PENDAHULUAN
Dalam kepustakaan, terdapat pembagian sifat wewenang pemerintahan, yaitu bersifat terikat,
fakulatif, dan bebas terutama dalam kaitannya dengan kewenangan pembuatan dan penerbitan
keputusan-keputusan da ketepatan-ketepatan oleh organ pemerintah sehinggadikenal ada
keputusan atau ketetapan yang bersifat terikat dan bebas. Indroharto mengatakan sebagai
berikut
1. Wewenang pemerintah yang bersifat terikat, yakni peraturan dasarnya menentukan
kapan dan dan dalam keadaan yang begaimana wewenang tersebut dapat digunakan
atau peraturan dasarnya sedikit banyak menentukan tentang isi dari keputusan yang
harus diambil. Dengan kata lain, terjadi apabila peraturan dasae yang menentukan isi
dari keputusan yang harus di ambil secara rinci, maka wewenang pemerintahan
semacam ini merupakan wewenang yang terikat.
2. Wewenang fakulatif terjadi dalam hal badan atau pejabat tata usaha negara yang
bersangkutan tidak wajib menerapkan wewenangnya atau sedikit banyak masih ada
pilihan, sekalipun pilihan itu hanya dapat dilakukan dalan hal-hal atau keadaan-
keadaan tertentu sebagaimana ditentukan dalam peraturan dasar.
3. Wewenang bebas, yakni terjadi ketika peraturan dasrnya memberi kebebasan kepada
badan atau pejabat tata usaha negara untuk menentukan sendiri mengenasi isi dari
keputusan yang akan dikeluarkan atau peraturan dasrnya memberikan ruang lingkup
kebebasan kepada pejabat tata usaha yang bersangkutan.
BAB V
ASAS KEBEBASAN BERTINDAK
A. Pengertian Asas Diskresi
Asas freies ermessen atau asas diskresi, dapat dipandang sebagai asas ysng bertujuan
untuk mengisi kekurangan atau melengkapi asas legalitas supaya cita-cita egara hukum
material dapat diwujudkan. Ridwan H. R mengemukakan, freies emerseen ini muncul
sebagai alternatif unutk mengisi kekurangan dan kelemahan di dalam penerapan adad
legalitas.
Secara erimologi, fries emerssen berasal dari kata frei yang berarti bebas, lepas, tidak
terikat, dan merdeka, serta ermessen yang berarti mempertimbangkan, menilai, menduga,
dan memperkirankan.
Henry Black Campbell mengemukakan pengertian diskresi sebagai berikut :
Istilah freies ermessen kemudian masuk dalam khazanah Hukum Administrasi Negara,
bahkan freis ermessen menjadi salah satu pokok bahasan yang sangat peting dalam
Hukum Administrasi Negara seperti halnya topik asas legalitas dan asas-asas umum
permerintahaan yang baik. Dalam hubungan denganpengertian tersebut, Ridwan H.R
mengemukakan bahwa freies ermessen berarti orang yang memiliki kebebesan untuk
menilai, menduga, dan mempertimbangkan sesuatu.
Pelaku freiess ermessen atau diskresi adalah pejaba-pejabat atau badan-badan
administrasi negara. Tujuan pemberian dikresi atau frries ermessen sebagai suatu
kebebasan bertindak atas inisiatif sendiri adalah unutk memberikan ruang gerak bagi
pemerintah dalam melakukan tindakan dengan cepat sesuai dengan situasi dan kondisi.
Kebebasan bertindak atas inisiatif sendiri yang diberikan kepada pemerintah atau pejabat
administrasi negata seperti dikemukakan di atas menimbulkan pertanyaan sebagai
berikut.
a. dalam hal apa atau keadaan bagaimana pemerintah dapat melakukan tindakan atas
insiatif sendiri ?
b. apakah pemerintah dapat melakukan tindakan atas ainisiatis secara bebas tanpa ada
patokan atau batas-batasnua ?
pertanyaan-pertanyan yang dikemukakan di atas berujuan untuk memperlias dan
memperdalam wawasan berkenaan dengan ekstitensi sidkresi atau fries ermessen dalam
perspektif negara hukum kesejahteraan.
