Anda di halaman 1dari 10

Eksekusi

Eksekusi dalam perkara perdata merupakan proses yang melelahkan,


menyita energy, biaya dan pikiran. Putusan perdata belum memiliki makna
apapun ketika pihak yang dikalahkan tidak bersedia menjalankan putusan
secara sukarela. Kemenangan yang sesungguhnya baru dapat diraih
setelah melalui proses yang panjang dengan eksekusi untuk mewujudkan
kemenangan tersebut. Proses eksekusi menjadi lama dan rumit karena
pihak yang dikalahkan sulit untuk menerima putusan dan tidak mau
menjalankan kewajiban yang dibebankan kepadanya.

Puncak dari suatu perkara perdata adalah ketika putusan hakim yang telah
berkekuatan hukum tetap (inkracht van gewijsde),sehingga dapat
dilaksanakan/dieksekusi.

Eksekusi adalah menjalankan putusan pengadilan yang telah mempunyai


kekuatan hukum tetap (res judicata / inkracht van gewijsde) yang bersifat
penghukuman (condemnatoir), yang dilakukan secara paksa, jika perlu
dengan bantuan kekuatan umum.

Apabila pihak yang dikalahkan tidak mau melaksanakan isi putusan secara ,
suka rela maka pihak yang menang dapat mengajukan permohonan eksek
usi kepada Pengadilan Agama yang memutus perkara

Asas Eksekusi, yaitu:


 a. Putusan telah berkekuatan hukum tetap, kecuali putusan serta merta,
putusan provisi dan eksekusi berdasarkan groze akte (Pasal 191 RBg/
Pasal 180 HIR dan Pasal 250 RBg/ Pasal 224 HIR )
 b. Putusan tidak dijalankan secara sukarela
 c. Putusan mengandung amar condemnatoir (menghukum)
 d. Eksekusi dipimpin oleh Ketua Pengadilan Agama dan dilaksanakan oleh
Panitera

1
Eksekusi terdiri dari 2 (dua) jenis, yaitu:
 a. Eksekusi riil
dapat berupa pengosongan, penyerahan, pembagian, pembongkaran, berbuat
sesuatu atau tidak berbuat sesuatu dan memerintahkan atau menghentikan sesuatu
perbuatan (Pasal 218 ayat (2) RBg/ Pasal 200 ayat (11) HIR/ Pasal 1033 Rv)
 b. Eksekusi pembayaran sejumlah uang (executie verkoof)
dilakukan melalui mekanisme lelang (Pasal 208 RBg/ Pasal 196 HIR)

Prosedur Eksekusi, yaitu:


 a. Pemohon mengajukan permohonan eksekusi dan mekanismenya
sebagaimana diatur dalam pola bindalmin dan peraturan terkait
 b.  Ketua Pengadilan Agama menerbitkan penetapan untuk aanmaning,
yang berisi perintah kepada Jurusita supaya memanggil Termohon
eksekusi hadir pada sidang aanmaning
 c. Jurusita/ Jurusita Pengganti memanggil Termohon eksekusi
 d. Ketua Pengadilan Agama melaksanakan aanmaning dengan sidang
insidentil yang dihadiri oleh Ketua, Panitera dan Termohon eksekusi.
D Dalam sidang aanmaning tersebut:
   1. Seyogyanya Pemohon eksekusi dipanggil untuk hadir
   2. Ketua Pengadilan Agama menyampaikan peringatan supaya dalam
tempo 8 (delapan) hari dari hari setelah peringatan Termohon
eksekusi melakukan isi putusan
   3. Panitera membuat berita acara sidang aanmaning dan ditandatangani
oleh Ketua dan Panitera
 e. Apabila dalam tempo 8 (delapan) hari setelah peringatan, Pemohon
eksekusi melaporkan bahwa Termohon eksekusi belum melaksanakan
isi putusan,lalu Ketua Pengadilan Agama menerbitkan penetapan
perintah eksekusi

Tahap-tahap Eksekusi :

a. Adanya permohonan eksekusi

Setelah adanya putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap


maka pada dasarnya pemenuhan amar putusan tersebut harus
2
dilaksanakan oleh pihak yang kalah secara sukarela. Eksekusi akan dapat
dijalankan apabila pihak yang kalah tidak menjalankan putusan dengan
sukarela, dengan mengajukan permohonan eksekusi oleh pihak yang
menang kepada Ketua Pengadilan Negeri yang berwenang.

b.Aanmaning

Permohonan eksekusi merupakan dasar bagi Ketua Pengadilan Negeri


untuk melakukan peringatan atau aanmaning. 

