Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Gugatan adalah suatu surat yang di ajukan oleh penguasa pada ketua
pengadilan agama yang berwenang, yang memuat tuntutan hak yang didalamnya
mengandung suatu sengketa dan merupakan landasan dasar pemeriksaan perkara
dan suatu pembuktian kebenaran suatu hak. Permohonan adalah suatu surat
permohonan yang didalamnya berisi tuntutan hak perdata oleh suatu pihak yang
berkepentingan terhadap suatu hal yang tidak mengandung sengketa, sehingga
badan peradilan yang mengadili dapat dianggap suatu proses peradilan yang
bukan sebenarnya.
Kehidupan manusia sering terjadi perselisihan terhadap suatu barang. Baik
barang yang bergerak atau tidak. Otomatis dalam perselisihan tersebut ada salah
satu pihak yang berhak memiliki barang yang di perselisihkan tersebut, maka dari
itu pemakalah akan membahas upaya penjaminan hak terhadap orang-orang yang
berhak memiliki terhadap barang yang masih samar kepimilikannya.
.2 Rumusan Masalah
A. Bagaimana pengertian gugatan dan permohonan?
B. Bagaimana gugatan lisan, tertulis dan lewat kuasa hukum?
C. Bagaimana upaya mencari hak?
.3 Tujuan Penyusunan
Untuk mengetahui pengertian gugatan, permohonan, gugatan lisan, tertulis, dan
upaya mencari hak.
.4 Manfaat Penyusunan
Dapat mengerti gugatan, permohonan, dan upaya mencari hak.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Gugatan Dan Permohonan

Gugatan adalah suatu surat yang di ajukan oleh penguasa pada ketua
pengadilan agama yang berwenang, yang memuat tuntutan hak yang didalamnya
mengandung suatu sengketa dan merupakan landasan dasar pemeriksaan perkara
dan suatu pembuktian kebenaran suatu hak. Permohonan adalah suatu surat
permohonan yang didalamnya berisi tuntutan hak perdata oleh suatu pihak yang
berkepentingan terhadap suatu hal yang tidak mengandung sengketa, sehingga
badan peradilan yang mengadili dapat dianggap suatu proses peradilan yang
bukan sebenarnya.
Jadi perbedaan dari gugatan dan permohonan adalah bahwa permohona itu
tuntutan hak perdata yang didalam kepentingannya itu bukan suatu perkara
sedangkan gugatan adalah surat yang diajukan oleh penggugat terhadap tergugat
yang menuntut tuntutan hak yang yang didalamnya berisi suatu perkara. Alam
gugatan inilah yang disebut dengan pengadilan yang sesungguhnya dan produk
hokum yang dihasilkan adalah putusan hukum.
Perbedaan Perkara voluntair Dan Contentieus Sebelum saya membahas apa
itu perkara voluntair dan contentious saya akan menjelaskan apa itu yang disebut
voluntair dan contentious. Voluntair juga disebut juga dengan permohonan, yaitu
permasalahan

perdata

yang

diajukan

dalam

bentuk

permohonan

yang

ditandatangani oleh pemohon atau kuasanya yang ditunjukan kepada ketua


pengadilan. Permohonan ini merupakan kepentingan sepihak dari pemohon yang
tidak mengandung sengketa dengan pihak lain. Ciri dari voluntair ini diantaranya:
Masalah yang diajukan berisi kepentingan sepihak, permasalah yang diselesaikan
di pengadilan biasanya tidak mengandung sengketa, tidak ada pihak lain atau
pihak ketiga yang dijadikan lawan. Sedangkan contentious adalah perdata yang
mengandung sengketa diantara pihak yang berpekara yang pemeriksaan
penyelesaiannya diajukan dan diajukan kepada pengadilan, dimana pihak yang
mengajukan gugatan disebut dan bertindak sebagia tergugat.
Ciri ciri dari contentieus ini diantaranya: Ada pihak yang bertindak sebagai
penggugat dan tergugat, pokok permasalahan hokum yang diajukan mengandung
sengketa diantara para pihak.
Perbedaan Antara Voluntair dan Contentieus

Contentieus
Para pihak terdiri dari penggugat dan tergugat
Aktifitas hakim yang memeriksa hanya terbatas pada apa yang diperkerakan
untuk diputuskan. Hakim hanya memperhatikan dan menerapkan apa yang
telah di tentukan undang-undang dan tidak berada dalam tekanan atau
pengaruh siapapun. Kekuatan mengikat, keputusan hakim hanya mempunyai
kekuaan mengikat kepada para pihak yang bersengketa dan keterangan saksi
yang diperiksa atau didengarkan keterangannya.

