Anda di halaman 1dari 78

TANGGUNGJAWAB PT FREEPORT INDONESIA TERHADAP

PENANGANAN KERUSAKAN LINGKUNGAN AKIBAT PERTAMBANGAN DI


KABUPATEN MIMIKA PAPUA

TESIS

Di Susun Oleh :

Roni Sulistyanto. Luhukay


NIM:14202108010

KEMENTERIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIDKAN TINGGI


UNIVERSITAS SAM RATULANGI MANADO
PROGRAM STUDI PASCASARJANA
ILMU HUKUM
2015
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Desentralisasi dan otonomi daerah adalah suatu peristiwa yang

menimbulkan perubahan mendasar pada hubungan antara pemerintah pusat dan

pemerintah daerah. Hubungan yang dulunya sentralistik telah berubah menjadi

desentralistik yang ditandai dengan pemberian otonom yang luas dan nyata kepada

daerah1.

Sistem pemerintahan daerah di Indonesia menurut konstitusi Undang-

Undang Dasar NRI 1945, berdasarkan penjelasan dari Pasal 18 ayat (1) UUD NRI

1945 tersebut dinyatakan bahwa daerah Indonesia akan di bagi dalam daerah

provinsi dan daerah provinsi akan di bagi lagi menjadi daerah yang lebih kecil.2

Dalam UU No 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah yang

Mengatur Lebih Jelas Mengenai Pembagian Wilayah Negara Antara Lain Sebagai

Berikut3:

1) Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas Daerah provinsi dan Daerah
provinsi itu dibagi atas Daerah kabupaten dan kota.
2) Daerah Kabupaten/Kota dibagi atas Kecamatan dan Kecamatan dibagi atas
kelurahan dan/atau Desa.
3) Daerah Provinsi Dan Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2
ayat (1) merupakan Daerah dan masing-masing mempunyai Pemerintahan
Daerah.
4) Daerah Provinsi Dan Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dibentuk dengan undang-undang.

1
Lukman Santoso Az, Hukum Pemerintahan Daerah Mengurai Problemetika Pemekaran
Daerah Pasca Reformasi Di Indonesia, Yogjakarta, Pustaka Pelajar, 2015, Cet 1, Hlm 1.
2
Siswanto Sunarno, “Hukum Pemerintahan Daerah Di Indonesia”, Jakarta, Sinar Grafika, 2006,
Cetakan Pertama, hlm 1.
3
Pasal 2 - 4 UU No 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah.

2
5) Daerah Provinsi selain berstatus sebagai Daerah juga merupakan Wilayah
Administratif yang menjadi wilayah kerja bagi gubernur sebagai wakil
Pemerintah Pusat dan wilayah kerja bagi gubernur dalam menyelenggarakan
urusan pemerintahan umum di wilayah Daerah provinsi.
6) Daerah Kabupaten/Kota selain berstatus sebagai Daerah juga merupakan
Wilayah Administratif yang menjadi wilayah kerja bagi bupati/wali kota
dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan umum di wilayah Daerah
kabupaten/kota.4

Dalam hal ini adanya asas tugas pembantuan dimana penugasan dari

pemerintah kepada daerah dan atau desa, dari pemerintah provinsi kepada

pemerintah kabupaten kota dan atau desa serta dari pemerintah kabupaten / kota

kepada daerah untuk melaksanakan tugas.5

Sebagaimana telah disebut di atas Undang-undang Dasar 1945 merupakan

landasan yang kuat untuk menyelenggarakan Otonomi Daerah. Pasal 18 UUD

menyebutkan adanya pembagian pengelolaan pemerintahan pusat dan daerah.

Pemberlakuan sistem otonomi daerah merupakan amanat yang diberikan oleh

Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945)

Amandemen Kedua tahun 2000 untuk dilaksanakan berdasarkan undang-undang

yang dibentuk khusus untuk mengatur pemerintahan daerah. UUD 1945 pasca-

amandemen itu mencantumkan permasalahan pemerintahan daerah dalam Bab VI,

yaitu Pasal 18, Pasal 18A, dan Pasal 18B. Sistem otonomi daerah sendiri tertulis

secara umum dalam Pasal 18 untuk diatur lebih lanjut oleh undang-undang. Pasal 18

ayat (2) menyebutkan,:

4
UU No 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah Di Mana Pasal 2- 4 Mengatur Lebih Jelas
Mengenai Pembagian Wilayah Negara
5
Ibid., Sunarno Siswanto, hlm 7.

3
Pemerintahan daerah provinsi, daerah kabupaten, dan kota mengatur dan

mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas

pembantuan.” Selanjutnya, pada ayat (5) tertulis, “Pemerintahan daerah menjalankan

otonomi seluas-luasnya kecuali urusan pemerintahan yang oleh undang-undang

ditentukan sebagai urusan pemerintah pusat.” Dan ayat (6) pasal yang sama

menyatakan, “Pemerintahan daerah berhak menetapkan peraturan daerah dan

peraturan-peraturan lain untuk melaksanakan otonomi dan tugas pembantuan6.

Berdasarkan ketentuan pasal 28 H UUD NRI 1945, setiap orang berhak

hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan

hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan. Dari

ketentuan ini dapat di simpulkan bahwa negara dalam artian pemerintah

bertanggungjawab untuk menyediakan, menjaga, dan melindungi lingkungan serta

mewujudkan kesejahtraan bagi rakyat. Untuk mewujudkan amanah ini pemerintah

menjalankan fungsi dan tugasnya di segala bidang dan dalam hal ini lingkungan

hidup merupakan bagian integral dan fundamental dari aktifitas pembangunan itu

sendiri.7

Seacara konseptual otonomi daerah memeberikan kemungkinan yang besar

untuk lebih baiknya pengelolahan lingkungan hidup. Hal ini di sebabkan karena

kebijakan dan keputusan yang berkaitan dengan permasalahan lingkungan akan

lebih diandalakan karena melibatkan partisipasi masyarakat. Demikian pula dengan

6
Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 18 Ayat (2)
7
Nanik Trihastuti, Hukum Kontrak Karya Pola Pengusaha Pertambangan Indonesia, Malang,
Setara Press,2013,hlm 120.

4
dengan control dari masyarakat dalam berbagai kelompok kepentingan di daerah

akan berjalan secara langsung dan cepat. Dalam hal ini di harapkan pula bahwa

kepentingan masyarakat local akan dapat terakomondasi.

Berdasarkan pada suatu otonomi daerah pada prinsipnya bertujuan untuk

mendekatkan proses pengambilan keputusan kepada masyarakat, sehingga kebijakan

public dapat lebih di terima dan produktif dalam memenuhi kesejahteraan dalam

keadilan maka dengan bidang lingkungan hidup otonomi daerah seharusnya

bermakna sebagai:

1. Penyesuaian kebijakan pengelolahan sumber daya alam lingkungan yang

sesuai dengan ekosistem setempat.

2. Menghormati kearifan adat masyarakat yang sudah di kembangkan

masyarakat.

3. Mengelolah daya dukung lingkungan setempat dan menjahui cara- cara yang

dapat menghancurkan ekosistem dengan eksploitasi yang berlebihan.

4. Tumbuhnya ketertiban secara aktif masyarakat dan pendududk setempat

sebagai pihakyang paling berkepentingan dalam pembuatan kebijakan

pengelolahan sumber daya alam dan lingkungan hidup.

5. Seamakin di perlukannya kesadaran mengenai adanya kesatuan ekologi

diantara pemerintah daerah yang batas wilayahnya cendrung di dasarkan

pada batas administrative.8

8
Ibid.,hlm 249-250.

5
Indonesia adalah Negara hukum, sesuai yang tercantum dalam konstitusi

tertulis Negara Kesatuan Republik Indonesia yakni Undang-Undang Dasar NRI 1945

Pasal 1 ayat (3) yang berbunyi “Indonesia Adalah Negara Hukum”, hal itu berarti

setiap kegiatan bernegara atau apapun yang terjadi di dalam wilayah kesatuan

Republik Indonesia semuanya diatur berdasarkan hukum demikian pula

pertambangan.

Pertambangan dilihat dari sudut pandang Undang-Undang Dasar NRI 1945,

Pertambangan dalam Pasal 33 ayat (3) mengatakan “Bumi, Air Dan Kekayaan Alam

Yang Terkandung Didalamnya Dikuasai Oleh Negara Dan Dipergunakan Untuk

Sebesar-Besarnya Kemakmuran Rakyat” Jelas dalam ketentuan konstitusi tertulis ini

bumi dan air serta segala sesuatu yang terkandung di dalamnya adalah untuk

kesejahtraan rakyat Indonesia. Kemudian Undang-Undang Dasar NRI 1945,

Pertambangan dalam Pasal 33 ayat (4) mengatakan perekonomian nasional di

selenggarakan berdasarkan atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan,

efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian serta

menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional.

Berdasarkan Undang-Undang Dasar NRI 1945, Pasal 33 ayat (3) dan (4)

yang kemudian diatur lebih lanjut dalam UU No 4 Tahun 2009 Tentang

Pertambangan dan Batubara Pasal 1 angka (1) menyatakan Pertambangan adalah

sebagian atau seluruh tahapan kegiatan dalam rangka penelitian, pengelolaan dan

pengusahaan mineral atau batubara yang rneliputi penyelidikan umum, eksplorasi,

6
studi kelayakan, konstruksi, penambangan, pengolahan dan pemurnian, penjualan,

serta kegiatan Pasca tambang

Kemudian tujuan pertambangan diatur lebih lanjut Dalam rangka mendukung

pembangunan nasional yang berkesinambungan, tujuan pengelolaan mineral dan

batubara adalah:

a. Menjamin efektivitas pelaksanaan dari Pengendalian kegiatan usaha per


tambangan secara berdaya guna, berhasil guna, dan berdaya saing;
b. Menjamin manfaat pertambangan mineral dan batubara secara berkelaajutan
dan benwawasan lingkungan hidup;
c. Menjamin tersedianya mineral dan batubara sebagai bahan haku dan/atau
sebagai sumber energi untuk kebutuhan dalam negeri;
d. Mendukung dan menumbuh kembangkan kemampuan nasional agar lebih
mampu bersaing di tingkat nasional, regional, dan internasional;
e. Meningkatkan pendapatan masyarakat lokal, daerah, dan negara, serta
menciptakan lapangan kerja uiituk sebesarbesar kesejahteraan rakyat; dan
f. Menjamin kepastian hukum dalam penyelenggaraan kegiatan usaha
pertambangan mineral dan batubara9.

PT Freeport Indonesia, sebuah perusahaan tambang multinasional milik

negeri Paman Syam yang berafiliasi dengan Freeport-McMoran Copper & Gold

Inc. (FCX) yang bermarkas di Phoenix, Arizona, Amerika Serikat sudah mulai

menancapkan mesin-mesing pengeruknya di Kabupaten Mimika Papua, tepatnya

pada kawasan tambang. Berdasarkan kontrak karya yang telah di tanda tangani

bersama dengan pemerintah Indonesia tahun 1991, Freeport Indonesia memiliki

wilayah kerja yang meliputi dua daerah kontrak karya.

1. Daerah pertambangan dengan luas 100 km2 dengan kegiatan meliputi

pemboran, penambangan terbuka, penambangan bawah tanah, penfelolahan

bijih, dan penimbunan batuan penutup.

9
Pasal 3, UU No 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan Dan Batubara

7
2. Daerah proyek dengan luas 2.029 km2 yang membentang dari pesisir lau

arafura di selatan hingga daerah tambang di utara pada ketingian lebih dari

4.000 meter diatas permukaan laut. Dan sebagian fasilitas pendunkung

seperti pemukiman, bandara, pelabulan laut, dan pembangkit tenaga listrik

terletak di wilayah ini10.

Dalam melakukan kegiatan pertambangan wajib memperhatikan bidang-

bidang lain terutama yang berkenaan langsung dengan dampaknya11: berdasarkan

ketentuan Pasal 28 H UUD NRI 1945, setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan

batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat

serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan. Kemudian diatur dalam UU No.32

Tahun 2009, tentang Perlindungan Dan Pengelolahan Lingkungan Hidup yang

menjelaskan lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya,

keadaan, dan makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya, yang

mempengaruhi alam itu sendiri, kelangsungan perikehidupan, dan kesejahteraan

manusia serta makhluk hidup lain.

Proses pembangunan berkelanjutan bertumpuk pada 3 faktor12 antara lain

sebagai berikut:

a) Kondisi sumber daya alam

10
Laporan keberlanjutan PT Freeport Indonesia yang mengembangkan sumber daya yang
berkelanjutan, Freeport Indonesia, 2012,hlm 35.
11
Gatot Supramono, Hukum Pertambangan Mineral Dan Batu Bara Di Indonesia,Jakarta,
Rineka Cipta, 2012, hlm 7.
12
Erwin Muhamad, Hukum Lingkungan Dalam Sistem Kebijaksanaan Pembangunan Lingkungan
Hidup, Bandung, PT Refika Aditama, 2011, Cet 3, hlm 55.

8
Sumber daya alam yang dapat menopang proses pembangunan yang

berkelanjutan perlu memiliki kemampuan agar agar dapat berfungsi secara

berkesimabungan.

b) Kualitas lingkungan

Antara lingkungan beserta sumber daya alam terdapat hubungan timbale balik

yang erat. Semakin tingginya kualitas lingkungan maka akan semakin tinggi

pula kualitas sumber daya alam yang mampu menopang pembangunan yang

berkualitas.

c) Faktor kependudukan.

Unsur yang dapat menjadi modal atau sebaliknya menjadi unsure yang

menimbulkan dinamika dalam proses pembangunan.

