PENDAHULUAN
Gugatan adalah suatu surat yang di ajukan oleh penguasa pada ketua
pengadilan agama yang berwenang, yang memuat tuntutan hak yang didalamnya
mengandung suatu sengketa dan merupakan landasan dasar pemeriksaan perkara
dan suatu pembuktian kebenaran suatu hak. Permohonan adalah suatu surat
permohonan yang didalamnya berisi tuntutan hak perdata oleh suatu pihak yang
berkepentingan terhadap suatu hal yang tidak mengandung sengketa, sehingga
badan peradilan yang mengadili dapat dianggap suatu proses peradilan yang
bukan sebenarnya.
Jadi perbedaan dari gugatan dan permohonan adalah bahwa permohona itu
tuntutan hak perdata yang didalam kepentingannya itu bukan suatu perkara
sedangkan gugatan adalah surat yang diajukan oleh penggugat terhadap tergugat
yang menuntut tuntutan hak yang yang didalamnya berisi suatu perkara. Alam
gugatan inilah yang disebut dengan pengadilan yang sesungguhnya dan produk
hokum yang dihasilkan adalah putusan hukum.
Perbedaan Perkara voluntair Dan Contentieus Sebelum saya membahas apa
itu perkara voluntair dan contentious saya akan menjelaskan apa itu yang disebut
voluntair dan contentious. Voluntair juga disebut juga dengan permohonan, yaitu
permasalahan
perdata
yang
diajukan
dalam
bentuk
permohonan
yang
Contentieus
Para pihak terdiri dari penggugat dan tergugat
Aktifitas hakim yang memeriksa hanya terbatas pada apa yang diperkerakan
untuk diputuskan. Hakim hanya memperhatikan dan menerapkan apa yang
telah di tentukan undang-undang dan tidak berada dalam tekanan atau
pengaruh siapapun. Kekuatan mengikat, keputusan hakim hanya mempunyai
kekuaan mengikat kepada para pihak yang bersengketa dan keterangan saksi
yang diperiksa atau didengarkan keterangannya.
Voluntair
Pihak yang mengajukan hanya terdiri dari satu pihak saja.
Aktifitas hakim lebih dari apa yang dimihinkan oleh pihak yang bermohon
karena hanya bersifat administrative. Hakim mempunyai kebebasan atau
kebijaksanaan untuk mengatur sesuatu hal. Keputusan hakim mengikat
terhadap semua orang.
(buta huruf) permohonan atau gugatan dapat dilimpahkan kepada hakim untuk
disusun permohonan gugatan keudian dibacakan dan diterangkan maksud dan
isinya kepada pihak kemudian ditandatangani olehketua pengadilan agama hakim
yang ditunjuk berdasarkan pasal 120 HIR.
Membuat permohonan pada dasarnya
o Identitas pemohon
o Urain kejadian
o Permohonan
Isi
gugatan
secara
garis
besar
memuat
hal-hal
sebagai
berikut
Mengenai isi gugatan atau permohonan UU. NO 7 Tahun 1989 maupun dalam
HIR atau Rbg idak mengatur, karena itu diambil dari ketentuan pasal 8 NO. 3 RV
yang mengatakan bahwa isi gugatan pada pokoknya memuat tiga hal yaitu:
Identitas para phak meliputi nama, umur, pekerjaan, agama, kewarganegaraan.
Posita
Berisi uraian kejadian atau fakta-fakta yang menjadi dasar adanya sengketa yang
terjadi
dan
hubungan
hokum
yang
menjadi
dasar
gugatan
Petitiura
Petitium atau tuntutan berisi rincian apa saja yang diminta dan diharapkan
penggugat untuk dinyatakan dalam putusan atau penetapan para kepada
para pihak terutama pihak tergugat dalam putusan perkara
Tahap pendaftaran pemohon atau gugatan.
Setelah permohonan atau gugatan dibuat kemudian didaftarkan di kepaniteraan
pengadilan agam yang berwenang memeriksa dengan membayar biaya panjar
perkara. Dengan membayar biaya panjar perkara maka penggugat atau pemohon
mendapatkan
nomor
perkara
dan tinggal
menunggu
panggilan
siding.
