Anda di halaman 1dari 9

PROSES JAWAB – MENJAWAB

Dosen pengampuh :
Sulwan Pusadan, SH, MH

Disusun Oleh :
KELOMPOK 9
1. REY ADIDARMA PUTRA D10120716
2. I GEDE DEVA ADNYANA D101204393.
3. MUH NUR FAJRI.S D10119471
4. JIHAN D10120604
5.
6. .

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS TADULAKO
2022
A. PENGERTIAN EKSEKUSI:

Eksekusi dalam perkara perdata merupakan proses yang melelahkan, menyita


energy, biaya dan pikiran. Putusan perdata belum memiliki makna apapun ketika
pihak yang dikalahkan tidak bersedia menjalankan putusan secara sukarela.
Kemenangan yang sesungguhnya baru dapat diraih setelah melalui proses yang
panjang dengan eksekusi untuk mewujudkan kemenangan tersebut. Proses eksekusi
menjadi lama dan rumit karena pihak yang dikalahkan sulit untuk menerima putusan
dan tidak mau menjalankan kewajiban yang dibebankan kepadanya. Puncak dari
suatu perkara perdata adalah ketika putusan hakim yang telah berkekuatan hukum
tetap (inkracht van gewijsde) dapat dilaksanakan.

B. PELAKSANAAN EKSEKUSI:

Dalam pelaksanaan eksekusi, terdapat tahap-tahap yang dilakukan sebagai berikut:

1. Adanya permohonan eksekusi


Setelah adanya putuan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap maka pada
dasarnya pemenuhan amar putusan tersebut harus dilaksanakan oleh pihak yang kalah
secara sukarela. Eksekusi akan dapat dijalankan apabila pihak yang kalah tidak
menjalankan putuan dengan sukarela, dengan mengajukan permohonan eksekusi oleh
pihak yang menang kepada Ketua Pengadilan Negeri yang berwenang.
2. Aanmaning
Permohonan eksekusi merupakan dasar bagi Ketua Pengadilan Negeri untuk
melakukan peringatan atau aanmaning. Aanmaning merupakan tindakan dan upaya
yang dilakukan Ketua Pengadilan Negeri yang memutus perkara berupa “teguran”
kepada Tergugat (yang kalah) agar ia menjalankan isi putusan secara sukarela dalam
waktu yang ditentukan setelah Ketua Pengadilan menerima permohonan eksekusi dari
Penggugat. Pihak yang kalah diberikan jangka waktu 8 (delapan) hari untuk
melaksanakan isi putusan terhitung sejak debitur dipanggil untuk menghadap guna
diberikan peringatan.
3. Permohonan sita eksekusi
Setelah aanmaning dilakukan, ternyata pihak yang kalah tidak juga melakukan amar
dari putusan maka pengadilan melakukan sita eksekusi terhadap harta pihak yang
kalah berdasarkan permohonan dari pihak yang menang. Permohonan tersebut
menjadi dasar bagi Pengadilan untuk mengeluarkan Surat Penetapan yang berisi
perintah kepada Panitera atau Juru Sita untuk melakukan sita eksekusi terhadap harta
kekayaan tergugat, sesuai dengan syarat dan tata cara yang diatur dalam Pasal 197
HIR. Penetapan sita eksekusi merupakan lanjutan dari penetapan aanmaning. Secara
garis besar terdapat 2 (dua) macam cara peletakan sita yaitu sita jaminan dan sita
eksekusi. Sita jaminan mengandung arti bahwa, untuk menjamin pelaksanaan suatu
putusan di kemudian hari, barang-barang yang disita tidak dapat dialihkan,
diperjualbelikan atau dengan jalan lain dipindah tangankan kepada orang lain.
Sedangkan sita eksekusi adalah sita yang ditetapkan dan dilaksanakan setelah suatu
perkara mempunyai putusan yang mempunyai kekuatan hukum tetap. Dalam sita
eksekusi harus dilakukan dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
 Mendahulukan penyitaan barang bergerak
Sita eksekusi baru diperkenankan menjangkau barang tidak bergerak
sepanjang harta bergerak tidak lagi mencukupi nilai jumlah yang harus
dilunasi.
 Jenis-jenis barang bergerak yang dapat disita eksekusi
Sita eksekusi terhadap barang bergerak meliputi segala jenis barang
berupa uang tunai, surat berharga dan barang yang berada di tangan pihak
ketiga.
 Yang dilarang disita eksekusi
Yang dilarang adalah dua hewan dan perkakas yang dipergunakan oleh yang
bersangkutan sebagai alat (sarana) menjalankan mata pencaharian.
C. JENIS-JENIS EKSEKUSI:

Dalam hukum acara perdata, terdapat 3 (tiga) macam eksekusi, yaitu eksekusi
yang diatur dalam Pasal 196 HIR dan seterusnya, eksekusi yang diatur dalam Pasal
225 HIR, dan eksekusi riil. Berikut penjelasannya:

a) Eksekusi yang diatur dalam Pasal 196 HIR dan seterusnya

Eksekusi yang diatur dalam Pasal 196 HIR menjelaskan mengenai keadaan jika
seseorang enggan secara sukarela memenuhi isi putusan yang mengharuskan ia
membayar sejumlah uang, maka jika sebelum putusan dijatuhkan telah melakukan
sita jaminan, maka sita jaminan tersebut dinyatakan sah dan berharga dan secara
otomatis menjadi sita eksekutorial. Eksekusi dilakukan dengan melelang barang-
barang milik orang yang dikalahkan sehingga mencukupi jumlah yang harus dibayar
menurut putusan hakim dan ditambah biaya yang timbul akibat pelaksanaan putusan
tersebut. Tata cara melakukan penjualan barang-barang yang disita diatur dalam Pasal
200 HIR. Terdapat dua macam sita eksekutorial, yaitu:

1. Sita eksekutorial sebagai kelanjutan dari sita jaminan;


2. Sita eksekutorial yang dilakukan sehubungan dengan eksekusi karena
sebelumnya tidak ada sita jaminan.

b) Eksekusi yang diatur dalam Pasal 225 HIR

Pasal 225 HIR mengatur tentang pelaksanaan putusan hakim di mana seseorang
dihukum untuk melakukan suatu perbuatan, misalnya memperbaiki jendela yang
dirusak olehnya, dan perbuatan tersebut tidak dapat dilaksanakan secara paksa.
Menurut Pasal tersebut pula, yang dapat dilakukan adalah menilai perbuatan yang
harus dilakukan oleh tergugat dalam jumlah uang lalu tergugat dihukum untuk
membayar “uang paksa”atau dalam Bahasa Belanda disebut dwangsom atau astreinte
sebagai pengganti berdasarkan putusan Hakim.

c) EKSEKUSI RIIL

Dalam HIR tidak diatur mengenai eksekusi riil, namun dalam Pasal 200 HIR yang
mengatur tentang lelang menyebutkan eksekusi riil. Eksekusi riil sendiri sudah biasa
dilakukan karena pada praktiknya sangatlah diperlukan.

Mengenai eksekusi riil diatur dalam Pasal 1033 RV yang berbunyi “Jika putusan
hakim yang memerintahkan pengosongan suatu barang yang tidak bergerak, tidak
dipenuhi oleh orang yang dihukum, maka Ketua akan memerintahkan dengan surat
kepada seorang juru sita supaya dengan bantuannya alat kekuasaan Negara, barang
itu dikosongkan oleh orang yang dihukum serta keluarganya dan segala barang
kepunyaannya.” Salah satu bentuk eksekusi riil adalah mengenai pengosongan yaitu
bisa berupa pengosongan tanah (sawah), kebun, tanah perumahan atau pengosongan
bangunan (gudang, rumah tempat tinggal, perkantoran) dan sebagainya.

D. TATA CARA PELAKSANAAN EKSEKUSI LELANG:

Sesuai Undang Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan


(UUHT). Bahwa berdasarkan pasal 20 UUHT sesungguhnya dapat kita temukan
bahwa pelaksanaan eksekusi Hak Tanggungan dapat dilaksanakan dengan tiga cara
sebagai berikut :

-       Eksekusi berdasarkan pasal 6 UUHT, yakni apabila debitor cidera janji, maka
berdasarkan hak pemegang Hak Tanggungan pertama untuk menjual obyek Hak
Tanggungan. (vide pasal 20 ayat 1 huruf (a) UUHT).

-       Eksekusi berdasarkan titel eksekutorial yang terdapat dalam sertipikat Hak


Tanggungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (2), obyek Hak
Tanggungan dijual melalui pelelangan umum menurut tata cara yang ditentukan
dalam  peraturan perundang-undangan untuk pelunasan piutang pemegang
HakTanggungan dengan hak mendahulu dari pada kreditor-kreditor lainnya.
(vide pasal 20 ayat 1 huruf (b) UUHT).

-       Atas kesepakatan pemberi dan pemegang Hak Tanggungan, penjualan obyek


Hak Tanggungan dapat dilaksanakan di bawah tangan jika dengan demikian itu
akan dapat diperoleh harga tertinggi yang menguntungkan semua pihak (vide
Pasal 20 ayat 2).

E. Kekuatan Eksekutorial Grosse akta notaris

Dalam praktek sehari-hari, Grosse akta berbeda dengan akta-akta notaris lain,
Sebab di samping sebagai alat bukti yang sempurna bagi pihak juga memiliki
kekuatan eksekutorial. Dalam proses peradilan dapat merupakan bagian alat
pembuktian. Apabila dilihat sebelum masa digalakkanya usaha pembangunan boleh
di katakan bahwa pasal224 HIR (grosse akta) inni jarang disentuh dan berperan
dalam praktek peradilan. Hal ini karena dunia bisnis pada waktu itu mungkin masih
berada dalam taraf/tingkat konvensional dan belum membutuhkan atau menuntut
modal yang besar dan orang atau masyarakat juga pada saat itu belum banyak atau
masih jarang yang berkecimpung dalam dunia bisnis. Demikian pula badan-badan
penyediaan modal, seperti lembaga perbankan masih dapat dihitung dengan jari.
Grosse akta berbeda dengan akta autentik lain.

Dengan dimintakannya grosse akta, maka hal ini akan menimbulkan


perbedaan akta tersebut dengan akta autentik lainnya. Sebagai dasar dari grosse akta
itu merupakan akta autentik adalah dengan melihat Pasal 1868 BW jo Pasal 38 PJN.
Adapun perbedaan yang timbul dari grosse akta dengan akta autentik lainnya
disebabkan terhadap akta autentik ini, dalam menghadapi pihak debitur yang ingkar
janji (wanprestasi) apabila menggunakan akta autentik, maka kreditur harus terlebih
dahulu mengajukan gugatan ke pengadilan, sedangkan dengan penggunaan grosse
akta tidaklah demikian di mana pihak kreditur tidak perlu mengajukan gugatan ke
pengadilan tetapi cukup dengan mengajukan permohonan untuk melaksanakan isi
dari grosse akta tersebut.
F. Formulir contoh Surat Permohonan Penetapan Eksekusi Lelang Berdasarkan
Grosse Akta Hipotik.

.............., tanggal ..........................

Kepada Yth,
Ketua Pengadilan Negeri ....................
Jalan ..............................................
Di – ....................
Perihal : Permohonan Lelang Eksekusi Nomor : ................. Eks. Jo. No. ..................

Dengan hormat,
Untuk dan atas nama ................., selaku Pemohon Eksekusi Nomor : ............. Eks.,
Jo. No......, dengan ini memohon kehadapan Ketua Pengadilan Negeri
................., untuk sudi kiranya berkenan menetapkan pelaksanaan lelang
eksekusi terhadap :
“Sebidang tanah dan bangunan Sertifikat Hak Guna Bangunan No. .............., tanggal
.............., seluas .............., tercatat atas nama .............., di jalan ..............”

Bahwa tanah dan bangunan tersebut diatas telah diletakkan sita eksekusi oleh
Pengadilan Negeri ................. berdasarkan Penetapan Nomor : .............. Eks. Jo.
No.
.............., Berita Acara Eksekusi Nomor : .............. Eks. Jo. No. .............. tanggal......;

Permohoan ini kami ajukan mengingat Termohon Eksekusi sampai sekarang


belum melaksanakan kewajibannya walaupun sudah di tegor/aanmaning oleh
Ketua
Pengadilan Negeri ................. pada tanggal .................;
Demikian permohonan ini dan atas perhatian Ketua Pengadilan Negeri
..........., kami ucapkan terima kasih.

Hormat Pemohon

(..…………………)

Anda mungkin juga menyukai