Voluntair
Pihak yang mengajukan hanya terdiri dari satu pihak saja.
Aktifitas hakim lebih dari apa yang dimihinkan oleh pihak yang bermohon
karena hanya bersifat administrative. Hakim mempunyai kebebasan atau
kebijaksanaan untuk mengatur sesuatu hal. Keputusan hakim mengikat
terhadap semua orang.

Setelah kita membicarakan perbedaan antara voluntair dan contetieus maka


selanjutnya saya akan menjelaskan tatacara bagaimana mengajukan gugatan atau
permohonan. Tahapan tahapan tersebut yaitu:
Tahap Persiapan
Sebelum mengajukan permohonan atau gugatan ke pengadilan perlu diperhatikan
hal-hal sebagai berikut:

Pihak yang berpekara


Setiap orang yang mempunyai kepentingan dapat menjadi pihak dalam
berpekara di pengadilan.
Kuasa
Pihak yang berpekara di pengadilan dapat menghadapi dan menghadiri
pemeriksaan persidangan sendiri atau mewakilkan kepada orang lain untuk

menghadiri persidangan di pengadilan.


Kewenangan Pengadilan
Kewenangan relative dan kewenangan absolut harus diperhatikan sebelum
membuat permomohan atau gugatan yang di ajukan ke pengadilan.

Tahap pembuatan permohonan atau gugatan Permohonan atau gugatan pada


prinsipnya secara tertulis (pasal 18 HIR) namun para pihak tidak bisa baca tulis

(buta huruf) permohonan atau gugatan dapat dilimpahkan kepada hakim untuk
disusun permohonan gugatan keudian dibacakan dan diterangkan maksud dan
isinya kepada pihak kemudian ditandatangani olehketua pengadilan agama hakim
yang ditunjuk berdasarkan pasal 120 HIR.
Membuat permohonan pada dasarnya
o Identitas pemohon
o Urain kejadian
o Permohonan
Isi

gugatan

secara

garis

besar

memuat

hal-hal

sebagai

berikut

Mengenai isi gugatan atau permohonan UU. NO 7 Tahun 1989 maupun dalam
HIR atau Rbg idak mengatur, karena itu diambil dari ketentuan pasal 8 NO. 3 RV
yang mengatakan bahwa isi gugatan pada pokoknya memuat tiga hal yaitu:
Identitas para phak meliputi nama, umur, pekerjaan, agama, kewarganegaraan.
Posita
Berisi uraian kejadian atau fakta-fakta yang menjadi dasar adanya sengketa yang
terjadi

dan

hubungan

hokum

yang

menjadi

dasar

gugatan

Petitiura

Petitium atau tuntutan berisi rincian apa saja yang diminta dan diharapkan
penggugat untuk dinyatakan dalam putusan atau penetapan para kepada
para pihak terutama pihak tergugat dalam putusan perkara
Tahap pendaftaran pemohon atau gugatan.
Setelah permohonan atau gugatan dibuat kemudian didaftarkan di kepaniteraan
pengadilan agam yang berwenang memeriksa dengan membayar biaya panjar
perkara. Dengan membayar biaya panjar perkara maka penggugat atau pemohon
mendapatkan

nomor

perkara

dan tinggal

menunggu

panggilan

siding.