Tujuan yang akan dicapai adalah suatu kegiatan pertambangan yang di

lakukan dengan cara-cara yang benar sehingga dapat di pertanggungjawabkan

kepada negara dan masyarakat serta terpenuhinya 3 faktor tersebut guna

pembagunan yang keberlanjutan dan berwawasan lingkungan yang merupakan asas

yang secara terencana mengintegrasikan dimensi ekonomi, lingkungan, sosial,

budaya dalam keseluruhan usaha pertambangan13.

Dalam melakukan kegiatan pertambangan PT Freeport Indonesia diharapkan

berorientasi kepada kepentingan negara dan daerah. Walaupun didalam melakukan

usaha pertambangan dengan mengunakan modal asing maupun perencanaan asing

13
Gatot Supramono,Op. Cit.,hlm 8,

9
tetapi kegiatan dan hasilnya hanya untuk kepentingan nasional dan kepentingan

daerah14.

Eksploitasi hutan dan industry yang mengeruk kekayaan tambang telah

menganggu dan menghancurkan fungsi ekologi dan keseimbangan alam. Pada

berbagai bencana lingkungan seperti banjir, pencemaran lingkungan telah menjadi

bencana yang harus di derita oleh rakyat dari tahun ke tahun sebagian besar bencana

di akibatkan oleh pola-pola pembangunan yang tidak memerdulikan tuntutan

keseimbangan ekologis dan tidak konsistenya penegakan hukum. serta di perlukanya

kebijakan pembangunan berkelanjutan dan berwawasan lingkungan15

Sumber daya mineral memiliki karakteristik khusus yaitu tidak dapat

diperbaharui (non- renewable) dan harus di tambang di tempatnya, maka

kemanfaatannya harus memperhatikan daya dukung lingkungan. Eksploitasi yang

terlalu besar akan merusak fungsi lingkungan hidup dan dapat dikategorikan sebagai

laju pengurasan, yang pada akhirnya akan menyebabkan “recovery cost” yang sangat

tinggi bagi pemulihan lingkungan setempat16.

Kegiatan penambangan yang berdampak pada lingkungan, ekstraksi dan

pembuangan limbah batuan serta pengelolahan bijih di hasilkan bahan sisa (wastern)

dalam volume yang sangat besar sebagai ciri khas utama penambangan merupakan

salah satu tantangan lingkungan yang sangat besar bagi industri pertambangan

terutama dalam hal pembuangan dan penanganannya. Dalam kegiatan penambangan

14
Ibid.,hlm 7
15
Erwin Muhamad.,Op.,Cit.,hlm 53
16
Nanik Trihastuti, Op.,Cit.,.,hlm 120.

10
dan pemrosesan, produk sampai yang dihasilkan juga menimbulkan masalah bukan

karena volumenya yang sangat besar akan tetapi karena bahan tersebut merupakan

substansi kimia yang relatif bahkan dapat bersifat radio aktif.

Penambangan bawah tanah (underground mining) dan di permukaan (surface

mining) secara umum merupakan cara utama untuk ekstrasi bijih. Untuk kedua tipe

penambangan ini batuan sisa merupakan sumber utama yang berpotensi mengganggu

lingkungan. Berkaitan dengan pembuangan batuan sisa, munculnya resiko drainase

asam (acid drainage) yang dapat menimbulkan kontaminasi logam – logam berat

dan masa emisi debu atmosferik. Praktik – praktik pemrosesan dapat menghasilkan

sumber – sumber pencemaran lain seperti sisa padat (solid waste) yaitu cerih, limbah

air dan cairan terkontaminasi serta emisi debu.

PT Freeport Indonesia yang menggunakan teknik pertambangan terbuka

dengan metode strip mining dan quarriying tergantung pada bentuk geometris

tambang dan bahan yang di gali. Penggunaan metode ini sering mengakibatkan

terpotongnya puncak gunung yang menimbulkan lubang besar.

Penambangan bijih dan batuan memiliki dampak yang jauh lebih berat

terhadap lingkungan dibandingkan dengan penambangan tanah, batu, pasir dan pasir

besi. Hal ini disebabkan karena :

1. Menimbuni lahan kawasan penambangan dengan buangan tambang dan cerih

yang sebagainya akan menjalar menutupi lahan tetangga. Kegawatan dampak

tergantung pada macam biji. Semakin gawat dampaknya, semakin kecil proses

keberhasilan pemugaran harkat lahan.

11
2. Penambangan terbuka merupakan bentuk muka lahan secara besar – besaran

yang tidak mungkin di reklamasi dan kerusakannya bersifat tetap.

3. Mengambil lahan luas sehingga banyak mengurangi kesediaan lahan untuk

memenuhi keperluan lain (dampak ruang), kecuali penambangan di daerah

yang lahannya bagi keperluan lain yang tidak bernilai17.

Konsep pembangunan berkelanjutan diartikan sebagai suatu konsep

pembangunan untuk memenuhi kebutuhan generasi sekarang tanpa mengurangi

kemampuan generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhanya. Apabila konsep

pembangunan berkelanjutan ini di terapkan pada praktek pertambangan maka

pembangunan bidang lingkungan dimaksud untuk mewujudkan pemanfaatan optimal

dan bijak terhadap sumber daya alam tak terbaharui serta kesinambungan

ketersediaanya terhadap sumber daya alam yang terbarukan18.

Kegiatan usaha pertambangan yang mengubah bentang alam akan

menimbulkan perubahan tata air di daerah sekitar penambangan karena penambahan

aliran air permukaan tersebut sangat mungkin di ikuti oleh luncuran atau longsoran

tanah. Meningkatkan erosi akan mengakibatkan keruhnya air permukaan yang

terdapat di daerah sekitar lokasi pertambangan. Aliran permukaan selanjutnya akan

membawa material hasil pengikisan dan akhirnya akan memasuki alur – alur sungai.

Terjadinya penambahan material bahan rombakan di dalam alur – alur sungai ini

akan meningkatkan kekeruhan air. Material bahan rombakan yang masuk dalam alur

– alur sungai akan terbawa hanyut arus sungai yang akan mengendap di bagian

17
Ibid.,hlm124-125.
18
Ibid.,hlm 121.

12
hilirnya sehingga terjadinya proses pendangkalan alur sungai yang dapat

menimbulkan ancaman terjadinya banjir19.

Dengan adanya aktivitas pertambangan yang menimbulkan dampak

lingkungan tersebut maka Berdasarkan Latar Belakang Inilah Yang Menarik Penulis

Untuk Melakukan Penelitian Dan Penulisan Dengan Judul “ Tanggungjawab PT

Freeport Indonesia Terhadap Penanganan Kerusakan Lingkungan Dalam Kegiatan

Usaha Pertambangan Di Kabupaten Mimika Papua ”.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana Tanggungjawab PT Freeport Indonesia Terhadap Penanganan

Kerusakan Lingkungan akibat Pertambangan Di Kabupaten Mimika Papua..?

2. Bagaimana Upaya Pemerintah Terhadap Penanganan Kerusakan Lingkungan

Hidup akibat Pertambangan yang dilakukan oleh PT Freeport Indonesia di

kabupaten Kabupaten Mimika..?

C. Tujuan Penelitian

Adapun Tujuan yang hendak dicapai dari penelitian ini adalah untuk :

1. Mengetahui Tanggungjawab PT Freeport Indonesia Terhadap Penanganan

Kerusakan Lingkungan akibat Pertambangan Di Kabupaten Mimika Papua

2. Mengetahui Upaya Pemerintah Terhadap Penanganan Kerusakan Lingkungan

Hidup akibat Pertambangan yang dilakukan oleh PT Freeport Indonesia di

kabupaten Kabupaten Mimika.

D. Manfaat Penelitian

19
Ibid.,hlm 124.

13
Manfaat yang hendak dicapai dari penelitian ini adalah untuk :

1. Manfaat Teoritis :

a. Hasil penelitian ini diharapkan memberikan sumbangan pemikiran bagi

pemerintah agar dapat mengambil suatu keputusan secara cermat dalam

menjalankan kewenagan fungsi pengawasan serta penanganan kerusakan

lingkungan Dalam Kegiatan Usaha Pertambangan yang bertujuan

pembangunan yang berkelanjutan dan berwawasan lingkungan serta

Pemerintah Daerah dapat mengambil suatu keputusan terhadap

Penanganan Kerusakan Lingkungan Dalam Rehabilitasi Lingkungan

Hidup Pasca Penutupan Tambang di kabupaten Kabupaten Mimika .

2. Manfaat Praktis :

a. Memberikan Pemahaman Kepada Masyarakat Khususnya Tentang

Pentingnya Penanganan Kerusakan Lingkungkan Hidup Di Kabupaten

Mimika.

b. Dengan mengetahui tanggungjawab PT Freeport Indonesia terhadap

Penanganan Kerusakan Lingkungan Dalam Kegiatan Usaha

Pertambangan Di Kabupaten Mimika Papua agar adanya pembangunan

yang berkelanjutan dan berwawasan lingkungan hidup serta tercapainya

kesejahteraan rakyat.

c. Dengan mengetahui Rehabilitasi Lingkungan Hidup Pasca Penutupan

Tambang dapat memberikan sesuatu yang positif kepada kesejahteraan

rakyat.

14
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Tanggung Jawab Hukum

1. Pengertian Tanggung Jawab Hukum Menurut Para Ahli

Tanggung jawab menurut kamus umum Bahasa Indonesia adalah,

keadaan wajib menanggung segala sesuatunya. Berkewajiban menanggung,

memikul tanggung jawab, menanggung segala sesuatunya, atau memberikan

jawab dan menanggung akibatnya5. Tanggung jawab Hukum adalah kesadaran

manusia akan tingkah laku atau perbuatan yang disengaja maupun yang tidak

disengaja. Tanggung jawab juga berarti berbuat sebagai perwujudan kesadaran

akan kewajibannya.

Ridwan Halim mendefinisikan tanggung jawab hukum sebagai sesuatu

akibat lebih lanjut dari pelaksaan peranan, baik peranan itu merupakan hak dan

kewajiban ataupun kekuasaan. Secara umum tanggung jawab hukum diartikan

sebagai kewajiban untuk melakukan sesuatu atau berprilaku menurut cara

tertentu tidak menyimpang dari pertaturan yang telah ada.20Purbacaraka

berpendapat bahwa tanggung jawab hukum bersumber atau lahir atas

penggunaan fasilitas dalam penerapan kemampuan tiap orang untuk

menggunakan hak atau/dan melaksanakan kewajibannya. Lebih lanjut

ditegaskan, setiap pelaksanaan kewajiban dan setiap penggunaan hak baik yangn

dilakukan secara tidak memadai maupun yang dilakukan secara memadai pada
20
Khairunnisa, Kedudukan, Peran dan Tanggung Jawab Hukum Direksi, Medan, Pasca Sarjana,
2008, Cetakan Pertama,, hlm. 4

15
dasarnya tetap harus disertai dengan pertanggung jawaban, demikian pula

dengan pelaksanaan kekuasaan.21

2. Pengertian Tanggung Jawab Hukum Menurut Hukum Perdata

Tanggung jawab hukum dalam hukum perdata berupa tanggung jawab

seseorang terhadap perbuatan yang melawan hukum. Perbuatan melawan hukum

memiliki ruang lingkup yang lebih luas dibandingkan dengan perbuatan pidana.

Perbuatan melawan hukum tidak hanya mencakup perbuatan yang bertentangan

dengan Undang-Undang pidana saja, akan tetapi jika perbuatan tersebut

bertentangan dengan undang-undang lainnya dan bahkan dengan ketentuan-

ketentuan hukum yang tidak tertulis. Ketentuan Perundang-Undangan dari

perbuatan melawan hukum bertujuan untuk melindungi dan memberikan ganti

rugi kepada pihak yang dirugikan22.

Menurut Pasal 1365 KUHPerdata, maka yang dimaksud dengan

perbuatan melanggar hukum adalah perbuatan yang melawan hukum yang

dilakukan oleh seseorang yang karena salahnya telah menimbulkan kerugian bagi

orang lain. Dalam ilmu hukum dikenal 3 katagori dari perbuatan melawan

hukum, yaitu sebagai berikut23

a. Perbuatan melawan hukum karena kesengajaan

21
Purbacaraka, Perihal Kaedah Hukum, Bandung, Citra Aditya, 2010, Cetakan Pertama, hlm. 37
22
Komariah, Edisi Revisi Hukum Perdata, Malang: Universitas Muhammadiyah Malang, 2001,
Cetakan Pertama, hlm 12.
23
Djojodirdjo, M.A. Moegni, Perbuatan melawan hukum : tanggung gugat (aansprakelijkheid)
untuk kerugian, yang disebabkan karena perbuatan melawan hukum, Jakarta, Pradnya Paramita, 1979,
Cetakan Pertama, hlm. 53

16
b. Perbuatan melawan hukum tanpa kesalahan (tanpa unsur kesengajaan

maupun kelalaian)

c. Perbuatan melawan hukum karena kelalaian Maka model tanggung jawab

hukum adalah sebagai berikut:10

1) Tanggung jawab dengan unsur kesalahan (kesengajaan dan

kelalaian) sebagaimanapun terdapat dalam Pasal 1365 KUHPerdata,

yaitu: “tiap-tiap perbuatan melanggar hukum, yang membawa

kerugian kepada seorang lain, mewajibkan orang yang karena

salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut”.

2) Tanggung jawab dengan unsur kesalahan khususnya kelalaian

sebagaimana terdapat dalam Pasal 1366 KUHPerdata yaitu: “setiap

orang bertanggungjawab tidak saja untuk kerugian yang disebabkan

perbuatannya, tetapi juga untuk kerugian yang disebabkan kelalaian

atau kurang hati-hatinya.

