Anda di halaman 1dari 8

Nama : Aurelio Herdy Junior Liando

Nim : 205190149
Mata Kuliah : Kapita Selekta Perdata
Kelas :C

Tugas Perbaikan UTS


Seminar (Jumat, 23 April 2021)
Narasumber : H. KUSWARA S. TARYONO, S.H., M.H.

MEMBEDAH HUKUM ACARA PERDATA DARI


PERSPEKTIF PRAKTIK

• Peran Advokat dan Konsultan Hukum (Litigasi dan Non-Litigasi)


Secara litigasi, advokat memberikan pelayanan hukum melalui jasa konsultasi
Sedangkan secara non-litigasi, usaha-usaha alternatif penyelesaian sengketa melalui
konsultasi, negosiasi, mediasi, konsiliasi maupun perdamaian.
Advokat berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 18
Tahun 2003 tentang Advokat adalah orang yang berprofesi memberi jasa hukum, baik
di dalam maupun di luar pengadilan yang memenuhi persyaratan berdasarkan ketentuan
Undang-Undang ini. Selanjutnya menurut ketentuan undangundang Advokat Bab II
Bagian Kesatu tentang Pengangkatan dalam Pasal 2 ayat (2) ditegaskan bahwa
Pengangkatan Advokat dilakukan oleh Organisasi Advokat setelah memenuhi
persyaratan sebagaimana dimaksud ketentuan Pasal 3 ayat (1) yang menyebutkan
bahwa untuk dapat diangkat menjadi Advokat harus memenuhi persyaratan. Kemudian
lebih lanjut dalam Bagian Kedua tentang Sumpah, Pasal 4 ayat (1) menyebutkan bahwa
sebelum menjalankan profesinya, Advokat wajib bersumpah menurut agamanya atau
berjanji dengan sungguhsungguh di sidang terbuka Pengadilan Tinggi di wilayah
domisili hukumnya.
Peranan advokat dalam memberikan jasa hukum dalam perkara perdata adalah
bahwa Advokat sebagai penerima kuasa atau mewakili dari penggugat maupun tergugat
dalam beracara di depan Pengadilan untuk menjelaskan dan meluruskan fakta-fakta
serta bukti-bukti yang dikemukakan oleh kliennya, sehingga dapat membantu dan
mempermudah hakim dalam mengambil suatu keputusan.

• Beberapa Hal Yang Perlu Diketahui, Berkaitan Dengan Pencamtuman Klausula


Penyelesaian Sengketa
Peran Advokat dan Konsultan Hukum (Dalam Non Litigasi)
Bahwa pada saat pembuatan klausula Perjanjian yang dibuat oleh Notaris atau
Akta yang dibuat PPAT, atau dibuat dibawah tangan, apabila terjadi perselisihan atau
sengketa dapat diselesaikan melalui :
▪ Pengadilan Negeri atau Pengadilan Agama
Proses dari Tingkat Pertama, Tingkat Banding, Tingkat Kasasi, bahkan Tingkat
Peninjauan Kembali (PK) memakan waktu lama;
▪ Sidangnya terbuka untuk umum.
Arbitrase
Harus Adanya Klausula Arbitrase atau “Arbitration Clause”
“Semua sengketa yang timbul dari perjanjian ini akan diselesaikan dan diputus oleh
BANI Arbitration Center menurut peraturan Prosedur Arbitrase BANI Arbitration
Center, yang putusannya mengikat kedua belah pihak yang bersengketa sebagai
putusan dalam tingkat pertama dan terakhir ”.

• Proses Beracara Dalam Hukum Acara Perdata


o Perdamaian
Dalam perkara perdata pada umumnya setiap permulaan sidang, sebelum
pemeriksaan perkara, hakim diwajibkan mengusahakan perdamaian antara para
pihak berperkara ( Pasal 154 R.Bg), dan jika tidak damai dilanjutkan dengan
mediasi. Dalam mediasi ini para pihak boleh menggunakan hakim mediator
yang tersedia di Pengadilan tanpa dipungut biaya, kecuali para pihak
menggunakan mediator dari luar yang sudah punya sertikat, maka biayanya
seluruhnya ditanggung kedua belah pihak berdasarkan kesepakatan mereka.
Apabila terjadi damai, maka dibuatkan akta perdamaian ( Acta Van Verglijk).
Akta Perdamaian ini mempunyai kekuatan hukum yang sama dengan putusan
hakim,dan dapat dieksekusi, tetapi tidak dapat dimintakan banding, kasasi dan
peninjauan kembali. Apabila tidak terjadi damai dalam mediasi, maka proses
pemeriksaan perkara dilanjutkan.