Perkara yang telah terdaftar di pengadilan agama oleh panitera diampaikan kepada
ketua pengadilan agama untuk dapat menunjuk majelis hakim yang memeriksa,
memutus, dan mengadili perkara dengan suatu penetapan ya g disebut penetapan
majelis hokum (PMH) yang terdiri satu orang hakim sebagai ketua majelis dan
dua orang hakim sebagai hakim anggota serta panitera siding. Apabila belum
ditetapkan panitera yang ditunjuk, majelis hakim dapat menunjuk panitera siding
sendiri.
4

Tahap pemeriksaan permohonan atau gugatan


Pada hari sidang telah ditentukan apabila satu pihak atai kedua belah pihak tidak
hadir maka persidangan ditunda dan menetapkan hari sidang berikutnya kepada
yang hadir diperintahkan menghadiri sidang berikutnya tanpa dipanggil dan yang
tidak hadir dilakukan pemanggilan sekali lagi. Dalam praktek pemanggilan pihak
yang tidak hadir dilakukan maksimal tiga kali apabila Penggugat tidak hadir maka
gugatan gugur.
Tergugat tidak hadir maka pemeriksaan dilanjutkan dengan putusan verstek atau
putusan tanpa hadirnya pihak tergugat.
Apabial terdapat beberapa tergugat yang hadir ada yang tidak hadir, pemeriksaan
tetap dilakukan dan kepada yang tidak hadir dianggap tidak menggunakan haknya
untuk membela diri.
Penggugta dan tergugat hadir, maka Pemeriksaan dilanjutkan sesuai dengan
hukum yang berlaku.
Dalam pemeriksaan perkara pengadilan akan disampaikan dalam ilustrasi berikut
ini :

Apabila penggugat dan tergugat hadir maka mula-mula majelis hakim


memasuki ruang persidangan diikuti panitera sidang. Majelis memanggil
para pihak untuk masuk ke persidangan dan ketua membuka persidangan
dengan menyatakan sidang dibuka dan terbuka untuk umum (apabila
sidang terbuka untuk umum) dan jika sidang dibuka dan tertutup untuk

umum (apabila sidang terbuka itu tertutup untuk umum).


Hakim menanyakan identitas para pihak baik pihak penggugat atau

tergugat
Hakim mengupayakan perdamaian pada para pihak dan memberikan
kesempatan kepada para pihak untuk berdamai dan menetapkan hari

sidang berikutnya tanpa dipanggil.


Apabila kedua belah pihak berdamai, maka dibuat akta perdamaian yang
kekuatan hukumnya samutusan yang telah mempunyai kekuatan hukum

tetap sehingga dapat dilaksanakan esekusi.


Apabila tidak tercapai perdamaian maka dinyatakan kepada penggugat
ada perubahan gugatan atau tidak, kalau ada maka persidangan ditunda

pada persidangan berikutnya untuk perubahan atau perbaikan gugatan


dengan menetapkan hari sidang dan memerintahkan yang hadir dalam

sidang berikutnya untuk hadir tanpa di panggil.


Apabila tidak ada perubahan atau sudah ada perubahan gugatan, maka
sidang dilanjutkan dengan pembacaan gugatan. Setelah pembacaan
gugatan

hakim

memberikan

kesempatan

kepada

tergugat

untuk

mengajukan pertanyaan, kemudian sidang ditunda untuk memberi


kesempatan kepada tergugat menyususn jawaban dengan menetapkan hari
sidang dan memerintahkan yang hadir untuk hadir dalam sidang

berikutnya tanpa pengadilan.


Dalam sidang selanjutnya jawaban dibacakan dan penggugat diberi
kesempatan untuk mengajukan replik, kemudian sidang ditunda untuk
memberi kesempatan kepada penggugat menyusun replik dengan
menetapkan hari sidang dan memerintahkan untuk hadir dalam sidang

berikutnya tanpa dipanggil.


Sidang selanjtnya replik dibacakan tergugat diberikan kesempatan untuk
mengajukan duplik, kemudian tergugat diberi kesempatan untuk
menyususn duplik dengan menetapkan hari sidang berikutnya dan

memerintahkan utuk hadir dalam sidang berikutnya tanpa dipanggil.


