JURNAL
Oleh:
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SUMATERA UTARA
MEDAN
2015
ABSTRAK
Penelitian ini adalah penelitian normatif, bahan yang digunakan didalam peneitian ini adalah
data sekunder yang meliputi bahan hukum primer, sekunder, dan bahan hukum tersier. Hasil
Penelitian ditemukan Mekanisme Penetapan Pelaksana Tugas Gubernur menjadi Gubernur dalam
sistem Pemerintahan Daerah sebagaimana yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015
Tentang Pemerintahan Daerah. Pejabat publik pengganti memiliki kewenangan yang sangat terbatas,
baik dari segi kewenangan maupun tanggungjawab itu sendiri maupun dari segi jangka waktu,.Dalam
hal Penetapan sudah jelas diatur di Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Pemerintahan
Daerah, dalam implementasinya tidak ada lagi unsur politik, yang dilihat adalah unsur hukum dalam
pemerintahan daerah maupun pemerintahan pusat. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 Tentang
Pemerintahan Daerah terkait tentang penetapan Pelaksana Tugas menjadi Gubernur dalam sistem
Pemerintahan Daerah sudah diatur secara jelas. Penetapan Pelaksana Tugas Gubernur apabila terjadi
kekosongan pejabat yang bersangkutan.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Dalam kepustakaan Hukum Belanda, perkataan straatsrecht (Hukum Tata Negara)
mempunyai 2 macam arti, pertama sebagai staatscrechtswetenschap (Ilmu Hukum Tata Negara) dan
kedua, sebagai positief staatscretch (Hukum Tata Negara Positif). 1
Karakter Pemerintahan di daerah, akan sangat terkait dalam bentuk, susunan, dan pembagian
kekuasaan. Artinya dari bentuk dan susunan negara, dapat dilihat apa kewenangan itu didelegasikan
ke daerah-daerah atau dipusatkan di Pemerintah Pusat. Dari segi pembagian kekuasaan dalam suatu
negara, maka dibentuk sistem desentralisasi. Sistem ini secara langsung mempengaruhi konsepsi
pelaksanaan Pemerintahan di daerah.2
Teori ini yang mengkaji bentuk Negara dan Bentuk Pemerintahan suatu negara diawali oleh
"staatidee" kelahiran (pembentukan) suatu negara. Teori tentang negara sampai saat ini semakin
berkembang, seiring dengan perkembangan peradaban manusia. Teori tersebut adalah: pertama, teori
perseorangan (individu) yang diajarkan oleh John Locke Thomas Hobbes (abad ke-17), Rousseau
(abad ke-18), Spencer (abad ke-19) dan Laski (abad ke-20). Inti dari teori adalah bahwa Negara ialah
Legal Society (masyarakat hukum) yang disusun atas contract social.3
Negara Republik Indonesia menganut prinsip Negara Kesatuan dengan pusat kekuasaan
berada pada Pemerintah Pusat namun karena heterogenitas yang dimiliki bangsa Indonesia baik
kondisi sosial, ekonomi, budaya, maupun keragaman tingkat pendidikan masyarakat, maka
desentralisasi atau distribusi kekuasaan/kewenangan dari Pemerintah Pusat perlu dialirkan kepada
daerah yang berotonom.4 Suasana euforia yang ada pascakemerdekaan, cenderung mereleksikan
kekuatan nasionalisme dalam segala segmen untuk menghadapi kekuatan kolonialisme-imperialisme
yang akan melanjutkan kekuasaanya di Tanah Air dengan segala manifestasinya, yang terpenting
secara de facto, eksistensi Negara Indonesia sudah terbentuk.5
1
Ni'matul Huda. 2013. Hukum Tata Negara Indonesia, Edisi Revisi. Jakarta: Raja Grafindo
Persada, halaman 1.
2
Agussalim Andi Gadjong. 2007. Pemerintahan Daerah Kajian Politik dan Hukum. Jakarta:
Ghalia Indonesia, halaman v.
3
Ibid. halaman vi.