Perkara yang telah terdaftar di pengadilan agama oleh panitera diampaikan kepada
ketua pengadilan agama untuk dapat menunjuk majelis hakim yang memeriksa,
memutus, dan mengadili perkara dengan suatu penetapan ya g disebut penetapan
majelis hokum (PMH) yang terdiri satu orang hakim sebagai ketua majelis dan
dua orang hakim sebagai hakim anggota serta panitera siding. Apabila belum
ditetapkan panitera yang ditunjuk, majelis hakim dapat menunjuk panitera siding
sendiri.
4
tergugat
Hakim mengupayakan perdamaian pada para pihak dan memberikan
kesempatan kepada para pihak untuk berdamai dan menetapkan hari
hakim
memberikan
kesempatan
kepada
tergugat
untuk
putusan.
Dalam sidang selanjutnya, putusan dibacakan oleh ketua majelis hakim
dan kepada pihak yang tidak puas dapat mengajukan upaya hukum
banding.
2.2
telah
menunjuk
kuasa
khusus
maka
surat
satu
rangakap
untuk
penggugat/pemohon,
satu
rangkap
untuk
Pasal 4
Prosedur Berperkara Secara Prodeo Di Pengadilan Agama
1) Penggugat/Pemohon mengajukan permohonan berperkara secara prodeo
bersamaan dengan surat gugatan/permohonan secara tertulis atau lisan.
2) Apabila Tergugat/Termohon selain dalam perkara bidang perkawinan juga
mengajukan permohonan berperkara secara prodeo, maka permohonan itu
disampaikan
pada
waktu
menyampaikan
jawaban
atas
gugatan
Penggugat/Pemohon.
3) Majelis hakim yang telah ditunjuk oleh Ketua pengadilan Agama untuk
menangani perkara tersebut membuat Putusan Sela tentang dikabulkan atau
tidak
dikabulkannya
permohonan
berperkara
secara
prodeo
setelah
Pasal 7
Biaya Perkara Prodeo
1) Biaya perkara prodeo dibebankan kepada Negara melalui DIPA Pengadilan
Agama.
2) Komponen biaya perkara prodeo meliputi:
a. Biaya Pemanggilan para pihak
b. Biaya Pemberitahuan Isi Putusan
c. Biaya Sita Jaminan
d. Biaya Pemeriksaan Setempat
e. Biaya Saksi/Saksi Ahli
f. Biaya Eksekusi
g. Biaya Meterai
h. Biaya Alat Tulis Kantor
i. Biaya Penggandaan/Photo copy
j. Biaya Pemberkasan dan Penjilidan berkas perkara yang diminutasi
k. Biaya pengiriman berkas.
3) Biaya perkara prodeo dikeluarkan oleh Pengadilan Agama sesuai dengan
anggaran yang tersedia pada DIPA dan ketentuan-ketentuannya.
10
4) Biaya perkara prodeo pada tingkat pertama, tingkat banding dan tingkat
kasasi dibebankan kepada DIPA Pengadilan Agama.
Pasal 8
Mekanisme Pembiayaan Perkara Prodeo
1) Pemanggilan pertama dilakukan oleh Jurusita tanpa biaya (seperti prodeo
murni).
2) Apabila permohonan berperkara secara prodeo dikabulkan oleh Majelis
Hakim, Panitera Pengganti menyerahkan salinan amar putusan sela kepada
Kuasa Pengguna Anggaran untuk kemudian dibuatkan Surat Keputusan
bahwa biaya perkara tersebut dibebankan kepada DIPA pengadilan.
3) Berdasarkan Surat Keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (2),
Bendahara Pengeluaran menyerahkan bantuan biaya perkara kepada kasir
sebesar yang telah ditentukan dalam DIPA.
4) Kasir kemudian membuat SKUM dan membukukan bantuan biaya perkara
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) di dalam Jurnal dan mempergunakannya
sesuai kebutuhan selama proses perkara berlangsung.
5) Kasir harus terlebih dahulu menyisihkan biaya redaksi dan meterai dari
alokasi biaya perkara sebagaimana dimaksud pada ayat (4).
6) Dalam hal ketersediaan anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (4) telah
habis sementara perkara masih memerlukan proses lebih lanjut, maka proses
selanjutnya dilaksanakan secara prodeo murni.
