Anda di halaman 1dari 7

TUGAS TUTORIAL III

Nama : Risma Murti

NIM : 041217687

Prodi : Ilmu Hukum Semester VI

Mata Kuliah : Hukum Acara Perdata

Tutor : Bp. Eko Suprapto, S.H., M.M

SOAL
1. Ada 2 (dua) macam putusan Hakim, Sebutkan dan Jelaskan!
2. Dilihat dari sifatnya ada 3 (tiga) perbedaan Amar putusan hakim, Sebutkan dan
Jelaskan!
3. Ada beberapa upaya hukum dalam hukum acara perdata? Sebutkan dan
Jelaskan!

JAWAB
1. Suatu putusan hakim memiliki beberapa bagian, di antaranya bagian
pertimbangan hukum atau dikenal dengan konsideran dan bagian amar putusan.
Hal yang perlu diperhatikan adalah bagian pertimbangan hukum yang menjadi
dasar pertimbangan hakim dalam memutuskan perkara, juga amar putusan yang
berisi putusan hakim.
2 (dua) macam putusan Hakim adalah:
Hakim merupakan profesi yang memiliki peranan penting dalam suatu negara.
Pengertian hakim sendiri telah diatur dalam beberapa Undang-Undang,
diantaranya tercantum pada Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana dan UU
No 48 Tahun 2009, yakni:
Pasal 1 butir 8:
“Hakim adalah pejabat peradilan negara yang diberi wewenang oleh undang-
undang untuk mengadili.”
Pasal 1 butir 9:
“Mengadili adalah serangkaian tindakan hakim untuk menerima, memeriksa, dan
memutus perkara pidana berdasarkan asas bebas, jujur, dan tidak memihak di
sidang pengadilan dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang
ini.”

Dalam suatu rangkaian acara pada pengadilan menghasilkan putusan hakim,


yang mana putusan hakim ini dilakukan setelah hakim telah seslesai menerima
serta memeriksa suatu sengketa termasuk seluruh pertimbangan-
pertimbangannya yang menjadi pemberat dan peringan suatu masa hukuman.
Putusan hakim didapat dari dan atas permusyawaratan oleh hakim ketua dan
hakim anggota sebagaimana yang tercantum dalam UU No 48 Tahun 2009:
Pasal 14:
“(1) Putusan diambil berdasarkan sidang permusyawaratan hakim yang bersifat
rahasia.
(2) Dalam sidang permusyawaratan, setiap hakim wajib menyampaikan
pertimbangan atau pendapat tertulis terhadap perkara yang sedang diperiksa dan
menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari putusan.”

Menurut Pasal 185 ayat (1) HIR, terdapat 2 (dua) jenis Putusan Hakim dilihat dari
waktu penjatuhannya, yaitu: putusan sela dan putusan akhir.
a) Putusan Sela (putusan yang bersifat sementara) :
Putusan sela banyak dipergunakan dalam acara singkat dan dijatuhkan karena
harus segera diambil tindakan. Misalnya penggugat, yaitu penyewa rumah
mengajukan gugatan perdata terhadap tergugat yang telah merusakkan atap
rumah sewaan, sedangkan waktu itu adalah musim hujan. Oleh karena itu,
hakim diminta segera menjatuhkan putusan sela agar tergugat dihukum untuk
segera memperbaiki atap rumah yang rusak.Putusan ini dijatuhkan sebelum
putusan akhir yang diadakan dengan tujuan untuk memungkinkan atau
mempermudah kelanjutan pemeriksaan perkara.
Dalam beberapa literatur, terdapat beberapa jenis putusan sela tersebut, yaitu
:
➢ Putusan Preparatoir, yaitu putusan yang tidak berpengaruh pada pokok
perkara atau putusan akhir. Contoh: hakim membuat putusan sela
dikarenakan ingin menggabungkan 2 (dua) perkara yang dianggap sama
atau hakim membuat putusan sela dikarenakan menolak diundurnya
pemeriksaan saksi.
➢ Putusan Interlucutoir, yaitu putusan yang mempengaruhi bunyi putusan
akhir. Contoh: hakim membuat putusan sela terkait pemeriksaan saksi,
pemeriksaan setempat atau pemeriksaan untuk mendengar keterangan
ahli.
➢ Putusan Incidenteel/ Insidentil, yaitu putusan yang memiliki hubungan
dengan suatu insiden yaitu peristiwa/ kejadian yang berakibat
menghentikan suatu persidangan. Contoh: hakim membuat putusan sela
yang dimana membolehkan pihak intervensi (voeging, vrijwaring,
tussenkomst) masuk dalam suatu perkara perdata.
➢ Putusan Provisioneel/ Provisi, yaitu putusan yang dibuat oleh hakim untuk
melakukan penundaan terhadap suatu tindakan tertentu yang dilakukan
oleh tergugat. Contoh: Dalam perkara sengketa tanah, biasanya hakim
membuat putusan yang memerintahakan kepada tergugat agar tidak
melakukan tindakan apapun termasuk menjual tanah yang disengketakan
sampai adanya putusan akhir yang berkekuatan hukum tetap
b) Putusan Akhir adalah :
Suatu putusan yang bertujuan mengakhiri dan menyelesaikan suatu sengketa
atau perkara dalam suatu tingkat peradilan tertentu (pengadilan tingkat
pertama, pengadilan tinggi dan Mahkamah Agung). Putusan Akhir dapat
bersifat deklaratif, constitutief, dan condemnatoir.

