Anda di halaman 1dari 5

 Dengan melihat tahap-tahap penyelesaian perkara perdata tadi maka eksekusi itu merupakan

bagian yang sangat penting rangka penyelesaian perkara perdata secara tuntas
 Jadi lembaga eksekusi ini disediakan sebagai upaya/ langkah untuk penegakan hukum atas
Undang-Undang atau perjanjian yang ada
 Tujuan dari adanya eksekusi tersebut adalah untuk menjamin pihak yang menang/kreditur
untuk memperoleh apa yang menjadi haknya sesuai dengan isi putusan/perjanjian bila pihak
kalah debitur tidak melaksanakan kewajibannya dengan sukarela

Dengan demikian unsur-unsur yang ada dalam eksekusi yaitu:


1. Upaya paksa,
2. Realisasi hak pihak yang menang/kreditor,
3. Pihak kalah/debitor tidak melaksanakan kewajibannya dengan sukarela

PENGERTIAN DAN RUANG LINGKUP HUKUM EKSEKUSI PERDATA


 Dengan dijatuhkannya putusan saja, terhadap sengketa perdata yang terjadi belumlah selesai
persoalannya, namun dalam hal ini masih diperlukan suatu realisasi atau pelaksanaan
terhadap isi putusan tersebut.
 Realisasi/pelaksanaan isi putusan ini dapat dilakukan baik secara sukarela oleh pihak yang
kalah dan dapat pula dilakukan secara paksa apabila pihak yang kalah tidak bersedia
melaksanakan kewajiban secara sukarela sebagaimana yang ditentukan dalam putusan.
 Realisasi atau pelaksanaan putusan yang dilakukan secara paksa inilah yang dikenal dengan
istilah eksekusi.
 Jadi realisasi/pemenuhan hak dalam perkara perdata dapat dilakukan sbb:
1. Dilakukan dengan sukarela oleh pihak debitur sendiri. Disini ada etikat baik dari pihak
debitur untuk memenuhi kewajibannya
2. Dilakukan dengan upaya paksa yaitu dengan eksekusi. Disini dilakukan bila debitur tidak
dengan sukarela melaksanakan kewajiannya. Upaya ini sebagai langkah untuk penegakan
hukum atas UU atau perjanjian.
 Pengertian eksekusi dalam perkara perdata dapat diartikan sbb:
o Dalam arti sempit
Eksekusi dalam arti sempit yaitu yang membakukan istilah “eksekusi” sebagai kata
ganti “pelaksanaan/ menjalankan putusan”. Jadi dikatakan dalam arti sempit karena
eksekusi tersebut hanya dikaitkan dengan putusan hakim saja. Dalam hal ini yang
diartikan dengan eksekusi adalah upaya paksaan dengan perantaraan penguasa
terhadap pihak yang kalah, yang tidak mau dengan sukarela memenuhi putusan
dengan tujuan untuk menjamin pihak yang menang untuk memperoleh apa yang
menjadi haknya sesuai dengan putusan.
o Dalam arti luas
eksekusi dalam arti luas yaitu yang mengartikan eksekusi itu di samping sebagai
pelaksanaan/ menjalankan putusan hakim, juga untuk eksekusi-eksekusi non putusan
hakim atau diluar putusan hakim. Dalam hal ini yang diartikan dengan eksekusi
adalah upaya paksa untuk merealisasi hak kreditur karena debitur tidak mau
melaksanakan kewajibannya secara sukarela.
 Tujuan eksekusi: adalah untuk menjamin pihak yang menang/kreditur untuk memperoleh apa
yang menjadi haknya sesuai dengan isi putusan/perjanjian bila pihak kalah debitur tidak
melaksanakan kewajibannya dengan sukarela.
KEKUATAN EKSEKUTORIAL
 Maksud kekuatan eksekutorial yaitu: kekuatan untuk dilaksanakan apa yang ditetapkan dalam
putusan hakim/grosse akta itu secara paksa oleh alat-alat negara.
 Yang memberikan kekuatan eksekutorial adalah, sebagian ahli hikum berpendapat karena
adanya kepala putusan/grosse akta yang berbunyi "Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan
Yang Maha Esa".
 Pendapat lain mengatakan bahwa yang memberi kekuatan eksekutorial adalah bukan karena
adanya kepala yang berbunyi seperti di atas, melainkan karena ketentuan Undang-Undang.
Misal perjanjian gadai di kantor pegadaian, maka dalam perjanjiannya tidak ada kepala yang
berbunyi seperti tersebut di atas, namun kantor pegadaian dapat mengeksekusi langsung atas
barang jaminan
 Tidak semua putusan hakim dapat dilaksanakan dalam arti kata yang sebenarnya yaitu secara
paksa oleh penguasa (alat-alat negara). Hanyalah putusan hakim yang berupa putusan
condemnatoir saja yang dapat dilaksanakan.

