Anda di halaman 1dari 30

BAB I

PENDAHULUAN

A. Istilah Hukum Administrasi Negara


Secara teoritis, hukum administrasi negara selanjutnya ditulis (HAN) merupakan
gejala kenegaraan dan pemerintahan yang keberadaannya muncul bersamaan dengan
diselenggarakannya kekuasaan negara dan pemerintahan berdasarkan aturan hukum
tertentu. Pada mulanya, di negeri Belanda, hukum administrasi negara ini merupakan satu
kesatuan yang tidak terpisahkan dengan hukum tata negara, dengan nama staat en
administratiefrecht. Di negeri Belanda sendiri ada dua istilah mengenai hukum ini, yaitu
bestuurrecht dan administratiefrecht, dengan kata dasar “administratie” dan “bestuur”.
Terhadap dua istilah ini para sarjana Indonesia berbeda-beda dalam menerjemahkannya.
Untuk kata administratie ini ada yang menerjemahkannya menjadi tata usaha, tata usaha
pemerintahan, tata pemerintahan, tata usaha negara, dan ada yang menerjemahkan dengan
administrasi saja, sedangkan bestuur diterjemahkan secara seragam menjadi pemerintahan.

B. Sejarah Hukum Administrasi Negara


HAN muncul setelah meletus perang dunia II. Selanjutnya, fungsi negara adalah
sebagai negara penjaga malam (Nachtwaker Staat), yaitu hanya mengurusi keamanan saja.
Baru setelah perang dunia II, fungsi negara beralih menjadi negara kesejahteraan (Service
Social State). Untuk mewujudkan tujuan negara itu, maka pemerintah harus turut campur
tangan dalam segala urusan, kegiatan atau kepentingan masyarakat. Masuknya campur
tangan pemerintah ini harus dipayungi oleh hukum yang jelas, agar pemerintah tidak
berubah menjadi otoriter, untuk itulah HAN diperlukan sebagai pembatas atau pedoman
bagi aparat pemerintah dalam menjalankan tugasnya menuhu negara kesejahteraan
(Service Social State).

C. Sejarah Hukum Administrasi Negara di Indonesia


Hukum Indonesia berkiblat ke Negara Belanda sebagai mantan penjajah bangsa ini,
sehingga perubahan hukum yang terjadi di sana juga memengaruhi pandangan bangsa
Indonesia tentang hukum di Indonesia. Di Indonesia, pada tahun 1947. Terjadi pemisahan
HAN dan HTN.
D. Ruang Lingkup Hukum Administrasi Negara
C.J.N Versteden mengemukakan, secara garis besar hukum administrasi negara
meliputi bidang pengaturan antara lain :
1. Pengaturan mengenai penegakan ketertiban dan keamanan, kesehatan, dan kesopanan
dengan menggunakan aturan tingkah laku bagi warga negara yang ditegakkan dan
ditentukan lebih lanjut oleh pemerintah;
2. Peraturan yang ditunjukan untuk memberikan jaminan sosial bagi rakyat;
3. Peraturan-peraturan mengenai tata ruang yang ditetapkan pemerintah;
4. Peraturan-peraturan yang berkaitan dengan tugas-tugas pemeliharaan dari pemerintah
termasuk bantuan terhadap aktivitas swasta dalam rangka pelayanan umum;
5. Peraturan-peraturan yang berkaitan dengan pemungutan pajak;
6. Peraturan-peraturan mengenai perlindungan hak dan kepentingan warga negara terhadap
pemerintah;
7. Peraturan-peraturan yang berkaitan dengan penegakan hukum administrasi;
8. Peraturan-peraturan mengenai pengawasan organ pemerintahan yang lebih tinggi
terhadap organ yang lebih rendah;
9. Peraturan-peraturan mengenai kedudukan hukum pegawai pemerintah.

E. Hubungan Hukum Administrasi Negara dengan Hukum Tata Negara


Ada dua golongan yang mempunyai pendapat tentang hubungan kedua bidang ilmu
hukum ini.
Golongan Pertama berpendapat bahwa antara HAN dan HTN tidak terdapat perbedaan
yang hakiki atau tidak terdapat perbedaan yuridis yang prinsipil. Pendapat ini pada
umumnya dianut oleh para sarjana hukum di Perancis, Inggris, Amerika Serikat, dan
negara-negara sosialis. Prins berpendapat bahwa HTN mengenai hal pokok seperti dasar
susunan negara yang langsung mengenai setiap negara, sedangkan HAN mengenai
peraturan teknis.
Golongan Kedua mengatakan bahwa terdapat perbedaan yang hakiki antara HAN dan
HTN. Pendapat ini banyak dianut di Negara Belanda yang kemudian diikuti oleh Sarjana
Hukum Indonesia.
BAB II
SUMBER-SUMBER HUKUM
ADMINISTRASI NEGARA

A. Pengertian Sumber Hukum


Sudikno Mertokusumo mengatakan, kata sumber hukum sering digunakan dalam
beberapa arti :
1. Sebagai asas hukum, sebagai sesuatu yang merupakan permulaan hukum, misalnya
kehendak Tuhan, akal manusia, jiwa bangsa dan sebagainya.
2. Menunjukkan hukum terdahulu yang memberi bahan-bahan pada hukum yang sekarang
berlaku, seperti hukum Prancis, hukum Romawi, dan lain-lain.
3. Sebagai sumber berlakunya, yang memberi kekuatan berlaku secara formal kepada
peraturan hukum (penguasa, masyarakat)
4. Sebagai sumber dari mana kita dapat mengenal hukum, misalnya dokumen, undang-
undang, batu tulis dan sebagainya.
5. Sebagai sumber terjadinya hukum, sumber yang menimbulkan hukum.

B. Macam-macam Sumber Hukum


Sumber hukum dalam arti materiil adalah sumber hukum yang menentukan isi
hukum. Dalam hal ini, sumber hukum mengandung arti sebagai hal-hal yang seharusnya
dijadikan pertimbangan oleh yang berwenang dalam menentukan isi hukum.
Sumber Hukum dalam arti formal adalah sumber hukum yang dikenal dari
bentuknya. Karena bentuk tersebut menyebabkan hukum berlaku umum, diketahui dan
ditaati.
Sumber hukum formal adalah undang-undang; kebiasaan dan adat istiadat yang
dipertahankan dalam keputusan dari yang berkuasa dalam masyarakat; traktat,
yurisprudensi dan pendapat ahli hukum yang terkenal (doktrin).

C. Hierarki Peraturan Perundang-undangan Republik Indonesia


Tata Urutan Peraturan Perundang-undangan Republik Indonesia yang terbaru
sebagaimana diatur dalam Undang-undang Nomor 12 Tahun 2011, hierarki peraturan
perundang-undangan terdiri atas :
1. Undang-undang Dasar 1945;
2. Ketetapan MPR/MPRS;
3. Undang-undang/ Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang;
4. Peraturan Pemerintah;
5. Peraturan Presisen;
6. Perda.
Tata urutan di atas menunjukkan tingkatan masing-masing bentuk yang bersakutan;
yang disebut lebih dahulu mempunyai kedudukan lebih tinggi dari pada bentuk-bentuk
yang tersebut di belakangnya (di bawahnya). Di samping itu, tata cara urutan di atas
mengandung konsekuensi hukum; bentuk peraturan atau ketetapan yang tingkatannya lebih
rendah tidak boleh mengandung materi yang bertentangan dengan materi yang dimuat di
dalam suatu peraturan yang bentuknya lebih tinggi, terlepas dari soal siapakah yang
berwenang memberikan penilaian terhadap materi peraturan serta bahaimana nanti
konsekuensi apabila materi suatu peraturan itu dinilai bertentangan dengan materi
peraturan yang lebih tinggi.

D. Kondisifikasi Hukum Administrasi Negara


Pengertian kondifikasi, menurut C.S.T. Kansil, adalah pembukuan jenis-jenis hukum
tertentu dalam kitab undang-undang secara sistematis dan lengkap. Jadi, konfikasi
merupakan pengumpulan peraturan-peraturan yang sejenis, misalnya peraturan-peraturan
perdata ke dalam suatu kitab perundang-undangan secara sistematis dan lengkap. Tujuan
dari kondifikasi adalah :
1. Untuk mendapat kepastian hukum. Sehingga dapat menjadi pedoman bagi masyarakat
untuk mengetahui perbuatan pemerintah mana yang diperbolehkan dan mana yang
dihukum, sehingga aparat pemerintah tidak dapat berbuat sewenang-wenang.
2. Kesatuan hukum (unifikasi hukum), sehingga aturan hukum yang dipakai hanya satu
dan tidak bermacam-macam.
3. Penyederhanaan hukum, kondifikasi berisi pedoman bagi aparatur negara dan
masyarakat sehingga lebih memudahkan kedua belah pihak.
Donner mengatakan bahwa ada dua alasan yang menyebabkan sulitnya kondifikasi
Hukum Administrasi Negara yaitu :
1. Peraturan-peraturan Hukum Administrasi Negara berubah secara cepat jika
dibandingkan dengan peraturan-peraturan hukum perdata dan pidana yang berubah
secara berangsur-angsur.
2. Pembentukan peraturan Hukum Administrasi Negara tidak berada dalam satu tangan.
Selain pembentuk undang-undang pusat, boleh dikatakan semua departemen dan
pemerintah daerah otonom membentuk juga peraturan-peraturan Hukum Administrasi
Negara sehingga Hukum Administrasi Negara sangat beraneka warna dan tidak
mempunyai sistem tertentu. Untuk saat ini kodifikasi Hukum Administrasi Negara
memang sulit dilaksanakan, dikarenakan terus berkembangnya kegiatan pemerintahan
dalam mencapai tujuan dari negara, yaitu negara kesejahteraan (servis social state).
BAB III
SUSUNAN PEMERINTAHAN

A. Tinjauan Umum tentang Susunan Pemerintahan Negara Republik Indonesia


Dalam negara kesatuan, bagian-bagian negara lazim disebut dengan daerah.
Sedangkan, istilah daerah ini merupakan istilah teknis bagi penyebutan suatu bagian
teritorial yang berpemerintahan sendiri dalam rangka negara kesatuan. Sistem
pemerintahan Negara Indonesia, menganut asas negara kesatuan yang disentralisasikan,
yang menimbulkan ada tugas-tugas tgertentu yang diurus sendiri oleh daerah, sehingga
menimbulkan hubungan timbal balik yang akan menimbulkan adanya hubungan
kewenangan dan pengawasan.

B. Hubungan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah


Hubungan antara pemerintah pusat dan daerah mencakup pendelegasian kewenangan
dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah. Hubungan kewenangan antara pusat dan
daerah dalam sistem negara kesatuan akan menimbulkan konsep sentralisasi,
desentralisasi, dekonsentrasi, serta tugas pembantuan (medebewind).
Hubungan antara pemerintah pusat dan daerah mencakup pendelegasian kewenangan
dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah. Adapun isi kewenangan yang dimiliki
oleh pemerintah pusat mencakup kewenangan pemerintahan umum dan di luar
kewenangan pemerintahan umum.
Dasar pendistribusian kewenangan antara pusat dan daerah terdiri atas dua
pendekatan, yaitu :
1. Berdasarkan pada basis kewilayahan (teritorial), yaitu kewenangan untuk
menyelenggarakan urusan likal didistribusikan di antara satuan wilayah (State local
goverments) dan pemerintahan lokal (self local goverments).
2. Berdasarkan pada basis fungsional yaitu kewenangan untuk menyelenggarakan urusan-
urusan lokal didistribusikan antara kementerian-kementerian pusat yang bersifat khusus
dan agen-agennya yang berada di luar kantor sebagai pelaksana kebijakannya.

C. Lembaga Pemerintahan Daerah


Lembaga yang melaksanakan peraturan perundangan adalah Kepala Daerah. Dalam
wujud konkritnya, lembaga pelaksana kebijakan daerah adalah organisasi pemerintahan.
Kepala daerah provinsi disebut gubernur, kepala daerah kabupaten disebut bupati dan
kepala daerah kota disebut walikota.
Tugas dan kewajiban Kepala Daerah adalah sebagai berikut :
1. Memimpin penyelenggaraan pemerintahan daerah berdasarkan kebijakan yang
ditetapkan bersama DPRD;
2. Mengajukan rancangan Perda;
3. Menetapkan Perda yang telah mendapat persetujuan bersama DPRD;
4. Menyusun dan mengajukan rancangan Perda yang telah mendapat persetujuan bersama
DPRD;
5. Mengupayakan terlaksananya kewajiban daerah;
6. Mewakili daerahnya di dalam dan di luar pengadilan dan dapat menunjuk kuasa hukum
untuk mewakilinya sesuai dengan peraturan perundang-undangan;
7. Melaksanakan tugas dan kewajiban lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Dalam melaksanakan tugasnya, wakil kepala daerah bertanggung jawab kepada
kepala daerah. Apabila kepala daerah meninggal dunia, berhenti, diberhentikan atau tidak
melakukan kewajibannya selama enam bulan secara terus menerus dalam masa jabatannya,
maka wakil kepala menggantikan kepala daerah sampai habis masa jabatannya.
D. Fungsi Pengawasan
Pengawasan adalah setiap usaha dan tindakan dalam rangka untuk mengetahui sejauh
mana pelaksanaan tugas yang dilaksanakan menurut ketentuan dan sasaran yang hendak
dicapai. Tujuan pengawasan yakni :
1. Menjamin ketetapan pelaksanaan sesuai dengan rencana, kebijaksanaan dan perintah;
2. Menertibkan korrdinasi kegiatan-kegiatan;
3. Mencegah pemborosan dan penyelewengan;
4. Menjamin terwujudnya kepuasan masyarakat atas barang dan jasa yang dihasilkan;
5. Membina kepercayaan terhadap kepemimpinan organisasi.
Alasan dilakukan pengawasan antara lain :
1. Korordinasi yaitu, mencegah atau mencari penyelesaian konflik perselisihan
kepentingan, misalnya, di antara kabupaten-kabupaten;
2. Pengawasan kebijaksanaan yaitu, disesuaikannya kebijakan dari aparat pemerintah yang
lebih rendah terhadap yang lebih tinggi;
3. Pengawasan kualitas yaitu, kontrol atas kebolehan dan kualitas teknis pengambilan
keputusan dan tindakan-tindakan aparat pemerintah yang lebih rendah;
4. Alasan keuangan; peningkatan kebijaksanaan yang tepat dan seimbang dari aparat
pemerintah yang lebih rendah.
5. Perlindungan hak dan kepentingan warga; dalam situasi tertentu mungkin diperlukan
suatu perlindungan khusus untuk kepentingan dari seorang warga.
BAB IV
SUMBER WEWENANG PEMERINTAHAN

A. Asas Legalitas ( Legaliteirs beginsel )


Asas legalitas merupakan salah satu prinsip utama yang dijadikam sebagai dasar
dalam setiap penyelengaraan pemerintah di setiap negara hukum terutama bagi negara-
negera hukum dalam sistem kontinentral. Di negara Inggris terkenal dengan ungkapan
“NO texiom ehitout resperensentation is roberry”, yang artinya tidak ada pajak tanpa
(persetujuan) parlemen adalah perampokan. Hal ini mempunyai arti penarikan pajak
hanya bolehdilakukan setelah adanya undang-undang yang mengatur pemungutan dan
penentuan pajak . selanjutnya, asas legelisatif ini digunakan dalam Hukum Administrasi
Negara yang memilikimakna,”Dat het bestuur aan de wet is underworpen” ( bahawa
pemerintah tunduk kepada undang-undang ). Asas legalitas ini merupakan prinsip negara
hukum yang sering dirumuskan secara khas dalam ungkapan, “het beginsel van
watmatiegheid van bestuur” meskipun memiliki kelemahan, asasn legalitas ini tetap
menjadi prinsip utama dalam setiap negera hukum.
B. Wewenang Pemerintah
Adapun wewenang pemerintah menurut H.D. Stout yakni :
Kewenangan memiliki kedudukan penting dalam kajian hukum tata negar dan hukum
administrasi negara. Begitupun pentingnya kedudukan kewenangan ini sehingga F.A.M
Stroink dan J.G. Steenbeek menyebutnya sebagai onsep inti dalam hukum tata negara dan
hukum administrasi negara, “het begrip bevogdheid is dan ookeen leerbegrip on hrt staats
en administratief recht” ( kewenangan terkandung hak dan kewajiban ).
Menurut Bagir Manan wewenanag dalam bahasa hukum tidak sama denga kekuasaan>
kekuasaan hanya mengunakan hak untuk berbuat atau tidak berbuat. Dala, hukum
wewenang sekaligus bearti hak dan kewajiban . dalam kaitan dengan otonomi daerah, hak
mengandung pengertian kekuasaan untuk megatur sendiri , sedangkan kewajiban secara
horixontal bearti kekuasaan untuk menyelengarakan pemerintahan sebagaimana mestinya.
Vertikal bearti kekuasaan unutk menjalankan pemerintahaan dalam satu tertib ikatan
pemerintah negara secara keseluruhan.
C. Sumber dan Cara Memperoleh Wewenangh Pemerintah
Seirama dengan pilar utama negara hukum, yaitu asas Legalitasberdasarkan perinsip di
atas tersirat makna bahawa wewenang pemerintah berasal dari peraturan perundang-
undangan, artinya sumber wewenang bagi pemerintah adalah peraturan perundang-undangan.
Secara teoritis kewenangan yang bersumber pada peraturan perundang-undangan tersebut
diperoleh melalui tiga cara yaitu :
1. Atribusi adalah pemberian wewenang pemerintahan oleh pembuat undang-undang
kepada organ pemerintahaan
2. Delegasi adalah pelimpahan wewenang pemerintahaan dari satu organ pemerintahan
kepada organ pemerintahan lainnya
3. Mandat terjadi ketika organ pemerintahaan megisinkan kewenangan dijalankanoleh
organ lain atas namanya
Dalam hukum administrasi negara, mengetahui sumber serta cara memperooleh wewenang
organ pemerintahaan merupakan hal yang penting, karena berkenaan dengan
pertanggungjawaban hukum dalam penggunaanwewenanag tersebut, seiring denan salah satu
dari prinsip dari negara hukum selanjutnya mengenai atribusi, penerima wewenang dapat
menciptakan wewenang baru atau memperluas wewenang yang sudah ada dengan
tanggungjawab interen dan eksteren pelaksanaan wewenang yang diatribusikan sepenuhnya
berada pada penerima wewenang ( atributaris ) pada delegasi tidak ada penciptaan
wewenang, namun hanya ada pelimpahan dari pejabat yang satu kepada pejabat lainnya .
tanggungjawab yudiris tidak lagi pada pemberi delegasi , tetapi berlain pada penerima
delegasi. Adapun pada mandat , penerima mandat hanya bertindak untuk dan atas nama
pemberi mandat, tanggungjawab akhir keputusan yang diambil medataris tetap berada pada
medataris. Untuk memperjelas perbedaan antara delegasi drngan mandat dapat dilihat pada
tabel d bewah ini :
No Delegasi No Mandat
1. Pelimpahan wewenang 1. Perintah untuk melaksanakan
2. Kewenangan tidak dapat dijalankan secara 2. Kewenangandapat sewaktu –waktu
insidental oleh organ yang memiliki dilaksanakan oleh mandans
wewenang asli
3. Terjadi peralihan tanggungjawab 3. Tidak terjadi peralihan
pertanggung jawab
4. Harus berdasarkan UU 4. Tidak harus berdasarkan UU
5. Harus tertulis 5. Dapat tertulis dapat juga secara
lisan
Selanjutnya, Philipus M, Hadjon menjelaskan perbedaan antara delegasi dengan mandat
adalah sebagai berikut :
Mandat Delegasi
a. Prosedur Dalam hubungan rutin Dari satu pemerintahan kepada
Pelimpahaan atasan-bawahan; hal biasa orang lain; dengan peraturan
kecuali dilarang secara perundang-undangan
tugas
b. Tanggung jawan dan Tetap pada pemberi mandat Tanggung jawab dan tanggung
tanggung gugat gugur beralih kepada delegataris
c. Kemungkinan si Setiap saat dapat Tidak dapat mengunakan
pembrimengunakan mengunakan sendiri wewenang itu lagi kecuali setelah
wewenang itu lagi wewenang yang ada pencabutan dengan
dilimpahkan itu berpegang pada asas
“Countrarius Actus“

Dalam kepustakaan, terdapat pembagian sifat wewenang pemerintahan, yaitu bersifat terikat,
fakulatif, dan bebas terutama dalam kaitannya dengan kewenangan pembuatan dan penerbitan
keputusan-keputusan da ketepatan-ketepatan oleh organ pemerintah sehinggadikenal ada
keputusan atau ketetapan yang bersifat terikat dan bebas. Indroharto mengatakan sebagai
berikut
1. Wewenang pemerintah yang bersifat terikat, yakni peraturan dasarnya menentukan
kapan dan dan dalam keadaan yang begaimana wewenang tersebut dapat digunakan
atau peraturan dasarnya sedikit banyak menentukan tentang isi dari keputusan yang
harus diambil. Dengan kata lain, terjadi apabila peraturan dasae yang menentukan isi
dari keputusan yang harus di ambil secara rinci, maka wewenang pemerintahan
semacam ini merupakan wewenang yang terikat.
2. Wewenang fakulatif terjadi dalam hal badan atau pejabat tata usaha negara yang
bersangkutan tidak wajib menerapkan wewenangnya atau sedikit banyak masih ada
pilihan, sekalipun pilihan itu hanya dapat dilakukan dalan hal-hal atau keadaan-
keadaan tertentu sebagaimana ditentukan dalam peraturan dasar.
3. Wewenang bebas, yakni terjadi ketika peraturan dasrnya memberi kebebasan kepada
badan atau pejabat tata usaha negara untuk menentukan sendiri mengenasi isi dari
keputusan yang akan dikeluarkan atau peraturan dasrnya memberikan ruang lingkup
kebebasan kepada pejabat tata usaha yang bersangkutan.
BAB V
ASAS KEBEBASAN BERTINDAK
A. Pengertian Asas Diskresi
Asas freies ermessen atau asas diskresi, dapat dipandang sebagai asas ysng bertujuan
untuk mengisi kekurangan atau melengkapi asas legalitas supaya cita-cita egara hukum
material dapat diwujudkan. Ridwan H. R mengemukakan, freies emerseen ini muncul
sebagai alternatif unutk mengisi kekurangan dan kelemahan di dalam penerapan adad
legalitas.
Secara erimologi, fries emerssen berasal dari kata frei yang berarti bebas, lepas, tidak
terikat, dan merdeka, serta ermessen yang berarti mempertimbangkan, menilai, menduga,
dan memperkirankan.
Henry Black Campbell mengemukakan pengertian diskresi sebagai berikut :
Istilah freies ermessen kemudian masuk dalam khazanah Hukum Administrasi Negara,
bahkan freis ermessen menjadi salah satu pokok bahasan yang sangat peting dalam
Hukum Administrasi Negara seperti halnya topik asas legalitas dan asas-asas umum
permerintahaan yang baik. Dalam hubungan denganpengertian tersebut, Ridwan H.R
mengemukakan bahwa freies ermessen berarti orang yang memiliki kebebesan untuk
menilai, menduga, dan mempertimbangkan sesuatu.
Pelaku freiess ermessen atau diskresi adalah pejaba-pejabat atau badan-badan
administrasi negara. Tujuan pemberian dikresi atau frries ermessen sebagai suatu
kebebasan bertindak atas inisiatif sendiri adalah unutk memberikan ruang gerak bagi
pemerintah dalam melakukan tindakan dengan cepat sesuai dengan situasi dan kondisi.
Kebebasan bertindak atas inisiatif sendiri yang diberikan kepada pemerintah atau pejabat
administrasi negata seperti dikemukakan di atas menimbulkan pertanyaan sebagai
berikut.
a. dalam hal apa atau keadaan bagaimana pemerintah dapat melakukan tindakan atas
insiatif sendiri ?
b. apakah pemerintah dapat melakukan tindakan atas ainisiatis secara bebas tanpa ada
patokan atau batas-batasnua ?
pertanyaan-pertanyan yang dikemukakan di atas berujuan untuk memperlias dan
memperdalam wawasan berkenaan dengan ekstitensi sidkresi atau fries ermessen dalam
perspektif negara hukum kesejahteraan.
Berikut unsur-unsur dari freiesermessen dalam suatu negara hukum, yang meliputi sebagai
berikut :
1. Ditunjukanunruk menjalankan tugas-tugas servis publik
2. Merupakan sikap tindak yang aktif dari administrasi negara
3. Dikap tindaki itu dimungkinkan oleh hukum
4. Sikap tindak itu diambil atas inisiatif sendiri
5. Sikap tindak itu dimaksudkan untuk menyelesaikan persoalan-persoalaan penting ynag
timbul secara tiba-tiba
6. Sikap tindak itu fapat di pertangung jawablan baik secara moral kepada Tuhan Yang
Mahak Esa maupun secara hukum.

Freies Ermessen muncul sebagai alternatif untuk mengisi kekurangan dan kelemahan
di dalam penerapana asas legalitas. Ada tigaalasan tindakan disjresi atau tindakan atas
inisiatif sendiri, yaitu sebagai berikut :\
1. Belum ada peratura perundng-undang yang mengatur tentang penyelesian in concreto
terhadap suatu masalah padahal masalah tersebut menuntut penyelesaian segera/
2. Peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar tindakan aparat pemerintah telah
memberikankebebesan sepenuhnya.
3. Adanya delegasi perundang-undang, yaitu pemberian kekuasaan untuk mengatur
sendiri kepad pemerintah, yang sebenarnya kekuasaan in dimiliki oleh aparat yang
lebih tinggi tingkatnya.
Dalam kondisi yang pertaman seperti dikemukakan di atas diskresi mengandung arti,
sebagai suatu tindakan pemerintah yang dilakukan atas inisiatif sendiri, akibat terjadi
kekosongan hukum ( undang-undang ) inconreto. Dalam kondisi tersebut, kekosongan hukum
tersebut harus diisi oleh pemerintah dengan menetapknan sendiri hukum yang berlaku
terhadap kasus yang bersangkutan, karena belum ada undang-undang yang dapat dijadikan
pedoman bagi pemerintah.
Dalam kondisi yang kedua di atas, diskresi merupakan tindakan yang dilakukan oleh
pemerintah atasa inisiatif sendiri untuk menjalnkan undang-undang , karena undang-undang
itu sendiri tidak mengatur cara untuk menjalaknanya secara khusus.
Dalam kondisi yang ketiga di atas, diskresi merupakan tindakan pemetintah yang
dilakukan atas inisiatif sendiri karena aparat pemerintah diberi kewenangan untuk mengatur
sendiri suatu hal tertentu, meskipun kewenangan unutk mengatur hal tersebut dimiliki oleh
aparat yang lebih tinggi tingkatnya. Dalam kondisi ini, kekuasaan yang lebih tinggi
menyerahkan kewenangan kepada pejabat administrasi negara unutk menjalankankan
kewenangan tersebut.
Meskipun pemberian freies ermessen kepada pemerintah atau pejabat administrasi negara
merupakan konsekuensi logis dalam bingkai negara hukum kesejahateraan. Akan tetapi dalam
kerangka negara hukum freiess ermessen ini tidsak dapat digunakan tanpa batas. Atas dasar
itu Sjachran Basah mengemukakan unsur-unsur freiess ermessen dlam suatu bukuyang
berjudul Hukum Administrasi Negara. Yang mencakup sebagai berikut :
1. Ditunjukan unutk emnajlankan tugas tugas servis publik
2. Merupakan sikap tindak yang aktif dari administrasi negara.
3. Sikap tindak itu dimungkinkan oleh hukum
4. Sikap tindak itu di ambil atas inisiatif sendiri
5. Sikap tindak itu dimaksudkan untuk menyelesikan persoalan-persoalan penting yang
timbul secara tiba-tiba
6. Sikap tindakitu dapat dipertanggungjawabkan baik secara moral kepada Tuhan Yang
Maha Esa maupun secara hukum

Sesuai dengan unsur-unsur freies ermessen yang kemudian di atas dapat penulis
simpulkan bahawa diskresi sebagai suatu tindakan pemerintah yang diambil atas inisistif
sendiri sesunguhnya bukan merupakan tindakan yang sewenang-wenang.
Diskresi bukan merupakan tindakan pejabat administasi negara yang bebas tanpa batas secara
mutlk. Diskresi dapat dilakukan oleh pemerintah atau pejabat adminidtrsi negara semata-mata
demi kepentingan pelaksanaan tugas pelanyanan masyarakat (servis publik)

Dalam lingkungan hukum administrasi negara, wujud tindakan pemerintah yang lahir dari
kewenangan diskresi dapat berbetuk peraturan-peraturan undang-undangan yang tingkatnya di
bawan undang-undang. Freies ermessen tidak boleh bertentangan dengan hukum yang
berlaku,baik hukum yang tertulis maupun hukum yang tidak tertulis. Menurut Muchsan
pembatasan penggunaan freies ermessenadalah sebagai berikut :
1. Penggunaan freies ermessen tidak boleh bertentangan drnga sistem sistem hukum yang
berlaku ( kaidah hukum Positif )
2. Pengunaan freies ermesen hanya ditunjukan demi kepentiangan umum
B. Jenis-jenis Diskresi
Dalam rangka mencegah kemungkinan terjadi kekosongan hukum atau peraturan
perundang-undang , maka diberikan kebebeasan bertindak atas inisiatid sendiri kepada
pemerintah atau pejabat administrasi negara. Pada lapangan hukum administrasi negara
dikenal dua jenis dikresi sebagai bentuk kebebasan betindak atas inisiatif sendiri,yaitu :
1. Diskresi bebas, dikenal dengan istilah wewenang bebas. Undang-undang memberikan
ruang kebebasan yang cukup besar kepada pejabat administrasi negara mengenai car-
cara melaksanakan kewenangan diskresinya. Keleluasaan itu terjadi karena undang-
undang tidak menentukan kriteria yang harus di perhatikan oleh pejabat administrasi
negara dalam menjalankan kewenangan diskresi tersebut.
2. Diskresi terikat. Ruang pertimbangan yang diberikan kepada pemerintah dibatasi oleh
undang-undang, sehingga ruang pertimbangan tersebut bersifat terbatas. Pada diskresi
terikat, undang-undang menetapkan beberapa alternatif yang dapat dipilih dengan
bebas oleh pejabat administrasi negara. Dalam hal ini undang-undang menetapkan
patokan yang menajadi pedoman bagi pejabat administrasi negata dalam menjelankan
diskresinya, sehingga pejabat administrasi negara tersebut tidak boleh menyimpang
dari alternatif yang ditetapkan oleh pembentuk undang-undang
Seiring dengan pembagian 2 jenis diskresi yang dikemukakan di atas. Markus Lukman
mengemukakan pembagian jenis diskeresi dengan istilah yang berbeda :
1. Soebjective beoordelingsruimte ( ruang pertimbangan subjektif ), diberikan oleh
pembentuk undang-undang kepada pejabat atau badan pemerintah hukum publik .
tindakan hukum publik ii dapat berupa pengaturan, atau penetapan
2. Objectieve Beordelingsruimte ( ruang perimbangan objektif ), bertitik tolak pdari
pemberian ruang pertimbangan onjektif oleh pembentuk undang-undang kepada
pejabat atau badan administrasi negara unutk melakukan tindakan hukum ublik
menurut situasi, kondisi, dan objek permasalahan berdassarkan kriteria tertentu.
Namun, kriteria diberikan oleh pembentuk undang-undang biasanya berdifat
samar-samar.

C. Batas Diskresi serta Pertanggungjawaban atas Diskresi


Kebebasan bertindak yang di berikan kepada pemerintah atau pejabat administrasi
negara yang dikemkakan di atas mengandung arti sebagai pelonggaran atas pembatasan
kekuasan pemerintah. Kekuasaan pemerintah di negara hukum forml dibatsi sedemikian rupa
dengan undang-undang demi kepstian hukum, namun pembatasan kekuasaan itu dilongarkan
di negara hukum kesejeteraan kepada pemerintah diberikeleluasaan bertindak atas inisiatif
sendiri.
Pelimpahan kewenangan kepada pemerintah untuk bertindak atas inisiatif sendiri
merupakan pilihan yang mengandung risiko. Kebebasan bertindak seperti tersebut diatas
dapat menimbulkan dampak negatif terhadap keberadaam hak-hak rakyat, sebab keleluasaan
terseubut berpotensi menimbulkan kesewenangan penguasa yang selanjutnya akan melangar
hak-hak idividu. Adapun kesewenangan penguasa akibat [elangaran kewenangan diskresi
yang berlebihan dapat berupa pelangaran hukum, penyalahgunaan kesewenangan, ataupun
kesewenangan-wenangan.
Dalam praktik penyelengaraan negara dan pemerintah moderen, pembatasan kekuasaan
penguasa dilakukan dengan hukum, sehingga lahirlah asas legalitas dalam arti sempit dikenal
dengan (watmatigheid van bestuur ) dan dalam arti luas dikenal dengan ( rechtmatigheid van
besstuur).
Pembatasan kewenangan pemerintah berdasarkan hukum yang dikenal dengan asas
legealitas mengandung konsekuensi terhadap penguasa atau pemerintah. Di satu sisi,
pembatasan kewenangan berdasarkan hukum seperti itu bearti jika penguasa atau pemerintah
melangar pembatasan yang di atur dalam undang-undang.

D. Hubungan Asas Freies Ermessen (Asas Direksi ) dengan Peraturan Kebijakan


(Bleids Regel)
Asas diskresi ( freies Ermessen ) dan peraturan kebijakan merupakan substansi yang
berbeda, akan tetapi memiliki hubungan yang sangat erat dalam lingkungan hukum
admiistrasi negara. Hubungan kedua substansi tersebut digambarkan dalam suatu pernyataan,
bahawa asas diskresi tidak mungkin dapat diselengarakan tanpa adanya eksistensi peraturan
kebijakan . hubungan asas diskresi dengan peraturan kebijakan dapat dijelaskan dengan
berpedoman kepada sifat-sifat kebuijakan yang diambil oleh pejabat administrasi negara yang
bersifat tidak terikat dalam rangka penyelenggaraan tugas-tugas pemerintahan.
Dalam rangka tugas-tugas pemerintah atau pejebat administrasi negara dapat mengambil
kebijakan-kebijakan yang bersifat terikat. Kebijakan-kebijakan yang bersifiat terikat
merupakan kebijakan yang ditetapkan pejabat administrasi negara sesuai dengan syarat-syarat
yang ditetapkan dalam undang-undang . dalam hal ini undang-undang menetapkan syarat-
syarat yang harus dipenuhi, supaya pejabat administrasi negara tersebut tidak melenceng dari
persyaratan yang ditetapkan dalam undang-undang
Selain kebijakan yang bersifat terikat, pemerintah atau pejabat administrasi negara juga
dapat menetapkan kebijaka-kebijakanyang bersifat bebas.kebijakan yangbersifat bebas ini
ditetapkan pleh pejabat administrasi negara berdasarkan kewenangan bertindak. Kebijakan
bersifat bebas adalahkebijakan yang ditetapkan berdasrkan pertimbangan pejabat
adminitstrasi negara itu sendiri.
Peraturan kebijakan diciptakan oleh pejabat administrasi negara dalam menyelengarakan
tugas-tugas pemerintah. Eksistensi peraturan kebijakan merupakan konsekuensi atas negara
hukum kesejehteraan yang memberikan yag membebankan tugas yang sangat luas kepada
pejabat administrasi negara. Peraturn kebijakan merupakan produk kebijakan yang bersifat
bebas dan dapat dituangkan dalam suatu format dan berlaku secara umum. Dalam praktik
penyelengaraan pemerintah, peraturan kebijakan dan peraturan perundang-perudang memang
hidup secara berdampingan.

E. Ciri-ciri Macam-macam Kebijakan


Peraturan kebijakan merupakan produk kebijakn yang bersifat bebas, ditetapkan oleh pejabat-
pejabat administrasi negara dalam rangka penyelengaraan tugas-tugas pemerintahan. J.H Van
Kreveld Mengemukakan secara singkat ciri-ciri peraturan kebijakan yang meliputi sebagai
berikut :
1. Peraturan langsung atau tidak langsung, tidak berdasarkan pada ketentuan undang-
undang formal atau UUD yang memberikan kewenangan mengatur, dengan kata lain,
peraturan itu tidak ditemukan dasarnya dalam undang-undang
2. Peraturan, itu tidka tertulis dan muncul melalui serangkaian keputusan-keputusan
instansi pemerintah dalam melaksanakan kewenangan pemerintah yang bebas terhadap
warga negara, atau ditetapkan secara tertulis oleh instansi pemerintah tesebut.
3. Peraturanitu memberikan petunjuk secara umum, dengan kata lain tanpa persyaratan
dari individu warga negara mengenai bagaimana instansi pemerintah melaksanakan
kewenangan pemerintahannya yang bebas terhadap setiap individu warga negara yang
berbeda dalam situasi yang dirumuskan dalam peraturan itu.

Selanjutnya Bagir Manan mengemukakan ciri-ciri peraturan kebijakan yang meliputi :


1. Peraturan kebijaksanaan bukan merupakan peraturan perundang-undang
2. Asas-asas pembatasan dan pengujian terhadap peraturan perundan-undangan tidak
dapat diberlakukan pada peraturan kebijakan
3. Peraturan kebijaksanaan tidak dapat di duji secara wetmetigheid, karena memang tidak
ada dasar peraturan perundang-undangan untuk membuat keputusan peraturan kebijakan
tersebut
4. Peratura kebijaksanaan dibuat berdasarkan Freies Ermessen dan ketiadaan wewenang
administrasi bersangkutan membuat peraturan perundang-undangan.
5. Pengujian terhadap peraturan kebijaksanaan lebih diserahkan pada doelmatigheid
sehingga batu jinya adalah asas-asas umum pemerintahan yang layak.
6. Dalampraktik,diberi format dalam berbagai bentuk danjenis aturan yakni keputusan,
istruksi, surat edaran, pengumuman, dan lain-lain bahkan dapat dijumpai dalam bentuk
peraturan.
BAB 6
Ketetapan Tata Usaha Negara ( Beschikking )

A. Pnegertian Tata Usaha Negara ( Beschikking )


Ketetapan Tata Usaha Negara pertama kali di perkenalkan oleh seorang sarjana
Jerman, Oto Mayer dengan istilah verweltungsakt. istilah ini dikenal di negeri belanda
dengan nama Becshikking oleh Van Vollen Hoven dan C.W Van Der Pot oleh beberapa
penulis seperti AM.Donner H.D, Van Wijk/Willemkonijnenbelt, dan lain-lain, dianggap
sebagai “ de vader van hrt moderne beskikingsbegrip “
Di Indonesia Istilah Kettapan Usaha Negara, diperkenalkan pertam kali oleh WF.
Prins. Ada yang menerjamahkan istilah Beschikking ini dengan ketetapan, dengan istilah
“Keputusan”. Istilah Beschikking sudah sangat tua, di kalangan para sarjana terdapat
perbedaan dalam mendefenisikan istilah ketetapan.berikut ini akan dikemukakan
beberapa defenisi ketetapan antara lain :
1. Ketetapan adalah pernyataan kehendak dariorgan pemerintah untuk melaksanakan
hal khusus, di tunjukan unutk menciptakan hubungan hukum baru, mengubah atau
menghapus hubungan hukum yang ada
2. Ketetapan adalah suatu pernyataan kehendak yang disebabkan oleh surat
permohonan yang diajukan, atau setidak-tidaknya keinginan atau keperluan yang
dinyatakan.
3. Ketetapan adalah keputusan tertulis dari admnistrasi negara yang mempunyai
akibat hukum
4. Ketetapan adalah perbuatan publik bersegi satu yang dilakukan oleh alat-alat
pemerintahan berdasarkan suatu kekuasaan istimewa.
5. Ketetapan adalah suatu tindakan hukum yang bersifat sepihak dalam bidang
pemerintahaan yang di lakukan oleh suatubadan pemerintahan berdasarkan
wewenang yang luar biasa.

B. Unsur-unsur Ketetapan Tata Usaha Negara ( Beschikking )


1. Pernyataan kehendak sepihak
2. Dikeluarkan oleh organ pemerintahan
3. Didasarkan pada wewenang hukum yang bersifat publik
4. Ditunjukan untuk hal khususatau peristiwa konkret dan individual
5. Dengan maksud untuk menimbulkan akibat hukum dalam bidang administrasi
Berdasarkan pasal 1 angka 3 Undang-undang No 5 Tahun 1986 “ suatu penetapan
tertulis berdasarkan peraturan perundang-undang yang berlaku, yang bersifat konkret,
individual, dan final yang menimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau badan
hukum perdata.
Berdasarkan definisi diatasdapat ditarik kesimpulan bahwa unsur-unsur ketetapan
antara lain :
1. Penetapan tertulis
2. Dikeluarkan oleh Badan/Pejabat Tata Usaha Negara
3. Berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku
4. Berdifat konkret,individual dan final
5. Menmbulkan akibat hukum
6. Seseorang atau badan hukum perdata
Selanjutnya akan dijelaskan unsur-unsur ketetapan tersebut secara rinci:

1. Penetapan Tertulis
secara teoritis, hubungan hukum publlik berbeda dengan hubungan hukum
perdata. Hubungan hukum publik bersifat segi satu sedangkan hubungan hukum
perdata bersifat dua pihak. Dengan demikian, jelas bahwa ketetapan merupakan
pernyataan kehendak sepihak secara tertulis.
Menurut Soeharjo keputusan TUN adalah keputusan sepihak dari organ
pemerintah. Keputusanitu adalah keputusan sepihak karena begaimanapun keputusan
itu tergantung dari pemerintah yang dapat memberikan atau menolak.
Berdasrkan pejelasan pasal 1 angka 3 UUD No. 5 tahun 1986, istilah
penetapan tertulis menunjukan kepada isi bukan kepada bentuk keputusan memang
diharuskan tertulis, akan tetapi yang diisyaratkan harus tertulis bahkanbentuk
formatnya, seperti surat keputusan pengangkatan dan lainsebagainya.

2. Dikeluarkan oleh Pemerintah


Dalam raktik kenegaraan kita mengenal ketetapan atau keputusan yagn
dikeluarkan oleh organ-organ kenegaraan seperti ketetapan DPR, MPR dan keputusan
Presiden dll. Tetapi ketetapan yang dimaksudkan adalah ketetapn yang dikeluarkan
pemerintah selaku administrasi negara, Tata Usaha Negara adalah administrasi baikdi
pusat maupun di daerah. Disebutkan bahwa yang dimaksud dengan “ urusan
pemerintah “ adalah kegiatan yang bersifat eksekiutif
3. Berdasarkan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku
Ketetapan merupakan hasil dari tindakan hukum pemrintahan. Dalam negera
hukum setiap tindakan harus di dasarkan pada asas legalitas. Dalam hal pembuatan dn
penerbitan suatu ketetapan haruslah berdasarkan pada peraaturan perundang-undangan
yang berlaku atau dengan kata lain harus berdasarkan pada wewenang pemerintahan
yang diberikan oleh perundang-undang. Tanpa dasar kewenangan,pemerintah tidak
dapat membuat maupun menerbitkan ketetapan. Organ pemerintah tersebut
mendapatkan kewenangan dalam hal membuat ketetapan melalui tiga cara yaitu :
atribusi, delagasi dan mandat

4. Bersifat Konkret, Individual dan Final


Berdasrkan pasal 1angka 3 UUD No 1986, ketetapan memiliki sifat konkret,
individual, dan final. Dalam penjelasanya disebutkan bahwa, konkret berarti objek
yang diputuskan dalam ketetapan Tata Usaha Negara tersebut tidak abstrak,
tetapiberwujud, tentu atau dapat di tentukan. Individual artinya ketetapan Tata Usaha
Negara tersebut tidak ditunjukan untuk umum, tetapi tertentu baik alamat maupun
yang dituju. Kalau yang di tuju lebih dari satu orang tiap-tiap nama orang yang
termaktub dalam ketetapan itu. Final bearti sudah defenitif sehingga dapat
menimbulkan akibat hukum.

5. Menimbulkan Akibat Hukum


Akibat hukum yang dmaksud yang lahir dari keputusan adalah munculnya hak,
kewajiban kewenangan atau status tertentu. Dapat di terik kesimpulan bahwa akibat
hukum yang dimaksud adalah munculnya atau lenyapnya hak dan kewajiban bagi
subjek hukum tertentu. Akibat hukum yang lahir dari tindakan hukum dalam hal ini
akibat dikeluarkan ketetapan, bearti muncul atau lenyapnya hak dan kewajiban bagi
subjek hukum tertentu segera setelah adanya ketetapan tertentu.

6. Seorang atau Badan Hukum Perdata


Badan hukum keperdataan dalam keadaan dan alasan tertentu dapat
dikualifikasikan sebagai jabatan khususnya ketika sedang menjalankan salah satu fungsi
pemerintahan, dengan persyaratan yang telah di jelaskan di atas . menurut Indroharto
badan hukum adalah murni badan yang menuntut penertian hukum perdata berstatus
sebagai badan hukum, seperti CV, PT, Firma, Yayasan, perkumpulan dsb, yang berstatus
badan hukum. Jadi bukan lembaga badan hukum publik yang berstatus sebagai badan
hukum seperti provinsi, kabupaten, departeman dan yang sedang melaksanakan suatu
tugas pemerintahan yang statusnya dianggap sebagai badan atau jabatan TUN.

C. Macam-macam Ketetapan Tata Usaha Negara ( Beschikking )


Secara teoritis hukum administrasi, dikenal ada beberapa macam dan sifat ketetapan
adalah sebagai berikut :
1. Ketetapan Deklaratoir dan Ketetapan Konstitutif
Ketetapan deklarator adalah ketetapan yang tidak mengubah hak dan kewajiban yang
telah ada, tetapi sekedar menyatakan hak dan kewajiban tersebut. Ketetapan
mempunyai sifat deklator ketika ketetapan itu dimaksudkan unutk menetapkan
meningkatnya suatu hubungan hukum atau ketetapan itu maksudnya mengakui suatu
hak yang sudah ada, sedangkan ketika ketetapanitu melahirkanataumenghapuskan
suatu hubungan hukum atauketetapanitu menimbulkan suatu hak baru ynag
sebelumnya tidak dipunyai oleh seorang yang namanya tercantum dalamketetapanitu,
ketetapanin disebut dengan ketetapan yang bersifat konstutif.\
Ketetapan konstitutif dapat berupa hal-hal diantaranya :
a. Ketetapan yang meletakan kewajiban unutk melakukan sesuatu, tidak unutk
melakukan sesuatu, atau memperkenankan sesuatu
b. Ketetapan-ketetapan yang memberikan status pada seseorang, lembaga atau
perusahaan dan oleh kerena itu seseorang atau perusahaan itu dapat
menetapkan aturan hukum tertentu.
c. Ketetapan-ketetapan yang meletakan prestasi atau harapan pada perbuatan
pemerintah subsidi atau bantuan.
d. Ketetapan yangmengizinkan sesuatu yang sebelumnya tidak diizinkan
e. Ketetapan-ketetapan yang menyetujui atau membatalkan berlakuknya
ketetapan organ yang lebih rendah pengeshan atau pembatalan.

2. Ketetapan yang menguntungkan dan memberi beban


Ketetapan yang berdift menguntungkan artinya memberikan hak-hak atau
memberikan kemungkinan untuk emmeperoleh sesuatu ynag tanpa adanya ketetapan
itu tidak akan ada atau bila ketetapan itumemberikankeringanan beban yang ada atau
mungkin ada.sementaraitu ketetapan yang memberikan beban adalah ketetapan yang
meletakan kewajiban yang sebelumnya tidak ada atau ketetapan mengenai pernolakan
terhadap permohonan untuk memperoleh keringanan
3. Ketetapan eenmaling dan ketetapan yang Permanen
Ketetapan Eemaling adalah ketetapan yang hanya berlaku sekali atau ketetapan
sepintas lalu, yang dalam istilah lain dikenal dengan ketetapan yang berdifat kilat,
sedangkan ketetapan permanen adalah ketetapan yang memiliki masa berlaku yan
grelatif lama.3

4. Ketetapan yang bebas dan yang Terikat


Ketetapan yang bersifat bebas adalah ketetapan yang di dasarkan pada
kewenangan bebas atau kebebasan betindak yang dimiliki oleh pejabat tata usaha
negara baik dalambentuk kebebeasan kebijaksanan maupun kebebeasaninterprestasi,
semsentar itu ketetapan yang teikat berarti ketetapan itu hanya melaksanakan
ketentuan yan gsudah ada tanpa adanya ruang kebebeasan bagi pejabat yang
bersangkutan

5. Ketetapan Positif da negatif


Ketetapan positif adalah ketetapan yang menimbulkan hak dan kewajiban bagi
yang dikenal ketetapan sedangkan ketetapan negatif adalah ketetapan yang tidak
menimbulkan perubahan keaddan hukum yang telah ada.