Terdapat 4 (empat) kemungkinan jenis putusan akhir yang diucapkan oleh


hakim dalam sengketa perdata, yaitu :

➢ Putusan yang mengabulkan seluruh tuntutan/ permintaan Penggugat, yaitu


suatu putusan yang mengabulkan seluruh yang dituntut/ diminta oleh
Penggugat dalam gugatannya. Contoh: hakim mengabulkan seluruh
tuntutan/ permintaan Penggugat yang meminta Tergugat membayar ganti
kerugian sebesar Rp. 50 juta.
➢ Putusan yang mengabulkan sebagian tuntutan/ permintaan Penggugat,
yaitu suatu putusan yang hanya mengabulkan tuntutan/ permintaan
Penggugat sebagian. Contoh: Dalam gugatannya, Penggugat meminta
tergugat membayar ganti kerugian sebesar Rp. 50 juta, namun hakim
hanya mengabulkan sebesar Rp. 25 Juta.
➢ Putusan yang menolak tuntutan/ permintaan Penggugat untuk seluruhnya,
yaitu suatu putusan yang menolak seluruh tuntutan/permintaan yang
dimohonkan Penggugat terhadap tergugat didalam gugatannya.
➢ Putusan yang membalikkan keadaan atau memenangkan pihak Tergugat,
yaitu suatu putusan yang ternyata mengabulkan permintaan Tergugat dan
menolak permintaah Penggugat dikarenakan adanya gugatan balik/
gugatan rekonvensi yang diajukan oleh pihak Tergugat terhadap
Penggugat.
2. 3 (tiga) perbedaan amar putusan Hakim yaitu :
a) Putusan Deklarator (Pernyataan)
Adalah putusan hanya menegaskan atau menyatakan suatu keadaan hukum
semata-mata. Misalnya: Putusan tentang keabsahan anak angkat menurut
hukum, putusan ahli waris yang sah, putusan pemilik atas suatu benda yang
sah dan lain sebagainya.
b) Putusan Konstitutif (Pengaturan)
Adalah putusan yang dapat meniadakan suatu keadaan hukum atau
menimbulkan suatu keadaan hukum yang baru. Misalnya: putusan tentang
perceraian, putusan yang menyatakan bahwa seseorang jatuh pailit, putusan
tidak berwenangnya pengadilan menangani suatu perakra dan lain
sebagainya.
c) Putusan Kondemnator (Meghukum)
adalah putusan yang bersifat menghukum pihak yang dikalahkan dalam
persidangan untuk memenuhi prestasi. Pada umumnya putusan condemnatoir
ini terjadi disebabkan oleh kareana dalam hubungan perikatan anatara
Penggugat dengan Tergugat yang bersumber pada perjanjian atau undang-
undang telah terjadinya wanprestasi dan perakranya diselesaikan di
Pengadilan.