Aanmaning merupakan tindakan dan upaya yang dilakukan Ketua


Pengadilan Negeri yang memutus perkara berupa “teguran” kepada
Tergugat (yang kalah) agar ia menjalankan isi putusan secara sukarela
dalam waktu yang ditentukan. Setelah Ketua Pengadilan menerima
permohonan eksekusi dari Penggugat, maka Tergugat (Pihak yang kalah)
diberikan jangka waktu 8 (delapan) hari untuk melaksanakan isi putusan
terhitung sejak Tergugat (debitur) dipanggil untuk menghadap guna
diberikan peringatan.

a. Permohonan sita eksekusi

Setelah aanmaning dilakukan, ternyata pihak yang kalah tidak juga


melakukan amar dari putusan maka pengadilan melakukan sita eksekusi
terhadap harta pihak yang kalah berdasarkan permohonan dari pihak yang
menang. Permohonan tersebut menjadi dasar bagi Pengadilan untuk
mengeluarkan Surat Penetapan yang berisi perintah kepada Panitera atau
Juru Sita untuk melakukan sita eksekusi terhadap harta kekayaan tergugat,
sesuai dengan syarat dan tata cara yang diatur dalam Pasal 197 HIR.
Penetapan sita eksekusi merupakan lanjutan dari penetapan aanmaning.
Secara garis besar terdapat 2 (dua) macam cara peletakan sita yaitu sita

3
jaminan dan sita eksekusi. Sita jaminan mengandung arti bahwa, untuk
menjamin pelaksanaan suatu putusan di kemudian hari, barang-barang
yang disita tidak dapat dialihkan, diperjualbelikan atau dengan jalan lain
dipindah tangankan kepada orang lain. Sedangkan sita eksekusi adalah
sita yang ditetapkan dan dilaksanakan setelah suatu perkara mempunyai
putusan yang mempunyai kekuatan hukum tetap. Dalam sita eksekusi
harus dilakukan dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut:

 Mendahulukan penyitaan barang bergerak

Sita eksekusi baru diperkenankan menjangkau barang tidak


bergerak sepanjang harta bergerak tidak lagi mencukupi nilai
jumlah yang harus dilunasi.

 Jenis-jenis barang bergerak yang dapat disita eksekusi

Sita eksekusi terhadap barang bergerak meliputi segala jenis


barang berupa uang tunai, surat berharga dan barang yang
berada di tangan pihak ketiga.

 Yang dilarang disita eksekusi

Yang dilarang adalah dua hewan dan perkakas yang


dipergunakan oleh yang bersangkutan sebagai alat (sarana)
menjalankan mata pencaharian.

a. Penetapan eksekusi

Setelah adanya permohonan sita eksekusi maka tahap selanjutnya adalah


dikeluarkannya Penetapan Eksekusi yang berisi perintah Ketua Pengadilan
Negeri kepada Panitera dan juru sita untuk menjalankan eksekusi.

4
a. Lelang

Setelah Pengadilan mengeluarkan Penetapan Eksekusi berikut Berita


Acara Eksekusi maka tahap selanjutnya adalah lelang. Lelang merupakan
penjualan di muka umum harta kekayaan termohon yang telah disita
eksekusi atau menjual di muka umum barang sitaan milik termohon yang
dilakukan di depan juru lelang atau penjualan lelang dilakukan dengan
perantaraan atau bantuan kantor lelang dan cara penjualannnya dengan
jalan harga penawaran semakin meningkat atau semakin menurun melalui
penawaran secara tertulis (penawaran dengan pendaftaran). Tujuan lelang
ini adalah untuk pemenuhan kewajiban si tergugat. Penggunaan kantor
lelang dimaksudkan agar harga yang didapat tidak merugikan si tergugat
dan sesuai dengan harga yang sewajarnya di pasaran. Hasil lelang
digunakan untuk membayar kewajiban yang telah ditetapkan dalam
putusan hakim.py

Tahap-Tahap Pelaksanaan Eksekusi:


1. Permohonan Eksekusi;
2. Telaah terhadap permohonan eksekusi dilaksanakan oleh Panitera
Muda atau Tim yang ditugaskan oleh Ketua Pengadilan Negeri dan
dituangkan dalam resume telaah eksekusi;
3. Apabila hasil resume telaah eksekusi permohonan tersebut dapat
dilaksanakan, maka dilakukan penghitungan panjar biaya eksekusi
dan pemohon eksekusi dipersilahkan untuk melakukan pembayaran;
4. Ketua Pengadilan Negeri mengeluarkan penetapan peringatan
eksekusi/Aanmaning setelah lebih dahulu ada permintaan eksekusi
dari Pemohon Eksekusi (Penggugat/Pihak yang menang perkara),
dengan mendasarkan pada Pasal 196 HIR atau Pasal 207 RBg.
Penetapan peringatan eksekusi berisi perintah kepada Panitera/Juru
sita/Juru sita Pengganti untuk memanggil pihak termohon eksekusi
(Tergugat/Pihak yang kalah) untuk diperingatkan agar supaya
memenuhi atau menjalankan putusan.

5
5. Apabila termohon eksekusi (Tergugat/Pihak yang kalah) tidak hadir
tanpa alasan setelah dipanggil secara sah dan patut, maka proses
eksekusi dapat langsung diperintahkan oleh Ketua Pengadilan
Negeri tanpa sidang insidentil untuk memberi peringatan, kecuali
Ketua Pengadilan menganggap perlu untuk dipanggil sekali lagi.
6. Peringatan eksekusi dipimpin oleh Ketua Pengadilan Negeri harus
dilakukan dalam pemeriksaan sidang insidentil, dibantu oleh
Panitera, dengan dihadiri pihak termohon eksekusi (Tergugat/pihak
yang kalah), serta apabila dipandang perlu dapat menghadirkan
pemohon eksekusi (penggugat/pihak yang menang perkara).
7. Peringatan eksekusi dalam sidang insidentil tersebut dicatat dalam
Berita Acara yang ditandatangani oleh Ketua Pengadilan Negeri dan
Panitera.
8. Dalam peringatan eksekusi tersebut Ketua Pengadilan Negeri
memperingatkan termohon eksekusi (tergugat/pihak yang kalah)
agar memenuhi atau melaksanakan isi putusan paling lama 8
(delapan) hari terhitung sejak diberikan peringatan.
9. Apabila tenggang waktu terlampaui, dan tidak ada keterangan atau
pernyataan dari pihak yang kalah tentang pemenuhan putusan,
maka sejak saat itu pemohon dapat memohon kepada Ketua
Pengadilan Negeri untuk
menindak lanjuti permohonan eksekusi tanpa harus mengajukan
permohonan ulang dari pihak yang menang (Pasal 197 ayat 1
HIR/Pasal 208 ayat 1 RBg).
10. Apabila perkara sudah dilakukan sita jaminan (conservatoir
beslaag), maka tidak perlu diperintahkan lagi sita eksekusi
(executorial beslaag). Dan apabila dalam perkara tersebut tidak
dilakukan sita jaminan sebelumnya, maka Ketua Pengadilan Negeri
dapat mengeluarkan penetapan sita eksekusi. Dalam hal eksekusi
pengosongan tidak selalu diletakkan sita eksekusi, dapat langsung
dilaksanakan pengosongan tanpa penyitaan.
11. Dalam hal melaksanakan putusan yang memerintahkan untuk
melakukan pengosongan (eksekusi riil), maka hari dan tanggal
pelaksanaan pengosongan ditetapkan oleh Ketua Pengadilan
Negeri, setelah dilakukan rapat koordinasi dengan aparat
keamanan.
12. Apabila termohon eksekusi merupakan unsur TNI (yang masih
aktif atau yang telah purnawirawan), maka harus melibatkan
pengamanan Polisi Militer (PM).

6
13. Sebelum melakukan eksekusi pengosongan, terlebih dahulu
dilakukan peninjauan lokasi tanah atau bangunan yang akan
dikosongkan dengan melakukan pencocokan (konstatering) guna
memastikan batas-batas dan
luas tanah yang bersangkutan sesuai dengan penetapan sita atau
yang tertuang dalam amar putusan dengan dihadiri oleh panitera,
jurusita/jurusita pengganti, pihak berkepentingan, aparat setempat
dan jika diperlukan
menghadirkan petugas Badan Pertanahan Nasional, serta
dituangkan dalam Berita Acara.
14. Dalam hal melakukan pemberitahuan eksekusi pengosongan
dilakukan melalui surat (Surat Pemberitahuan) kepada pihak
termohon eksekusi, harus dengan memperhatikan jangka waktu
yang memadai dari tanggal pemberitahuan sampai pelaksanaan
pengosongan.
15. Pengosongan dilaksanakan dan dilakukan dengan
memperhatikan nilai kemanusiaan dan keadilan, dengan cara yang
persuasif dan tidak arogan. Misalnya dengan memerintahkan
pemohon eksekusi menyiapkan gudang penampungan guna
menyimpan barang milik termohon eksekusi dalam waktu yang
ditentukan, atas biaya pemohon.
16. Setelah pengosongan selesai dilaksanakan, tanah atau
bangunan yang dikosongkan, maka pada hari itu juga segera
diserahkan kepada pemohon eksekusi atau kuasanya yang
dituangkan berita acara penyerahan, dengan dihadiri oleh aparat.