7) Dalam hal terdapat sisa anggaran perkara prodeo sebagaimana dimaksud pada
ayat (4), sisa tersebut dikembalikan kepada Kuasa Pengguna Anggaran
(Bendahara Pengeluaran).
8) Apabila permohonan berperkara secara prodeo ditolak, maka proses
berperkara dilaksanakan sebagaimana perkara biasa.
Pasal 9
Mekanisme Pengawasan dan Pertanggung Jawaban
1) Kuasa Pengguna Anggaran menyimpan seluruh bukti pengeluaran anggaran
sesuai ketentuan.
2) Bendahara Pengeluaran melakukan pembukuan setiap transaksi keuangan
untuk penanganan perkara prodeo sesuai ketentuan.
3) Dalam hal permohonan prodeo dikabulkan, maka seluruh biaya yang
dikeluarkan dari DIPA harus dicatat dalam buku jurnal.
11
hukum
yang
diperolehnya
menjadi
kenyataan,
bukan
merupakan putusan yang hampa karena tidak dapt diesekusi akibat dari
tindakan pihak lawan yang telah memindahkan atau merusak barang-barang
sengketa atau barang-barang yang dijadikan jaminan dalam perkara. Untuk
menjamin hak-hak pencari keadilan tersebut, maka hukum memberti jalan
dengan hak baginya untuk mengajukan permohonan sita terhadap barangbarang sengketa atau yang dijadikan jaminan.
B. Pengertian Sita
Sita atau beslag ialah suatu tindakan hukum oleh hakim yang bersifat
oksepsional, atas permohonan salah satu pihak yang bersengketa, untuk
mengamankan barang-barang sengketa atau yang menjadi jaminan dari
kemungkinan dipindahtangankan, dibebani suatu sebagai jaminan, dirusak
atau dimusnahkan oleh pemegang atau pihak yang menguasai barang-barang
tersebut, untuk menjamin agar putusan hakim nantinya dapat dilaksanakan
sebagaimana mestinya.
C. Macam-Macam Sita
Hukum acara pengadilan agama mengenal beberapa macam siata dalam
prakteknya, yaitu:
1) Sita Conservatoir
Sita Conservatoir adalah sita terhadap barang-barang milik tergugat yang
disengketakan status kepemilikannya, atau dalam sengketa hutangpiutang atau tuntutan ganti rugi. Sita COnservatoir artinya jaminan atau
tanggung jawab, siat coservatoir dalam undang undang diatur dalan
pasal 227 HIR/ps. 261 RBg. Ciri-Ciri Sita Conservatoir:
a. Sita dapat dilakukan atas:
Harta yang disengketakan status kepemilikannya, atau
Harta kekanyaan tergugat dalam sengketa hutang-piutang atau
tuntutan ganti rugi.
b. Obyek kekayaan dapat meliputi atas:
12
memindahtangankan
atau
dan
Terdapat
tanda-tanda
atau
fakta-fakta
yang
mkendasari
kekhawatiran itu
2) Sita revindicatoir
Sita revindicatoir adalah sita tehadap barang milik kreditur (prnggugat)
yang dikuasai oleh orang lain (tergugat). Revindicatoir berasal dari kata
revindiceer, yang artinaya meminta kembali miliknya. Sita revindicatoir
diatur dalam pasal 226 HIR, pasal 260 R.Bg. siata rendivicatoir bukanlah
untuk menjamin suatu tagihan berupa uang, melainkan untuk menjamin
suatu hak kebendaan dari permohonan atau kreditur dan berakhir
penyerahan barang yang disita. Syarat-syarat sita revindicatoir:
a. Diajukan oleh pemilik barang bergerak yang barangnya ada di
tangan orang laian (dikuasai oleh tergugat)
b. Barang yang dimintakan siata hanyalah barang yanga begerak.
Terhadap benda tetap tidak dapat dimohonkan siata revindicatoir.
c. Barang tersebut adalah milik pemohon/penggugat.
d. Barang tersebut dikuasai oleh tergugat secara tidak sah, atau dengan
cara melawan hukum, atau tegugat tidak berhak atasnya.
e. Siata revindicatoir hanya terbatas atas sengketa hak milik saja.
Tatacara Sita Revindicatoir
Tatacara sita revindicatoir sama dengan sita conservatoir.