o Pembacaan Surat Gugatan Penggugat


Sebelum surat gugatan dibacakan, jika perkara perdata umum sidangnya selalu
terbuka. Surat Gugatan Penggugat yang diajukan ke Pengadilan itu dibacakan
oleh Penggugat sendiri atau salah seorang majelis hakim, dan sebelum diberikan
kesempatan oleh mejelis hakim kepada tergugat memberikan tanggapan atau
jawabannya, pihak penggugat punya hak untuk mengubah, mencabut atau
mempertahankan isi surat gugatannya tersebut. Apabila Penggugat menyatakan
tetap tidak ada perubahan dan tambahan dalam gugatannya itu kemudian
persidangan dilanjutkan ketahap berikutnya.

o Jawaban Tergugat
Setelah gugatan dibacakan, kemudian Tergugat diberi kesempatan mengajukan
jawabannya, baik ketika sidang hari itu juga atau sidang berikutnya. Jawaban
tergugat dapat dilakukan secara tertulis atau lisan ( Pasal 158 ayat (1) R.Bg).
Pada tahap jawaban ini, tergugat dapat pula mengajukan eksepsi (tangkisan)
atau rekonpensi (gugatan balik). Dan pihak tergugat tidak perlu membayar
panjar biaya perkara.

o Replik Penggugat
Setelah Tergugat menyampaikan jawabannya, kemudian si penggugat diberi
kesempatan untuk menanggapinya sesuai dengan pendapat penggugat. Pada
tahap ini mungkin penggugat tetap mempertahankan gugatannya atau bisa pula
merubah sikap dengan membenarkan jawaban/bantahan tergugat.

o Duplik Tergugat
Setelah penggugat menyampaikan repliknya, kemudian tergugat diberi
kesempatan untuk menanggapinya/menyampaikan dupliknya. Dalam tahap ini
dapat diulang-ulangi sampai ada titik temu antara penggugat dengan tergugat.
Apabila acara jawab menjawab dianggap cukup oleh hakim, dan masih ada hal-
hal yang tidak disepakati oleh kedua belah pihak, maka hal ini dilanjutkan
dengan acara pembuktian.
o Pembuktian
Pada tahap ini, penggugat dan tergugat diberi kesempatan yang sama untuk
mengajukan bukti-bukti, baik berupa bukti surat maupun saksi-saksi secara
bergantian yang diatur oleh hakim.

o Kesimpulan
Pada tahap ini, baik penggugat maupun tergugat diberi kesempatan yang sama
untuk mengajukan pendapat akhir yang merupakan kesimpulan hasil
pemeriksaan selama sidang berlangsung menurut pandangan masing-masing.
Kesimpulan yang disampaikan ini dapat berupa lisan dan dapat pula secara
tertulis.

o Musyawarah Majelis Hakim


Rapat Permusyawaratan Majelis Hakim bersifat rahasia (Pasal 19 ayat (3) UU
No. 4 Tahun 2004). Dalam rapat permusyawaratan majelis hakim, semua hakim
menyampaikan pertimbangannya atau pendapatnya baik secara lisan maupun
tertulis. Jika terdapat perbedaan pendapat, maka diambil suara terbanyak, dan
pendapat yang berbeda tersebut dapat dimuat dalam putusan (dissenting
opinion).

o Putusan
Setelah selesai musyawarah majelis hakim, sesuai dengan jadwal sidang, pada
tahap ini dibacakan putusan majelis hakim. Setelah dibacakan putusan tersebut,
penggugat dan tergugat berhak mengajukan upaya hukum banding dalam
tenggang waktu 14 hari setelah putusan diucapkan. Apabila penggugat atau
tergugat tidak hadir saat dibacakan putusan, maka Juru Sita Pengadilan akan
menyampaikan isi atau amar putusan itu kepada pihak yang tidak hadir, dan
putusan baru berkekuatan hukum tetap setelah 14 hari amar putusan diterima
oleh pihak yang tidak hadir itu.