6. Ketetapan peroragan dan kebedaan


Ketetapan perorangan adalah ketetapan yang diterbitkan berdasarkan kualitas
pribadi orang. Sedangkan ketetapan kebedaan adalah keputusan yang diterbitkan atas
dasar kualitas kebedaan atau ketetapan yang berkaitan dengan benda.

D. Syarat-syarat Pembuatan Tata Usaha Negara (Beschikking)


Ada bebrapa syarat yang harus diperhatikan dalam pembuatan Ketetapan Tata Usaha
Negara, syarat-syarat tersebut mencakup syarat material dan syarat formal.
a. Syarat-syarat material terdiri dari :
1. Organ pemerintah yang membuat ketetapan harus berwenang
2. Karena ketetapan merupakan suatu pernyataan kehendak, ketetapan tidak boleh
mengandung kekurangan-kekurangan yudiris seperti,penipuan, paksaan, suap,
atau kesesatan
3. Ketetapan harus berdasarkan suatu keadaan tertentu
4. Ketetapan harus dapt dilaksanakan dan tanpa melangar peraturan-peraturan lain,
serta isi dan tujuan itu harus sesuai dengan isi dan tujuan peraturan dasar.
b. Syarat-syarat formal terdiri dari :
1. Syarat-syarat yan gditentukan berhubungan dengan persiapan dibuatnya ketetapan
dan berhubung dengan cara dibuatnya ketetapan harus dipenuhi.
2. Ketetapan harus diberi bentuk yang ditentukan dalam peraturan perundang-
undamgan yang menjadi dasar dikeluarkannya ketetapan itu
3. Syarat-syarat berhubungan dengan pelaksanaan ketetapanitu harus dipenuhi
4. Jangka waktu harus ditentukan antara timbulnya hal-hal yang menyebabkan
dibuatnya dan diumumkannya ketetapan ituharus diperhatikan.

Apabila ketetapan tesebut telah memenuhi syarat meterial dan syarat formal, maka ketetapan
itu sah menurut hukum, sebaliknya apabila satu diantara nya tidak terpenuhi maka ketetapan
itumengandung kekurangan dan menjadi tidak sah.
A.M Donner mengemukakan akibat-akibat dari ketetapanyang tidaksah sebagai
berikut :
a. Ketetapan itu harus dianggap batal sama sekali
b. Berlakunya ketetapan itu dapat digugat :
1. Dalam banding
2. Dalam pembatalan oleh jabatan
3. Dalam penarikan kembali oleh kekuasaan yan gberhak mengeluarkan ketetapan itu
c. Dalam hal ini ketetapan tersebut, sebelum dapat berlaku, memerlukan persetujuan,
badan kenegaraan yang lebih itnggi persetujuan itu tidak diberi.
d. Ketetapan itu diberi tujuan pada tujuan pemulaannya

Walaupun suatu ketetapan itu dianggap sah dan akan menimbulkan akibat hukum, namun
ketetapan tersebut tidak dengan sendirinya berlaku. Karea untuk berlakunya suatu ketetapan
harus memperhatikan tiga hal antara lain sebagai berikut :
a. Jika berdasarkan peraturan dasarnya terhadap ketetapan itu tidak memberi
kemungkinan mengajukan permohonan banding bagi yang dikenal ketetapan,
ketetapan itu mulai berlaku sejak di terbitkan.
b. Jika berdasarkan dasarnya terdapat kemungkinan untuk mengajukan banding tehadap
ketetapan yang bersangkutan. Keberlakuan ketetapan itu tergantung dari proses
banding
c. Jika ketetapan itu memerlukan pengesahan dari organ atau instansi pemerintah yang
lebih tinggi, ketetapan itu mulai berlaku setelah mendapatkan pengesahan.
Ketetapan yag sah dan telah berlaku, dengan sendirinya memiliki kekuatan huum formal serta
kekuatan hukum material. Ketetapan Tata Usaha Negaa memiliki kekuatan hukum formal
apabila memenuhi dyarat sebagai berikut :
a. Keetapan tersebut tellah mendapat persetujuan unutk berlaku dari alat negata yang
lebih tinggi yang berhak memberikan persetujuan tersebut.
b. Suatu ketetpan dimana permohonan unutk banding terhaadap ketetapan itu ditolak
atau karena tidak mengunkan hak bandingnnya dalam jangka waktu yan gtealh
ditentukan oleh udang-undang.
BAB 7
Perizinan ( verguning )
A. Pengertian Perizinan
Perizinan adalah suatu hal yan gtidak mudahpendapat ini dikemukakan oleh Sjachran
Basah ini seiring dengan pendapat Van Der Pot “ sangat sukar membuat defenisis unutk
menyatakan pengertian izin “.ada beberapa istilah lain yang mempunyi kesejajaran izin.
Antara lain Dispensi, konsesi, dan Lisesi. Dispensi adalah keputusan administrasinegara
yang membebaskan suatu perbuatan tersebut. Dispensi baerti menyisihkan pelangaran
dalam hal khusus. Lisensi adalah suatu izin yang memberikan hal unutk
menyelengarakan suatu perusahaan. Lisensi digunakan unutk menyatakan suatu izin yang
memperkenankan seorang unutk menjalankan suatu perusahaan dengan izin khusus atau
istimewa. Sedangkan konsensi merupakan suatu izin yang berhubungan dengan
perkerjaan yang besar dimana kepentingan umum terlibat erat sekali sehinggasebenarnya
perkerjaan itu menjadi tugs pemerintahtetapi pemerintah diberikan hek penyelengaraan
kepada konsensionaris yang buka pejabat pemerintah.
Sekilas apabila dibandingkan, pengertian izin dengankonsensi tidak berbeda. Msing-
masing berisi perkenaan bagi seseorang untuk melakukan suatu perkerjaan atau
perbuataan tertentu. Pada hakikatnya antara izin dengan kosensi itu tidak ada suatu
perbedaan yudiris.

B. Unsur-unsur Izin
1. Instrumen Yuridis
Dalam rangka mellaksanakn tugas kewenangan pemerintah diberi kewenangan dalam
hal pengaturandengan inimenghasilkan suatu instrumenyuridis dalam bentuk
ketetapan. Berdasarkan jenis-jenis ketetapan, izin termasuk kedalam bentuk ketetapan
yang berisifat konstitutif, yaitu ketetapan yang menimbulkan hak baru yang
sebelumya tidak dimiliki seorang yang namanya tercantum dalam ketetapan.

2. Peraturan Perundang-undangan
Penerbitan suatu izin merupakan tindakan hukum dari pemerintah pada umumnya,
wewenang pemerintah unutk mengeluarkan izin ditentukan secara tegas dalam
peraturan perundang-undangan yang menjadi landasan dari perizinan tersebut.
3. Oragan Pemerintah
Organ pemerintah disini tidak lain adalah organ pemerintah yang menalankan roda
pemerintahan.berkaitan dengan Negara Indonesia yaitu negara kesatuan, maka
yuangmenjalankan pemerintah adalahpemrintah pusat danpemerintah daerah.

4. Peristiwa Konkret
Peristiwa konkret yang di maksud adalah periatiwa yang terjadi pada waktu tertentu,
orang tertentu, tempat tertentu, dan fakta hukum tetentu.

5. Prosedur dan Persyaratan


Syasyarat dalam penerbitanizin bersifat konstotutif dan kondisional. Konstutif karea di
tentukan suatu perbuatan atau tingkah laku tertentu yang harus di penuhi , artinya
dalam hal pemberian izin itu harus di tentukan suatu perbuatan konkret dan bila tidak
di penuhi dapat dikenai sangsi. Berdifat konsitional karena penilaian tersebut baru ada
dan dapat dilihat seta dapat dinilai setelah perbuatan atau tingkah laku yang
disyaratkan itu terjadi.