Sidang selanjutnya duplik dibacakan kemudian pihak penggugat diberi
kesempatan untuk mengajukan bukti-bukti untuk memperkuat dalil-dalil
gugatannya, kemudian sidang ditunda untuk memberikan kesempatan
kepada penggugat menyampaikan bukti-bukti dengan menetapkan hari
sidang berikutnya dan memerintahkan yang hadir untuk hadir dalam

sidang berikutnya tanpa dipanggil.


Sidang selanjutnya setelah penggugat mengajukan bukti-bukti tergugat di
beri kesempatan untuk mengajukan bukti-bukti untuk menguatkan dalildalail sanggahannya, kemudian sidang ditunda untuk memebri kesempatan

kepada tergugatuntuk pembuktian.


Sidang selanjutnya setelah pembuktian tergugat selesai kemudian sidang
ditunda untiuk memberi kesempatan kepada penggugat dan tergugat
menyususn kesimpulan.

Sidang selanjtnya penggugat dan tergugat menyampaikan kesimpulan,


kemudian sidang ditunda untuk musyawarah hakim untuk menjatuhkan

putusan.
Dalam sidang selanjutnya, putusan dibacakan oleh ketua majelis hakim
dan kepada pihak yang tidak puas dapat mengajukan upaya hukum
banding.

2.2

Gugatan Lisan, Tertulis dan Lewat Kuasa Hukum


Pada prinsipnya semua gugatan/permohonan harus dibuat secara tertulis. Bagi
penggugat/permohonan yang tidak dapatt membaca dan menulis, maka
gugatan/permohonan diajukan secara lisan kepada ketua Pengadilan Agama.Ketua
dapat menyuruh kepada hakim untiuk mencatat segala sesuatu yang dikemukakan
oleh penggugat/pemohon maka gugatan/permohonan tersebut ditandatangani oleh
Ketua/Hakim yang menerimannya itu berdasarkan ketentuan pasal 114 ayat (1)
R.Bg atau pasal 120 HIR.
Gugatan/permohonan yang dibuat secara tertulis, ditandatanagani oleh
penggugat/pemohon (pasal 142 ayat (1) R.Bg/118 ayat (1) HIR ). Jika
penggugat/pemohon

telah

menunjuk

kuasa

khusus

maka

surat

gugatan/permohonan ditandatangani oleh kuasa hukumnya (pasal 147 ayat (1)


R.Bg/123 HIR). Surat guagatan/permohonan dubuat rangkap enam , masing
masing

satu

rangakap

untuk

penggugat/pemohon,

satu

rangkap

untuk

tergugat/pemohon atau menurut kebutuhan dan empat rangkap untuk majelis


hakimyang memeriksanya. Apabila surat gugatan hanya dibuat satu rangkap,
maka harus dubuat salinannya yang diperlukan dan dilegalisisr oleh Panitera
Pasal 3
Syarat-Syarat Berperkara Secara Prodeo
1) Anggota masyarakat yang tidak mampu secara ekonomis dapat mengajukan
gugatan/permohonan berperkara secara cuma-cuma (prodeo) dengan syarat
melampirkan:
a. Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM) yang dikeluarkan oleh Kepala
Desa/Lurah/Banjar/Nagari/Gampong yang menyatakan bahwa benar
yang bersangkutan tidak mampu membayar biaya perkara, atau
b. Surat Keterangan Tunjangan Sosial lainnya seperti Kartu Keluarga
Miskin (KKM), Kartu Jaminan kesehatan Masyarakat (Jamkesmas),
Kartu Program Keluarga Harapan (PKH), atau Kartu Bantuan Langsung
Tunai (BLT).
2) Pemberian izin berperkara secara prodeo ini berlaku untuk masing-masing
tingkat peradilan secara sendiri-sendiri dan tidak dapat diberikan untuk semua
tingkat peradilan sekaligus.

