu lembaga yang menyelesaikan sengketa)
memerlukan pengukuhan, peneguhan atau fiat eksekusi dari ketua pengadilan negeri.

- Barang sengketa berada di tangan pihak yang tidak ikut digugat. Barang yang
disengketakan berada di tangan pihak ketiga dan sekalipun barang berada di
tangannya, dia tidak ikut menjadi pihak yang digugat dalam perkara. Jadi, kalaupun
amar putusan dapat menjangkau pihak yang tidak ikut digugat, tetapi jangkauan amar
yang demikian hanya dikenakan terhadap orang yang menguasai (memegang) barang
yang diperkarakan. Oleh karena itu, jangkauan amar putusan terhadap pihak yang
tidak ikut digugat hanya terbatas pada orang yang menguasai barang itu.
- Amar putusan memuat rumusan: “dan terhadap setiap orang yang mendapat hak dari
tergugat”. Amar putusan harus dirangkai dengan rumusan yang menyatakan putusan
berlaku terhadap setiap orang (siapa saja) yang mendapat hak dari tergugat. Rumusan
amar yang hanya terbatas pada diri tergugat tidak dapat meliputi orang lain sekalipun
seluruh atau sebagian barang terperkara berada di tangan (penguasaan) orang yang
tidak terlibat langsung dalam perkara. Misalnya, amar putusan hanya berbunyi:
“Menghukum tergugat untuk mengosongkan dan meyerahkan tanah terperkara
kepada penggugat”. Bunyi amar putusan yang demikian tidak meliputi pihak lain,
walaupun dia menguasai seluruh atau sebagian tanah terperkara. Supaya amar
putusan punya kekuatan eksekusi terhadap orang lain yang sedang menguasai barang
terperkara, amar putusannya harus berbunyi: “Menghukum tergugat serta setiap
orang yang mendapat hak dari tergugat untuk mengosongkan dan menyerahkan
barang terperkara kepada penggugat”.
- Adanya barang di tangan pihak yang tidak ikut digugat karena memperoleh hak dari
tergugat. Syarat ketiga adalah barang terperkara berada di tangan orang yang tidak
ikut digugat karena memperoleh hak dari tergugat. Kalau barang terperkara yang
berada di tangan pihak yang tidak ikut digugat bukan merupakan hak yang
diperolehnya dari tergugat, amar putusan dan eksekusi tidak dapat menjangkau orang
tersebut. Misalnya barang terperkara diperolehnya dari orang lain, bukan tergugat.