PENGATURAN EKSEKUSI
I. Diatur dalam HIR
a. Putusan hakim (pasal 195-205 dan 225 hir)
Putusan hakim mempunyai kekuatan hukum eksekutorial apabila putusan itu
berkepala “DKBKYE”. Disamping itu tidak semua putusan hakim memerlukan
eksekusi, hanya putusan yang amar putusannya bersifat condemnatoir saja.
b. Grosse akta (pasal 224 hir)
i. Grosse akta hipotik
ii. Grosse surat pengakuan hutang notariil
II. Tidak diatur dalam HIR
a. Benda jaminan pada kantor pegadaian, dapat dieksekusi oleh kantor tsb.
b. Sesuatu yang mengganggu: Hal-hal yang sifatnya mengganggu menurut Pasal 666
KUHPerd dapat pula di eksekusi.
c. Putusan institusi: Putusan dari institusi tertentu misal Putusan Mediasi perbankan,
BPSK, dll.
d. Piutang negara baik yang timbul dari kewajiban (utang pajak, utang bea masuk),
maupun perjanjian (kredit bank pemerintah yang macet, piutang BUMN maupun
BUMD)
e. Bangunan yang melanggar IMB

EKSEKUSI PUTUSAN PENGADILAN


 Putusan hakim mempunyai kekuatan eksekutorial apabila putusan itu berkepala "Demi
Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa". Di samping itu amar putusannya bersifat
condemnatoir
 Tidak semua putusan hakim yang amar putusannya bersifat condemnatoir itu dapat
dieksekusi, hanya putusan hakim yang telah memenuhi syarat-syarat tertentu saja yang dapat
dieksekusi. Putusan hakim yang dapat dieksekusi adalah:
o Apabila putusan hakim tersebut telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap atau
pasti.
o Apabila ada "uit voerbaar bij voorraad" dalam putusan. Maksudnya adalah ada
putusan yang menyatakan bahwa putusan dapat dilaksanakan terlebih dahulu
meskipun ada verzet, banding dan kasasi. Dengan kata lain dalam hal ini, ada
perintah dari pengadilan negeri untuk menjalankan putusan.
 Macam eksekusi terhadap putusan hakim:
o Eksekusi putusan untuk membayar sejumlah uang
o Eksekusi putusan untuk melakukan suatu perbuatan tertentu.
o Eksekusi riil.
EKSEKUSI GROSSE AKTA
 Grosse akta disebut pula dengan istilah salinan sahih atau salinan yang pertama dari akta
otentik/minuta. Minuta atau minuut atau naskah asli.
 Macam eksekusi grosse akta:
o Grosse akta hipotik
o Grosse akta surat hutang notariil
 Grosse akta Hipotik dan Grosse Surat Hutang Notariil dapat dieksekusi karena:
o Berkepala “DKBKYME”.
o Dibuat di Indonesia.
 Dengan dikeluarkannya Undang-Undang No. 4 Tahun 1996 yaitu Undang-Undang tentang
Hak Tanggungan maka eksekusi grosse akta hipotik tidak lagi mencakup obyek yang berupa
tanah dan benda-benda yang berada diatas tanah
 Dewasa ini eksekusi terhadap grosse akta hipotik ini meliputi:
o Kapal yaitu yang berukuran 20 meter kubik atau lebih (314-315e KUHD)
o Pesawat.