Pasal 4
Prosedur Berperkara Secara Prodeo Di Pengadilan Agama
1) Penggugat/Pemohon mengajukan permohonan berperkara secara prodeo
bersamaan dengan surat gugatan/permohonan secara tertulis atau lisan.
2) Apabila Tergugat/Termohon selain dalam perkara bidang perkawinan juga
mengajukan permohonan berperkara secara prodeo, maka permohonan itu
disampaikan

pada

waktu

menyampaikan

jawaban

atas

gugatan

Penggugat/Pemohon.
3) Majelis hakim yang telah ditunjuk oleh Ketua pengadilan Agama untuk
menangani perkara tersebut membuat Putusan Sela tentang dikabulkan atau
tidak

dikabulkannya

permohonan

berperkara

secara

prodeo

setelah

sebelumnya memberikan kesempatan kepada pihak lawan untuk menanggapi


permohonan tersebut.
4) Putusan Sela tersebut dimuat secara lengkap di dalam Berita Acara
Persidangan.
5) Dalam hal permohonan berperkara secara prodeo tidak dikabulkan,
Penggugat/Pemohon diperintahkan membayar panjar biaya perkara dalam
jangka waktu 14 hari setelah dijatuhkannya Putusan Sela yang jika tidak
dipenuhi maka gugatan/permohonan tersebut dicoret dari daftar perkara.
Pasal 5
Prosedur Berperkara Secara Prodeo Pada Tingkat Banding
1) Permohonan berperkara secara prodeo diajukan secara lisan atau tertulis
kepada Pengadilan Agama dalam tenggang waktu 14 hari setelah putusan
dibacakan atau diberitahukan.
2) Majelis Hakim Pengadilan Agama memeriksa permohonan berperkara secara
cuma-cuma yang kemudian dituangkan dalam Berita Acara.
3) Berita Acara hasil pemeriksaan permohonan berperkara secara prodeo dikirim
oleh Pengadilan Agama ke Pengadilan Tinggi Agama bersama bundel A dan
salinan putusan selambat-lambatnya 7 hari setelah pemeriksaan selesai.
4) Pengadilan Tinggi Agama memeriksa permohonan tersebut dan menjatuhkan
putusan yang kemudian dikirim ke pengadilan asal.
5) Dalam hal permohonan berperkara secara prodeo tidak dikabulkan, maka
pemohon dapat mengajukan banding dalam tenggang waktu 14 hari setelah
amar penetapan diberitahukan kepada pemohon dengan membayar biaya
banding.
9

6) Dalam hal permohonan berperkara secara prodeo di tingkat banding


dikabulkan, permohonan banding diajukan dalam tenggang waktu 14 hari
setelah amar penetapan diberitahukan kepada pemohon.
Pasal 6
Prosedur Berperkara Secara Prodeo Pada Tingkat Kasasi
1) Permohonan berperkara secara prodeo diajukan secara lisan atau tertulis
kepada Pengadilan Agama dalam tenggang waktu 14 hari setelah putusan
dibacakan atau diberitahukan.
2) Majelis Hakim Pengadilan Agama memeriksa permohonan berperkara secara
prodeo yang kemudian dituangkan dalam Berita Acara sebagai bahan
pertimbangan di tingkat kasasi.
3) Berita Acara pemeriksaaan permohonan berperkara secara prodeo oleh
majelis hakim Pengadilan Agama tidak termasuk penjatuhan penetapan
tentang dikabulkan atau ditolaknya permohonan berperkara secara prodeo.
4) Berita Acara hasil pemeriksaan permohonan berperkara secara prodeo dikirim
oleh Pengadilan Agama ke Mahkamah Agung bersama Bundel A dan B.
5) Majelis hakim tingkat kasasi memeriksa secara bersamaan permohonan
berperkara secara prodeo dengan pemeriksaan pokok perkara yang
dituangkan dalam putusan akhir.