3) Tanggung jawab mutlak (tanpa kesalahan) sebagaimana terdapat

dala Pasal 1367 KUHPerdata yaitu:

a. seseorang tidak saja bertanggung jawab untuk kerugian yang

disebabkan karena perbuatannya sendiri, tetapi juga untuk

kerugain yang disebabkan karena perbuatan orang-orang yang

menjadi tanggungannya atau disebabkan oleh barang-barang

yang berada dibawah pengawasannya;

17
b. Selain dari tanggung jawab perbuatan melawan hukum,

KUHPerdata melahirkan tanggung jawab hukum perdata

berdasarkan wanprestasti. Diawali dengan adanya perjanjian

yang melahirkan hak dan kewajiban. Apabila dalam hubungan

hukum berdasarkan perjanjian tersebut, pihak yang melanggar

kewajiban (debitur) tidak melaksanakan atau melanggar

kewajiban yang dibebankan kepadanya maka ia dapat

dinyatakan lalai (wanprestasi) dan atas dasar itu ia dapat

dimintakan pertanggungjawaban hukum berdasarkan

wanprestasi. Sementara tanggungjawab hukum perdata

berdasarkan perbuatan melawan hukum didasarkan adanya

hubugan hukum, hak dan kewajiban yang bersumber pada

hukum24.

3. Macam-Macam Tanggung Jawab

Macam-macam tanggung jawab adalah sebagai berikut:25

a) Tanggung jawab dan Individu

24
Djojodirdjo, M.A. Moegni, Op.Cit, hlm. 55
25
Widiyono, Wewenang Dan Tanggung Jawab, Bogor: Ghalia Indonesia, 2004, Cetakan
Pertama, hlm. 27

18
Pada hakikatnya hanya masing-masing individu yang dapat

bertanggungjawab. Hanya mereka yang memikul akibat dari perbuatan

mereka. Oleh karenanya, istilah tanggungjawab pribadi atau

tanggungjawab sendiri sebenarnya “mubajir”. Suatu masyarakat yang

tidak mengakui bahwa setiap individu mempunyai nilainya sendiri

yang berhak diikutinya tidak mampu menghargai martabat individu

tersebut dan tidak mampu mengenali hakikat kebebasan. Friedrich

August von Hayek mengatakan, Semua bentuk dari apa yang disebut

dengan tanggungjawab kolektif mengacu pada tanggungjawab

individu. Istilah tanggungjawab bersama umumnya hanyalah

digunakan untuk menutup-nutupi tanggungjawab itu sendiri. Dalam

tanggungjawab lingkungan sebuah masalah jelas bagi setiap

pendelegasian kewenangan (tanggungjawab). Karena itulah para

penganut liberal menekankan pada subsidiaritas, pada keputusan-

keputusan yang sedapat mungkin ditentukan di kalangan rakyat.

B. Pengertian Pencemaran Dan Perusakan Lingkungan

Menurut Jeremy Bentham (1748-1832) Berpendapat Bahwa alam

memberikan kebahagiaan dan kerusakan. Tugas hukum adalah memelihara

kebahagiaan dan mencegah kejahatan26. Tujuan utama dari hukum adalah

26
Penjelasan Kejahatan yang di Maksud adalah Perbuatan Melawan Hukum Berupa
Pencemaran dan atau Perusakan atas Lingkungan Hidup Baik Lingkungan Alam/ Fisik, Lingkungan
Buatan Maupun Lingkungan Sosial Budaya Yang Di Lakukan Oleh Seorang atau Kelompok, Masyarakat
Atau Badan Hukum.

19
kemanfaatan. Yang di maksud di sini tujuan utama dari hukum itu adalah

kebahagian, ketentraman, kedamaian untuk sebanyak- banyaknya orang.27

Bahaya yang senantiasa mengancam kelestarian lingkungan dari waktu ke

waktu ialah pencemaran dan perusakan lingkungan. Ekosistem dari suatu lingkungan

dapat terganggu kelestariannya oleh karena pencemaran dan perusakan lingkungan.

Adapun makna dari pencemaran lingkungan dan perusakan lingkungan antara lain

sebagai berikut:

1. Pencemaran lingkungan adalah masuknya atau di keluarkannya makhluk

hidup, zat, energy atau komponen lain kedalam lingkungan hidup oleh

kegiatan manusia sehingga kualitas turun sampai ke tingkat tertentu yang

menyebabkan lingkungan hidup tidak dapat berfungsi sesuai dengan

peruntukannya.

2. Perusakan lingkungan adalah tindakan yang menimbulkan perubahan

langsung atau tidak langsung terhadap sifat fisik atau hayatinya yang

mengakibatkan lingkungan hidup tidak berfungsi lagi dalam menunjang

pembangunan berkelanjutan.28

Menurut RTM sutamihardja merumuskan pencemaran adalah penambahan

bermacam- macam bahan sebagai hasil dari aktivitas manusia ke lingkungan dan

biasanya memberikan pengaruh yang berbahaya terhadap lingkungan itu.29

27
H.R.Otje Salman,S. Filsafat Hukum ( Perkembangan & Dinamika Masalah), Bandung, Rafika
Aditama, 2010, hlm 44.
28
Erwin Muhamad.,Op.,Cit.,hlm 35
29
RTM Sutamihardja, Kualitas Dan Pencemaran Lingkungan, Bogor, Institute Pertanian, 1978,
Cet 1, hlm 1.

20
Sedangkan menurut Stephanus Danusaputro merumuskan pencemaran

lingkungan sebagai berikut: “ pencemaran adalah suatu keadaan dalam mana suatu

zat dan atau energy di introduksikan kedalam suatu lingkungan oleh kegiatan

manusia atau oleh proses alam itu sendiri dalam konsentrasi sedemikian rupa hinga

terjadinya perubahan dalam keadaan termasuk yang mengakibatkanlingkungan itu

tidak berfungsi seperti semula dalam arti kesehatan, kesejahteraan dalam

keselamatan hayati.30

C. PT Freeport Indonesia

Sumber daya alam yaitu semua kekayaan alam baik berupa benda mati

maupun makhluk hidup yang dimiliki oleh suatu tempat, dan dapat dimanfaatkan

atau dipergunakan untuk memenuhi keperluan hidup manusia31.

Menurut Sri Soedewi Masjchoen, mengatakan bahwa badan hukum adalah

kumpulan orang-orang yang bersama-sama bertujuan untuk mendirikan suatu badan,

yaitu (1) berwujud himpunan dan (2) harta kekkayaan yang disendirikan untuk

tujuan tertentu, dan dikenal dengan yayasan.32

Menurut pendapat Soebekti, badan hukum adalah suatu badan atau

perkumpulan yang dapat memiliki hak-hak dan melakukan perbuatan seperti

menerima serta memiliki kekayaan sendiri, dapat digugat dan menggugat di muka

30
St. Munadjat Danusaputro, Hukum Lingkungan Dalam Pencemaran Lingkungan Melandasi
Sistem Hukum Pencemaran, Bandung, Sektor Bina Cipta,1986, Cet Ke 5, hlm 77.
31
Muhsinatun Siasah Marsuri, , Pendidikan Kependudukan dan Lingkungan Hidup. Yogyakarta:
UNY Press, . 2002 hlm 90.
32
Titik Triwulan Tutik,Pengantar Hukum Perdata Di Indonesia, Jakarta , Prestasi Pustaka, 2006,
hlm.43.

21
hakim.33[28]Sedangkan menurut Rochmat Soemitro, badan hukum adalah suatu

badan yang dapat mempunyai harta kekayaanhak serta kewajiban seperti orang-

orang pribadi.34

PT. Freeport Indonesia adalah sebuah perusahaan pertambangan yang

mayoritas sahamnya dimiliki Freeport-McMoRan Copper & Gold Inc.(AS).

Perusahaan ini adalah pembayar pajak terbesar kepada Indonesia dan merupakan

perusahaan penghasil emas terbesar di dunia melalui tambang Grasberg. Freeport

Indonesia telah melakukan eksplorasi di dua tempat di Papua, masing-masing

tambang Erstberg (dari 1967) dan tambang Grasberg (sejak 1988), yang dimulai

sejak tahun 1967 hingga saat ini telah berlangsung selama 48 tahun di kawasan

Tembaga Pura, Kabupaten Mimika, Provinsi Papua.35

PT. Freeport Indonesia Indonesian ini di bentuk bertujuan untuk

Kemakmuran yang merupakan tingkat dimana seseorang bisa memenuhi seberapa

banyak kebutuhan hidupnya. Dari yang primer, sekunder, hingga tertier 36

Kemakmuran ialah suatu suasana umum dimana setiap orang banyak bekerja dengan

sungguh-sungguh dengan menggunakan kemampuan yang ada padanya terjamin

akan rumah, sandang dan papannya yang layak buat dirinya sendiri dan keluarganya,

istilah layak disini menunjukkan perbedaan taraf yang dinilai pantas untuk orang-

33
Handri Raharjo, Hukum Perusahaan Step by Step Prosedur Pendirian Perusahaan,
Yogyakarta , Pustaka Yustisia, 2013, hlm,18
34
Ibid.,
35
“Gambaran PT Freeport Indonesia” https://saripedia.wordpress.com/tag/tambang-emas-
freeport-terbesar-di-dunia/ Diakses Pada Hari Selasa 29 September 2015, Pukul 21:08 Wita.
36
Mahfud Mohamad, Hukum dan Pilar-Pilar Demokrasi. Yogyakarta: Penerbit Gama Media,
1999. hlm 93.

22
orang dari berbagai golongan ataupun lapisan-lapisan social yang berbeda satu sama

lain 37

D. Pengertian Hukum Lingkungan

Dalam rangka kepastian hukum serta perlindungan atas lingkungan hidup,

maka muncullah apa yang dinamakan Hukum Lingkungan. Hukum lingkungan

istilah hukum lingkungan ini merupakan terjemahan dari beberapa istilah

“environmental” dalam bahasa inggris, “millieeurecht” dalam bahasa belanda,

“l,environnement” dalam bahasa prancis “Umweltrecht” dalam bahasa jerman ,

“Hukum alam seputar” dalam bahasa malaysia, “Batas nan kapaligiran” dalam

bahasa tagalog “Sin-ved-lom kwahm” dalam bahasa thailand, “Qomum al-biah”

dalam bahasa arab.38

Apabila di telaah pokok persoalan lingkungan hidup negara maju dan

negara berkembang maka tampak ketidak seimbangan dalam lingkungan hidup.

Adanya keseimbangan dalam lingkungan hidup adalah hal yang pokok bagi peri

kehidupan manusia.39

Lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya,

keadaan, dan makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya, yang

mempengaruhi alam itu sendiri, kelangsungan perikehidupan, dan kesejahteraan

37
Mubarok, Jaih.. Ilmu Sosial Dasar. Jakarta: Rineka Cipta, 2007, hlm 67
38
Muhamad Erwin, “Hukum Lingkungan Dalam Sistem Kebijaksanaan Pembangunan
Lingkungan hidup”, Refika Aditama Bandung 2011, hlm.8
39
Emil Salim, Lingkungan Hidup Dan Pembangunan, Jakarta, Mutiara Sumber Widya, Cetakan
Ke 7, 1987, Hlm 16.

23
manusia serta makhluk hidup lain. 40 Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan

Hidup Bertujuan:

a) Melindungi wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dari


pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup
b) Menjamin keselamatan, kesehatan dan kehidupan manusia
c) Menjamin kelangsungan kehidupan makhluk hidup dan kelestarian
ekosistem
d) Menjaga kelestarian fungsi lingkungan hidup
e) Mencapai keserasian, keselarasan, dan keseimbangan lingkungan hidup
f) Menjamin terpenuhinya keadilan generasi masa kini dan generasi masa
depan
g) Menjamin pemenuhan dan perlindungan hak atas lingkungan hidup
sebagai bagian dari hak asasi manusia
h) Mengendalikan pemanfaatan sumber daya alam
i) Mewujudkan pembangunan berkelanjutan
j) Mengantisipasi isu lingkungan global

1. Fungsi Dan Tujuan Sistem Perizinan Terpadu Lingkungan Hidup

Secara teoritis perizinan memiliki beberapa fungsi pertama sebagai

instrumen rekayasa pembangunan. Pemerintah dapat membuat regulasi atau

keputusan yang memberikan insentif bagi pertumbuhan sosial ekonomi.

Demikian juga sebaliknya regulasi dan keputusan tersebut dapat pula menjadi

penghambat (sekaligus sebagai sumber korupsi) bagi para

pembangunan.kedua fungsi keuangan yaitu menjadi sumber pendapatan bagi

negara. Pemberian izin di kontrasepsikan berupa retribusi perizinan. Ketiga

Fungsi yaitu menjadi instrument pengaturan tindakan dan perilaku

masyarakat41,.

2. Syarat Perizinan Bidang Lingkungan Menurut UU No 32 Thn 2009.


40
Pasal 1.UU No 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan Dan Pengelolahan Lingkungan
Hidup.,Penerbit Pena Pustaka, Jogjakarta, 2009. hlm 5.
41
Helmi.,Hukum Perizinan Lingkungan Hidup, Jakarta, Sinar Grafika, 2012, Cet Pertama.,hlm
81-82.

24
Salah satu persyaratan izin di bidang lingkungan adalah bahwa

kegiatan-kegiatan usaha tersebut harus memiliki AMDAL yang menjamin

bahwa kegiatan-kegiatan  usaha tersebut tidak menimbulkan dampak besar

dan penting terhadap lingkungan hidup.