Berikut unsur-unsur dari freiesermessen dalam suatu negara hukum, yang meliputi sebagai
berikut :
1. Ditunjukanunruk menjalankan tugas-tugas servis publik
2. Merupakan sikap tindak yang aktif dari administrasi negara
3. Dikap tindaki itu dimungkinkan oleh hukum
4. Sikap tindak itu diambil atas inisiatif sendiri
5. Sikap tindak itu dimaksudkan untuk menyelesaikan persoalan-persoalaan penting ynag
timbul secara tiba-tiba
6. Sikap tindak itu fapat di pertangung jawablan baik secara moral kepada Tuhan Yang
Mahak Esa maupun secara hukum.
Freies Ermessen muncul sebagai alternatif untuk mengisi kekurangan dan kelemahan
di dalam penerapana asas legalitas. Ada tigaalasan tindakan disjresi atau tindakan atas
inisiatif sendiri, yaitu sebagai berikut :\
1. Belum ada peratura perundng-undang yang mengatur tentang penyelesian in concreto
terhadap suatu masalah padahal masalah tersebut menuntut penyelesaian segera/
2. Peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar tindakan aparat pemerintah telah
memberikankebebesan sepenuhnya.
3. Adanya delegasi perundang-undang, yaitu pemberian kekuasaan untuk mengatur
sendiri kepad pemerintah, yang sebenarnya kekuasaan in dimiliki oleh aparat yang
lebih tinggi tingkatnya.
Dalam kondisi yang pertaman seperti dikemukakan di atas diskresi mengandung arti,
sebagai suatu tindakan pemerintah yang dilakukan atas inisiatif sendiri, akibat terjadi
kekosongan hukum ( undang-undang ) inconreto. Dalam kondisi tersebut, kekosongan hukum
tersebut harus diisi oleh pemerintah dengan menetapknan sendiri hukum yang berlaku
terhadap kasus yang bersangkutan, karena belum ada undang-undang yang dapat dijadikan
pedoman bagi pemerintah.
Dalam kondisi yang kedua di atas, diskresi merupakan tindakan yang dilakukan oleh
pemerintah atasa inisiatif sendiri untuk menjalnkan undang-undang , karena undang-undang
itu sendiri tidak mengatur cara untuk menjalaknanya secara khusus.
Dalam kondisi yang ketiga di atas, diskresi merupakan tindakan pemetintah yang
dilakukan atas inisiatif sendiri karena aparat pemerintah diberi kewenangan untuk mengatur
sendiri suatu hal tertentu, meskipun kewenangan unutk mengatur hal tersebut dimiliki oleh
aparat yang lebih tinggi tingkatnya. Dalam kondisi ini, kekuasaan yang lebih tinggi
menyerahkan kewenangan kepada pejabat administrasi negara unutk menjalankankan
kewenangan tersebut.
Meskipun pemberian freies ermessen kepada pemerintah atau pejabat administrasi negara
merupakan konsekuensi logis dalam bingkai negara hukum kesejahateraan. Akan tetapi dalam
kerangka negara hukum freiess ermessen ini tidsak dapat digunakan tanpa batas. Atas dasar
itu Sjachran Basah mengemukakan unsur-unsur freiess ermessen dlam suatu bukuyang
berjudul Hukum Administrasi Negara. Yang mencakup sebagai berikut :
1. Ditunjukan unutk emnajlankan tugas tugas servis publik
2. Merupakan sikap tindak yang aktif dari administrasi negara.
3. Sikap tindak itu dimungkinkan oleh hukum
4. Sikap tindak itu di ambil atas inisiatif sendiri
5. Sikap tindak itu dimaksudkan untuk menyelesikan persoalan-persoalan penting yang
timbul secara tiba-tiba
6. Sikap tindakitu dapat dipertanggungjawabkan baik secara moral kepada Tuhan Yang
Maha Esa maupun secara hukum
Sesuai dengan unsur-unsur freies ermessen yang kemudian di atas dapat penulis
simpulkan bahawa diskresi sebagai suatu tindakan pemerintah yang diambil atas inisistif
sendiri sesunguhnya bukan merupakan tindakan yang sewenang-wenang.