• Macam-macam Sita Yang Diajukan Dalam Sebuah Gugatan


o Conservatoir Beslag (CB) atau Sita Jaminan (Ps. 277 (1) HIR),
Pada ayat (1) pasal 227 tersebut, dinyatakan bahwa: Jika terdapat persangkaan
yang beralasan, bahwa seorang yang berhutang, selagi belum dijatuhkan
keputusan atasnya, atau selagi putusan yang mengalahkannya belum dapat
dijalankan, mencari akal akan menggelapkan atau membawa barangnya baik
yang tidak tetap maupun yang tetap dengan maksud akan menjauhkan barang
barang itu dari penagih hutang, maka atas surat permintaan orang yang
berkepentingan ketua pengadilan negeri dapat memberi perintah, supaya disita
barang itu untuk menjaga hak orang yang memasukkan permintaan itu, dan
kepada peminta harus diberitahukan akan menghadap persidangan pengadilan
negeri yang pertama sesudah itu untuk memajukan dan menguatkan
gugatannya.

o Revindicatoir Beslag (RB) atau Sita Pemilik (Ps. 226 (1) HIR),
Syarat atau alasan pokok sita revindikasi merujuk pada Alinea Pertama Pasal
226 HIR dan Pasal 714 Rv, yaitu:
▪ Objek sengketa adalah barang bergerak
Alinea Pertama Pasal 226 HIR menyatakan, objek sita revindikasi
adalah barang bergerak dan barang bergerak yang dimaksud berada di
tangan orang lain (tergugat).

▪ Pemohon adalah pemilik barang


Alasan yang dibenarkan untuk meminta sita revindikasi adalah
pemohon merupakan pemilik barang. Sita ini tidak dapat diajukan
penyewa atau peminjam. Hal ini sesuai dengan pengertian maupun
tujuan sita revindikasi, yaitu menuntut kembali barang milik penggugat
yang berada di tangan dan penguasaan tergugat.

▪ Barang berada di bawah penguasaan tergugat tanpa hak berdasarkan jual


beli maupun pinjam meminjam
▪ Berdasarkan penguasaan tanpa hak.
Penguasaan tanpa hak, misalnya pencurian atau tindakan lain
yang bertentangan dengan hukum. Maka, pemilik barang dapat
menuntut kembali barang miliknya dari orang lain yang
menguasainya.
▪ Berdasarkan hak reklame yang diberikan undang-undang kepada
penjual.
Dalam transaksi jual beli, undang-undang memberi hak reklame
kepada penjual, yaitu hak menuntut kembali pengembalian
barang apabila pembeli tidak melunasi harga yang disepakati.
▪ Barang berada di tangan tergugat karena pinjam meminjam.
Pemilik yang barangnya dipinjamkan kepada orang lain dapat
menuntut pengembalian barang meskipun belum lewat tenggang
waktu yang diperjanjikan apabila karena alasan mendesak
barang itu sangat diperlukan pemilik.

▪ Menyebut dengan saksama barang yang hendak disita


Barang yang hendak disita harus dinyatakan dengan saksama dalam
surat permintaan meliputi jenis, jumlah, merek atau identitas maupun
sifat yang melekat pada barang. Apabila penggugat tidak mampu
menjelaskannya, maka pengadilan dapat menolak permintaan tersebut.

o Marital beslag (MB) atau Sita Harta Bersama (Ps. 186 BW & Ps. 24 (2) huruf
c PP No. 9/1975 tentang Pelaksanaan UU No. 1/1974 tentang Perkawinan).
Menurut Peraturan Pemerintah dalam pasal 24 ayat 2 huruf c Peraturan
Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor
1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, pengajuan maritale beslag ke pengadilan
hanya terbatas pada perkara perceraian saja. Jadi seolah olah tanpa adanya
perkara perceraian isteri tidak dimungkinkan mengajukan maritale beslag. Pasal
24 huruf c Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 “ selama berlangsungnya
gugatan perceraian, atas permohonan penggugat, pengadilan dapat menentukan
hal hal yang perlu unuk menjamin terpeliharanya barangbarang yang menjadi
hak suami atau barang-barang yang menjadi hak isteri. Tujuan dari adanya sita
marital (maritale beslag) terhadap harta bersama adalah untuk mengamankan
keberadaan harta bersama yang diperoleh selama perkawinan agar terhindar
dari penjualan sepihak selama dalam proses persidangan perceraian terjadi dan
juga merupakan salah satu tindakan untuk memberika upaya atau dapat
dikatakan sebagai tindakan prefentif atau jalan kepada istri terhadap posisi
suami yang bersifat menguasai (dominerend ) dan agar dapat menyelamatkan
sekurang-kurangnya sebagian dari keberadaan harta Bersama dalam
perkawinan mereka.
• Penyelesaian Sengketa Perdata Diluar Pengadilan
Dalam penyelesaian sengketa melalui non-litigasi, kita telah mengenal adanya
penyelesaian sengketa alternatif atau Alternative Dispute Resolution (ADR), yang
dalam perspektif Undang-Undang Nomor 30 tahun 1999 tentang Arbitrase dan
Alternatif Penyelesaian Sengketa, Alternative Dispute Resolution adalah suatu pranata
penyelesaian sengketa di luar pengadilan berdasarkan kesepakatan para pihak dengan
mengesampingkan penyelesaian sengketa secara litigasi di pengadilan.
a. Arbitrase
Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 30 tahun 1999 tentang Arbitrase dan
Alternatif Penyelesaian Sengketa menjelaskan bahwa arbitrase (wasit) adalah
cara penyelesaian suatu sengketa perdata diluar pengadilan umum yang
didasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat secara tertulis oleh para pihak
yang bersengketa. Arbitrase digunakan untuk mengantisipasi perselisihan yang
mungkin terjadi maupun yang sedang mengalami perselisihan yang tidak dapat
diselesaikan secara negosiasi/konsultasi maupun melalui pihak ketiga serta
untuk menghindari penyelesaian sengketa melalui Badan Peradilan yang selama
ini dirasakan memerlukan waktu yang lama.