ASAS-ASAS
1. Putusan telah berkekuatan hukum tetap atau pasti.
2. Putusan tidak dijalankan dengan sukarela.
3. Putusan yang dapat dieksekusi bersifat kondemnatoir.
4. Eksekusi dilaksanakan atas perintah dan di bawah pimpinan Ketua Pengadialn Negeri

ASAS PUTUSAN TELAH BERKEKUATAN HUKUM TETTAP


❑ Istilah yang tepat adalah putusan yang telah memperoleh kekuatan hukum “pasti” bukan “tetap”,
karena terhadap putusan itu masih dimungkinkan adanya upaya hukum luar biasa yaitu upaya
peninjauan kembali.
❑ Prinsipnya hanya putusan yang telah memperoleh kekuatan hukum yang pasti (in kracht van
gewijsde) saja yang dapat dieksekusi, karena dalam putusan ini telah terkandung wujud hubungan
hukum yang tetap dan pasti di antara pihak yang berperkara.
❑Hubungan hukum tersebut mesti ditaati dan dipenuhi oleh pihak yang dihukum. Apabila pihak yang
dihukum tidak mau melaksanakan yang ditetapkan dalam amar putusan secara sukarela, maka harus
dilaksanakan dengan paksa melalui bantuan aparat penegak hukum yang berwenang.
❑Dalam prakteknya, penerapan asas inipun juga dapat menimbulkan persoalan yang rumit. Hal ini
dapat terjadi apabila setelah dilakukan eksekusi (eksekusi riil yaitu pembongkaran bangunan) ternyata
ada Peninjauan Kembali dan kebetulan pihak lawanlah yang dimenangkan, lalu bagaimanakah
pemulihannya.

PENGECUALIAN ASAS PUTS TELAH BERKEKUATAN HUKUM TETAP


1. Dalam hal pelaksanaan putusan lebih dulu atau putusan dijatuhkan dengan ketentuan uit
voerbaar bij voorraad
2. Pelaksanaan putusan provisi
3. Pelaksanaan akta perdamaian
4. Eksekusi terhadap grose akta

Putusan dijatuhkan dengan uit voerbaar bij voorraad.


 Maksud: adalah ada putusan yang menyatakan bahwa putusan dapat dilaksanakan terlebih
dahulu meskipun ada verzet, banding dan kasasi. Dalam hal ini, ada perintah dari PN untuk
menjalankan puts
 Diatur dalam Pasal 180 ayat (1) HIR (191 ayat (1) RBg): diberikan hak kepada Penggugat
untuk mengajukan permintaan agar putusan dapat dijalankan eksekusinya lebih dulu,
sekalipun terhadap putusan itu pihak tergugat mengajukan banding atau kasasi.
 Prakteknya pelaksanaan putusan lebih dulu atau uit voerbaar bij voorraad juga dapat
menimbulkan persoalan yang rumit pula. Hal ini terjadi apabila dalam ekssekusi riil yaitu
misalnya pembongkaran rumah, setelah dibongkar ternyata dari putusan Pengadilan Banding
atau Kasasi pihak lawan yang dimenangkan, lalu bagaimana pemulihannya.
 Pelaksanaan putusan ini juga dilakukan dengan dasar Surat Edaran Mahkamah Agung yang
berubah-ubah dari waktu ke waktu. Perkembangan perubahan tentang pelaksanaan putusan
lebih dulu ini yaitu :