3)   Eksekusi terdiri dari 2 (dua) jenis, yaitu:


a) Eksekusi riil
dapat berupa pengosongan, penyerahan, pembagian, pembongkaran,
berbuat sesuatu atau tidak berbuat sesuatu dan memerintahkan atau
menghentikan sesuatu perbuatan (Pasal 218 ayat (2) RBg / Pasal 200 ayat
(11) HIR / Pasal 1033 Rv).
b)   Eksekusi    pembayaran   sejumlah   uang   (executie    verkoof)   
dilakukan melalui mekanisme lelang (Pasal 208 RBg  / Pasal 196 HIR).

7
4)   Prosedur Eksekusi:
a)   Pemohon    mengajukan    permohonan    eksekusi    dan
mekanismenya sebagaimana diatur dalam pola bindalmin dan peraturan
terkait.
b)   Ketua Pengadilan Agama/Mahkamah Syar’iyah menerbitkan
penetapan untuk aanmaning, yang berisi perintah kepada Jurusita supaya
memanggil Termohon eksekusi hadir pada sidang aanmaning.
c)   Jurusita/Jurusita Pengganti memanggil Termohon eksekusi.
d)  Ketua Pengadilan Agama/Mahkamah Syar’iyah
melaksanakan aanmaning dengan  sidang  insidentil  yang  dihadiri  oleh
Ketua,  Panitera  dan Termohon eksekusi. Dalam
sidang aanmaning tersebut:
(1)  Seyogyanya Pemohon eksekusi dipanggil untuk hadir.
(2)  Ketua    Pengadilan   Agama/Mahkamah Syar’iyah  menyampaikan   
peringatan supaya dalam tempo 8 (delapan) hari dari hari setelah
peringatan Termohon eksekusi melakukan isi putusan.
(3)  Panitera  membuat  berita  acara  sidang  aanmaning  dan
ditandatangani oleh Ketua dan Panitera.
e)   Apabila   dalam   tempo   8  (delapan)  hari   setelah   peringatan,
Pemohon eksekusi melaporkan bahwa Termohon eksekusi belum
melaksanakan isi  putusan, maka Ketua  Pengadilan Agama/Mahkamah
Syar'iyah menerbitkan penetapan perintah eksekusi.
5)   Dalam  hal  eksekusi  putusan  Pengadilan  Agama/Mahkamah
Syar’iyah yang objeknya berada di luar wilayah hukumnya, maka Ketua
Pengadilan Agama/Mahkamah Syar’iyah yang
bersangkutan meminta bantuan kepada Ketua Pengadilan
Agama/Mahkamah Syar’iyah yang mewilayahi objek eksekusi tersebut
dalam bentuk penetapan. Selanjutnya, Ketua Pengadilan
Agama/Mahkamah Syar’iyah yang diminta bantuan menerbitkan surat
penetapan yang berisi perintah kepada Panitera/Jurusita agar
melaksanakan eksekusi di bawah pimpinan Ketua Pengadilan
Agama/Mahkamah Syar’iyah  tersebut.  (Surat  Edaran  Mahkamah  Agung
Nomor  01 Tahun 2010, butir 1).
6)    Dalam hal eksekusi tersebut pada butir (5), diajukan  perlawanan 
baik   dari   Pelawan   tersita   maupun   dari   pihak   ketiga,   untuk