1) Setiap usaha dan/atau kegiatan yang berdampak penting terhadap


lingkungan hidup wajib memiliki amdal.
2) Dampak penting ditentukan berdasarkan kriteria:
a. besarnya jumlah penduduk yang akan terkena dampak rencana
usaha dan/atau kegiatan;
b. luas wilayah penyebaran dampak;
c. intensitas dan lamanya dampak berlangsung;
d. banyaknya komponen lingkungan hidup lain yang akan terkena
dampak;
e. sifat kumulatif dampak;
f. berbalik atau tidak berbaliknya dampak; dan/atau
g. kriteria lain sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi.42
3) Jenis–Jenis Kriteria Usaha Atau Kegiatan Yang Berdampak
lingkungan Yang Wajib Dilengkapi Dengan Amdal Amdal
a) Kriteria usaha dan/atau kegiatan yang berdampak penting yang
wajib dilengkapi terdiri atas:
1) Pengubahan Bentuk Lahan Dan Bentang Alam;
2) Eksploitasi sumber daya alam, baik yang terbarukan maupun
yang tidak terbarukan; proses dan kegiatan yang secara
potensial dapat menimbulkan pencemaran dan/atau
kerusakan lingkungan hidup serta pemborosan dan
kemerosotan sumber daya alam dalam pemanfaatannya;
3) Proses dan kegiatan yang hasilnya dapat mempengaruhi
lingkungan alam, lingkungan buatan, serta lingkungan sosial
dan budaya;
4) Proses dan kegiatan yang hasilnya akan mempengaruhi
pelestarian kawasan konservasi sumber daya alam dan/atau
perlindungan cagar budaya;
42
Pasal 22 Undang- Undang Nomor 32 Tahun 2009., Tentang Pengelolahan Dan Perlindungan
Lingkungan Hidup, Penerbit Pena Putaka, Jogjakarta, 2009, hlm 23.

25
5) Introduksi jenis tumbuh-tumbuhan, hewan, dan jasad renik;
6) Pembuatan dan penggunaan bahan hayati dan nonhayati;
7) Kegiatan yang mempunyai risiko tinggi dan/atau
mempengaruhi pertahanan negara; dan/atau
8) Penerapan teknologi yang diperkirakan mempunyai potensi
besar untuk mempengaruhi lingkungan hidup.
9) Ketentuan lebih lanjut mengenai jenis usaha dan/atau
kegiatan yang wajib dilengkapi dengan amdal sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diatur dengan peraturan Menteri.43
10) Setiap usaha dan/atau kegiatan yang wajib memiliki amdal
atau UKL-UPL wajib memiliki izin lingkungan.
11) Izin lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diterbitkan berdasarkan keputusan kelayakan lingkungan
hidup sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 atau
rekomendasi UKL-UPL.
12) Izin lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib
mencantumkan persyaratan yang dimuat dalam keputusan
kelayakan lingkungan hidup atau rekomendasi UKL-UPL.
13) Izin lingkungan diterbitkan oleh Menteri, gubernur, atau
bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya.44

4) Pembatalan Suatu Permohonan Izin Usaha


a) Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan
kewenangannya wajib menolak permohonan izin lingkungan
apabila permohonan izin tidak dilengkapi dengan amdal atau
UKL-UPL.
b) Izin lingkungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (4)
dapat dibatalkan apabila:
1. persyaratan yang diajukan dalam permohonan izin
mengandung cacat hukum, kekeliruan, penyalahgunaan,
serta ketidakbenaran dan/atau pemalsuan data, dokumen,
dan/atau informasi;

43
Pasal 23 Undang- Undang Nomor 32 Tahun 2009., Tentang Perlindungan Dan Pengelolahan
Lingkungan Hidup.
44
Pasal 36 Undang- Undang Nomor 32 Tahun 2009. Tentang Perlindungan Dan Pengelolahan
Lingkungan Hidup.

26
2. penerbitannya tanpa memenuhi syarat sebagaimana
tercantum dalam keputusan komisi tentang kelayakan
lingkungan hidup atau rekomendasi UKLUPL; atau
3. kewajiban yang ditetapkan dalam dokumen amdal atau
UKL-UPL tidak dilaksanakan oleh penanggung jawab usaha
dan/atau kegiatan.45
Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (2), izin
lingkungan dapat dibatalkan melalui keputusan pengadilan tata usaha
negara.46
1) Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan
kewenangannya wajib mengumumkan setiap permohonan dan
keputusan izin lingkungan.
2) Pengumuman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan
cara yang mudah diketahui oleh masyarakat.47
3) Izin lingkungan merupakan persyaratan untuk memperoleh izin usaha
dan/atau kegiatan.
4) Dalam hal izin lingkungan dicabut, izin usaha dan/atau kegiatan
dibatalkan.
5) Dalam hal usaha dan/atau kegiatan mengalami perubahan,
penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan wajib memperbarui izin
lingkungan.48
Banyaknya izin yang diperlukan dalam suatu kegiatan usaha, sangat

membingungkan, dan berpengaruh terhadap upaya penegakan hukum

lingkungan. Apabila ada pelanggaran-pelanggaran berat oleh perusahaan,

sulit ditentukan izin mana yang akan dicabut. Apabila salah satu izin

dicabut, tetap saja perusahaan itu masih bisa melakukan usahanya atas asar

45
Pasal 37 Undang- Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan Dan Pengelolahan
Lingkungan Hidup.
46
Pasal 38 Undang- Undang Nomor 32 Tahun 2009, Tentang Perlindungan Dan Pengelolahan
Lingkungan Hidup.
47
Pasal 39 Undang- Undang Nomor 32 Tahun 2009, Tentang Perlindungan Dan Pengelolahan
Lingkungan Hidup.
48
Pasal 40 Undang- Undang Nomor 32 Tahun 2009, Tentang Perlindungan Dan Pengelolahan
Lingkungan Hidup.

27
izin-izin yang lainnya, sebab satu usaha tidak jarang yang memiliki lebih

dari dua izin.

Menurut Adrian Sutedi dikatakan bahwa “Untuk memudahkan

pemberian sanksi, pemberian izin harus dilakukan oleh satu instansi saja

(jika di Daerah cukup dibentuk Dinas Perizinan).Selain itu, masalah

pengawasan terhadap perusahaan yang telah mendapat izin juga sangat

penting dilakukan. Karena pemberian izin itu diberikan disertai dengan

persyaratan, maka harus dilakukan control, baik oleh instansi pemberi izin

maupun oleh pengadilan. Kontrol yang dilakukan oleh instansi pemberi izin

pada dasarnya persyaratan yang telah dituangkan dalam surat kepuutusan

pemberian izin. Kontrol tersebut meliputi izin itu untuk di daerah mana, dan

sebagainya.49.

3. Instansi Pemberi Izin, Tugas dan Wewenangnya


 Pengelolahan lingkungan hidup hanya dapat berhasil dengan adanya

penunjangan pembangunan berkelanjutan, apabila administrasi pemerintahan

berfungsi secara efektif dan terpadu. Salah satu sarana yuridis administrative

untuk mencegah dan mengurangi kerusakan lingkungan adalah dengan

perizinan. Sehingga waller menamakan Indonesia negara perizinan.

Pemberian izin yang keliru atau tidak cermat serta tidak memperhitungkan

49
Adrian Sutedi, Hukum Lingkungan Dalam Sektor Pelayanan Public., Jakarta, Sinar Grafika,
2010, Hlm. 243

28
dan mempertimbangnkan kepentingan lingkungan akan mengakibatkan

terganggunnya keseimbangan ekologi yang sulit di pulihkan50.

Berbagai persoalan lingkungan hidup, seperti kerusakan sumber daya

alam, pengerusakan lingkungan maupun pencemaran , serta terbaikannya

kepentingan masyarakat adat dan masyarakat setempat dalam memanfaatkan

sumber daya alam disebabkan karena kebijaksanaan yang dilahirkan oleh

pemerintah Orde Baru, yang tidak memihak kepada kepentingan mayoritas

rakyat banyak (mayority of the people) dan perlindungan daya dukung

ekosistem.

Munculnya berbagai kebijakan-kebijakan yang menguntungkan pihak

investor asing dan kelompok elit-elit pengusaha yang dekat dengan

kekuasaan, meskipun sudah ada perangkat hukum untuk memelihara

kelestarian lingkungan hidup.

Konflik antara kebijakan- kebijakan, maupun pelaksanaan-

pelaksanaannya, dengan perangkat-perangkat hukum adalah merupakan

sengketa lingkungan hidup, yang perlu diselesaikan melalui penegakan

hukum lingkungan. Hal ini sesuai dengan devinisi tentang lingkungan hidup

yang dikemukakan oleh Abdurrahman, yang mengatakan bahwa sengketa

lingkungan hidup itu adalah perselisihan dua fihak atau lebih dari subyek

hukum baik perseorangan atau kelompok orang. Dan penyebab sengketa itu

50
Siti Sundari Rangkuti, Hukum Lingkungan Dan Kebijaksanaan Nasional, Surabaya, Universitas
Airlanga,Edisi Ketiga, 2005, hlm 146.

29
adalah adanya (secara realita) atau diduga (baru sebatas dugaan) adanya

pencemaran dan atau pengrusakan lingkungan hidup.51

E. Fokus Kajian Teori Kewenangan

Indroharto mengemukakan tiga macam kewenangan yang bersumber dari


perundang – undangan kewenangan itu meliputi :
a) Atribusi
b) Delegasi dan
c) Mandat52
Atribusi ialah pemberian kewenangan oleh pembuat undang – undang

sendiri kepada suatu organ pemerintahan baik yang sudah ada maupun yang baru

sama sekali. Dan delegasi adalah penyerahan wewenang yang dipunyai oleh

organ pemerintahan kepada organ lain sedangkan mandat merupakan suatu

pemberian wewenang baru maupun pelimpahan wewenang dari badan atau pun

pejabat yang satu kepada yang lain. Tanggungjawab kewenangan atas mandat

masih tetap pada pemberi mandat tidak beralih kepada penerima mandat. Dalam

hal ini yang perlu di ketahui adalah mengenai definisi pengertian kewenangan,

jenis- jenis kewenangan antara lain sebagai berikut:

1. Pengertian Kewenangan

Istilah teori kewenangan berasal dari terjemahan dari bahasa inggris

yaitu authority of theory. Kewenangan berasal dari dua suku kata yaitu

kewenangan yang disajikan konsep teoritis oleh H.D Stoud tentang

kewenangan adalah keseluruhan aturan – aturan yang berkenaan dengan


51
Abdurrahman, Aneka Masalah Hukum Dalam Pembangunan Di Indonesia, Bandung,Alumni,
2001, Hlm 554 
52
H. Salim Hs, Penerapan Teori Hukum Pada Penelitian Tesis Dan Disertasi, Jakarta PT
Rajagrafindo Persada Hlm 189

30
perolehan dan penggunaan wewenang pemerintahan oleh subjek hukum

public didalam hubungan hukum publik.53 Ada dua unsur yang disajikan oleh

H.D Stoud yaitu :

a) Adanya Aturan –Aturan Hukum


b) Sifat Hubungan Hukum.
Sedangkan menurut Ateng Syafrudin menyajikan atau

mengemukakan pendapatnya mengenai kewenangan adalah apa yang disebut

kekuasaan formal, kekuasaan yang berasal dari kekuasaan yang diberikan

oleh undang – undang.54

Ateng Syafrudin menyajikan konsep tentang kewenangan meliputi


unsur-unsur sebagai berikut:
a) Adanya kekuasaan formal dan
b) Kekuasaan diberikan oleh undang – undang.

Dalam konstruksi ini kewenangan tidak hanya diartikan sebagai hak


untuk melakukan praktek kekuasaan namun kewenangan diartikan :
a) Untuk menerapkan dan menegakkan hukum
b) Ketaatan yang pasti
c) Perintah
d) Memutuskan
e) Pengawasan
f) Yurisdiksi atau kekuasaan
Pada umumnya kewenangan diartikan sebagai kekuasaan yang
merupakan kemampuan dari orang atau golongan untuk menguasai orang lain
atau golongan lain berdasarkan kewibawaan, kewenangan, karisma dan
kekuatan fisik.
2. Jenis-jenis kewenangan

53
Ridwan H.R., Hukum Administrasi Negara, Jakarta, PT Raja Grafindo Persada,2008 hlm 110.
54
Ateng Syafrudin, Menuju Penyelengaraan Pemerintahan Negara Yang Bersih Dan
Bertanggungjawab, Jurnal Pro Justisia Edisi 4, Bandung, Universitas Parahyangan 2000, hlm 22

31
Kewenangan menurut sumbernya dibedakan menjadi dua macam
yaitu :
a) Kewenangan personal dan
b) Kewenangan official
Kewenangan personal yaitu kewenangan yang bersumber pada

inteligensi, pengalaman, nilai atau norma dan kesanggupan untuk memimpin.

Sedangkan kewenangan official merupakan kewenangan resmi yang diterima

dari kewenangan yang berasal diatasnya.

Ada tingkatan pemerintahan didalam menjalankan urusan


pemerintahan55 ketiga tingkatan itu meliputi :
1. Pemerintah,

Urusan Pemerintahan Absolut Pasal 10 undang- undang No 23 tahun


2014 tentang pemerintahan daerah antara lain sebagai berikut:
(1) Urusan pemerintahan absolut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9
ayat (2) meliputi:
a. Politik Luar Negeri;
b. Pertahanan;
c. Keamanan;
d. Yustisi;
e. Moneter Dan Fiskal Nasional; Dan
f. Agama.
Dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan absolute sebagaimana

dimaksud pada ayat (1), Pemerintah Pusat:

a. Melaksanakan Sendiri; Atau


b. Melimpahkan wewenang kepada Instansi Vertikal yang ada di
Daerah atau gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat berdasarkan
asas Dekonsentrasi.

2. Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten Kota

55
H. Salim Hs, Op.,Cit.,,hlm 186.

32
Kewenangan pemerintah daerah berdasarkan UU No 23 Tahun

2014 Tentang Pemerintahan Daerah antara lain:

a. Urusan Pemerintahan Konkuren

(1) Urusan pemerintahan konkuren sebagaimana di maksud dalam


Pasal 9 ayat (3) yang menjadi kewenangan Daerah terdiri atas
Urusan Pemerintahan Wajib dan Urusan Pemerintahan Pilihan.
(2) Urusan Pemerintahan Wajib sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) terdiri atas Urusan Pemerintahan yang berkaitan dengan
Pelayanan Dasar dan Urusan Pemerintahan yang tidak berkaitan
dengan Pelayanan Dasar.
(3) Urusan Pemerintahan Wajib yang berkaitan dengan Pelayanan
Dasar sebagaimana dimaksud pada ayat (2) adalah Urusan
Pemerintahan Wajib yang sebagian substansinya merupakan
Pelayanan Dasar.56
b. Urusan Pemerintahan Wajib yang berkaitan dengan Pelayanan
Dasar57 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2) meliputi:
1)Pendidikan;
2)Kesehatan;
3)Pekerjaan Umum Dan Penataan Ruang;
4)Perumahan Rakyat Dan Kawasan Permukiman;
5)Ketenteraman, Ketertiban Umum, Dan Pelindungan Masyarakat;
Dan
6) Sosial.
c. Urusan Pemerintahan Wajib yang tidak berkaitan dengan Pelayanan
Dasar58 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2) meliputi:
1) Tenaga Kerja;
2) Pemberdayaan Perempuan Dan Pelindungan Anak;
3) Pangan;
4) Pertanahan;
5) Lingkungan Hidup;
6) Administrasi Kependudukan Dan Pencatatan Sipil;
7) Pemberdayaan Masyarakat Dan Desa;
8) Pengendalian Penduduk Dan Keluarga Berencana;
9) Perhubungan;

56
Pasal 11 UU No 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah
57
Pasal 12 ayat 1 UU No 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah
58
Pasal 12 ayat 2 UU No 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah

33
10) Komunikasi Dan Informatika;
11) Koperasi, Usaha Kecil, Dan Menengah;
12) Penanaman Modal;
13) Kepemudaan Dan Olah Raga;
14) Statistik;
15) Persandian;
16) Kebudayaan;
17) Perpustakaan; Dan
18) Kearsipan.
d. Urusan Pemerintahan Pilihan59 sebagaimana dimaksud dalam Pasal
11 ayat (1) meliputi:
1) Kelautan Dan Perikanan;
2) Pariwisata;
3) Pertanian;
4) Kehutanan;
5) Energi Dan Sumber Daya Mineral;
6) Perdagangan;
7) Perindustrian; Dan
8) Transmigrasi.
Sedangkan penjelasan lebih lanjut mengenai pembagian kewenangan

pemerintah pusat, provinsi dan kabupaten dan kota sesuai dengan pasal 14 UU

No 23 Tahun 2014 tentang pemerintahan daerah meliputi:

1. Penyelenggaraan Urusan Pemerintahan bidang kehutanan, kelautan, serta


energi dan sumber daya mineral dibagi antara Pemerintah Pusat dan
Daerah provinsi.
2. Urusan Pemerintahan bidang kehutanan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) yang berkaitan dengan pengelolaan taman hutan raya kabupaten/kota
menjadi kewenangan Daerah kabupaten/kota.
3. Urusan Pemerintahan bidang energi dan sumber daya mineral
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang berkaitan dengan pengelolaan
minyak dan gas bumi menjadi kewenangan Pemerintah Pusat.
4. Urusan Pemerintahan bidang energi dan sumber daya mineral
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang berkaitan dengan pemanfaatan
langsung panas bumi dalam Daerah kabupaten/kota menjadi kewenangan
Daerah kabupaten/kota.

59
Pasal 12 ayat 3 UU No 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah

34
5. Daerah kabupaten/kota penghasil dan bukan penghasil mendapatkan bagi
hasil dari penyelenggaraan Urusan Pemerintahan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1).
6. Penentuan Daerah kabupaten/kota penghasil untuk penghitungan bagi
hasil kelautan adalah hasil kelautan yang berada dalam batas wilayah 4
(empat) mil diukur dari garis pantai ke arah laut lepas dan/atau ke arah
perairan kepulauan.
7. Dalam hal batas wilayah kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada
ayat (6) kurang dari 4 (empat) mil, batas wilayahnya dibagi sama jarak
atau diukur sesuai dengan prinsip garis tengah dari Daerah yang
berbatasan.
F. Pengertian Hukum Pertambangan

Hukum pertambangan merupakan kajian hukum yang mengalami

perkembangan yang sangat pesat. Istilah hukum pertambangan berasal dari

terjemahan bahasa inggris yaitu mining law yang artinya hukum pertambangan

merupakan seperangkat aturan yang bertujuan untukmelindungi kepentingan yang

berkaitan dengan industry pertambangan dan memberikan penjelasan yang bersifat

umum kepada siapa saja yang mempunyai hak- hak untuk melakukan kegiatan-

kegiatan pertambangan.

Joseph F. castrilli mengemukakan pengertian hukum pertambangan adalah

hukum sebagai dasar dalam pelaksanaan perlindungan lingkungan dalam kaitanya

dengan kegiatan pertambangan yang meliputi kegiatan eksploitasi, konstruksi,

reklamasi dan rehabilitasi60.

1. Hubungan Antara Hukum Pertambangan Dengan Lingkungan

60
H. Salim Hs, Hukum Pertambangan Mineral Dan Batu Bara, Jakarta, Sinar Grafika, Cet
Kedua, 2014,hlm 12-13.

35
Hukum pertambangan mempunyai hubungan yang sangat erat dengan

hukum lingkungan karena setiap usaha pertambangan apakah itu

pertambangan umum maupun pertambangan minyak dan gas bumi wajib

untuk memelihara kelangsungan daya dukung dan daya tampung lingkungan

hidup61.

a) Pengertian Pertambangan

Secara sederhana pertambangan dapat di berikan pengertian

adalah suatu kegiatan yang di lakukan dengan pengalian kedalam tanah

(bumi) untuk dapat sesuatu yang berupa hsil tambang ( mineral,

minyak, gas bumi dan batu bara serta kekeyaan alam lain- nya.

Adapun pengertian pertambangan dalam dalam pasal 1 angka 1

UU No 4 Tahun 2009 adalah sebagai keseluruhan tahapan kegiatan

dalam rangka penelitian, pengelolahan dan pengusahaan mineral atau

batu bara yang meliputi penyelidikan umum, eksploitasi, studi

kelayakan, konstruksi, pertambangan, pengelolahan dan pemurnian

pengangkutan dan penjualan serta kegiatan pascatambang.62

b) Asas–Asas Pertambangan

Asas asas yang berlaku dalam penambangan mineral dan batu bara

telah di tetapkan dalam UU No 4 Tahun 2009 ada 4 macam63:

1) Manfaat, Keadilan Dan Keseimbangan

61
Hs H. Salim, Hukum Pertambangan Di Indonesia, Jakarta, PT Rajagrafindo Persada, Cetakan
6, 2014,hlm 29
62
Gatot Supramono,Op. Cit.,hlm 6,
63
Ibid., ,hlm 7-8.

36
Asas kemanfatan dalam pertambangan adalah menunjukan

bahwa di dalam melakukan penambangan harus mampu

memberikan keuntungan yang sebesar besarnya bagi peningkatan

kemakmuran dan kesejahteraan rakyat.

Kemudian keadilan adalah dalam melakukan pertambangan

harus mampu memberikan peluang dan kesempatan yang sama

secara proposional bagi semua warga negara tanpa ada yang di

kecualikan.

Sedangkan asas keseimbangan adalah dalam melakukan

kegiatan penambangan wajib wajib memperhatikan bidang-

bidang lain terutama yang berkenaan langsung dengan dampaknya.

2) Keberpihakan Kepada Kepentingan Negara

Asas ini mengatakan bahwa di dalam melakukan kegiatan

penambangan berorientasi kepada kepentingan negara. Walaupun

didalam melakukan usaha pertambangan dengan mengunakan

modal asing maupun perencanaan asing tetapi kegiatan dan

hasilnya hanya untuk kepentingan nasional.

3) Partisipatif, Transparansi Dan Akuntabilitas

Asas partisipasi adalah asas yang menghendaki bahwa

dalam melakukan kegiatan pertambangan di butuhkan peran serta

masyarakat untuk penyusunan kebijakan, pengelolahan,

pemantauan dan pelaksanaan terhadap pelaksanaannya.

37
Asas transparansi adalah keterbukaan dalam

penyelengaraan kegiatan pertambangan di harapkan masyarakat

luas dapat memperoleh informasi yang benar, jelas jujur dan

selanjutnya masyarakat dapat memberikan bahan masukan kepada

pemerintah.

Asas akuntabilitas adalah kegiatan pertambangan di

lakukan dengan cara-cara yang benar sehingga dapat di

pertanggungjawabkan kepada negara dan masyarakat.

4) Keberlanjutan Dan Berwawasan Lingkungan

Asas keberlanjutan dan berwawasan lingkungan adalah

asas yang secara terencana mengintgrasikan dimensi ekonomi,

lingkungan, sosial, budaya dalam keseluruhan usaha pertambangan

mineral dan batu bara untuk mewujudkan kesejahteraan masa kini

dan masa mendatang.

C) Kewenangan Pengelolaan

Sejalan dengan penguasaan pertambangan berada pada

pemerintah maka pengelolaannya dilakukan pembagian wewenang

dengan mengikuti tingkat kewenangannya, yaitu pemerintah tingkat

pusat, provinsi, kabupaten/kota64.

a. Pemerintah Pusat

64
Ibid., hlm 8 – 9.

38
Pemerintah pusat memiliki kewenangan mengelola pertambangan
dengan ruang lingkup nasional,antara lain untuk melakukan
tindakan sebagai berikut:
1. Penepatan kebijakan nasional,
2. Pembuatan peraturan perundang-undangan,
3. Penepatan standar nasional,pedoman, dan criteria,
4. Penetapan sistem perizinan pertambangan mineral dan batu
bata nasional,
5. Penetapan wilayah pertambangan yang dilakukan setelah
berkoordinasi dengan pemerintah daerah dan berkonsultasi
dengan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia,
6. Pemberian IUP, pembinaan, penyelesaian konflik masyarakat,
dan pengawasan usaha pertambangan yang berada pada lintas
wilayah provinsi dan/atau wilayah laut lebih dari 12 (dua belas)
mil dari garis pantai.
b. Pemerintah Provinsi
Untuk Pemerintah Provinsi Ruang Lingkup Kewenangan
Pengelolaan sesuai dengan wilayah administrasinya,antara lain
yaitu:
1. Pembuatan peraturan perundang-undangan daerah,
2. Pemberian izin usaha pertambangan, pembinaan, penyelesaian
konflik masyarakat dan pengawasan usaha pertambangan pada
lintas wilayah kabupaten/kota dan/atau wilayah laut 4 (empat)
mil sampai dengan 12 (dua belas) mil,
3. Pemberian izin usaha pertambangan,pembinaan,penyelesaian
konflik masyarakat dan pengawasan usaha pertambangan
operasi produksi yang kegiatannya berada pada lintas wilayah
kabupaten/kota dan/atau wilayah laut 4 (empat) mil sampai
dengan 12 (dua belas) mil.

c. Pemerintah Kabupaten/Kota
Sedangkan untuk kewenangan pemerintah kabupaten/kota
dalam melakukan pengelolaan pertambangan meliputi wilayah
administrasinya, antara lain dengan:
a. Pembuatan peraturan perundang-undangan daerah,
39
b. Pemberian izin usaha pertambangan (IUP) dan izin
pertambangan rakyat (IPR), pembinaan, penyelesaian konflik
masyarakat,dan pengawasan usaha pertambangan diwilayah
kabupaten/kota dan/atau wilayah laut sampai dengan 4
(empat) mil,
c. Pemberian IUP dan IPR, pembinaan, penyesuaian konflik
masyarakat dan pengawasan usaha pertambangan operasi
produksi yang kegiatannya berada diwilayah kabupaten/kota
dan/atau wilayah laut sampai dengan 4 (empat) mil,
d. Penginventarisasian, penyelidikan dan penelitian, serta
eksplorasi dalam rangka memperoleh data dan informasi
mineral dan batu bara,
e. Pengelolaan informasi geologi, informasi potensi mineral dan
batu bara, serta informasi pertambangan pada wilayah
kabupaten/kota,
f. Penyusunan sumber daya mineral dan batu bara pada wilayah
kabupaten/kota,
g. Pengembangan dan pemberdayaan masyarakat setempat
dalam usaha pertambangan dengan memperhatikan kelestarian
lingkungan.

BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

A. Pendekatan Masalah

Secara khusus menurut jenis, sifat dan tujuannya suatu penelitian hukum

dibedakan menjadi dua penelitian yuridis normatif dan penelitian yuridis empiris.