3. Beberapa upaya hukum dalam hukum acara perdata, yaitu :


1) Upaya Hukum Biasa
a) Banding
Banding merupakan salah satu upaya hukum biasa yang dapat diminta oleh
salah satu atau kedua belah pihak yang berperkara terhadap suatu putusan
Pengadilan Negeri.Para pihak mengajukan banding bila merasa tidak puas
dengan isi putusan Pengadilan Negeri kepada Pengadilan Tinggi melalui
Pengadilan Negeri dimana putusan tersebut dijatuhkan.
Sesuai azasnya dengan diajukannya banding maka pelaksanaan isi
putusan Pengadilan Negeri belum dapat dilaksanakan, karena putusan
tersebut belum mempunyai kekuatan hukum yang tetap sehingga belum
dapat dieksekusi, kecuali terhadap putusan uit voerbaar bij voeraad.
Dasar Hukum Banding diatur dalam pasal 188 s.d. 194 HIR (untuk daerah
Jawa dan Madura) dan dalam pasal 199 s.d. 205 RBg (untuk daerah di luar
Jawa dan Madura). Kemudian berdasarkan pasal 3 Jo pasal 5 UU No.
1/1951 (Undang-undang Darurat No. 1/1951), pasal188 s.d. 194 HIR
dinyatakan tidak berlaku lagi dan diganti dengan UU Bo. 20/1947 tentang
Peraturan Peradilan Ulangan di Jawa dan Madura.
Keputusan pengadilan yang dapat dimintakan banding hanya keputusan
pengadilan yang berbentuk Putusan bukan penetapan, karena terhadap
penetapan upaya hukum biasa yang dapat diajukan hanya kasasi.
b) Kasasi
Kasasi merupakan salah satu upaya hukum biasa yang dapat diminta oleh
salah satu atau kedua belah pihak yang berperkara terhadap suatu putusan
Pengadilan Tinggi.Para pihak dapat mengajukan kasasi bila merasa tidak
puas dengan isi putusan Pengadilan Tinggi kepada Mahkamah Agung.

Kasasi berasal dari perkataan "casser" yang berarti memecahkan atau


membatalkan, sehingga bila suatu permohonan kasasi terhadap putusan
pengadilan dibawahnya diterima oleh Mahkamah Agung, maka berarti
putusan tersebut dibatalkan oleh Mahkamah Agung karena dianggap
mengandung kesalahan dalam penerapan hukumnya.
Pemeriksaan kasasi hanya meliputi seluruh putusan hakim yang mengenai
hukum, jadi tidak dilakukan pemeriksaan ulang mengenai duduk
perkaranya sehingga pemeriksaaan tingkat kasasi tidak boleh/dapat
dianggap sebagai pemeriksaan tinggak ketiga.
Alasan mengajukan kasasi menurut pasal 30 UU No. 14/1985 antara lain :
➢ Tidak berwenang atau melampaui batas wewenang.
Tidak bewenangan yang dimaksud berkaitan dengan kompetensi relatif
dan absolut pengadilan, sedang melampaui batas bisa terjadi bila
pengadilan mengabulkan gugatan melebihi yang diminta dalam surat
gugatan.
➢ Salah menerapkan atau melanggar hukum yang berlaku.
Yang dimaksud disini adalah kesalahan menerapkan hukum baik
hukum formil maupun hukum materil, sedangkan melanggar hukum
adalah penerapan hukum yang dilakukan oleh Judex facti salah atau
bertentangan dengan ketentuan hukum yang berlaku atau dapat juga
diinterprestasikan penerapan hukum tersebut tidak tepat dilakukan oleh
judex facti.
➢ Lalai memenuhi syarat-syarat yang diwajibkan oleh pertauran
perundang-undangan yang mengancam kelalaian itu dengan batalnya
putusan yang bersangkutan. Contohnya dalam suatu putusan tidak
terdapat irah-irah
2) Upaya Hukum Luar Biasa
a) Verzet
Merupakan salah satu upaya hukum biasa yang dapat diminta oleh salah
satu atau kedua belah pihak yang berperkara terhadap suatu putusan
Pengadilan Negeri.
Sesuai Pasal 129 HIR/153 RBg tergugat/para tergugat yang dihukum
dengan verstek berhak mengajukan verzet atau perlawanan dalam waktu
14 (empatbelas) hari setelah tanggal pemberitahuan putusan verstek itu
kepada tergugat/para tergugat semula jika pemberitahuan tersebut
langsung disampaikan sendiri kepada yang bersangkutan. Dan, apabila
putusan itu tidak langsung diberitahukan kepada tergugat sendiri dan pada
waktu aanmaning (peringatan) tergugat hadir, maka tenggang waktunya
sampai hari kedelapan sesudah aanmaning (peringatan) dan, apabila
tergugat tidak hadir pada waktu aanmaning maka tenggang waktunya
adalah hari kedelapan sesudah sita eksekusi dilaksanakan (Pasal 129 Ayat
[2] jo Pasal 196 HIR dan Pasal 153 Ayat [2] jo Psal 207 RBg).
b) Darden verzet
Perlawanan pihak ketiga terhadap sita eksekusi dan atau sita jaminan tidak
hanya terhadap suatu benda yang padanya melekat hak milik melainkan
juga hak-hak lainnya. Pihak pelawan harus dilindungi karena Ia bukan pihak
berperkara namun dalam hal ini kepentingannya telah tersentuh oleh
sengketa dan konflik kepentingan dari penggugat dan tergugat. Untuk
dapat mempertahankan dimuka dan meyakinkan pengadilan dalam
mengabulkan perlawanannya maka Ia harus memiliki alas hak yang kuat
dan dapat membuktikan bahwa benda yang akan disita tersebut adalah
haknya. Dengan demikian, maka Ia akan disebut sebagai pelawan yang
benar dan terhadap peletakan sita akan diperintahkan untuk diangkat.
Perlawanan pihak ketiga ini merupakan upaya hukum luar biasa tetapi pada
hakikatnya lembaga ini tidak menunda dilaksanakannya eksekusi.
c) Peninjauan kembali
Permohonan peninjauan kembali dapat diajukan dalam waktu 180 (seratus
delapanpuluh) hari kalender, dalam hal:

➢ Apabila putusan didasarkan pada suatu kebohongan atau tipu muslihat


pihak lawan yang diketahui setelah perkaranya diputus atau didasarkan
pada bukti-bukti yang kemudian oleh hakim pidana dinyatakan palsu,
adalah sejak diketahui kebohongan atau tipu muslihat atau sejak
putusan hakim pidana memperoleh kekuatan hukum tetap, dan tetap
diberitahukan kepada para pihak yang berperkara;

➢ Apabila setelah perkara diputus ditemukan surat-surat bukti yang


bersifat menentukan yang pada waktu perkara diperiksa tidak dapat
ditemukan, adalah sejak ditemukan surat-surat bukti, yang hari serta
tanggal ditemukannya harus dinyatakan di bawah sumpah dan
disahkan oleh pejabat yang berwenang;
➢ Apabila telah dikabulkan suatu hal yang tidak dituntut atau lebih
daripada yang dituntut, apabila mengenai sesuatu bagian dari tuntutan
belum diputus tanpa dipertimbangkan sebab-sebabnya, dan apabila
antara pihak-pihak yang sama mengenai suatu soal yang sama, atas
dasar yang sama oleh pengadilan yang sama atau sama tingkatnya
telah diberikan putusan yang bertentangan satu dengan yang lain,
adalah sejak putusan memperoleh kekuatan hukum tetap dan telah
diberitahukan kepada para pihak yang berperkara;

➢ Apabila dalam suatu putusan terdapat suatu kekhilafan hakim atau


suatu kekeliruan yang nyata, adalah sejak putusan yang terakhir dan
bertentangan itu memperoleh kekuatan hukum tetap dan telah
diberitahukan kepada para pihak yang berperkara; dan terhadap
permohonan peninjauan kembali yang diajukan melampaui tenggang
waktu 180 (seratus delapanpuluh) hari tersebut, tidak dapat diterima
dan berkas perkara dimaksud tidak perlu dikirimkan ke Mahkamah
Agung, maka selanjutnya pengembalian berkas kepada yang
bersangkutan harus disertai dengan Penetapan Ketua Pengadilan
Negeri yang menyatakan bahwasanya berkas tidak dapat diterima oleh
karena telah melewati batas waktu yang telah ditentukan undang-
undang

Anda mungkin juga menyukai