Diskresi bukan merupakan tindakan pejabat administasi negara yang bebas tanpa batas secara
mutlk. Diskresi dapat dilakukan oleh pemerintah atau pejabat adminidtrsi negara semata-mata
demi kepentingan pelaksanaan tugas pelanyanan masyarakat (servis publik)
Dalam lingkungan hukum administrasi negara, wujud tindakan pemerintah yang lahir dari
kewenangan diskresi dapat berbetuk peraturan-peraturan undang-undangan yang tingkatnya di
bawan undang-undang. Freies ermessen tidak boleh bertentangan dengan hukum yang
berlaku,baik hukum yang tertulis maupun hukum yang tidak tertulis. Menurut Muchsan
pembatasan penggunaan freies ermessenadalah sebagai berikut :
1. Penggunaan freies ermessen tidak boleh bertentangan drnga sistem sistem hukum yang
berlaku ( kaidah hukum Positif )
2. Pengunaan freies ermesen hanya ditunjukan demi kepentiangan umum
B. Jenis-jenis Diskresi
Dalam rangka mencegah kemungkinan terjadi kekosongan hukum atau peraturan
perundang-undang , maka diberikan kebebeasan bertindak atas inisiatid sendiri kepada
pemerintah atau pejabat administrasi negara. Pada lapangan hukum administrasi negara
dikenal dua jenis dikresi sebagai bentuk kebebasan betindak atas inisiatif sendiri,yaitu :
1. Diskresi bebas, dikenal dengan istilah wewenang bebas. Undang-undang memberikan
ruang kebebasan yang cukup besar kepada pejabat administrasi negara mengenai car-
cara melaksanakan kewenangan diskresinya. Keleluasaan itu terjadi karena undang-
undang tidak menentukan kriteria yang harus di perhatikan oleh pejabat administrasi
negara dalam menjalankan kewenangan diskresi tersebut.
2. Diskresi terikat. Ruang pertimbangan yang diberikan kepada pemerintah dibatasi oleh
undang-undang, sehingga ruang pertimbangan tersebut bersifat terbatas. Pada diskresi
terikat, undang-undang menetapkan beberapa alternatif yang dapat dipilih dengan
bebas oleh pejabat administrasi negara. Dalam hal ini undang-undang menetapkan
patokan yang menajadi pedoman bagi pejabat administrasi negata dalam menjelankan
diskresinya, sehingga pejabat administrasi negara tersebut tidak boleh menyimpang
dari alternatif yang ditetapkan oleh pembentuk undang-undang
Seiring dengan pembagian 2 jenis diskresi yang dikemukakan di atas. Markus Lukman
mengemukakan pembagian jenis diskeresi dengan istilah yang berbeda :
1. Soebjective beoordelingsruimte ( ruang pertimbangan subjektif ), diberikan oleh
pembentuk undang-undang kepada pejabat atau badan pemerintah hukum publik .
tindakan hukum publik ii dapat berupa pengaturan, atau penetapan
2. Objectieve Beordelingsruimte ( ruang perimbangan objektif ), bertitik tolak pdari
pemberian ruang pertimbangan onjektif oleh pembentuk undang-undang kepada
pejabat atau badan administrasi negara unutk melakukan tindakan hukum ublik
menurut situasi, kondisi, dan objek permasalahan berdassarkan kriteria tertentu.
Namun, kriteria diberikan oleh pembentuk undang-undang biasanya berdifat
samar-samar.
1. Penetapan Tertulis
secara teoritis, hubungan hukum publlik berbeda dengan hubungan hukum
perdata. Hubungan hukum publik bersifat segi satu sedangkan hubungan hukum
perdata bersifat dua pihak. Dengan demikian, jelas bahwa ketetapan merupakan
pernyataan kehendak sepihak secara tertulis.
Menurut Soeharjo keputusan TUN adalah keputusan sepihak dari organ
pemerintah. Keputusanitu adalah keputusan sepihak karena begaimanapun keputusan
itu tergantung dari pemerintah yang dapat memberikan atau menolak.
Berdasrkan pejelasan pasal 1 angka 3 UUD No. 5 tahun 1986, istilah
penetapan tertulis menunjukan kepada isi bukan kepada bentuk keputusan memang
diharuskan tertulis, akan tetapi yang diisyaratkan harus tertulis bahkanbentuk
formatnya, seperti surat keputusan pengangkatan dan lainsebagainya.
Apabila ketetapan tesebut telah memenuhi syarat meterial dan syarat formal, maka ketetapan
itu sah menurut hukum, sebaliknya apabila satu diantara nya tidak terpenuhi maka ketetapan
itumengandung kekurangan dan menjadi tidak sah.
A.M Donner mengemukakan akibat-akibat dari ketetapanyang tidaksah sebagai
berikut :
a. Ketetapan itu harus dianggap batal sama sekali
b. Berlakunya ketetapan itu dapat digugat :
1. Dalam banding
2. Dalam pembatalan oleh jabatan
3. Dalam penarikan kembali oleh kekuasaan yan gberhak mengeluarkan ketetapan itu
c. Dalam hal ini ketetapan tersebut, sebelum dapat berlaku, memerlukan persetujuan,
badan kenegaraan yang lebih itnggi persetujuan itu tidak diberi.
d. Ketetapan itu diberi tujuan pada tujuan pemulaannya
Walaupun suatu ketetapan itu dianggap sah dan akan menimbulkan akibat hukum, namun
ketetapan tersebut tidak dengan sendirinya berlaku. Karea untuk berlakunya suatu ketetapan
harus memperhatikan tiga hal antara lain sebagai berikut :
a. Jika berdasarkan peraturan dasarnya terhadap ketetapan itu tidak memberi
kemungkinan mengajukan permohonan banding bagi yang dikenal ketetapan,
ketetapan itu mulai berlaku sejak di terbitkan.
b. Jika berdasarkan dasarnya terdapat kemungkinan untuk mengajukan banding tehadap
ketetapan yang bersangkutan. Keberlakuan ketetapan itu tergantung dari proses
banding
c. Jika ketetapan itu memerlukan pengesahan dari organ atau instansi pemerintah yang
lebih tinggi, ketetapan itu mulai berlaku setelah mendapatkan pengesahan.
Ketetapan yag sah dan telah berlaku, dengan sendirinya memiliki kekuatan huum formal serta
kekuatan hukum material. Ketetapan Tata Usaha Negaa memiliki kekuatan hukum formal
apabila memenuhi dyarat sebagai berikut :
a. Keetapan tersebut tellah mendapat persetujuan unutk berlaku dari alat negata yang
lebih tinggi yang berhak memberikan persetujuan tersebut.
b. Suatu ketetpan dimana permohonan unutk banding terhaadap ketetapan itu ditolak
atau karena tidak mengunkan hak bandingnnya dalam jangka waktu yan gtealh
ditentukan oleh udang-undang.
BAB 7
Perizinan ( verguning )
A. Pengertian Perizinan
Perizinan adalah suatu hal yan gtidak mudahpendapat ini dikemukakan oleh Sjachran
Basah ini seiring dengan pendapat Van Der Pot “ sangat sukar membuat defenisis unutk
menyatakan pengertian izin “.ada beberapa istilah lain yang mempunyi kesejajaran izin.