D. Sita Marital
13
Siat marital adalah siata yang diletakkan atas harta perkawianan. Siata
marityal ini diatur dalam pasal 78 huruf c UU. No. 7/1989 jo pasal 24 PP.
NO. 9/1975, pasal 95 Kompilasi Hukum Islam.
Syarat-syarat sita marital, Siat marital dapat dimohonkan oleh suami atau istri
dalam sengketa:
Percerian.
Pembagiahan harta perkawinan
Pengaman harta perkawinan.
Sita dapat diletakkan atas semua harta perkawinan yang meliputi: harta
suami, harta istri dan harta bersama suami istri yang disengketakan dalm
pembagian harta bersama.
Siata marital merupakan sengketa kepemilikan dan jaminan pembagian harat
bersama dalam perkawinan.
Siata marital dapat diajukan bersama-sama dalam pemeriksaan perceraian
atau setelah perceraian terjadi.
Sita marital untuk mengamankan harta bersama suami istri dapat pula
duajukan meskipun tanpa dibarengi perceraian.
Selama masa sita tidak dapat dilakukan penjualan atas harta bersama untuk
kepentingan keluarga kecuali dengan izin dari pengadilan agama.
Tatacara Sita: Tatcara sita marital sama dengan sita pada umumnya.
Sita marital untuk pengamanan harta bersama untuk perlu dinyatakan sah dan
berharga karena tidak perlu.
E. Sita Persamaan
Sita persamaan dalam bahasa belanda ialah vergelind beslag. Terjemahan
bukunya belum ada. Ada yang memakai istilah sita perbandingan ada pula
yang menerjmahkan dengan sita persamaan. Mahkamahg Agung memakai
istilah Sita Persamaan . Tatacara Sita Persamaan:
Apabila juru sita hendak melakukan penyitaan dan menemukan bahwa
barang-0barang yanmg akan disita itu sebelumnya telah disita terlebih
dahulu, maka juru sita tidak dapat melakukan penyitaan sekali lagi,
namun ia mempunyai kewenangan untuk mempersamakan barang-barang
14
yang disita itu dengan Berita Acara penyitaan, yang untuk itu oleh pihak
15
BAB III
PRNUTUP
3.1
Kesimpulan
Gugatan adalah suatu surat yang di ajukan oleh penguasa pada ketua
pengadilan agama yang berwenang, yang memuat tuntutan hak yang didalamnya
mengandung suatu sengketa dan merupakan landasan dasar pemeriksaan perkara
dan suatu pembuktian kebenaran suatu hak. Permohonan adalah suatu surat
permohonan yang didalamnya berisi tuntutan hak perdata oleh suatu pihak yang
berkepentingan terhadap suatu hal yang tidak mengandung sengketa, sehingga
badan peradilan yang mengadili dapat dianggap suatu proses peradilan yang
bukan sebenarnya.
Pada prinsipnya semua gugatan/permohonan harus dibuat secara tertulis. Bagi
penggugat/permohonan yang tidak dapatt membaca dan menulis, maka
gugatan/permohonan diajukan secara lisan kepada ketua Pengadilan Agama.Ketua
dapat menyuruh kepada hakim untiuk mencatat segala sesuatu yang dikemukakan
oleh penggugat/pemohon maka gugatan/permohonan tersebut ditandatangani oleh
Ketua/Hakim yang menerimannya itu berdasarkan ketentuan pasal 114 ayat (1)
R.Bg atau pasal 120 HIR.
3.2
Saran
Menurut penyusun, berdasarkan pengertian gugatan, permohonan, gugatan
lisan, tertulis dan lewat kuasa hukum serta upaya mencari hak peradilan agama
disimpulkan bahwa peradilan agama bercita-cita untuk dapat memberikan
pengayoman dan pelayanan hukum kepada masyarakat. Penyusun pun berharap
kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan makalah ini.
16
DAFTAR PUSTAKA
https://smjsyariah89.wordpress.com/2012/03/23/upaya-hukum-mencari-hak/
http://www.pa-slemankab.go.id/hak-hak-pihak-berperkara/111-prodeo.html
Sema Nomor 10 tahun 2010 lampiran B Bab IV
https://smjsyariah89.wordpress.com/2011/06/10/pengertian-gugatan-danpermohonan/
17