b. Negosiasi
Menurut Ficher dan Ury, negosiasi merupakan komunikasi dua arah yang
dirancang untuk mencapai kesepakatan pada saat kedua belah pihak memiliki
berbagai kepentingan yang sama maupun yang berbeda. Hal ini selaras dengan
apa yang diungkapkan oleh Susanti Adi Nugroho bahwa negosiasi ialah proses
tawar menawar untuk mencapai kesepakatan dengan pihak lain melalui proses
interaksi, komunikasi yang dinamis dengan tujuan untuk mendapatkan
penyelesaian atau jalan keluar dari permasalahan yang sedang dihadapi oleh
kedua belah pihak.

c. Mediasi
Mediasi pada dasarnya adalah negosiasi yang melibatkan pihak ketiga yang
memiliki keahlian mengenai prosedur mediasi yang efektif, dapat membantu
dalam situasi konflik untuk mengkoordinasikan aktivitas mereka sehingga
dapat lebih efektif dalam proses tawar menawar Mediasi juga dapat diartikan
sebagai upaya penyelesaian sengketa para pihak dengan kesepakatan bersama
melalui mediator yang bersikap netral, dan tidak membuat keputusan atau
kesimpulan bagi para pihak tetapi menunjang fasilitator untuk terlaksananya
dialog antar pihak dengan suasana keterbukaan, kejujuran, dan tukar pendapat
untuk tercapainya mufakat.

d. Konsiliasi
Konsiliasi merupakan lanjutan dari mediasi. Mediator berubah fungsi menjadi
konsiliator. Dalam hal ini konsiliator menjalankan fungsi yang lebih aktif dalam
mencari bentuk-bentuk penyelesaian sengketa dan menawarkannya kepada para
pihak. Jika para pihak dapat menyetujui, solusi yang dibuat konsiliator akan
menjadi resolution. Kesepakatan yang terjadi bersifat final dan mengikat para
pihak. Apabila pihak yang bersengketa tidak mampu merumuskan suatu
kesepakatan dan pihak ketiga mengajukan usulan jalan keluar dari sengketa,
proses ini disebut konsiliasi.

e. Penilaian ahli
Penilaian ahli merupakan cara penyelesaian sengketa oleh para pihak dengan
meminta pendapat atau penilaian ahli terhadap perselisihan yang sedang terjadi.

f. Pencari fakta (fact finding)


Pencari fakta adalah sebuah cara penyelesaian sengketa oleh para pihak dengan
meminta bantuan sebuah tim yang biasanya terdiri atas para ahli dengan jumlah
ganjil yang menjalankan fungsi penyelidikan atau penemuan fakta-fakta yang
diharapkan memperjelas duduk persoalan dan dapat mengakhiri sengketa.

• Peran Advokat dan Konsultan Hukum (Dalam Litigasi) berkaitan dengan Permasalahan
Hukum
Pasal 1 angka 1 Undang-Undang No. 18 tahun 2013 tentang Advokat (UU Advokat)
mengatakan, Advokat adalah orang yang berprofesi memberi jasa hukum, baik di dalam
maupun di luar pengadilan yang memenuhi persyaratan berdasarkan ketentuan undang-
undang Advokat. Saat berlakunya UU Advokat ini, yang namanya Advokat, penasihat
hukum, pengacara praktik dan konsultan hukum dinyatakan sebagai Advokat (lihat
Pasal 32 ayat 1 UU Advokat).

Anda mungkin juga menyukai