Perkembangan perubahan tentang pelaksanaan UBV:


1. Pada mulanya MA membolehkan pelaksanaan putusan dengan UBV. Hal ini mengakibatkan
pelaksanaan putusan dengan ketentuan uit voerbaar bij voorraad menjadi banyak dan tak
terkendali jumlahnya.
2. Kemudian MA melarang pelaksanaan putusan dengan UBV. Hal ini menimbulkan
penyelesaian perkara menjadi berlarut-larut, terutama terhadap perkara yang sifatnya harus
segera ditangani, misalnya ttg uang nafkah, barang yg cepat busuk.
3. PerkembanganselanjutnyaMAmembukalagi pelaksanaan putusan lebih dulu atau putusan
dijatuhkan dengan ketentuan uit voerbaar bij voorraad dengan pembatasan
4. SekarangygberlakuyaituMAmembolehkan pelaksanaan putusan lebih dulu atau putusan
dijatuhkan dengan ketentuan uit voerbaar bij voorraad, akan tetapi pelaksanaannya harus
mendapatkan izin dari Ketua Pengdln Tinggi

• Mahkamah Agung memberikan kewenangan pada Pengadilan Tinggi, karena Pengadilan Tinggi
sebagai pos terdepan (voorpost). Maksudnya Pengadilan Tinggi dalam bidang pengawasan
didudukkan sebagai voorpost dari Mahkamah Agung, ujudnya untuk memberikan izin dalam
pelaksanaan putusan lebih dulu atau putusan dijatuhkan dengan ketentuan uit voerbaar bij voorraad.

ASAS PUTUSAN TELAH BERKEKUATAN HUKUM TETAP


 ❑  Prinsipnya hanya putusan yang telah memperoleh kekuatan hukum yang pasti (in kracht
van gewijsde) saja yang dapat dieksekusi, karena dalam putusan ini telah terkandung wujud
hubungan hukum yang tetap dan pasti di antara pihak yang berperkara.
 ❑  Hubungan hukum tersebut mesti ditaati dan dipenuhi oleh pihak yang dihukum. Apabila
pihak yang dihukum tidak mau melaksanakan yang ditetapkan dalam amar putusan secara
sukarela, maka harus dilaksanakan dengan paksa melalui bantuan aparat penegak hukum yang
berwenang.

ASAS PUTUSAN TIDAK DIJALANKAN DENGAN SUKARELA


❑ Asas ini menghendaki bahwa eksekusi baru dilakukan apabila putusan/perjanjian tidak dijalankan
secara sukarela oleh pihak yang kalah/debitor
❑ Perlu diketahui cara menjalankan isi putusan/ perjanjian yaitu dapat dengan jalan:
1. Dilakukan secara sukarela
2. Dapat pula ditempuh dengan jalan eksekusi
❑ Jadi bilamana putusan/perjanjian telah dijalankan dengan sukarela oleh pihak yang kalah/debitor
maka tindakan eksekusi tidak diperlukan