2. Penjelasan tentang ruang lingkup eksekusi riil dan eksekusi membayar sejumlah uang,
yaitu:
a. Ruang lingkup eksekusi riil. Pelaksanaan putusan yang mengandung perintah atau
amar condemnatoir dikenal dengan istilah eksekusi/ eksekusi riil, yaitu pelaksanaan
putusan Hakim yang memerintahkan mengosongkan benda tetap kepada orang yang
dikalahkan, tetapi eksekusi tersebut tidak dilaksanakan secara sukarela. Contoh
eksekusi riil, yaitu meyerahkan barang, pengosongan sebidang tanah atau rumah,
pembongkaran, menghentikan suatu perbuatan tertentu dan lain-lain. Eksekusi riil ini
dapat dilakukan langsung dengan perbuatan nyata, sesuai dengan amar putusan tanpa
memerlukan lelang. Jika berada di pihak yang menang, pihak yang menang tinggal
menunggu adanya putusan dari pengadilan. Dimana, setelah adanya putusan
pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap, maka pada dasarnya pemenuhan
amar putusan tersebut harus dilaksanakan oleh pihak yang kalah secara sukarela.
Eksekusi akan dapat dijalankan apabila pihak yang kalah tidak menjalankan putuan
dengan sukarela, dengan mengajukan permohonan eksekusi oleh pihak yang menang
kepada Ketua Pengadilan Negeri yang berwenang.
b. Ruang lingkup eksekusi membayar sejumlah uang. Eksekusi membayar sejumlah
uang yang didasarkan pada amar putusan yang menghukum tergugat untuk
membayar sejumlah uang kepada penggugat berdasar pada hak yang dikemukakan
dalam fundamental petendi yang dapat dibuktikan kebenarannya. Jika kita di pihak
yang menang, prosedurnya adalah diawali dengan permohonan eksekusi oleh pihak
yang dimenangkan oleh pengadilan dengan memanggil pihak yang dikalahkan untuk
ditegur atau diberi peringatan supaya dalam waktu delapan hari melaksanakan
kewajibannya sebagaimana ditentukan dalam putusan hakim. Dengan dikabulkannya
permohonan pihak yang menang, maka akan memperoleh hal-hal berikut, yaitu:
- Terdapat perubahan bunyi amar putusan lama dengan bunyi amar putusan baru
berupa pembayaran sejumlah uang.
- Menimbulkan penggantian objek eksekusi.
- Mengubah sifat eksekusi riil menjadi eksekusi membayar sejumlah uang.
Dalam permohonan eksekusi membayar sejumlah uang harus disebutkan dengan jelas
jumlah yang harus dibayar oleh pihak yang kalah sebagai pengganti perbuatan yang
harus dilakukan. Penggantian eksekusi ini diatur dalam Pasal 225 HIR/ 259 RBg yang
memerlukan suatu proses pemeriksaan persidangan. Proses persidangan dalam
penggantian eksekusi melakukan suatu perbuatan tertentu ke eksekusi membayar
sejumlah uang dapat dikategorikan sebagai mengadili perkara khusus.
3. Upaya hukum melawan Eksekusi dan Penyitaan yang dapat dilakukan adalah:
a. Upaya hukum biasa yang terdiri dari verzet, yaitu suatu upaya hukum terhadap
putusan di luar hadirnya tergugat (putusan verstek). Dasar hukum verzet dapat di
lihat di dalam pasal 129 HIR. Verzet dapat dilakukan dalam tempo/ tenggang waktu
14 hari (termasuk hari libur) setelah putusan putusan verstek diberitahukan atau
disampaikan kepada tergugat karena tergugat tidak hadir. Syarat verzet adalah (pasal
129 ayat (1) HIR).
b. Banding, yaitu upaya hukum yang dilakukan apabila salah satu pihak tidak puas
terhadap putusan Pengadilan Negeri. Dasar hukumnya adalah UU No 4/2004 tentang
Perubahan Atas Undang-undang Pokok Kekuasaan dan UU No 20/1947 tentang
Peradilan Ulangan. Permohonan banding harus diajukan kepada panitera Pengadilan
Negeri yang menjatuhkan putusan (pasal 7 UU No 20/1947). Urutan banding
menurut pasal 21 UU No 4/2004 jo. pasal 9 UU No 20/1947 mencabut ketentuan
pasal 188-194 HIR, yaitu:
- Ada pernyataan ingin banding
- Panitera membuat akta banding
- Dicatat dalam register induk perkara
- Pernyataan banding harus sudah diterima oleh terbanding paling lama 14 hari
sesudah pernyataan banding tersebut dibuat.
- Pembanding dapat membuat memori banding, terbanding dapat mengajukan
kontra memori banding.
c. Upaya hukum kasasi, dimana menurut pasal 29 dan 30 UU No 14/1985 jo. UU No
5/2004 kasasi adalah pembatalan putusan atas penetapan pengadilan dari semua
lingkungan peradilan dalam tingkat peradilan akhir. Putusan yang diajukan dalam
putusan kasasi adalah putusan banding. Alasan yang dipergunakan dalam permohonan
kasasi yang ditentukan dalam pasal 30 UU No 14/1985 jo. UU No 5/2004 adalah:
- Tidak berwenang (baik kewenangan absolut maupun relatif) untuk melampaui
batas wewenang
- Salah menerapkan/ melanggar hukum yang berlaku
- Lalai memenuhi syarat-syarat yang diwajibkan oleh peraturan perundang-
undangan yang mengancam kelalaian dengan batalnya putusan yang
bersangkutan.
Sumber referensi:
- BMP UT HKUM 4405 Hukum Acara Perdata Modul 6
- Ali, Chaidir. 1983. Yurisprudensi Hukum Acara Perdata, Jilid 1. Bandung : Armico.
- Harahap, M. Yahya. 2006. Hukum Acara Perdata tentang Gugatan Persidangan
Penyitaan Pembuktian dan Putusan Pengadilan. Jakarta : Sinar Grafika.
- https://www.hukumonline.com/klinik/a/syarat-agar-eksekusi-putusan-dapat-dijalankan-
kepada-pihak-ketiga-yang-menguasai-barang-terperkara-lt59891bd728b6e
- file:///C:/Users/User/Downloads/38850-96401-1-SM.pdf
- http://pn-karanganyar.go.id/main/index.php/berita/artikel/993-eksekusi

Terimakasih…

Anda mungkin juga menyukai