4
J. Kaloh. 2007. Mencari Bentuk Otonomi Daerah. Jakarta: Bineka Cipta, halaman 1.
5
Ibid. halaman 13
1
2
Prinsip Negara Kesatuan tersebut dikaitkan dengan Pasal 18 Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 Bab VI tentang Pemerintahan Daerah, Pasal 18 angka (1)
mengatakan:
"Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah
provinsi dibagi atas kabupaten dan kota, yang tiap-tiap provinsi, kabupaten, dan kota
itu mempunyai Permerintahan Daerah yang diatur oleh Undang-Undang". 7
Banyak perubahan atas Undang-undang tentang Pemerintah Daerah salah satunya Undang-
Undang Nomor 32 Tahun 2004. Pada dasarnya perubahan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004
tentang Pemerintahan Daerah ditujukan untuk mendorong lebih terciptanya daya guna dan hasil guna
penyelenggaraan Pemerintahan Daerah dalam menyejahterakan masyarakat, baik melalui peningkatan
pelayanan publik maupun peningkatan daya saing daerah. Perubahan ini bertujuan untuk memacu
sinergi dalam beberapa aspek dalam penyelenggaraan Pemerintah Daerah dengan Pemerintah Pusat. 8
Melalui Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah ini dilakukan
pengaturan yang bersifat alternatif yang dimulai dari pemetaan Urusan Pemerintahan yang akan
menjadi prioritas Daerah dalam pelaksanaan otonomi yang seluas-luasnya. 9
Aktualisasi penyelenggaraan Pemerintahan di Indonesia menyentuh perdebatan tentang
bangunan bentuk Negara dan bentuk Pemerintahan, sepanjang Sejarah perjalanan kekuasaan di
Republik ini, The Founding Fathers Republik ini merumuskan atas nama rakyat dan bangsa
Indonesia.10
Hal yang berkaitan dengan sistem ketatanegaraan diatur dalam konstitusi atau Undang-
Undang Dasar 1945, termasuk juga sistem Pemerintahan. Hal itu dikemukakan oleh Moh. Mahmud
MD , bahwa yang pasti isi utama dari setiap konsitusi (baik yang tertulis maupun tidak tertulis) yaitu :
1. Tentang wewenang dan cara bekerjanya lembaga-lembaga negara (Sistem Pemerintahan
Daerah).
2. Tentang perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia (hubungan Pemerintah dengan warga
negara)11
Era reformasi inipun mulai terungkap penyelewengan-penyelewengan yang dilakukan oleh
Pejabat Negara maupun oleh Pejabat Pemerintahan atau Pejabat Publik, sehingga banyak Pejabat
Negara maupun Pejabat Pemerintah yang berurusan dengan aparat hukum Komisi Pemberantasan
Korupsi (KPK), Kepolisian maupun Kejaksaan, dan tidak sedikit yang ditahan untuk memperlancar
6
Titik Triwulan Tutik. 2011. Konstruksi Hukum Tata Negara Indonesia Pasca Amandemen UUD
1945. Jakarta: Kencana, halaman 241.
7
Ibid. halaman 243.
8
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintah Daerah., 2014. Undang-Undang
Pemerintah Daerah., Jakarta: Sinar Grafika, halaman v.
9
Ibid. halaman v.
10
Agussalim Andi Gadjong. Op.Cit. halaman 1.
11
Juanda. 2004. Hukum Pemerintahan Daerah. Bandung: Alumni, halaman 197.
3
proses hkum, baik di tingkat penyidikan maupun pengadilan. Ditahannya pejabat publik tersebut tentu
akan mengganggu jalannya organisasi atau roda pemerintahan, oleh karena itu untuk memperlancar
roda pemerintahan untuk sementara waktu pelaksanaan tugas dan fungsi organisasi atau pemerintahan
dilimpahkan atau diambil alih pejabat lain, yang disebut dengan pejabat publik sementara yang
ditunjuk sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pejabat sementara lebih sering
dikenal dengan sebutan Pejabat sementara (Pjs), Pelaksana harian (Plh). Penunjukan pejabat publik
sementara atau pejabat publik pengganti juga terjadi akibat pemekaran wilayah, dalam rangka
menjalankan roda pemerintahan yang baru sebelum pejabat definitif terpilih, ditunjuk salah seorang
sebagai Pejabat Sementara, seperti Penjabat Gubernur, Bupati dan Walikota. 12
Plh (Pelaksana Harian) hampir mirip dengan Plt(pelaksana Tugas) yang membedakan adalah
pejabatnya definitif berhalangan sementara misalnya cuti, sakit, naik haji. Berhalangan sekurang-
kurangnya 7 hari maka pejabat definitif tersebut menunjuk salah seorang dalam instansinya sebagai
Pelaksana Harian ( Plh ) dengan batasan kewenangan tertentu.