Dalam penelitian yang dilakukan penulis saat ini digunakan penelitian yang bersifat

normatif atau yuridis normatif “

Metode penelitian ini yang digunakan oleh penulis dalam penulisan ini

adalah penelitian hukum normatif, yaitu penelitian hukum doktriner, juga disebut

sebagai penelitian perpustakaan atau studi dokumen. Disebut penelitian hukum

doktriner, karena penelitian ini dilakukan atau ditujukan hanya pada peraturan-
40
peraturan yang tertulis atau bahan-bahan hukum yang lain, sebagai penelitian

perpustakaan atau studi dokumen disebabkan penelitian ini banyak dilakukan

terhadap data yang bersifat sekunder yang ada di perpustakaan 65. Sehubungan

dengan tipe penelitiannya yuridis normatif maka pendekatan yang digunakan adalah

pendekatan hukum yang berlaku di Indonesia (hukum positif). Suatu analisis pada

hakekatnya menekankan pada metode deduktif sebagai pegangan utama, dan

metode induktif sebagai tata kerja penunjang.analisis normatif mempergunakan

bahan-bahan kepustakaan sebagai sumber data penelitiannya.66

B. Sumber Data Dan Bahan Hukum

Penelitian ini menggunakan data sekunder. Data sekunder mempunyai atau

memiliki tiga bahan hukum yaitu bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan

bahan hukum tersier, agar hasil penelitian ini dapat bernilai ilmiah, maka

bahan/sumber hukum, yang digunakan, mencakup :

a. Bahan hukum primer adalah bahan hukum yang mempunyai otoritas 67Yaitu
Mencakup:
1) UUD 1945 ( Undang-Undang Dasar 1945)
2) UU No 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah
3) UU No 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan Dan Pengelolahan
Lingkungan Hidup (UUPPLH)
4) UU No 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan Dan Batubara
5) Kontrak Karya

65
Bambang Waluyo, Penelitian Hukum Dalam Praktek, Jakarta, Sinar Grafika, 2008,hlm 14
66
Amirudin, Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, Jakarta, Raja Grafindo, 2012,
hlm. 16
67
Ali Zainudin, Metode Penelitian Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, 2011, hlm. 47

41
6) Dokumen Penanggulan Kerusakan Lingkungan Dari PT Freeport Indonesia
7) Dokumen Dokumen kerusakan oleh Badan Lingkungan Hidup Di
Kabupaten Mimika Papua.
8) Dokumen Partisipasi Pembangunan Berkelanjutan Untuk Sistem
Pengelolahan Tailing.
b. Bahan hukum sekunder yaitu mencakup bahan hukum yang memberikan
penjelasan mengenai bahan hukum primer, seperti literatur-literatur rancangan
Undang-Undang, hasil-hasil penelitian, hasil-hasil karya tulis, serta makalah-
makalah.68:
1) Buku Hukum Pemerintahan Daerah
2) Buku Hukum Lingkungan Dan Perizinan
3) Buku Hukum Lingkungan
4) Buku Hukum Pertambangan Di Indonesia
5) Buku Freeport Indonesia Pengelolahan SDA Berkelanjutan.
6) Buku Hukum dan Kontrak Karya
7) Buku Tentang Metode Penelitian Hukum
c. Bahan hukum tersier

Bahan hukum yakni bahan-bahan yang memberi petunjuk maupun

penjelasan terhadap bahan sekunder, misalnya seperti kamus-kamus,

ensiklopedia, dan sebagainya.69

C. Metode Pengumpulan dan Pengolahan Data

Untuk dapat memperoleh data yang relevan dengan pembahasan tulisan ini,

maka penulis melakukan teknik pengumpulan data sebagai berikut :

1. Penelitian kepustakaan

68
Soerjono Soekanto, Penelitian Hukum Normatif, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta 2006,
hlm.13
69
Bambang Sugiono, “ Metode Penelitian Hukum”, Jakarta, Rajawali Pers, 2011 hlm.113-
114

42
Pengumpulan data pustaka di peroleh dari berbagai data yang berhubungan

dengan hal – hal yang diteliti berupa dokumen dan literatur yang berkaitan

dengan hal – hal yang diteliti, yang berkaitan dengan penelitian ini.

2. Penelitian lapangan

Penelitian lapangan ini ditempuh dengan cara : yaitu pertama melakukan

observasi, yaitu mengumpulkan data dengan cara pengamatan langsung dengan

objek penelitian. Kedua dengan cara wawancara (interview) langsung dengan

kepala Badan Lingkungan hidup Kabupaten Mimika Papua serta lembaga

penaganan kerusakan lingkungan PT Freeport Indonesia.

D. Metode Analisis Data

Data yang di peroleh dari data primer dan data sekunder akan di olah dan di

analisis secara kualitatif, selanjutnya data tersebut di deskriptifkan dalam artian

bahwa data akan menjelaskan, menguraikan, dan menggambarkan permasalahan

dengan penyelesaian berkaitan dengan penulisan ini.

E. Lokasi Penelitian

Penelitian di lakukan di instansi Badan Lingkungan Hidup yang merupakan

instansi yang bertugas dan tanggungjawab terhadap Pengawasan, Pengendalian,

Pemulihan, Penegakan Hukum Lingkungan Hidup sesuai dengan UU No 32 Tahun

2009 tentang Perlindungan Dan Pengelolahan Lingkungan Hidup (UUPPLH).

F. Waktu penelitian

Penelitian dilaksanakan selama kurang lebih dua bulan dimulai bulan

november 2015 sampai desember 2015. Pada bulan november 2015 penulis

43
melakukan observasi dilokasi penelitian, sehingga memiliki data dan gambaran

mengenai masalah penelitian yang dibahas.

44
BAB IV
PEMBAHASAN

A. Tanggungjawab PT Freeport Indonesia Terhadap Penanganan Kerusakan


Lingkungan akibat Pertambangan Di Kabupaten Mimika Papua.

Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1967 Tentang Ketentuan Pokok

Pertambangan yang telah di cabut dan diganti dengan Undang- Undang No 4 Tahun

2009 Tentang Pertambangan Mineral Dan Batu Bara. Oleh sebab itu, segala

ketentuan yang mengatur berbagai hal dalam klausul- klausul nya termasuk

ketentuan yang berkaitan dengan perlindungan dan pengelolahan lingkungan hidup

perjanjian kontrak karya.

Dalam pengusahaan pertambangan salah satu kegiatan yang menyangkut

kepentingan umum yang perlu mendapatkan pengawasan adalah pencegahan dan

penanggulangan pencemaran dan pengerusakan lingkungan hidup sebagai akibat

pelaksanaan pengusaha pertambangan.

Sebagaimana disebut dalam Pasal 26 kontrak karya yang mengatur mengenai

pengelolahan dan perlindungan lingkungan hidup dinyatakan bahwa:

1. Perusahaan sesuai dengan Undang- undang dan peraturan- peraturan

perlindungan lingkungan hidup dan suaka alam yang berlaku di Indonesia

harus berusaha sungguh- sungguh melakukan kegiatan menurut persetujuan itu

sedemikian rupa untuk mengurangi kerusakan lingkungan dan mempergunakan

cara penambangan modern yang sudah umum berlaku dewasa ini untuk

melindungi sumber daya alam terhadap kerusakan yang tidak perlu mengurangi

45
pencemaran dan pengotoran oleh pembuangan gas beracun kepada lingkungan

membuang limbah dengan cara- cara yang sesuai dengan praktek pembuangan

limbah yang baik dan secara umum memelihara kesehatan dan keselamatan

pegawainya dan masyarakat setempat. Perusahaan tidak akan melakukan

tindakan-tindakan yang mungkin menutup atau membatasi secara tidak perlu

dan tidak wajar pemgembangan lebih lanjut sumber daya daerah tempat

beroprasi.

2. Perusahaan harus memasang dan mempergunakan peralatan- peralatan

keselamatan kerja yang mutakhir diakui secara inernasional dan harus

memperhatikan tanda-tanda keselamatan kerja mutakhir yang diakui secara

internasional dan memperhatikan kondisi- kondisi dan operasi- operasi serupa

yang dilakukan oleh perusahaan berdasarkan persetujuan ini, termasuk

tindakan- tindakan yang di rencanakan untuk mencegah dan mengontrol

kebakaran.

3. Perusahaan harus memasukan dalam studi kelayakan untuk setiap wilayah

pertambangan baru suatu studi mengenai dampak lingkungan yang

menganalisa potensi dampak akibat operasi-oprasinya terhadap tanah, air,

udara sumber daya biologis dan pemukiman penduduk. studi mengenai dampak

lingkungan juga akan menguraikan tindakan-tindakan yang akan dilakukan

oleh perusahaan untuk mengurangi dampak-dampak yang merugikan.

Kontraktor juga berkewajiban untuk menggunakan tata cara dan peralatan

pertambangan yang berwawasan lingkungan dengan baik, benar dan efektif serta

46
efisien seperti yang tercantum dalam Pasal 20 Ayat (1) Kontrak Karya Generasi VII

bahwa :

“Perusahaan sesuai dengan peraturan perundang – undangan perlindungan


lingkungan hidup dan suara alam yang berlaku dari waktu ke waktu di Indonesia
harus berusaha sungguh – sungguh melakukan kegiatan menurut persetujuan ini
sedemikian rupa untuk mengurangi dan menanggulangi kerusakan lingkungan
hidup dan mempergunakan praktik indsutri penambangan modern yang sudah
diakui untuk melindungi sumber daya alam terhadap kerusakan yang tidak perlu.
Mengurangi pencemaran dan pengotoran oleh pembuangan gas beracun kepada
lingkungan hidup, membuang limbah dengan cara menuruti syarat- syarat
pembuangan limbah yang sudah ditetapkan dan secara umum memelihara
kesehatan dan keselamatan pegawainya dan kehidupan masyarakat setempat.
Perusahaan tidak akan melakukan tindakan yang mungkin menutup atau
membatasi secara tidak perlu dan tidak wajar pengembangan lebih lanjut sumber
daya daerah tempat beroperasi.”

Pada dasarnya setiap orang kelompok atau badan hukum termasuk

perusahaan pertambangan memiliki kewajiban memelihara lingkungan hidup dan

mencegah serta menanggulangi kerusakan dan pencemaran lingkungan.

Terlaksananya pembangunan berwawasan lingkungan dan terkendalinya

pemanfaatan sumber daya alam secara bijak merupakan tujuan utama pengelolaan

lingkungan hidupyang diterjemahkan dalam bahasa operasional di bidang

pertambangan sebagai perlindungan lingkungan yaitu upaya nyata dengan

mengintegrasikan kegiatan pengelolaan lingkungan kedalam kegiatan operasi

pertambangan.

Untuk mencapai tujuan sejak awal perencanaan atau kegiatan sudah di

perkirakan adanya perubahan rona lingkungan akibat pembentukan suatu kondisi

47
lingkungan baru baik yang menguntungkan maupun yang merugikan yang timbul

sebagai akibat diselenggarakannya kegiatan usaha pertambangan.

Bagi masyarakat lingkungan alam merupakan sumber penghidupannya, oleh

sebab itu perusahaan di dalam melakukan operasi harus menangani masalah

kerusakan lingkungan fisik sebagai akibat operasinya. Meskipun suatu perusahaan

sudah menghentikan kegiatannya dengan adanya indikasi pencemaran lingkungan

akan tetapi klaim dari masyarakat tidak dapat berhenti mengingat dampak negatif

akibat dari adanya pencemaran tersebut mungkin baru di rasakan beberapa tahun

kemudian. Kinerja yang buruk dalam pengelolaan lingkungan hidup akan dijadikan

kriteria penilaian kinerja perusahaan yang buruk.

Perusahaan yang saat ini mendapatkan sorotan tajam dari berbagai pihak

dalam kaitannya dengan kewajiban untuk melakukan upaya – upaya perlindungan

lingkungan hidup ataupun tanggung jawab terhadap penanganan kerusakan

lingkungan dalam usaha pertambangan adalah PT Freeport Indonesia.

Berbagai langkah yang di lakukan Upaya Pemerintah kabupaten Mimika

Terhadap Penanganan Kerusakan Lingkungan Hidup dengan maksud adanya

Pembangunan Berkelanjutan di Kabupaten Mimika mulai pembuatan Perjanjian

Partisipasi Pembangunan Berkelanjutan Untuk Sistem Pengelolahan Tailing yang di

buat dan di tanda tangani pada17 april 2012 Perjanjian Partisipasi Pembanguan

Berkelanjutan Untuk Sistem Pengelolahan Tailing di buat dan di tanda tangani oleh

pemerintah provinsi, kabupaten dan PT Freeport Indonesia. Aktivitas pertambangan

PT Freeport Indonesia berdasarkan pada

48
1. AMDAL (Analisis Mengenai Dampak Lingkungan) 300K yang telah di setujui

oleh Menteri Negara Lingkungan Hidup melalui keputusan nomor

55/MENLH/12/1997 menunjuk areal- areal pengendapan dan pengelolaan

tailing.

2. Surat Gubernur Irian Jaya Nomor 540/154/SET januari 1995 tentang

pemanfaatan sungai Aghawagon – Otomona – Ajkwa – Minarjewi untuk

transportasi tailing sebagaimana telah diubah dengan surat gubernur Irian Jaya

nomor 540/2102/SET tertanggal 20 Juni 1996.

3. Surat Keputusan Bupati Mimika Nomor 4 Tahun 2005 Tentang Penunjukan

Dan Pemanfaatan sungai Aghawagon – Otomona – Ajkwa – Minarjewi (sistem

sungai) untuk tailing dan transportasi sendimen dan endapan di daerah

pengendapan Ajkwa yang di modifikasi (DPA) muara Ajkwa dan laut Arafura

(sistem pengelolaan tailing dari Amdal 300K)

Maksud dan tujuan dibuatnya perjanjian partisipasi pembangunan berkelanjutan

untuk sistem pengelolaan tailing dengan nomor 540/1406/SET yang dibuat pada tanggal

17 April 2012 antara lain membahas tujuan sebagai berikut :

1. Membahas dan mengkoordinasi program– program pembangunan berkelanjutan

untuk menghindari duplikasi dan tumpang tindih antara program yang di danai.

2. Pendukung prakarsa untuk pembangunan berkelanjutan jangka panjang atas

program – program dengan meningkatkan tanggungjawab dan peran serta

masyarakat dan pemerintah.

49
3. Membantu dan mendukung untuk menyelesaikan setiap perselisihan atau

keluhan masyarakat mengenai pelaksanaan program pengembangan masyarakat.

4. Mengenai dana partisipasi pembangunan berkelanjutan.

Sehubungan dengan perjanjian pembangunan berkelanjutan untuk sistem

pengelolaan tailing pendanaan yang di berikan oleh PT Freeport Indonesia berjumlah

total US$ 6.000.000.00 (Enam Juta Dolar Amerika Serikat) per tahun. Dengan sistem

pengelolahan tailing adalah sebagai berikut:

1. Berdasarkan AMDAL (Analisis Mengenai Dampak Lingkungan) 300K yang

telah di setujui oleh Menteri Negara Lingkungan Hidup melalui keputusan

nomor 55/MENLH/12/1997 menunjuk areal- areal pengendapan dan

pengelolaan tailing. Surat Gubernur Irian Jaya Nomor 540/154/SET januari

1995 tentang pemanfaatan sungai Aghawagon – Otomona – Ajkwa – Minarjewi

untuk transportasi tailing sebagaimana telah diubah dengan surat gubernur Irian

Jaya nomor 540/2102/SET tertanggal 20 Juni 1996. Surat Keputusan Bupati

Mimika Nomor 4 Tahun 2005 Tentang Penunjukan Dan Pemanfaatan sungai

Aghawagon – Otomona – Ajkwa – Minarjewi (sistem sungai) untuk tailing dan

transportasi sendimen dan endapan di daerah pengendapan Ajkwa yang di

modifikasi (DPA) muara Ajkwa dan laut Arafura (sistem pengelolaan tailing

dari Amdal 300K). Maka berdasrkan keterangan diatas PT Freeport Indonesia di

izinkan untuk terus mengunakan seluruh areal yang meliputi sistem

pengelolahan tailing untuk desposisi dan transportasi tailing dan sendimentasi

lainnya dan operasi pertambangan dan penggilingan serta masa depan PT

50
Freeport Indonesia sampai pada PT Freeport Indonesia berhenti mengoprasikan

tambang sesuai dengan kontrak karyanya. Serta dalam hal ini PT Freeport

Indonesia mengakui bahwa Amdal, tailing, dan bahan sendimen akan terus

mempengaruhi muara dan bahwa tailing dan bahan sendimen akan

menyebabkan penciptaan tambahan tanah serta perpanjangan muara ajkwa

menuju ke laut sepanjang masa operasi pertambangan.

2. Kementrian, Pemerintah Dan Badan Regulasi yang berwenang telah menunjuk

dan menyatakan areal yang telah teridentifikasi sebagai sistem pengelolah

tailing di dedikasikan untuk pengangkutan dan penempatan tailing dan

sendimen lainnya. Kemudian Kementrian, Pemerintah Dan Badan Regulasi

yang berwenang telah mengadopsi peraturan atau keputusan yang sesuai untuk

sistem pengelolahan tailing serta Amdal PT Freeport Indonesia di prediksikan

oleh PT Freeport Indonesia sendiri bahwa 50% tailing tersebut akan di simpan

di darat di areal DPA, dengan partikel tailing dan sndimen lainya akan masuk

dan mengendap di muara Ajkwa dan laut arafura bersama- sama membentuk

tailing. PT Freeport Indonesia Menyatakan bahwa berdasarkan peraturan yang

berlaku apabila di ketemukan oleh pihak independen tailing yang di hasilkan

darikegiatan usaha pertambangan yang memiliki karaktaristik (B3) sebagai

limbah bahan berbahaya dan beracun dan kemudian terbukti maka PT Freeport

Indonesia harus bertanggungjawab.

3. Perjanjian yang di buat oleh PT Freeport Indonesia dan pemerintah daerah

terkait dengan pastisipasi pembangunan yang berkelanjutan yang tidak

51
mengijinkan atau memberikan izin kepada pihak lain kedalam wilayah proyek

PT Freeport Indonesia, termasuk sistem pengelolahan tailing, dan tidak adanya

peanmbangan, pengelolahan atau pengambilan tailing atau sendimen di wilayah

proyek kecuali dengan persetujuan PT Freeport Indonesia. Hal tersebut di larang

dengan alasan dapat mempengaruhi kemampuan PT Freeport Indonesia untuk

secara benar mengelolah tailing, tanggul-tanggul, pertimbangan keamanan dan

dampak lingkungan.

Dari berbagai perjanjian partisipasi pembangunan yang di buat oleh pemerintah provinsi

dan kabupaten dengan PT Freeport Indonesia dengan terdapat beberapa asas hukum

pertambangan yang kurang di perhatikan antara lain sebagai berikut:

1. PT Freeport Indonesia mengakui bahwa Amdal, tailing, dan bahan sendimen

akan terus mempengaruhi muara dan bahwa tailing dan bahan sendimen akan

menyebabkan penciptaan tambahan tanah serta perpanjangan muara ajkwa

menuju ke laut sepanjang masa operasi pertambangan oleh sebab itu di

perlukanya tanggungjawab PT Freeport Indonesia dengan tujuan tercapainya

suatu keseimbangan lingkungan hidup yang memerlukan adanya kegiatan

penambangan yang wajib memperhatikan bidang- bidang lain terutama yang

berkenaan langsung dengan dampaknya.

2. Pastisipasi pembangunan yang berkelanjutan yang tidak mengijinkan atau

memberikan izin kepada pihak lain kedalam wilayah proyek PT Freeport

Indonesia, termasuk sistem pengelolahan tailing, dan tidak adanya

peanmbangan, pengelolahan atau pengambilan tailing atau sendimen di

52
wilayah proyek kecuali dengan persetujuan PT Freeport Indonesia. Hal tersebut

di larang dengan alasan dapat mempengaruhi kemampuan PT Freeport

Indonesia untuk secara benar mengelolah tailing, tanggul-tanggul,

pertimbangan keamanan dan dampak lingkungan.

Dengan aturan inilah pemerintah provinsi dan kabupaten mimika telah

menutup transparansi dan keterbukaan dalam penyelengaraan kegiatan

pertambangan di harapkan masyarakat luas dapat memperoleh informasi yang

benar, jelas jujur dan selanjutnya masyarakat dapat memberikan bahan

masukan kepada pemerintah akan tetapi semuanya harus ditutupi sehingga

sangat sulit sekali untuk mengetahui suatu kegiatan pertambangan di lakukan

dengan cara-cara yang benar atau tidak sehingga dapat di

pertanggungjawabkan kepada negara dan masyarakat.

3. Sistem Pengelolaan Tailing pendanaan yang di berikan oleh PT Freeport

Indonesia berjumlah total US$ 6.000.000.00 (Enam Juta Dolar Amerika

Serikat) per tahun. kemanfatan dalam pengelolahan tailing dan sendimen dalam

usaha pembangunan yang berkelanjutan dan berwawasan lingkungan

menunjukan bahwa di dalam melakukan penambangan harus mampu

memberikan keuntungan yang sebesar besarnya bagi peningkatan kemakmuran

dan kesejahteraan rakyat. Hal ini di karenakan pendanaan yang di berikan oleh

PT Freeport Indonesia berjumlah total US$ 6.000.000.00 (Enam Juta Dolar

Amerika Serikat) per tahun tidak sebanding dengan kerusakan yang di lakukan

bahkan jauh lebih besar pendanaan untuk merehabilitasi dan mereklamasi

53
aliran sungai yang menjadi tempat pembuangan tailing dan pengendapan

sendimen. Oleh sebab itu dalam melakukan kegiatan pertambangan PT

Freepot Indonesia di wajibkan berorientasi kepada lingkungan hidup.

Tanggung Jawab Adminitrasi

Berjalannya suatu perusahaan memerlukan suatu kepastian hukum atas hak untuk

mendirikan dan menjalankan kegiatan usahannya.Untuk itu dalam legalisasi berdiri serta

berjalannya kegiatan usaha dalam suatu perusahaan, membutuhkan peran serta

pemerintah untuk menerbitkan keputusan terhadap keabsaahan berdiri dan berjalannya

suatu kegiatan usaha.Bentuk suatu legalitas berdiri dan berjalannya suatu perusahaan

adalah mengenai penerbitan atau pemberian ijin oleh pemerintah.

Setiap perusahaan wajib melaksanakan tugas dan tanggung jawab sesuai dengan

peraturan yang berlaku seperti yang telah di jelaskan dalam berbagai peraturan yang

berlaku khususnya dalam lingkup UUPPLH.

UUPPLH mengatur ketentuan-ketentuan yang berwawasan lingkungan, oleh

karena itu suatu kegiatan usaha atau perusahaan dalam melakukan proses produksinya

wajib memperhatikan situasi dan kondisi lingkungan sekitarnya. Berarti, apabila terjadi

pelanggaran oleh perusahaan sehingga terjadi perusakan atau pencemaran lingkungan

maka, terhadap perusahaan tersebut dapat dikenakan pertanggungjawaban atas

perbuatanya tersebut.Untuk itu berkaitan dengan tugas dan tanggung jawab pemerintah

yang telah mengeluarkan izin usaha pada suatu perusahaan, maka secara konstitusional

54
pemerintah terkaitpun wajib untuk mencabut izin tersebut. Dalam UUPPLH telah

mengatur mengenai pertanggungjawaban administrasi suatu perusahaan, seperti

dijelaskan oleh pasal-pasal di bawah ini:

Pasal 76

(1)   Menteri, gubernur, atau bupati/walikota menerapkan sanksi administratif kepada

penangung jawab usaha dan/atau kegiatan jika dalam pengawasan ditemukan

pelanggaran terhadap izin lingkungan.

(2)   Sanksi administratif terdiri atas:

a.       teguran tertulis;

b.      paksaan pemerintah;

c.       pembekuan izin lingkungan; atau

d.      pencabutan izin lingkungan.

Pasal 77

Menteri dapat menerapkan sanksi administratif terhadap penanggung jawab usaha

dan/atau kegiatan jika Pemerintah menganggap pemerintah daerah secara sengaja tidak

menerapkan sanksi administratif terhadap pelanggaran yangserius di bidang

perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.

Pasal 78

(1)   Sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76 tidak membebaskan

penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan dari tanggung jawab pemulihan dan pidana.

55
Pasal 79

Pengenaan sanksi administratif berupa pembekuan atau pencabutan izin lingkungan

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76 ayat (2) huruf c dan huruf d dilakukan apabila

penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan tidak melaksanakan paksaan pemerintah.

Pertanggung jawaban tersebut dapat di bebankan apabila telah ada putusan yang

telah berkekuatan hukum tetap oleh pengadilan atau pejabat/badan terkait lainya

dan/atau telah ada kesepakatan bagi pertanggungjawaban perdata.

B.     Upaya Penyelesaian Sengketa Pencemaran Lingkungan Yang Dilakukan Oleh

Perusahaan.

Permasalahan lingkungan hidup berkembang dengan cepat ditandai dengan

kegiatan pencemaran dan perusakan lingkungan hidup yang sangat terkait erat dengan

perkembangan kemajuan teknologi yang menjadi kunci utama dari kesuksesan kegiatan

pembangunan nasional multi aspek. Akses kemajuan tenologi memberi dampak, tidak

hanya positif tetapi juga dampak negatif, khususnya bagi pelestarian lingkungan hidup.

Dengan terjadinya pencemaran lingkungan tersebut, tentunya menimbulkan

dampak buruk bagi kelangsungan kehidupan manusia atau masyarakan sekitarnya.

Biasanya pencemaran lingkungan terjadi akibat proses produksi suatu perusahaan. Oleh

karena itu tentunya setiap masyarakat yang mengalami dampak akibat pencemaran

lingkungan itu mengajukan suatu keberatan bahkan tuntutan kepada suatu perusahaan itu

dengan dampak negatif itu yang membuat ketidak nyamanan pada keadaan lingkungan

sekitar.

56
Sengketa pencemaran lingkungan merupakan suatu sengketa yang terjadi akibat

dari suatu proses produksi dari suatu perusahaan. Biasanya sengketa terjadi apabila salah

satu pihak mengajukan keberatan ataupun tuntutan kepada suatu perusahaan agar

kiranya bertanggungjawab atas pencemaran yang dilakukannya itu.

Indonesia merupakan suatu Negara hukum yang prosedur segala sesuatunya

diatur dalam suatu peraturan-peraturan tertentu, termasuk peraturan mengenai

mekanisme, serta upaya penyelesaian sengketa pencemaran lingkungan baik yang

dilakukan perorangan baik suatu korporasi atau perusahaan.

Menurut Pasal 1 angka (25) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang

Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, menjelaskan bahwa “Sengketa

lingkungan hidup adalah perselisihan antara dua pihak atau lebih yang timbul dari

kegiatan yang berpotensi dan/atau telah berdampak pada lingkungan hidup.”70[53]

Dalam hal terjadinya sengketa atas pencemaran lingkungan yang dilakukan oleh suatu

perusahaan, Dalam struktur penegakan hukum terdapat tiga instrumen, yaitu melalui instrumen

administratif atau pemerintah; instrumen hukum perdata oleh pihak yang dirugikan sendiri atau

atas nama kepentingan umum; dan instrumen hukum pidana melalui tindakan

penyidikan.Penyelesaian sengketa lingkungan dapat dilakukan melalui pengadilan atau di luar

pengadilan. Penyelesaian sengketa melalui pengadilan yaitu melalui proses perdata dan pidana.