Pasal 7
Biaya Perkara Prodeo
1) Biaya perkara prodeo dibebankan kepada Negara melalui DIPA Pengadilan
Agama.
2) Komponen biaya perkara prodeo meliputi:
a. Biaya Pemanggilan para pihak
b. Biaya Pemberitahuan Isi Putusan
c. Biaya Sita Jaminan
d. Biaya Pemeriksaan Setempat
e. Biaya Saksi/Saksi Ahli
f. Biaya Eksekusi
g. Biaya Meterai
h. Biaya Alat Tulis Kantor
i. Biaya Penggandaan/Photo copy
j. Biaya Pemberkasan dan Penjilidan berkas perkara yang diminutasi
k. Biaya pengiriman berkas.
3) Biaya perkara prodeo dikeluarkan oleh Pengadilan Agama sesuai dengan
anggaran yang tersedia pada DIPA dan ketentuan-ketentuannya.
10

4) Biaya perkara prodeo pada tingkat pertama, tingkat banding dan tingkat
kasasi dibebankan kepada DIPA Pengadilan Agama.
Pasal 8
Mekanisme Pembiayaan Perkara Prodeo
1) Pemanggilan pertama dilakukan oleh Jurusita tanpa biaya (seperti prodeo
murni).
2) Apabila permohonan berperkara secara prodeo dikabulkan oleh Majelis
Hakim, Panitera Pengganti menyerahkan salinan amar putusan sela kepada
Kuasa Pengguna Anggaran untuk kemudian dibuatkan Surat Keputusan
bahwa biaya perkara tersebut dibebankan kepada DIPA pengadilan.
3) Berdasarkan Surat Keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (2),
Bendahara Pengeluaran menyerahkan bantuan biaya perkara kepada kasir
sebesar yang telah ditentukan dalam DIPA.
4) Kasir kemudian membuat SKUM dan membukukan bantuan biaya perkara
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) di dalam Jurnal dan mempergunakannya
sesuai kebutuhan selama proses perkara berlangsung.
5) Kasir harus terlebih dahulu menyisihkan biaya redaksi dan meterai dari
alokasi biaya perkara sebagaimana dimaksud pada ayat (4).
6) Dalam hal ketersediaan anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (4) telah
habis sementara perkara masih memerlukan proses lebih lanjut, maka proses
selanjutnya dilaksanakan secara prodeo murni.
7) Dalam hal terdapat sisa anggaran perkara prodeo sebagaimana dimaksud pada
ayat (4), sisa tersebut dikembalikan kepada Kuasa Pengguna Anggaran
(Bendahara Pengeluaran).
8) Apabila permohonan berperkara secara prodeo ditolak, maka proses
berperkara dilaksanakan sebagaimana perkara biasa.
Pasal 9
Mekanisme Pengawasan dan Pertanggung Jawaban
1) Kuasa Pengguna Anggaran menyimpan seluruh bukti pengeluaran anggaran
sesuai ketentuan.
2) Bendahara Pengeluaran melakukan pembukuan setiap transaksi keuangan
untuk penanganan perkara prodeo sesuai ketentuan.
3) Dalam hal permohonan prodeo dikabulkan, maka seluruh biaya yang
dikeluarkan dari DIPA harus dicatat dalam buku jurnal.

11

4) Panitera/Sekretaris melaporkan pelaksanaan perkara prodeo melalui SMS


Gateway dan laporan lainnya sesuai ketentuan.
2.3 Upaya Hukum Mencari Hak
A. Permohonan Sita
Setiap pencarian keadilan tentu mengharapkan agar agar keadilan dan
perlindungan

hukum

yang

diperolehnya

menjadi

kenyataan,

bukan

merupakan putusan yang hampa karena tidak dapt diesekusi akibat dari
tindakan pihak lawan yang telah memindahkan atau merusak barang-barang
sengketa atau barang-barang yang dijadikan jaminan dalam perkara. Untuk
menjamin hak-hak pencari keadilan tersebut, maka hukum memberti jalan
dengan hak baginya untuk mengajukan permohonan sita terhadap barangbarang sengketa atau yang dijadikan jaminan.
B. Pengertian Sita
Sita atau beslag ialah suatu tindakan hukum oleh hakim yang bersifat
oksepsional, atas permohonan salah satu pihak yang bersengketa, untuk
mengamankan barang-barang sengketa atau yang menjadi jaminan dari
kemungkinan dipindahtangankan, dibebani suatu sebagai jaminan, dirusak
atau dimusnahkan oleh pemegang atau pihak yang menguasai barang-barang
tersebut, untuk menjamin agar putusan hakim nantinya dapat dilaksanakan
sebagaimana mestinya.
C. Macam-Macam Sita
Hukum acara pengadilan agama mengenal beberapa macam siata dalam
prakteknya, yaitu:
1) Sita Conservatoir
Sita Conservatoir adalah sita terhadap barang-barang milik tergugat yang
disengketakan status kepemilikannya, atau dalam sengketa hutangpiutang atau tuntutan ganti rugi. Sita COnservatoir artinya jaminan atau
tanggung jawab, siat coservatoir dalam undang undang diatur dalan
pasal 227 HIR/ps. 261 RBg. Ciri-Ciri Sita Conservatoir:
a. Sita dapat dilakukan atas:
Harta yang disengketakan status kepemilikannya, atau
Harta kekanyaan tergugat dalam sengketa hutang-piutang atau
tuntutan ganti rugi.
b. Obyek kekayaan dapat meliputi atas:
12

barang bergerak dan tidak bergerak


barang yang berwujud dan tidak berwujud
c. Pembebabab nilai sita dapat diletakkan:
hanya atas benda tertentu (yaitu jiak sita didasarkan atas

sengketa kepemilikan atau mengenai barang tertentu), atau


Atas seluruh harta kekayaan terguagat smpai mencukupijumlah
seluruh tagihan (yaitu apabila gugatan didasarkan atas hutang-

hutang atau tuntutan ganti rugi)


d. Permohonan siat harus ada alasan bahwa:
Tergugat dikhawatirkan akan

memindahtangankan

atau

mengasingkan dan sebagainya barang-barang sengketa/jaminan,

dan
Terdapat

tanda-tanda

atau

fakta-fakta

yang

mkendasari

kekhawatiran itu
2) Sita revindicatoir
Sita revindicatoir adalah sita tehadap barang milik kreditur (prnggugat)
yang dikuasai oleh orang lain (tergugat). Revindicatoir berasal dari kata
revindiceer, yang artinaya meminta kembali miliknya. Sita revindicatoir
diatur dalam pasal 226 HIR, pasal 260 R.Bg. siata rendivicatoir bukanlah
untuk menjamin suatu tagihan berupa uang, melainkan untuk menjamin
suatu hak kebendaan dari permohonan atau kreditur dan berakhir
penyerahan barang yang disita. Syarat-syarat sita revindicatoir:
a. Diajukan oleh pemilik barang bergerak yang barangnya ada di
tangan orang laian (dikuasai oleh tergugat)
b. Barang yang dimintakan siata hanyalah barang yanga begerak.
Terhadap benda tetap tidak dapat dimohonkan siata revindicatoir.
c. Barang tersebut adalah milik pemohon/penggugat.
d. Barang tersebut dikuasai oleh tergugat secara tidak sah, atau dengan
cara melawan hukum, atau tegugat tidak berhak atasnya.
e. Siata revindicatoir hanya terbatas atas sengketa hak milik saja.
Tatacara Sita Revindicatoir
Tatacara sita revindicatoir sama dengan sita conservatoir.
D. Sita Marital

13

Siat marital adalah siata yang diletakkan atas harta perkawianan. Siata
marityal ini diatur dalam pasal 78 huruf c UU. No. 7/1989 jo pasal 24 PP.
NO. 9/1975, pasal 95 Kompilasi Hukum Islam.
Syarat-syarat sita marital, Siat marital dapat dimohonkan oleh suami atau istri
dalam sengketa:

Percerian.
Pembagiahan harta perkawinan
Pengaman harta perkawinan.