Pjs (Pejabat Sementara) yaitu penunjukan pejabat sementara dimana pejabat yang ditunjuk
tersebut masih dua tingkat dibawah level jabatan tersebut. Misalnya, dinegara Mimpi ada jabatan yang
seharusnya dijabat oleh seorang berpangkat Kapten, namun atas perintah saat ini jabatan tersebut
dijabat oleh yang berpangkat Letna dua.13
Gubernur yang karena jabatannya berkedudukan juga sebagai wakil pemerintah pusat di
wilayah provinsi yang bersangkutan, dalam pengertian untuk menjembatanin dan memperpendek
rentang kendali pelaksanaan tugas dan fungsi pemerintah termasuk dalam pembinaan dan pengawasan
terhadap penyelenggaraan urusan pemerintahan pada strata Pemerintahan Kabupaten dan Kota. Dalam
kedudukannya sebagai wakil Pemerintah Pusat sebagai mana dimaksud Gubernur bertanggungjawab
kepada Presiden. Penunjukan pejabat publik sementara juga terjadi pada pencalonan kembali Kepala
Daerah untuk periode kedua yang lebih dikenal dengan sebutan incumbent, karena yang bersangkutan
harus cuti. Penunjukan pejabat publik sementara juga dilakukan apabila pejabat semula mengikuti
pendidikan dan pelatihan, cuti, sakit, ibadah haji dan sebagainya, agar roda organisasi atau
pemerintahan dan pelayanan kepada masyarakat tidak terganggu. 14
Banyaknya pengangkatan pejabat publik sementara atau pengganti dalam pemerintahan tentu
akan menimbulkan permasalahan tersendiri terutama dari aspek hukum, karena pejabat publik
sementara tetap mengeluarkan kebijakan-kebijakan yang mengikat kepada masyarakat atau publik.
Permasalahan yang timbul berkaitan dengan kebijakan publik yang dikeluarkan oleh pejabat publik
sementara adalah sejauhmana pejabat publik sementara/pengganti berwenang mengambil keputusan
yang sifatnya mengikat kepada masyarakat, serta kebijakan publik yang bersifat strategis.
12
"Kewenangan Pejabat Publik Pengganti Dalam Pengambilan Keputusan Kebijakan Publik"
melalui http://download.portalgaruda.org, diakses pada tanggal 1 februari 2015
13
" Perbedaan-Plt-Plhpjpjs" melalui http://mutakbir.blogspot.com diakses pada Tanggal 2 Februari
2015
14
Ibid
4
Permasalahan lain adalah siapa yang harus bertanggung jawab apabila terjadi penyalahgunaan
wewenang oleh pejabat public sementara itu, karena dilain pihak kewenangan untuk mengeluarkan
kebijakan publik yang strategis tetap berada pada pejabat yang definitif. 15
Berdasarkan uraian diatas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian yang bertujuan
yang berjudul "Mekanisme Penetapan Pelaksana Tugas Gubernur Menjadi Gubernur Dalam
Sistem Pemerintahan Daerah”
1. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas dapat di tarik beberapa permasalahan yang akan menjadi
batasan pembahasan dari penelitian ini, antara lain:
a. Bagaimana mekanisme penetapan pelaksana tugas Gubernur menjadi Gubernur dalam
sistem Pemerintahan Daerah?
b. Bagaimana kewenangan pelaksana tugas Gubernur dalam sistem Pemerintahan Daerah?
c. Bagaimana tanggungjawab pelaksana tugas Gubernur dalam sistem Pemerintahan
Daerah?
B. Metode penelitian
Metode penelitian merupakan salah satu faktor suatu permasalahan yang akan dibahas,
dimana metode penelitian merupakan cara utama yang bertujuan untuk mencapai tingkat utama.
metode penelitian yang dipergunakan dalam penelitian terdiri atas :
1. Sifat penelitian
Sifat penelitian yang digunakan adalah normatif, yaitu penelitian yang digunakan
dengan cara menguraikan keseluruhan pokok permasalahan yang dibahas dalam skripsi.
Penelitian hukum normatif yang dilakukan dengan cara meneliti data sekunder dari
kepustakaan. Dalam penelitian normatif bertujuan untuk bertujuan untuk memberikan makna
secara jelas tentang Mekanisme Penetapan Pelaksana Tugas Gubernur menjadi Gubenur
dalam Sistem Pemerintahan Daerah.16
2. Sumber Data
Sumber data yang diperoleh dalam materi penelitian ini menggunakan data sekunder.
Data sekunder adalah data yang diperoleh melalui bahan pustaka. Data primer yang dalam
penelitian melakukan bedah buku. Data sekunder dalam penelitian bersumber pada: 17
a. Bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat, dalam penelitian
digunakan.ada 5 bahan hukum:
1) Undang-Undang Dasar Tahun 1945 Negara Republik Indonesia
2) Undang-Undang Nomor. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah
3) Undang-Undang Nomor. 12 Tahun 2008 Tentang Pemerintahan Daerah
15
Ibid.
16
Bambang Sunggono. 2012. Metodelogi Penelitian Hukum. Jakarta: Raja Grafindo Persada .
halaman 184.
17
Fakultas Hukum. Op.Cit. halaman 6.
5
BAB II
6
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pemerintahan
Pemerintahan adalah sebuah sistem multiproses yang bertujuan memenuhi dan melindungi
kebutuhan dan tuntutan yang diperoleh akan jasa-publik dan layanan civil. Siklus Pemerintahan
bermula pada suatu saat tatkala terbentuk (terjadi) Pemerintahan, yang berarti terbentuknya hubungan
antara pemerintah dengan yang di-perintah berdasarkan berbagai cara.
Dalam berbagai pustaka tentang ilmu Pemerintahan telah dicatat beberapa definisi, beberapa
definisi itu bertolak dengan anggapan dasar bahwa ilmu Pemerintahan adalah bagian integral politik.
Dari anggapan diatas, untuk sementara ilmu Pemerintahan ialah ilmu yang mempelajari bagaimana
memnuhi dan melindungi kebutuhan dan tuntunan tiap orang akan jasa-publik dan layanan-civil,
dalam hubungan pemerintahan pada saat dibutuhkan oleh orang yang bersangkutan. 18
Ruang lingkup Ilmu pemerintahan terdiri dari
a. Yang diperintah
b. Tuntunan yang diperintah
c. Pemerintah
d. Kewenangan, kewajiban dan tanggungjawab pemerintah
e. Hubungan pemerintahan
f. Pemerintah yang bagaimana yang dianggap mampu menggunakan kewenangan,
menunaikan kewajiban dan memenuhi tanggungjawabnya.
g. Bagaimana membentuk pemerintah yang demikian.
h. bagaimana pemerintah menggunakan kewenangan, menunaikan kewajibannya, serta
memenuhi tanggung jawabnya.
1. Pemerintah
Pemerintah ialah organ yang berwenang memproses pelayanan publik dan berkewajiban
memproses pelayanan civil bagi setap orang melalui hubungan pemerintahan, sehingga setiap anggota
masyarakat yang bersenagkutan menerima pada saat yang diperlukan, sesuai dengan harapan yang
diperintah.19
Secara garis besar ada 3 (tiga) urusan Pemerintahan yang diatur dalam Undang Undang 23
Tahun 2014 ini, yaitu urusan Pemerintahan absolut, Konkuren dan umum. Urusan Pemerintahan
absolut adalah urusan Pemerintahan yang sepenuhnya menjadi kewenangan Pemerintah Pusat, seperti
politik luar negeri, pertahanan keamanan, yustisi, moneter dan fiskal nasional dan agama. Urusan
umum adalah urusan yang menjadi urusan pemerintahan baik di Pusat, Provinsi atau Kabupaten/
Kota, seperti: penanganan konflik, pembinaan kebangsaan, kordinasi tugas antar instansi Pemerintah.