Antara lain Dispensi, konsesi, dan Lisesi. Dispensi adalah keputusan administrasinegara
yang membebaskan suatu perbuatan tersebut. Dispensi baerti menyisihkan pelangaran
dalam hal khusus. Lisensi adalah suatu izin yang memberikan hal unutk
menyelengarakan suatu perusahaan. Lisensi digunakan unutk menyatakan suatu izin yang
memperkenankan seorang unutk menjalankan suatu perusahaan dengan izin khusus atau
istimewa. Sedangkan konsensi merupakan suatu izin yang berhubungan dengan
perkerjaan yang besar dimana kepentingan umum terlibat erat sekali sehinggasebenarnya
perkerjaan itu menjadi tugs pemerintahtetapi pemerintah diberikan hek penyelengaraan
kepada konsensionaris yang buka pejabat pemerintah.
Sekilas apabila dibandingkan, pengertian izin dengankonsensi tidak berbeda. Msing-
masing berisi perkenaan bagi seseorang untuk melakukan suatu perkerjaan atau
perbuataan tertentu. Pada hakikatnya antara izin dengan kosensi itu tidak ada suatu
perbedaan yudiris.
B. Unsur-unsur Izin
1. Instrumen Yuridis
Dalam rangka mellaksanakn tugas kewenangan pemerintah diberi kewenangan dalam
hal pengaturandengan inimenghasilkan suatu instrumenyuridis dalam bentuk
ketetapan. Berdasarkan jenis-jenis ketetapan, izin termasuk kedalam bentuk ketetapan
yang berisifat konstitutif, yaitu ketetapan yang menimbulkan hak baru yang
sebelumya tidak dimiliki seorang yang namanya tercantum dalam ketetapan.
2. Peraturan Perundang-undangan
Penerbitan suatu izin merupakan tindakan hukum dari pemerintah pada umumnya,
wewenang pemerintah unutk mengeluarkan izin ditentukan secara tegas dalam
peraturan perundang-undangan yang menjadi landasan dari perizinan tersebut.
3. Oragan Pemerintah
Organ pemerintah disini tidak lain adalah organ pemerintah yang menalankan roda
pemerintahan.berkaitan dengan Negara Indonesia yaitu negara kesatuan, maka
yuangmenjalankan pemerintah adalahpemrintah pusat danpemerintah daerah.
4. Peristiwa Konkret
Peristiwa konkret yang di maksud adalah periatiwa yang terjadi pada waktu tertentu,
orang tertentu, tempat tertentu, dan fakta hukum tetentu.
3. Diktum
Keputusan yang membuat izin demi alasan kepastian hukum. Harus memuat
uraian jelas mungkin unutk apa izin tersebut diberikan .dinamakan diktum, yang
merupakandari keputusan. Setidak-tidaknya diktum ini terdiri dari keputusan pasti
yang membuat hak-hak dan kewajiban-kewajiban yan gditunjukan oleh keputusan
itu.
5. Pemberi Alasan
Pemberian alasan dapat berisikan hal-hal seperti, penyebutan ketentuan undang-
undang pertimbangan-pertimbangan hukum, dan penetapan fakta.
6. Pemberitahuan-pemberitahuan Tambahan
Pemberitahuan tambahan dapat berisikan ,bahwa kepada yang dialamatkan atau
ditunjukan akibat dari pelangaran dalam izin, seperti sanksi-saksi yang mungkin
diberikan pada ketidakpetuhan. Pemberitahuan-pemberitahuan ini mingkin saja
merupakan petunjuk-petunjuk yang berhubungan dengan kebijaksanaan
sekarangatau dikemudian hari. Pemberitahuan-pemberitahun tambahan ini sejenis
pertimbangan yang berlebihan pada dasarnya terlepas dari kdiktum selaku inti
ketetapan.
BAB 8
Asas-asas Umum Pemrintahan yang Baik