Tidak semua putusan hakim dapat dilaksanakan secara paksa oleh pengadilan. Hanya
putusan condemnatoir sajalah yang dapat dilaksanakan. Putusan declaratoir dan constituif
tidak memerlukan sarana pemaksa untuk melaksanakannya. Hal tersebut dikarenakan tidak
dimuat adanya ha katas suatu prestasi, terjadinya akibat hukum tidak tergantung pada
bantuan atau kesediaan dari pihak yang dikalahkan. Untuk itu, tidak diperlukan sarana
pemaksa untuk menjalankannya.
Apabila suatu perkara sudah diputuskan dan telah memperoleh kekuatan hukum yang
pasti, maka pihak yang dikalahkan secara sukarela dapat melaksanakan putusan tersebut.
Dengan demikian, selesailah perkaranya tanpa mendapat bantuan dari pengadilan dalam
melaksanakan putusan tersebut. Akan tetapi, sering terjadi pihak yang dikalahkan tidak
mau melaksanakan putusan hakim secara sukarela sehingga diperlukan bantuan dari
pengadilan untuk melaksanakannya secara paksa. Pihak yang dimenangkan dalam putusan
dapat memohon pelaksanaan putusan (eksekusi) dari pengadilan yang akan
melaksanakannya secara paksa.
selain ketiga eksekusi di atas, dikenal pula “Parate Executie” atau eksekusi langsung. Parate
Executie terjadi apabila seorang kreditur menjual barang-barang tertentu milik debitur
tanpa mempunyai titel eksekutorial (Pasal 1115, 1175 ayat 2 KUHPer).
Pelaksanaan putusan hakim di perkara perdata dilakukan panitera dan juru sita dipimpin
oleh Ketua Pengadilan Negeri (Pasal 54 ayat (2) UU No. 48 Tahun 2009, 195 ayat 1, 195
ayat 2 HIR). Untuk dapat dilaksanakan, suatu putusan hakim secara paksa oleh Pengadilan
Negeri, pihak yang dimenangkan mengajukan permohonan secara lisan atau tertulis kepada
Ketua Pengadilan Negeri yang bersangkutan supaya putusan dilaksanakan. Selanjutnya,
Ketua Pengadilan Negeri memanggil pihak yang dikalahkan untuk ditegur agar memenuhi
puutsan dalam waktu 8 hari setelah teguran tersebut.
Jika sudah lewat 8 hari dan pihak yang dikalahkan belum memenuhi isi puutsan, maka
Ketua Pengadilan Negeri karena jabatannya memberi surat perintah supaya disita barang-
barang milik orang yang dikalahkan atau barang tetap sebanyak jumlah nilai uang yang
tersebut dalam putusan untuk menjalankan putusan (Pasal 197 ayat 1 HIR).
SITA EKSEKUTORIAL
Eksekusi sebuah putusan dimulai dengan sita eksekutorial yang mengutamakan fungsi
penjualan harta kekayaan. Perlu diingat pula bahwa pelaksanaan putusan harus diminta oleh
pihak yang bersangkutan dan tidak dapat dilaksanakan secara ex officio (tidak dijalankan
secara sukarela).
Barang-barang yang dapat disita secara eksekutorial adalah barang bergerak yang dimiliki
pihak yang dikalahkan (Pasal 197 ayat 1 HIR). Barang bergeraklah yang harus didahulukan
untuk disita secara eksekutorial. Sita eksekutorial tidak boleh dijalankan kepada hewan dan
alat-alat yang digunakan untuk mencari mata pencaharian (Pasal 197 ayat 8 HIR). Barang
bergerak yang termasuk adalah uang, surat berharga, dan barang bergerak yang bertubuh.
Dalam hal penyitaan barang tetap, wajib diberitahukan kepada lurah melalui berita acara
penyitaan untuk diumumkan. Pemberitahuan ini dimaksudkan agar barang yang disita itu
tidak diperjualbelikan (Pasal 198 HIR).
Pihak yang dikalahkan atau pihak yang mengakui sebagai pemilik barang yang disita secara
eksektorial, dapat mengajukan perlawanan terhadap sita eksekutorial, baik mengenai
barang tetap maupun bergerak (Pasal 207 dan 208 HIR). Perlawanan ini dapat diajukan
baik secara tertulis maupun lisan kepada Ketua Pengadilan Negeri yang bersangkutan dan
tidak akan menghambat dimulainya pelaksanaan putusan, kecuali apabila Ketua Pengadilan
Negeri memutuskan untuk menangguhkan pelaksanaan. Suatu bantahan perihal pokok
perkara yang telah diputuskan dalam putusan hakim, tidak dapat digunakan untuk melawan
sita eksekutorial.
PENJUALAN (LELANG)
Lelang adalah penjualan di muka umum harta kekayaan debitur yang telah di sita eksekusi
atau dengan kata lain menjual di muka umum barang sitaan milik debitur, yang dilakukan
di depan juru lelang atau penjualan lelang dilakukan dengan perantaraan atau bantuan
kantor lelang (juru lelang) dan cara penjualannya dengan jalan harga penawaran semakin
meningkat, atau semakin menurun melalui penawaran secara tertulis (penawaran dengan
pendaftaran).
Dari definisi tersebut, dapat ditemukan bahwa terdapat 2 macam lelang, antara lain adalah:
Penjualan terhadap barang bergerak dilakukan sesudah diadakan pengumuman dan tidak
boleh dilakukan sebelum hari ke-8 setelah barang disita (Pasal 200 ayat 6 HIR).
Ketua menentukan cara pembagian hasil penjualan di antara kreditur sesudah debitur dan
para kreditur dipanggil dan didengar. Terhadap putusan hakim terkait pembagian ini, dapat
dimintakan banding (Pasal 204 HIR).
Hak orang yang dijual barangnya pindah kepada pembeli segera setelah perjanjian jual beli
ditutup. Kantor Lelang harus memberi surat keterangan kepada pembeli (Pasal 200 ayat 10
HIR). Orang yang barang tetapnya dijual, harus meninggalkan barang tersebut (Pasal 200
ayat 11 HIR).
Segera setelah hasil penjualan mencapai jumlah yang tersebut dalam putusan ditambah
dengan biaya melaksanakan putusan, penjualan dihentikan (Pasal 200 ayat 5 HIR).
REFERENSI: