KELOMPOK 5
Kelas Reguler C
FAKULTAS HUKUM
PROGRAM SARJANA REGULER
DEPOK
2020
I. Pendahuluan
Upaya perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup merupakan kewajiban
bagi negara, pemerintah, dan seluruh pemangku kepentingan dalam pelaksanaan
pembangunan berkelanjutan agar lingkungan hidup Indonesia dapat tetap menjadi sumber
dan penunjang hidup seluruh rakyat dan makhluk hidup lain di Indonesia. Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (“UUD45”) sendiri juga telah
memberikan jaminan atas keberlangsungan lingkungan hidup di Indonesia, sehingga
pemerintah harus melaksanakan kewajibannya untuk melindungi dan mengelola
lingkungan hidup di Indonesia.1
Dalam pelaksanaan kewajiban pemerintah untuk melindungi dan mengelola
lingkungan hidup, adanya kelembagaan lingkungan merupakan faktor keberhasilan
pengelolaan lingkungan. Keberadaan kelembagaan pengelolaan lingkungan baik di pusat
maupun di daerah memiliki peran strategis dan signifikan dalam melakukan pengelolaan
lingkungan. Dengan demikian, kelembagaan pengelolaan lingkungan daerah yang
mandiri dan kuat sangatlah diperlukan dan juga merupakan basis utama keberhasilan
pengelolaan lingkungan. Hal ini juga seharusnya dapat terlaksana dengan luasnya
wewenang daerah yang diberikan melalui proses desentralisasi dan otonomi daerah. 2
Meskipun berdasarkan Pasal 33 ayat (3) dan (4) UUD NRI 1945 pengelolaan sumber
daya alam dan lingkungan hidup merukan wewenang negara atau pemerintah pusat,
dengan adanya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah,
pemerintah pusat telah memberikan wewenang kepada pemerintah daerah. Hal inilah
yang disebut dengan desentralisasi dan juga otonomi daerah, dimana Pemerintah telah
menyerahkan wewenang pemerintahan kepada daerah otonom untuk mengatur dan
mengurus urusan pemerintah.3 Sehingga, kewenangan daerah dalam penyelenggaraan
berbagai urusan pemerintahan daerah, merupakan kewenangan delegasi.
Karena kewenangan yang dimiliki pemerintah daerah merupakan kewenangan
delegasi, maka wewenang yang didelegasikan kepada pemerintah daerah, termasuk
1 Shira Thani, "Perananan Hukum Dalam Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup," Jurnal
Warta Edisi : 51 (Januari 2017), hlm. 2.
2 Muhammad Akib, “Wewenang Kelembagaan Pengelolaan Lingkungan Hidup di Era Otonomi Daerah,”
Jurnal Media Hukum 19 (Desember 2012), hlm. 244.
3 Risno Mina, “Desentralisasi Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup sebagai Alternatif
Menyelesaikan Permasalahan Lingkungan Hidup,” Arena Hukum Vol.2, No.2 (Agustus 2016), hlm. 150.
terkait dengan pengelolaan lingkungan hidup harus diatur secara jelas dalam peraturan
perundang-undangan. Kejelasan wewenang ini sangatlah penting untuk mencegah adanya
tindakan pemerintahan daerah yang tidak didasarkan pada wewenang yang sah yang
didelegasikan, dan juga dapat mempermudah pemerintah pusat untuk melakukan
pengawasan dan meminta pertanggungjawaban kepada pemerintah daerah.4
Hal tersebut menunjukkan terbatasnya wewenang daerah yang mengakibatkan
sempitnya ruang gerak pemerintah daerah dan juga kelembagaan lingkungan daerah.
Sehingga, untuk memperkuat wewenang daerah, termasuk wewenang kelembagaan
lingkungan, melalui Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup (“UUPPLH”) telah diberikan beberapa wewenang baru
terhadap pemerintah daerah, seperti menetapkan dan melaksanakan kebijakan Rencana
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (“RPPLH”), menetapkan dan
melaksanakan kebijakan Kajian Lingkungan Hidup Strategis (“KLHS”), menerbitkan,
mengawasi, dan menegakkan izin lingkungan.5
Namun, dengan bertambahnya wewenang pemerintah daerah dan kelembagaan
lingkungan melalui UUPPLH, muncul problematika hukum dan pertanyaan terkait
kewenangan pemerintah daerah dan otonomi daerah dalam perlindungan dan pengelolaan
lingkingan hidup dan juga problematika hukum lainnya, yang dikarenakan banyaknya
kewenangan baru yang diberikan oleh UUPPLH yang belum tertampung dalam PP
Nomor 38 tahun 2007. Selain itu, pada tahun 2020 juga telah dikeluarkan Undang-
Undang UU No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (“UUCK”), dimana diatur juga
tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan dan berdampak terhadap wewenang
pemerintah daerah.
Adapun yang menjadi pemasalahan yang akan dibahas adalah sebagai berikut:
4 Muhammad Akib, “Wewenang Kelembagaan Pengelolaan Lingkungan Hidup di Era Otonomi Daerah,”
Jurnal Media Hukum 19 (Desember 2012), hlm. 244.
5 Ibid, hlm. 245.
3. Bagaimana perubahan kewenangan pemerintah daerah dan otonomi daerah terkait
PPLH dengan adanya UUCK?
II.
III. Pembahasan
A. Kewenangan Pemerintah Daerah sekaligus Otonomi Daerah dalam UU PPLH
14 Risno Mina, “Desentralisasi Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup Sebagai Alternatif
Menyelesaikan Permasalahan Lingkungan Hidup,” Arena Hukum 9 (Agustus 2016), hlm. 155.
15 Vica J. E. Saica, “Wewenang Pemerintah Daerah dalam Pemberian Izin Lingkungan Hidup,” Jurnal
Sasi 20 (Januari-Juli 2014), hlm. 79.
16 Muhammad Akib, “Wewenang Kelembagaan Pengelolaan Lingkungan Hidup di Era Otonomi Daerah,”
Jurnal Media Hukum 19 (Desember 2012), hlm. 245.
nya kewenangan yang dimiliki kabupaten/kota telah menimbulkan kelemahan dalam
pengendalian pencemaran udara yang seringkali terjadi di daerah ( lokal ). Terjadinya
pencemaran air bersih yang ditimbulkan oleh adanya aktivitas industri, begitu pula
maraknya aksi penggundulan hutan yang mengakibatkan terjadinya bencana tanah
longsor, banjir bandang dan sejenisnya dan semua itu merupakan dampak dari sempitnya
alokasi kewenangan pengelolaan dan pengendalian lingkungan hidup yang dimiliki oleh
Pemerintah Daerah. Selain itu, adanya keterbatasan wewenang pemerintah daerah dalam
hal fungsi. Kewenangan Pemerintah Daerah sebagaimana diatur dalam UUPPLH No 32
Tahun 2009 tidak mungkin dilaksanakan oleh kelembagaan lingkungan yang tugas dan
fungsinya hanya sebagai perumus kebijakan dan koordinasi.
Penyelenggaraan urusan tersebut memerlukan kelembagaan lingkungan selain
sebagai perumus kebijakan dan koordinasi, yaitu juga harus memiliki fungsi operasional
yaitu sebagai pelaksana kebijakan. Mengingat aspek lingkungan hidup melibatkan banyak
dinas-instansi, maka kelembagaan lingkungan tetap harus dilengkapi dengan tugas dan
fungsi koordinasi antar instansi pemerintah.17 Maka dari itu, perlu adanya keseimbangan
yang sejajar antara fungsi yang bersifat koordinasi sekaligus fungsi operasional. Jadi
tidak hanya fungsi koordinasi saja ataupun hanya fungsi operasional saja. Hal tersebut
dikarenakan fungsi koordinasi diperlukan dalam hal perencanaan dan pelaksanaan yang
melibatkan banyak dinas-instansi, sedangkan fungsi teknis operasional sangat dibutuhkan
dalam hal adanya pengawasan dan penegakan hukum. 18 Oleh karena itu, materi muatan
kewenangan pemerintah daerah tersebut seharusnya tidak diatur dengan Peraturan
Pemerintah, tetapi diatur dalam Undang - Undang karena berkaitan dengan adanya
pembagian kekuasaan pemerintahan secara vertikal antara pusat dan daerah. Kemudian,
untuk nomenklatur kelembagaan lingkungan daerah nya sendiri pun sangat tergantung
pada fungsi dan tugas yang berbeda - beda tersebut. Oleh karena itu, nomenklatur
19
kelembagaan lingkungan daerah ini sebaiknya diusahakan sama daan tidak beragam
untuk memudahkan adanya koordinasi dan pengawasan. Dengan adanya nomenklatur
yang berbeda - beda tersebut, maka akan lebih berpotensi untuk menimbulkan kelemahan
17 Ibid.
18 Muhammad Akib, “Wewenang Kelembagaan Pengelolaan Lingkungan Hidup di Era Otonomi Daerah,”
Jurnal Media Hukum 19 (Desember 2012), hlm. 246.
19 Ibid, hlm. 247
hukum terutama akan menyulitkan Pemerintah Daerah dalam menjalankan apa yang
menjadi tugasnya. Juga belum adanya pengaturan yang jelas antara tata hubungan
kelembagaan dengan lembaga lainnya baik antar daerah maupun kelembagaan di tingkat
pusat. 20
Sedangkan untuk kelebihan nya sendiri, dalam UU No. 32 Tahun 2009 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, kewenangan Pemerintah Daerah
mulai dapat mengeluarkan sendiri izin pembuangan limbah. Hal tersebut dapat dilihat
dalam Pasal 59 ayat (4) yang dirumuskan sebagai berikut : “ Pengelolaan Limbah B3
wajib mendapat izin dari Menteri, Gubernur, Bupati/Walikota, sesuai dengan
kewenangannya. “ dan selanjutnya di dalam Pasal 59 ayat (5) dirumuskan: ”Menteri,
Gubernur, atau Bupati/Walikota wajib mencantumkan persyaratan lingkungan hidup yang
harus dipenuhi dan kewajiban yang harus dipatuhi pengelola limbah B3”. 21
Selain itu,
dalam UUPPLH, Pemerintah Daerah juga berwenang untuk menyelenggarakan sendiri
urusan pemerintahan yang menjadi kewenangannya. Dalam hal tersebut, kewenangan
daerah yang dimaksud adalah pemerintahan daerah menjalankan otonomi seluas - luasnya
untuk mengatur dan mengurus jalannya pemerintahan berdasarkan asas otonomi dan
tugas pembantuan. 22
Dengan demikian, pemerintah daerah dalam menjalankan
kewenangannya mempunyai tanggung jawab penuh untuk menjalankan
otonomi/kekuasaannya pemerintahan nya sendiri, tidak bergantung pada pihak lain.
Kemudian, adapun pelaksanaan kewenangan pemerintahan daerah dalam pengelolaan
lingkungan hidup berdasarkan tanggung jawab dalam UU No. 32 Tahun 2009 pun juga
lebih bervariasi dan/atau beragam, diantaranya adalah sebagai berikut : perencanaan,
pemanfaatan, pengendalian, penanggulangan, pemulihan, pemeliharaan, pengawasan, dan
penegakan hukum.23
UU No.32 Tahun 2009 telah memberi tanggung jawab yang lebih kepada
pemerintah daerah dalam hal pengelolaan lingkungan hidup. Untuk memperkuat
wewenang pemerintah daerah, termasuk wewenang kelembagaan lingkungan maka
20 Ibid.
21 Indonesia, Undang-Undang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, UU No. 32 Tahun
2009, LN No. 140 Tahun 2009, TLN No. 5059, Pasal 59.
22 Moh. Hasyim dan Siti Ruhama Mardhatillah, “Asas Otonomi Daerah dalam Penegakan Hukum
Terhadap Izin Lingkungan,” Bina Hukum Lingkungan 5 (Oktober 2020), hlm. 45.
23 Ibid, hlm. 46
terdapat beberapa kewenangan baru yang telah diberikan dan dipercayakan melalui
UUPPLH, seperti menetapkan dan dan melaksanakan kebijakan Rencana Perlindungan
dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (RPPLH), menetapkan dan melaksanakan Kebijakan
Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS), menerbitkan, mengawasi, dan menegakan
izin lingkungan. 24
IV.
31 Victor Imanuel W. Nalle, “Bagaimana UU Cipta Kerja merusak desentralisasi yang dibangun setelah
reformasi” https://theconversation.com/bagaimana-uu-cipta-kerja-merusak-desentralisasi-yang-dibangun-setelah-
reformasi-148091, diakses 3 Januari 2021.
V. Penutup
A. Kesimpulan
Kewenangan pemerintah daerah dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan
hidup merupakan kewenangan delegasi yang bersumber dari kewenangan atribusi, yang
berasal dari dilaksanakannya desentralisasi dan otonomi daerah. Otonomi daerah itu
sendiri merupakan wujud dari adanya asas desentralisasi, dan merupakan salah satu asas
dalam UU PPLH yang menjadi prinsip untuk pemerintah daerah dalam menjalankan
kewenangannya. Kewenangan pemerintah daerah dalam UU PPLH secara umum
tercantum dalam Pasal 63 UU PPLH dan secara spesifik tersebar ke beberapa pasal,
termasuk kewenangan membuat KLHS, menerbitkan izin lingkungan, pengawasan dan
penjatuhan sanksi administratif.
Dalam pelaksanaan desentralisasi dan otonomi daerah, kewenangan pemerintah
daerah dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup memiliki kelebihan serta
hasil yang positif, meskipun masih terdapat kekurangan dalam implementasinya.
Kelebihan dari pelaksanaan otonomi daerah ini adalah pemerintah daerah memiliki
tanggung jawab penuh untuk menjalankan otonominya, dan juga dapat menetapkan dan
melaksanakan kebijakan RPPLH dan KLHS, serta menerbitkan, mengawasi, dan
menegakkan, izin lingkungan. Namun, masih terdapat kekurangan yang disebabkan oleh
keterbatasan wewenang pemerintah daerah yaitu dalam hal pengendalian pencemaran
udara yang seringkali terjadi di daerah.
Sekarang dengan ditetapkannya UUCK, kewenangan pemerintah daerah dan
otonomi daerah dalam kegiatan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup menjadi
lebih terbatasi. Hal tersebut didasarkan atas keberadaan Pasal 22 UUCK yang mengubah
dan menghapus substansi dari UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup. Dengan adanya Pasal 22 UUCK ini, pemerintah daerah
tidak lagi memiliki kewenangan untuk menentukan keanggotaan Komisi Penilai Amdal
serta tidak lagi memiliki kewenangan untuk memberikan keputusan terkait layak atau
tidaknya Amdal dari suatu rencana usaha atau kegiatan.
B.
C. Saran
Pemerintah pusat harus kembali meninjau dan merevisi undang-undang dan juga
peraturan pemerintah terkait yang mengatur tentang kewenangan daerah, dan
menyelaraskannya dengan UUPPLH karena terdapat perbedaan wewenang pemerintah
daerah, karena masih terdapat ketidakselarasan ruang lingkup wewenang. Selain itu,
terdapat juga kelemahan pada pengimplementasian disentralisasi dan otonomi daerah
dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup yang diakibatkan keterbatasan
wewenang pemerintah daerah, sehingga kami menyarankan agar wewenang pemerintah
daerah dapat diperluas agar dapat pengendalian pencemaran udara dengan lebih
maksimal, dengan catatan pengawasan dari pemerintah pusat juga harus diperkuat.
Sehingga, UUCK yang juga harus segera direvisi
Daftar Pustaka
Jurnal
Akib, Muhammad. “Wewenang Kelembagaan Pengelolaan Lingkungan Hidup di Era
Otonomi Daerah.” Jurnal Media Hukum 19 (Desember 2012). Hlm. 239 - 250.
Harsasto, Priyatno dan Susilo Utomo. “Democracy, Decentralization, and Efficiency: A
Study Of Bureaucratic Reforms in Indonesia.” E3S Web of Conference 73 (2018). Hlm. 1
- 4.
Hasibuan, Erwin Hidayah. “Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup di Era Otonomi
Daerah.” De Lega Lata 2 (Januari-Juni 2018). Hlm. 1 - 16.
Hasyim, Moh. dan Siti Ruhama Mardhatillah. “Asas Otonomi Daerah dalam Penegakan
Hukum Terhadap Izin Lingkungan.” Bina Hukum Lingkungan 5 (Oktober 2020). Hlm. 40
- 60.
Mina, Risno. “Desentralisasi Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup Sebagai
Alternatif Menyelesaikan Permasalahan Lingkungan Hidup.” Arena Hukum 9 (Agustus
2016). Hlm. 149 - 165.
Thani, Shira. "Perananan Hukum Dalam Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan
Hidup." Jurnal Warta Edisi : 51 (Januari 2017). Hlm. 2.
Saica, Vica J. E.. “Wewenang Pemerintah Daerah dalam Pemberian Izin Lingkungan
Hidup.” Jurnal Sasi 20 (Januari-Juli 2014). Hlm. 68 - 80.
Peraturan Perundang-undangan
Indonesia. Undang-Undang Pemerintahan Daerah. UU No. 32 Tahun 2004. LN No. 125
Tahun 2004. TLN No. 4437.
_________. Undang-Undang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, UU
No. 32 Tahun 2009, LN No. 140 Tahun 2009, TLN No. 5059.
_________. Undang-Undang Cipta Kerja, UU No. 11 Tahun 2020, LN No. 245 Tahun
2020, TLN No. 6573.
_________. Undang-Undang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau Kecil, UU No. 27
Tahun 2007, LN No. 66 Tahun 2007, TLN No. 4723.
Internet
Nalle, Victor Imanuel W. “Bagaimana UU Cipta Kerja merusak desentralisasi yang dibangun
setelah reformasi” https://theconversation.com/bagaimana-uu-cipta-kerja-merusak-
desentralisasi-yang-dibangun-setelah-reformasi-14809. Diakses 3 Januari 2021.