Sita dapat diletakkan atas semua harta perkawinan yang meliputi: harta
suami, harta istri dan harta bersama suami istri yang disengketakan dalm
pembagian harta bersama.
Siata marital merupakan sengketa kepemilikan dan jaminan pembagian harat
bersama dalam perkawinan.
Siata marital dapat diajukan bersama-sama dalam pemeriksaan perceraian
atau setelah perceraian terjadi.
Sita marital untuk mengamankan harta bersama suami istri dapat pula
duajukan meskipun tanpa dibarengi perceraian.
Selama masa sita tidak dapat dilakukan penjualan atas harta bersama untuk
kepentingan keluarga kecuali dengan izin dari pengadilan agama.
Tatacara Sita: Tatcara sita marital sama dengan sita pada umumnya.
Sita marital untuk pengamanan harta bersama untuk perlu dinyatakan sah dan
berharga karena tidak perlu.
E. Sita Persamaan
Sita persamaan dalam bahasa belanda ialah vergelind beslag. Terjemahan
bukunya belum ada. Ada yang memakai istilah sita perbandingan ada pula
yang menerjmahkan dengan sita persamaan. Mahkamahg Agung memakai
istilah Sita Persamaan . Tatacara Sita Persamaan:
Apabila juru sita hendak melakukan penyitaan dan menemukan bahwa
barang-0barang yanmg akan disita itu sebelumnya telah disita terlebih
dahulu, maka juru sita tidak dapat melakukan penyitaan sekali lagi,
namun ia mempunyai kewenangan untuk mempersamakan barang-barang

14

yang disita itu dengan Berita Acara penyitaan, yang untuk itu oleh pihak

tersita harus diperlihatkan kepada juru sita tersebut.


Jurusita kemudian akan dapat menyita barang-barang yang tidak disebut
dalam Berita Acara itu dan memerintahkan kepada penyita pertama untuk
menjual barang-barang tersebut secara bersamaan dan dalam waktu yang

sebagaimana ditentukan dalam pasal 466 RV.


Berita Acara Sita Persamaan ini berlaku sebagai sarana pencegahan hasil

lelang kepada penyita pertama.


Pasal 463 RV termasuk dalam BAb Esekusi barang bergerak. Dengan
demikian jelaslah, bahwa pasal 463 RV itu berlaku untuk sita esekusi
terhadapa barang-barang bergerak. Jadai apabila telah dilakukan sita
eekusi, tidak dapat dilakukan siata esekusi lagi terhadap barang-barang
yang bergerak yang sama.

15

BAB III
PRNUTUP

3.1

Kesimpulan
Gugatan adalah suatu surat yang di ajukan oleh penguasa pada ketua
pengadilan agama yang berwenang, yang memuat tuntutan hak yang didalamnya
mengandung suatu sengketa dan merupakan landasan dasar pemeriksaan perkara
dan suatu pembuktian kebenaran suatu hak. Permohonan adalah suatu surat
permohonan yang didalamnya berisi tuntutan hak perdata oleh suatu pihak yang
berkepentingan terhadap suatu hal yang tidak mengandung sengketa, sehingga
badan peradilan yang mengadili dapat dianggap suatu proses peradilan yang
bukan sebenarnya.
Pada prinsipnya semua gugatan/permohonan harus dibuat secara tertulis. Bagi
penggugat/permohonan yang tidak dapatt membaca dan menulis, maka
gugatan/permohonan diajukan secara lisan kepada ketua Pengadilan Agama.Ketua
dapat menyuruh kepada hakim untiuk mencatat segala sesuatu yang dikemukakan
oleh penggugat/pemohon maka gugatan/permohonan tersebut ditandatangani oleh
Ketua/Hakim yang menerimannya itu berdasarkan ketentuan pasal 114 ayat (1)
R.Bg atau pasal 120 HIR.

3.2

Saran
Menurut penyusun, berdasarkan pengertian gugatan, permohonan, gugatan
lisan, tertulis dan lewat kuasa hukum serta upaya mencari hak peradilan agama
disimpulkan bahwa peradilan agama bercita-cita untuk dapat memberikan
pengayoman dan pelayanan hukum kepada masyarakat. Penyusun pun berharap
kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan makalah ini.

16

DAFTAR PUSTAKA

https://smjsyariah89.wordpress.com/2012/03/23/upaya-hukum-mencari-hak/
http://www.pa-slemankab.go.id/hak-hak-pihak-berperkara/111-prodeo.html
Sema Nomor 10 tahun 2010 lampiran B Bab IV
https://smjsyariah89.wordpress.com/2011/06/10/pengertian-gugatan-danpermohonan/

17

Anda mungkin juga menyukai