ASAS PUTUSAN YANG DAPAT DIEKSEKUSI BERSIFAT KONDEMNATOIR


❑ Asas ini menghendaki bahwa hanya putusan yang kondemnatoir saja yang perlu dieksekusi
❑ Putusan yang bersifat kondemnatoir yaitu putusan hakim yang amar putusannya/ diktumnya
mengandung unsur penghukuman. Sedangkan terhadap putusan yang amar putusannya tidak
mengandung unsur penghukuman tidak dapat dieksekusi atau “non eksekutabel”.
❑  Putusan di samping dapat bersifat kondemnatoir juga dapat bersifat deklarator maupun konstitutif.
❑  Maksud putusan bersifat deklarator yaitu putusan yang bersifat menerangkan atau menegaskan
suatu keadaan hukum semata atau amar putusannya hanya menetapkan hukumnya saja.
❑ Sedang putusan bersifat konstitutif adalah putusan yang meniadakan atau menimbulkan suatu
keadaan hukum baru.
❑ Terhadap putusan hakim yang bersifat deklarator dan konstitutif tersebut tidak diperlukan adanya
eksekusi, karena keadaan hukum yang dicantumkan dalam putusan sudah ada dengan sendirinya.
❑ Hal ini karena dalam putusan deklarator dan konstitutif , tidak dimuat adanya hak atas suatu
prestasi, sehingga terjadinya akibat hukum tidak tergantung pada bantuan atau kesediaan dari pihak
lawan atau yang kalah/debitur
❑ Berbeda dengan putusan hakim yang bersifat kondemnatoir, disini dimuat adanya hak atas suatu
prestasi, sehingga terjadinya akibat hukum sangat tergantung pada bantuan atau kesediaan dari pihak
lawan atau yang kalah/debitur

ASAS EKSEKUSI DILAKSANAKAN ATAS PERINTAH DAN DIBAWAH KETUA PN


❑ Asas ini menghendaki bahwa eksekusi itu dijalankan atas perintah dan pimpinan Ketua Pengadilan
Negeri
❑Jika ada putusan yang dalam tingkat pertama diperiksa dan diputus oleh suatu pengadilan negeri,
maka eksekusi atas putusan tersebut berada di bawah perintah dan pimpinan ketua pengadilan negeri
yang dulu memeriksa dan memutus perkara dalam tingkat pertama tersebut
❑ Asas ini tertuang dalam Pasal 195 Ayat (1) HIR atau 206 Ayat (1) RBg.
❑ Jadi kewenangan eksekusi putusan pengadilan mutlak hanya diberikan kepada instansi peradilan
tingkat yang pertama yaitu pengadilan negeri.

YANG DAPAT DIEKSEKUSI:


Diatur dalam HIR:
- Putusan hakim.
Putusan hakim mempunyai kekuatan hukum eksekutorial apabila putusan itu berkepala
“DKBKYE”. Disamping itu tidak semua putusan hakim memerlukan eksekusi, hanya putusan
yang amar putusannya bersifat condemnatoir saja.
- akta (Passal 224 HIR)
1. Grosse akta hipotik.
2. Grosse surat pengakuan hutang notariil
Tidak diatur dalam HIR
- Benda jaminan pada kantor pegadaian, dapat dieksekusi oleh kantor tersebut.
- Sesuatu yang menggangu
Hal-hal yang sifatnya mengganggu menurut Pasal 666 KUHPerd dapat pula di eksekusi
- Putusan institusi tertentu misal Putusan Mediasi perbankan, BPSK, dll.

KAPAN PUTUSAN DAPAT DIEKSEKUSI:


1. Apabila putusan hakim tersebut telah mempunyai kekuatan hukum tetap atau pasti. Suatu
putusan hakim dikatakan telah mempunyai kekuatan hukum tetap atau pasti yakni :
1. Apabila para pihak telah menerima putusan. Atau dengan kata lain para pihak telah
merasa puas atas putusan hakim yang dijatuhkannya.
2. Apabila sudah tidak ada upaya hukum lagi untuk melawan putusan itu (sudah ada
putusan kasasi).
2. Apabila ada “uit voebar bij voorraad” atau UBV dalam putusan (Pasal 180 HIR). Ada
putusan yang menyatakan bahwa putusan dapat dilaksanakan terlebih dahulu meskipun ada
upaya hukum. Atau disini ada perintah dari PN untuk menjalankan putusan. Perintah untuk
menjalankan putusan terlebih dahulu ini diberikan apabila:
o Ada akta otentik atau tulisan tangan yang menurut peraturan mempunyai kekuatan
pembuktian.
o Sudah ada putusan dengan kekuatan hukum pasti.
o Ada putusan terhadap tuntutan provisionil.
o Dalam suatu perselisihan hak milik.

Anda mungkin juga menyukai