8
perlawanan tersebut diajukan dan diperiksa serta diputus oleh Pengadilan
Agama/ Mahkamah Syar’iyah yang diminta bantuan (Pasal 206 ayat (6)
RBg / Pasal 195 ayat (6) HIR dan butir (2) Surat Edaran Mahkamah Agung
Nomor 01 Tahun 2010).
7)   Dalam hal Pelawan dalam perlawanannya meminta agar eksekusi
tersebut pada butir (6) di atas ditangguhkan,maka yang berwenang
menangguhkan atau tidak menangguhkan eksekusi itu adalah Ketua
Pengadilan Agama / Mahkamah Syar’iyah yang diminta bantuannya,
sebagai pejabat yang memimpin eksekusi, dengan ketentuan bahwa dalam
jangka waktu 2 x 24 jam melaporkan secara tertulis kepada Ketua
Pengadilan Agama/Mahkamah Syar’iyah yang meminta bantuan tentang
segala upaya  yang  telah  dijalankan  olehnya  termasuk  adanya
penangguhan eksekusi tersebut (Pasal  206  ayat  (5)  dan  (7)  RBg  /
Pasal 195 ayat (5) dan (7) HIR serta  butir  3  Surat  Edaran Mahkamah
Agung Nomor 01 Tahun 2010).
8)   Dalam  hal  eksekusi (pelaksanaan  putusan)  mengenai  suatu
perbuatan,  apabila  tidak dilaksanakan secara sukarela, harus dinilai
dalam sejumlah uang (Pasal 259 RBg / Pasal 225 HIR) yang teknis
pelaksanaannya seperti eksekusi pembayaran sejumlah uang,
9)   Jika  Termohon tidak  mau  melaksanakan putusan  tersebut dan
Pengadilan tidak bisa melaksanakan walau dengan bantuan alat negara,
maka Pemohon dapat mengajukan kepada Ketua Pengadilan
Agama/Mahkamah Syar’iyah agar   Termohon membayar sejumlah uang,
yang nilainya sepadan dengan perbuatan yang harus dilakukan oleh
Termohon.
10)      Ketua   Pengadilan   Agama/Mahkamah Syar'iyah   wajib   
memanggil   dan   mendengar Termohon eksekusi dan apabila diperlukan
dapat meminta keterangan dari seorang ahli di bidang tersebut.
11) Penetapan  jumlah   uang   yang   harus  dibayar   oleh  Termohon
dituangkan dalam penetapan Ketua Pengadilan Agama/Mahkamah
Syar'iyah.
12) Apabila putusan untuk membayar sejumlah uang tidak dilaksanakan
secara  sukarela,  maka akan dilaksanakan dengan  cara  melelang barang
milik pihak yang dikalahkan (Pasal 214 s/d Pasal 224 RBg / Pasal 200
HIR).

9
13) Putusan yang  menghukum Tergugat untuk menyerahkan sesuatu 
barang, misalnya sebidang tanah, dilaksanakan oleh Jurusita, apabila perlu
dengan bantuan alat kekuasaan negara.
14) Eksekusi tidak bisa dilakukan kedua kalinya apabila barang yang
dieksekusi telah diterima oleh Pemohon eksekusi, namun diambil kembali
oleh tereksekusi.
15) Upaya  yang  dapat ditempuh  oleh  yang  bersangkutan  adalah
melaporkan hal tersebut di atas kepada pihak yang berwajib (pihak
kepolisian) atau mengajukan gugatan untuk memperoleh kembali barang
(tanah/rumah tersebut).
16)      Putusan Pengadilan Agama/Mahkamah Syar’iyah atas gugatan
penyerobotan tersebut apabila diminta dalam petitum, dapat dijatuhkan
putusan  serta  merta  atas  dasar  sengketa  bezit / Kedudukan berkuasa.
17) Jika  suatu  perkara  yang  telah  berkekuatan  hukum  tetap  telah
dilaksanakan (dieksekusi) atas suatu barang dengan eksekusi riil, tetapi
kemudian putusan yang berkekuatan hukum tetap tersebut dibatalkan oleh
putusan peninjauan kembali, maka barang yang telah diserahkan kepada
pemilik semula sebagai pemulihan hak melalaui proses gugatan
18)      Pemulihan  hak  diajukan  Pemohon  kepada  Ketua  Pengadilan
Agama/Mahkamah Syar’iyah.
19)      Eksekusi pemulihan hak dilakukan menurut tata cara eksekusi riil.
Apabila barang tersebut sudah dialihkan kepada pihak lain, Termohon
eksekusi dapat mengajukan gugatan ganti rugi senilai objek miliknya.
20)      Apabila putusan belum berkekuatan hukum tetap, kemudian terjadi
perdamaian di luar Pengadilan yang mengesampingkan amar putusan  dan
ternyata  perdamaian  itu  diingkari  oleh  salah  satu pihak, maka yang
dieksekusi adalah amar putusan yang telah berkekuatan hukum tetap.

10

Anda mungkin juga menyukai