C. Fungsi dan Tujuan Perizinan


Keragaman peritiwa konkret menyebabkan keragaman dari tujuan izin. secara umum
tujuan izin adalah sebagai berikut :
1. Keinginan mengarahkan/mengendalikan aktivitas tertentu
2. Izin mencegah bahaya dari lingkungan
3. Keinginanunutk melindungi objek-objek tertentu
4. Izin hendakmembagi benda-benda yang sedikit
5. Izin memberikan [engrahan, dengan menyeleksi orang-orang dan aktivitas-
aktivitas

D. Betuk dan Isi Izin


sebagai salah satu ketetapan secara umum izin membuat hal-hal sebagai berikut :
1. Organ yang berwenang
Dalam izin dinyatakan siapa yang menberikan, biadanya dari kepada surat dan
penandatanganan izin akan nyata organ mana yang memberikan izin. Pada
umumnya pembuat aturan akanmeunjukan organ berwewenang dalam sistem
perizina, organ myan paling berbekal mengenai materi dan tugas bersangkutan,
dan hampir selalu terikat dalam organ pemerintah.
2. Yang dialamatkan
Isin ditunjukan kepada pihak yang berkepentingan. Biasanya izin ini lahir setelah
yang berkepentingan mengajukan permohonan uutk itu. Keputusanyang membuat
izin akan dialamatkan kepada pihak yang memohon izin.

3. Diktum
Keputusan yang membuat izin demi alasan kepastian hukum. Harus memuat
uraian jelas mungkin unutk apa izin tersebut diberikan .dinamakan diktum, yang
merupakandari keputusan. Setidak-tidaknya diktum ini terdiri dari keputusan pasti
yang membuat hak-hak dan kewajiban-kewajiban yan gditunjukan oleh keputusan
itu.

4. Ketentuan-ketentuan, Pembatasan-pembatasan, dan Syarat-syarat


Ketentuan-ketentuan ialah kewajiban-kewajiban yang dapat dikaitkan pada
keputusanyan gmenguntngkan. Ketentuan-ketentuan pada izin banyak terdapat
dalam praktik hukum administrasi. Dalam hal izin yang tidak dipatuhi ,
pemerintah harus memutuskan sendiri saksi yang dijatuhkan terhadap pelangaran
izin ini.

5. Pemberi Alasan
Pemberian alasan dapat berisikan hal-hal seperti, penyebutan ketentuan undang-
undang pertimbangan-pertimbangan hukum, dan penetapan fakta.

6. Pemberitahuan-pemberitahuan Tambahan
Pemberitahuan tambahan dapat berisikan ,bahwa kepada yang dialamatkan atau
ditunjukan akibat dari pelangaran dalam izin, seperti sanksi-saksi yang mungkin
diberikan pada ketidakpetuhan. Pemberitahuan-pemberitahuan ini mingkin saja
merupakan petunjuk-petunjuk yang berhubungan dengan kebijaksanaan
sekarangatau dikemudian hari. Pemberitahuan-pemberitahun tambahan ini sejenis
pertimbangan yang berlebihan pada dasarnya terlepas dari kdiktum selaku inti
ketetapan.
BAB 8
Asas-asas Umum Pemrintahan yang Baik

A. Pengertian dan Perkembangannya


Menurut KBBI asas mengndung beberapa arti, asas dapat mengandung arti sebagai
dasar (sesuatu yang menjadi tumpuan berfikir atau berpendapat ) dasar cita-cita (
perkumpulan atau organisasi ), hukum dasar. Apabila berpedom dari arti harfiah asas
yang dikemukakan di atas yaitu asas umum pemerintahaan yang baik dapat dipahami
sebagai dasar umum dalam penyelengaraan pemerintah yang baik,
Namun kesimpulan seperti dikemukakan di atas tidak akanmenambah pemahaman
mengenai asas-asas umum pemerintah yang baik. Asas-asas umum pemerintahaan yang
baik lahir dari praktik penyelengaraan dan pemerintahaan, sehingga bukan produk formal
dari lembaga negaraseperti layaknya undang-undang. Adapun fungsi dari asas-asas
umum pemrintahan yang baik dalam penyelangaraan pemerintahan adalah sebagai
pedoman atau penunutn bagi pemerintah atau pejabatadministrasi negara dalam rangka
mewujudkan pemerintahan yang bak (good governance ).
Asas asas umum pemerintahaan yang baik pada mulanya, bukanlah merupakan
sekumpulan norma-norma hukum, akan tetapi sekumpulan prinsip yang bermuatan etis.
Seiring laju perkembangan zaman menuntut pemerintah atau pejabat administrasi negara
unutk semakin memperhatikan aspek kepastian hukum dalam penyelangaraan
pemerintahaan, demi mewujudkan ketentraman serta ketertiban dalam kehidupan
masyarakat.
Dalam perkembangannya asas-asas umum pemerintahan yangbaik dri tendesi etis
mengalami proses positivasi menjadi hukum tidak tertulis di indonesia, prosese
positivasidari asas-asas umum pemerintahanyang baik dimulai sejak tahun 1994. Pada
perkembanga akhir asas-asas umumj pemerintahaan yang baik berkembang menjadi
hukum yang positif tertuli.
Asas-asas umum pemerintah yang baik mulai berkembang dalam lapangan hukum
administrasi negara dibeland pada sekitaran tahun 1950. Berkaitan dengan hal ini, di
negeri belanda terjadi penyimpangan dari tindakan pemerintah yang mengkibatkan
terampasnya hak asasi warga negara.
Dalamkaitan ini, kuntjoro purbopranoto mengemukakan, sebelum asas-asas umum
pemerintahaan yang baik digunakan dalam sistem perundang-undangan Belanda, ada
oposisi yang besar terutama dikalangan pegawai sebagai alat perlengkapan pemerintah.
B. Macam-macam Asas-asas Umum Pemerintahan yang Baik
Crince Le Roy mengemukakan 11 asas umum pemerintahan yang baik dalam
lapangan hukum administrasi danpabrik praktik penyelengaraan pemerintahaan di
belanda yang meliputi :
1. Asas kepastian Hukum
Asas kepastian hukum adalah asas yang bertujuan unutk menghormati hak-hak yan
gtelah dimilki seorang berdasarkan kepututsan badan atau pejabat administrasi
negara
2. Asas Keseimbangan
Asas keseimbangan adalah asas yang berkenaan dengan kesimbangan antara hukum
yang dapat dikenakan terhadap seoranmg pegawai dangan kelalaian yang
bersangkutan
3. Asas kesamaan dalam mengambil keputusan
Asas kesamaan dalam mengambil keputusan mempunyia arti bahawa pejabat
administrasi negara pada hakikatnya harus mengambil tindakanyang sama atas
kasus-kasus yang faktanya sama
4. Asas bertindak cermat
Asas bertindak cermat mengkehendaki agar badan atau pejabat administrasi negara
senantiasa bertindak secara hati-hati agar tidak menimbulkan kerugian bagi warga
masyarakat
5. Asas motivasi dalam setiap keputusan
Asas motivasi dalam setiap keputusan mengandung arti bahwa setiapkeputusan
badan ataupejabat administrasi negara harus di dasari oleh suatu alasan atau
motivasi yang cukup, yakni adil dan jelas.
6. Asas larangan mencampur adukan kewenangan
Asas larangan mencampuradukan kewenangan berkaitan denga larangan bagi badan
atau pejabat administrasi negara unutk menggunakan kewenangannya untuk
tujuanlain, selai ndari tujuan yan gtelah ditetapkan unutk kewenangan tersebut.
7. Asas permainan yang layak
Asas permainan yang layak yakni badan atau pejabat administrasi negara harus
memberi kesempatan yang seluas-luasnya kepada setiap warga negara unutk
mencari kebenaran dan keadilan.
8. Asas keadilan atau kewajaran
Asas keadilandn kewajaran menginginkan supaya pejabat administrasi negara
dalam mengambil suatu keputusan ataupun tindakan perlu sealalu memperhtikan
keadilan dankewajaran.
9. Asas menangapi penghargaan yang wajar
Asas menangapi penghargaanyang wajar menghendaki agar setiap tindakn yang
dilakukan oleh pemerintah harus menimbulkan harapan bagi warga negara.
10. Asas meniadakan akibat keputusan yang batal
Asas meniadakan akibat keputusan yang batal menghendaki supaya pejabat
administrasi negara meniadakan semua akibat yang ditimbulkan dari suatu
keputusan yang kemudian dinyatakan batal
11. Asas perlindungan atas pendangan cara hidup pribadi
Asas perlindungan atas pandangan cara hidup pribadi menghendaki supaya
pemerintah atau pejabat negara, memberikan perlindungan kepada setiap warga
negara .

Anda mungkin juga menyukai