18
Talizuduhu Ndraha. 2011. Kybernology Ilmu Pemerintahan Baru. Jakarta: Rineka Cipta. halaman
5
19
Ibid. halaman 6 6
7
B. Pemerintahan daerah
· Pemerintahan adalah suatu kegiatan yang didalamya terdapat aturan-aturan yang harus
dijalankan yg bersumber dari pemerintah pemerintahan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan
oleh pemerintah. Pemerintahan diartikan dengan perbuatan cara, hal urusan memerintah .
Pemerintahan adalah segala badan-badan publik yang meliputi kegiatan legislatif, eksekutif, dan
yudikatif dalam usaha mencapai tujuan negara.
· Pemerintahan dalam arti luas yaitu keseluruhan kegiatan lembaga legislatif, eksekutif, dan
yudikatif dalam menjalankan tugas dan kewenangan/kekuasaan negara, Pemerintahan dalam arti
sempit adalah seluruh kegiatan yang diselenggarakan oleh lembaga eksekutif. Pemerintahan dalam
arti luas merupakan semua aparatur/alat perlengkapan negara dalam rangka menjalankan segala tugas
dan kewenangan /kekuasaan negara, baik kekuasaan legislatif, eksekutif, dan yudikatif.
8
Pemerintahan dalam arti sempit, yaitu aparatur /alat kelengkapan negara yang hanya
mempunyai tugas dan kewenangan kekuasaan eksekutif saja yaitu presiden beserta pembantunya,
maka dari itu Pemerintah Pusat membagi wilayahnya menjadi beberapa daerah.
Pada batang tubuh Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Pasal 1 angka (2) yang
menyatakan :
" Pemerintah Daerah adalah penyelenggaraan urusan pemrintahan oleh Pemerintahan
Daerah dan DPRD menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi
seluas-luasnya "
Menurut pasal 2 angka (3) dan pasal 10 angka ( 2) ditegaskan:
" Pemerintah Daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya untuk mengatur dan mengurus
sendiri urusan pemerintahan berdasarkan otonomi dan tugas pembantuan" 25
b) Pemerintahan Daerah menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014. Hubungan
Pemerintah Pusat dengan Pemerintah Daerah dapat dirunut di alinea ketiga dan keempat
pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
"Bahwa tugas pemerintah Negara Indonesia adalah melindungi seluruh bangsa dan
tumpah darah Indonesia, memajukan kesehjaeraan umum, mencerdaskan kehidupan
Bangsa serta ikut memelihara ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian
abadi, dan keadilan sosial".
"Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh pemerintah
Daerah dan DPRD menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi
seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945".
Gubernur bukanlah atasan Bupati atau Wali kota, namun hanya sebatas membina, mengawasi,
dan mengkoordinasi penyelenggaraan pemerintahan daerah kabupaten/kota. Hubungan pemerintah
24
Ni,matul Huda. Op.Cit. halaman 362.
25
Dian Bakti Setiawan. Op.Cit.halaman 161.
10
provinsi dengan pemerintah kabupaten dan kota bukan subordinat, dimana masing-masing
pemerintahan daerah tersebut mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas
otonomi dan tugas pembantuan.
Didalam Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2010 Pasal 3 menyatakan Gubernur sebagai
wakil pemerintah memiliki tugas melaksanakan urusan pemerintahan meliputi:
1) Koordinasi penyelenggaraan pemerintahan antara Pemerintah Daerah Provinsi dengan
instansi Vertikal, dan antar instansi vertikal di wilayah yang bersangkutan.
2) Koordinasi penyelenggaraan antara Pemerintah Daerah Provinsi dengan Pemerintah
Daerah kabupaten/kota di wilayah provinsi yang bersangkutan.
3) Kooordinasi penyelenggaraan antar Pemerintahan Daerah kabupaten/kota di wilayah
provinsi yang bersangkutan.
4) Pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan pemerintahan daerah kabupaten/kota.
26
Sarman.2011 Hukum Pemerintahan Daerah di Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta, halaman 119.
27
Op.Cit.
28
Sarman.Op.Cit.
11
BAB III
29
Penetapan (Beschikking) dapat dirumuskan sebagai perbuatan hukum sepihak yang bersifat
administrasi negara yang dilakukan oleh pejabat atau instansi penguasa yang berwenang dan berwajib
untuk itu. Syarat utama bagi suatu penetapan adalah bahwa tindak hukum atau perbuatan hukum
(rechtshandeling) tersebut harus sepihak (eenzijdig) dan harus bersifat administrasi negara, artinya
realisasi daripada suatu kehendak atau ketentuan undang-undang secara nyata, kasual, dan individual.
Petetapan terbagi menjadi dua yakni penetapan hukum positif dan penetapan hukum negatif.
Penetapan atau Keputusan Administrasi negara dimuat dalam suatu keputusan dan pada umumnya
keputusan dibuat dalam bentuk tertulis dalam bentuk Surat Keputusan (SK), Surat Biasa, Surat
Edaran, ataupun berupa disposisi. Penetapan atau Keputusan Administrasi negera dinaman positif
apabila terdapat persetujuan terhadap permasalahan yang diputuskan, sebaliknya dikatakan negative
apabila terdapat penolakan terhadap permohonan daripada warga masyarakat bersangkutan.
Sebagaimana telah diketahui bahwa suatu penetapan negative berlaku satu kali artinya begitu
diterbitkan dan disampaikan kepada yang bersangkutan begitupula daya lakunya (validitasnya)
berakhir sehingga terbuka bagi warga masyarakat yang bersangkutan untuk mengulangi
permohonannya. Dengan sendirinya pengulangan daripada permohonan tersebut harus diajukan
mengemukakan tambahan hal-hal, argumentasi, data. Yang diharapkan oleh warga masyarakat atas
pemohon yang bersangkutan adalah keputusan yang bersifat positif (pengabulan daripada
permohonan seluruh atau sebagian).
Uraian diatas dapat ditarik kesimpulan, bahwa substansi pemberhentian Kepala Daerah pada
pokoknya berada pada dua ruang lingkup, yaitu penilaian yang bersifat hukum yang menafsirkan
pertanggungjawaban dan peneilaian bersifat politik yang menimbulkan pertanggungjawaban politik.
Dasar kerangka pokok dari subtansi pemberhentian Kepala pemerintahan, selanjutnya akan
dibahas menurut Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004, Pasal 29 angka (1) dan angka (2)
menyatakan: bahwa Kepala Daerah diberhentikan karena:
(1) Kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah berhenti karena:
a. Meninggal dunia;
b. Permintaan sendiri; atau
c. Diberhentikan.30
(2) Kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah sebagaimana dimaksud pada angka (1) huruf
c diberhentikan karena:
a. Berakhirnya masa jabatan dan telah dilantik yang baru
b. Tidak dapat melaksanakan tugas secara berkelanjutan atau berhalangan tetap secara
berturut-turut selama enam bulan
12
c. Tidak memenuhi syarat sebagai Kepala Daerah dan/atau Wakil Kepala Daerah
d. Dinyatakan melanggar sumpah/janji Kepala Daerah.
30
Lihat Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah pasal 29 angka 1
dan 2
13
Pelaksana tugas adalah pejabat yang menempati posisi jabatan yang bersiat sementara
karena pejabat yang menempati posisi seblumnya berhalangan atau terkena peraturan hukum
sehingga tidak menempati posisi tersebut.32
Gatot Wakil Gubernur dilantik bersama H Syamsul Arifin sebagai Gubernur Sumut pada 16
Juni 2009. Dalam perjalanan waktu H Syamsul Arifin mengalami masalah hukum dan sejak tanggal
21 Maret 2011 hingga saat ini posisi Gatot Pujo Nugroho sebagai Wakil Gubernur Sumut
melaksanakan tugas sebagai Pelaksana Tugas Gubernur Sumut.
Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2005 Pasal 131 Angka (1):
"Apabila Kepala Daerah Diberhentikan berdasarkan putusan pengadilan yang telah
mempunyai kekuatan hukum tetap sebagaimana dimaksud dalam pasal 125 angka (2),
pasal 127 angka (2), dan pasal 128 angka (7), jabatan Kepala Daerah diganti oleh Wakil
Kepala Daerah sampai berakhirnya masa jabatan dan proses pelaksanaannya dilakukan
berdasarkan keputusan Rapat paripurna DPRD dan disahkan oleh Presiden." 33
Dirjen Otda menyatakan pelantikan ini tidak boleh ditunda-tunda setelah keluarnya Keppres
dan periodeisasi masa jabatannya berakhir hingga 16 Juni 2013. “Sisa masa jabatan 3,5 bulan lebih ini
akan banyak bisa dilakukan oleh Gatot sebagai Gubernur Sumut Defenitif yang akan mengemban
tugas penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan dan pembinaan kemasyarakatan,” kata
Djohermansyah. Proses penetapan panjang Proses penetapan Gatot Pujo Nugroho sebagai Gubernur
Sumut Defenitif terbilang cukup panjang.34
Dalam hal Penetapan Pelaksana Tugas Gubernur Menjadi Gubernur di DKI Jakarta terjadi
polemik antara DPRD dan Pelaksana Tugas DKI Jakarta . Direktur Jenderal Otonomi Daerah
Djohermansyah Djohan mengungkapkan, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah DKI Jakarta tidak
memiliki kewenangan untuk menyatakan setuju atau tidak setuju terhadap penetapan Basuki Tjahaja
Purnama (Ahok) sebagai gubernur definitif DKI Jakarta. Djohermansyah mengungkapkan, DPRD
DKI Jakarta hanya punya kewenangan untuk mengumumkan dan langsung menyerahkan nama Ahok
kepada Kementerian Dalam Negeri. "Diumumkan saja, bukan minta persetujuan atau gimana. Kalau
dulu memang minta persetujuan, tapi kan sudah berubah, di Kementerian Dalam Negeri. Pengunduran
diri Joko Widodo sebagai Gubernur DKI Jakarta yang tanpa melalui proses persetujuan di DPRD DKI
Jakarta. Jokowi hanya mengajukan pengunduran dirinya kepada Presiden Susilo Bambang
31
Dian Bakti Setiawan. Op.Cit. halaman 175.
32
Op.Cit
33
Lihat Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2005 Pasal 131 angka (1) Tentang Pemilihan,
Pengesahan Pengangkatan dan Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah
34
Op.Cit
14
35
" Kemendagri.Pelantikan.Ahok.Tak.Perlu.Persetujuan.DPRD" melalui
http://megapolitan.kompas.com/ diakses pada tanggal 10 februari 2015
36
Ibid. halaman 173.
37
Ibid. halaman 179.
38
Taliziduhu Ndraha.. Op.Cit. halaman 87.
39
“Pengertian Tanggungjawab”, melalui http://zaysscremeemo.blogspot.com, diakses Minggu, 14
Desember 2014.
15
40
Ibid.
41
Ibid.
42
Ibid.
16
Mungkin saja konsep mekanisme pertanggungjawaban ditemukan pada negaranegara yang tidak dapat
dipandang sebagai negara demokratis. Dari pertanggungjawaban vertikal ke pertanggungjawaban
horizontal, pertanggungjawaban berlangsung pada saat dan ditempat transaksi jasa publik, seperti di
kantor lurah serta tempat-tempat pelayanan publik.
Berdasarkan butir ke-3 Kepala Daerah bertanggungjawab kepada DPRD dalam hal
pengurusan urusan rumah tangga dan bertanggungjawab kepada permerintah dalam hal pengolahan
dekonsentrasi dan medebewind. bertangggungjawab atas penggunaan jawab atas penggunaan semua
peraturan perundang-undangandari Undang-Undang kebawah. 43 Secara teoritis politisi atau
pemerintah bertanggungjawab kepada orang yang memberi mandat. pertanggungjawaban pertama-
tama ditujukan kepada atasan dan kepada hakim yang berwenang yang bertindak mewakili pemegang
kedaulatan adalah rakyat.44
BAB IV
KESIMPULAN
A Kesimpulan
43
Talizuduhu Ndraha. Op.Cit. halaman 150.
44
Dian Bakti Setiawan. Op.Cit. halaman 51.
17
Berdasarkan hasil dan pembahasan terhadap masalah yang diteliti, dapat diambil kesimpulan
sebagai berikut:
1. Dalam hal penetapan Pelaksana Tugas Gubernur, DPRD berperan penting karena DPRD
memiliki tugas sesuai Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014. Gubernur dapat berhenti
karena 3 sebab: Diberhentikan, meninggal dunia, dan mengundurkan diri, jadi apabila
Gubernur berhenti maka Wakil Gubernur Menjadi Pelaksana Tugas, namun tidak serta
merta dapat menjadi Gubernur definitif. Karena harus melewati persetujuan DPRD dan
pengesahan oleh Presiden.
2. Dalam hal kewenangan yang dimiliki seorang pejabat publik pengganti/sementara tentu
berbeda dengan pejabat publik yang definitif, karena cara memperoleh kewenangan itu
sendiri, sebagai implikasi perbedaan kewenangan itu, maka tanggungjawabnya pun
berbeda. Seorang pejabat apabila berkuasa, mereka akan menggunakan kewenangannya
dengan semaksimal mungkin, karena seorang memiliki sikap atau kecenderungan untuk
berbuat atau tidak berbuat. Hal yang sama juga akan terjadi pada pejabat publik
pengganti (sementara). Sebagai pejabat publik pengganti memiliki kewenangan yang
sangat terbatas, baik dari segi kewenangan itu sendiri maupun dari segi jangka waktu,
oleh karena itu perlu ada batasan kewenangan agar tidak terjadi penyalahgunaan
wewenang.
3. Tanggungjawab adalah keadaan wajib menanggung segala sesuatu, dalam arti lain
tanggung jawab adalah kesadaran tingkah laku atau perbuatannya yang disengaja,
tanggungjawab juga berarti berbuat sebagai perwujudan akan kesadaran akan kewajiban,
hal tersebut sudah menjadi bagian hidup manusia. Penelahan terhadap
pertanggungjawaban kepala daerah ditinjau dari dua segi: dari segi kedudukan kepala
daerah, dari segi sistem Pemerintahan Daerah.
Tanggung jawab Pelaksana Tugas diberikan sesuai dengan kewenangan.
B Saran
1. Halnya Penetapan sudah jelas diatur di Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah, dalam implementasinya tidak ada lagi unsur politik, yang dilihat
adalah unsur hukum dalam Pemerintahan Daerah maupun Pemerintahan Pusat.
Penetapan Pelaksana Tugas harus sesuai dengan aturan, tanpa adanya unsur politik yang
sengaja menjerat suatu seseorang/ kelompok untuk dijatuhkan atas kekuasaan.
2. Perlu adanya aturan secara khusus terkait kewenangan, hanya sedikit aturan yang
mengatur tentang kewenangan pelaksana tugas, Undang-Undang tentang Pemerintahan
Daerah tidak mengatur secara jelas dan lengkap tentang kewenangan Pelaksana tugas,
17
agar tidak adanya penyelewenangan kewenangan yang dilakukan oleh pelaksana tugas.
3. Perlu adanya aturan khusus tentang tanggungjawab Pelaksana tugas tidak diatur jelas dan
lengkap dalam aturan aturan yang ada, hanya sedikit penjelasan tanggungjawab, dalam
18
penerapannya harus ada suatu aturan khusus untuk mengatur tentang tanggungjawab
Pelaksana Tugas.
DAFTAR PUSTAKA
A. Buku
19
B. Peraturan Perundang-Undangan
Undang-Undang Dasar 1945
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah.
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 Tentang Pemerintahan Daerah.
Undang-Undang Daerah Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah.
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 Tentang Pemerintahan Daerah.
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan
Daerah
Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2005 Tentang Pemilihan, Pengesahan Pengangkatan, Dan
Pemberhentian Kepala Daerah Dan Wakil Kepala Daerah.
C. Internet
"Kewenangan Pejabat Publik Pengganti Dalam Pengambilan Keputusan Kebijakan Publik" melalui
http://download.portalgaruda.org, diakses pada tanggal 1 februari 2015