Sedangkan penyelesaian sengketa di luar pengadilan dilakukan melalui arbitrase dan

70[
Pasal 1 angka (25) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan Dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup.
57
musyawarah yaitu negosiasi, mediasi, dan konsiliasi sesuai pilihan hukum berupa kesepakatan

dan bersifat pacta sunt servanda bagi para pihak.

Tanggung Jawab Pidana

“Tiada pidana tanpa kesalahan” dan tiada pertanggungjawaban pidana tanpa

perbuatan pidana” istilah tersebut merupakan suatu teori pertanggungjawaban dalam

hukum pidana. Seorang/badan usaha (korporasi) yang melakukan tindak pidana wajib

mempertanggung jawabkan perbuatannya.UUPPLH telah mengatur mengenai

Pertanggung jawaban pidana terhadap perusahaan yang melakukan perusakan atau

pencemaran lingkungan, seperti yang dijelaskan pada pasal-pasal terbut di bawah ini.

Pasal 116

1)      Apabila tindak pidana lingkungan hidup dilakukan oleh, untuk, atau atas nama badan

usaha, tuntutan pidana dan sanksi pidana dijatuhkan kepada:

a.       badan usaha; dan/atau

b.      orang yang memberi perintah untuk melakukan tindak pidana tersebut atau orang yang

bertindak sebagai pemimpin kegiatan dalam tindak pidana tersebut.

2)      Apabila tindak pidana lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan

oleh orang, yang berdasarkan hubungan kerja atau berdasarkan hubungan lain yang

bertindak dalam lingkup kerja badan usaha, sanksi pidana dijatuhkan terhadap pemberi

perintah atau pemimpin dalam tindak pidana tersebut tanpa memperhatikan tindak

pidana tersebut dilakukan secara sendiri atau bersama-sama.

58
Pasal 117

Jika tuntutan pidana diajukan kepada pemberi perintah atau pemimpintindak pidana

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 116 ayat (1) huruf b,ancaman pidana yang

dijatuhkan berupa pidana penjara dan denda diperberatdengan sepertiga.

Pasal 118

Terhadap tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 116 ayat (1) huruf a, sanksi

pidana dijatuhkan kepada badan usaha yang diwakili oleh pengurus yang berwenang

mewakili di dalam dan di luar pengadilan sesuai dengan peraturan perundang-undangan

selaku pelaku fungsional.

Pasal 119

Selain pidana sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini, terhadap badan usaha

dapat dikenakan pidana tambahan atau tindakan tata tertib berupa:

a.       perampasan keuntungan yang diperoleh dari tindak pidana;

b.      penutupan seluruh atau sebagian tempat usaha dan/atau kegiatan;

c.       perbaikan akibat tindak pidana;

d.      pewajiban mengerjakan apa yang dilalaikan tanpa hak; dan/atau

e.       penempatan perusahaan di bawah pengampuan paling lama 3 (tiga) tahun.

59
Pasal 120

1)      Dalam melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 119 huruf a, huruf

b, huruf c, dan huruf d, jaksa berkoordinasi dengan instansi yang bertanggung jawab di

bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup untuk melaksanakan eksekusi.

Dalam melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 119 huruf e,

Pemerintah berwenang untuk mengelola badan usaha yang dijatuhi sanksi penempatan

di bawah pengampuan untuk melaksanakan putusan pengadilan yang telah berkekuatan

hukum tetap.71[52]

Tanggung Jawab Perdata.

Menurut Pasal Pasal 1 angka (5) PERMEN No 13 tahun 2011 tentangGanti

Rugi Terhadap Pencemaran Dan/atau Kerusakan Lingkungan, Ganti kerugian

adalah biaya yang harus ditanggung oleh penanggung jawab kegiatan dan/atau

usaha akibat terjadinya pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan.72[47]

Menurut Pasal 87 ayat (1) Undang-Undang No. 32 Tahun 2009

tentangPerlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup(“UUPPLH”):

“Setiap penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan yang melakukan perbuatan

melanggar hukum berupa pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup yang

71[52]
Pasal 116-120 Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan Dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup.
72[47]
Pasal 1 angka (5) Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 13 tahun 12 Tentang
Ganti Rugi Terhadap Pencemaran Dan/atau Kerusakan Lingkungan
60
menimbulkan kerugian pada orang lain atau lingkungan hidup wajib membayar

ganti rugi dan/atau melakukan tindakan tertentu.”

Di dalam hukum perdata megatur tentang ganti rugi akibat perbuatan

melawan hukum. Yang dimaksud dengan perbuatan melanggar hukum adalah

suatu perbuatan yang dilakukan oleh salah satu pihak atau lebih telah merugikan

pihak lain. Perbuatan melanggar hukum yang dilakukan salah satu pihak atau

lebih baik itu dilakukan dengan sengaja atau tidak sengaja sudah barang tentu

akan merugikan pihak lain yang haknya telah dilanggar (Pasal 1365 BW).73[48]

Yang dimaksud dengan perbuatan melanggar hukum menurut Pasal 1365

KUH Perdata, adalah “tiap perbuatan melanggar hukum, yang membawa

kerugian kepada orang lain, mewajibkan yang karena kesalahannya menerbitkan

kerugian itu, mengganti kerugian tersebut”.74[49]perbuatan melawan hukum

merupakan suatu perbuatan yang melanggar Undang-undang, kesusilaan,

kepentingan umum, dan kepatutan.

Untuk itu setiap orang atau badan usaha yang melakukan perbuatan

melawan hukum (pencemaran lingkungan) harus bertangung jawab atas kerugian

yang dialami oleh masyarakat ataupun pemerintah serta pihak lainya.

Pertanggung jawaban tersebut berupa pertanggungjawaban perdata, pidana dan

73[48]
Sarwono, Hukum Acara Perdata Teori Dan Praktek, Sinar Grafika, Jakarta 2012,
Halaman 308.
74[49]
Marhaeni Ria Siombo, Hukum Lingkungan dan Pelaksanaan Pembangunan
Berkelanjutan di Indonesia,PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta 2012, halaman 118
61
adminisrasi. Untuk itu mengenai pemberian ganti rugi atau kompensasi yaitu

berkaitan dengan tanggungjawab keperdataan dengan dasar suatu perbuatan

melawan hukum.

Selanjutnya dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 13 tahun

12 Tentang Ganti Rugi Terhadap Pencemaran Dan/atau Kerusakan Lingkungan

menjelaskan hal-hal mengenai ganti rugi adalah sebagai berikut:

Pasal 3

Penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan yang melakukan perbuatan

melanggar hukum berupa pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup yang

menimbulkan kerugian pada orang lain atau masyarakat dan/atau lingkungan

hidup atau negara wajib:

a. melakukan tindakan tertentu; dan/atau

b. membayar ganti kerugian.

Pasal 4

Kewajiban melakukan tindakan tertentu sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 3 huruf a meliputi:

a.       pencegahan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup;

b.      penanggulangan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup; dan/atau

c.       pemulihan fungsi lingkungan hidup.

62
Pasal 5

(1)   Kerugian lingkungan hidup sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf b

meliputi:

a.       kerugian karena tidak dilaksanakannya kewajiban pengolahan air limbah, emisi,

dan/atau pengelolaan limbah bahan berbahaya dan beracun;

b.      kerugian untuk pengganti biaya penanggulangan pencemaran dan/atau kerusakan

lingkungan hidup serta pemulihan lingkungan hidup;

c.       kerugian untuk pengganti biaya verifikasi pengaduan, inventarisasi sengketa

lingkungan, dan biaya pengawasan pembayaran ganti kerugian dan pelaksanaan

tindakan tertentu;

d.      kerugian akibat hilangnya keanekaragaman hayati dan menurunnya fungsi

lingkungan hidup; dan/atau

e.       kerugian masyarakat akibat pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup.

(2)   Kerugian akibat pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) dikelompokkan menjadi kerugian yang:

a.       bersifat tetap; dan

b.      bersifat tidak tetap.

(3)   Kerugian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a sampai dengan huruf d

merupakan kerugian yang bersifat tetap.

(4)   Kerugian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e merupakan kerugian yang

bersifat tidak tetap.

Pasal 6

63
(1)   Penghitungan ganti kerugian harus dilakukan oleh ahli yang memenuhi kriteria:

a.       memiliki sertifikat kompetensi; dan/atau

b.      telah melakukan penelitian ilmiah dan/atau berpengalaman di bidang:

1.      pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup; dan/atau

2.      evaluasi ekonomi lingkungan hidup.

(2)   Dalam hal hanya memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b,

ahli yang melakukan penghitungan ganti kerugian harus berdasarkan penunjukan

dari Menteri, gubernur, atau bupati/walikota.

Pasal 7

Penghitungan ganti kerugian akibat pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan

hidup sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 dilakukan sesuai dengan tata cara

penghitungan ganti kerugian sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang

merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

Pasal 8

(1)   Pembayaran ganti kerugian dan pelaksanaan tindakan tertentu sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 3 dilakukan berdasarkan:

a.       kesepakatan yang dicapai oleh para pihak yang bersengketa melalui mekanisme

penyelesaian sengketa lingkungan hidup di luar pengadilan; atau

b.      putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap melalui mekanisme

penyelesaian sengketa melalui pengadilan.

64
(2)   Dalam hal pelaku pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup tidak

melaksanakan penanggulangan dan/atau pemulihan, instansi lingkungan hidup

dapat memerintahkan pihak ketiga untuk melakukan penanggulangan dan/atau

pemulihan dengan beban biaya ditanggung oleh pelaku pencemaran dan/atau

kerusakan lingkungan hidup.75[50]

Setiap penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan (perusahaan/badan

hukum) yang mengakibatkan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan

dianggap sebagai Perbuatan Melawan Hukum. Penanggung jawab usaha dan/atau

kegiatan tersebut memiliki tanggung jawab untuk mengganti kerugian yang

ditimbulkan, sejauh terbukti telah melakukan perbuatan pencemaran dan/atau

perusakan. Pembuktian tersebut baik itu nyata adanya hubungan kausal antara

kesalahan dengan kerugian (liability based on faults) maupun tanpa perlu

pembuktian unsur kesalahan (liability without faults/strict liability) (Pasal 88

UUPPLH).

Bagi pihak yang merasa dirugikan terhadap pencemaran akibat usaha

industri, dapat mengadukan atau menyampaikan informasi secara lisan maupun

tulisan kepada instansi yang bertanggung jawab, mengenai dugaan terjadinya

pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup dari usaha dan/atau kegiatan

pada tahap perencanaan, pelaksanaan, dan/atau pasca pelaksanaan sebagaimana

yang telah diatur secara rinci dalam Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup

75[50]
Pasal 3 – Pasal 8 Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 13 tahun 12 Tentang
Ganti Rugi Terhadap Pencemaran Dan/atau Kerusakan Lingkungan
65
Nomor 9 Tahun 2010 tentang Tata Cara Pengaduan dan Penanganan Pengaduan

Akibat Dugaan Pencemaran dan/atau Perusakan Lingklungan Hidup.

Untuk pemberian ganti rugi dapat dilakukan setelah adanya putusan yang

telah berkekuatan hukum tetap.Pemberian ganti rugi dapat dimintakan melalui

pengajuan gugatan (dalam Petitum) ke pengadilan.Bagian yang mendukun untuk

suatu petitum (pokok tuntutan) adalah posita (dasar tuntutan). “Posita” (dasar

gugatan) pada umumnya dalam praktek memuat perihal fakta / peristiwa hukum

(rechtfeitan) yang menjadi dasar gugatan tersebut (tentang peristiwanya) serta

uraian singkat perihal hukumnya yaitu dalam kaitan dengan terjadinya hubungan

hukum tersebut tanpa harus menyebut pasal-pasal perundang-undang atau aturan

aturan hukum termasuk hukum adat, sebab hal seperti itu akan di tunjukkan atau

dijelaskan oleh hakim dalam putusannya nanti jika dipandang perlu. 76[51]Dan

pemebrian ganti rugi pula dapat diberikan setelah adanya kesepakatan bersama

dalam upaya negosiasi, mediasi dan juga arbitrase.

Putusan hakim memuliki kekuatan mengikat, kekuatan pembuktian,

kekuatan eksekutorial.Untuk itu putusan hakim memiliki kekuatan eksekutorial

dimana putusan tersebut dapat dijalankan apabila telah memiliki kekuatan hukum

tetap.kekuatan eksekutorial yaitu kekuatan untuk dilaksanakan apa-apa yang

ditetapkan dalam putusan itu secara paksa oleh alat-alat Negara terhadap pelaku

usaha atau perusahaan yang tealah melakukan pencemaran lingkungan.

76[51]
Soeparmono, op cit., halaman 9
66
B. Upaya Pemerintah Terhadap Penanganan Kerusakan Lingkungan Hidup
akibat Pertambangan yang dilakukan oleh PT Freeport Indonesia di kabupaten
Kabupaten Mimika.

Kegiatan pertambangan yang meliputi eksplorasi cadangan mineral,

pengembangan tambang dan fasilitas pemrosesan, ekstraksi dan pengayaan bijih (ore

enrichment) yang mengandung mineral tidak dapat dipungkiri menimbulkan

gangguan terhadap lingkungan. Berdasarkan kenyataan tanpa mengabaikan

pentingnya bidang pertambangan bagi perekonomian nasional harapan masyarakat

dan pemerintah akan standar pengelolaan lingkungan dalam kegiatan penambangan

terus meningkat.

Sebagaimana diatur dalam Pasal 30 UU No. 11 tahun 1967 tentang ketentuan

pokok pertambangan :

67
“Apabila selesai melakukan penambangan bahan galian pada suatu tempat
pekerjaan, pemegang kuasa pertambangan diwajibkan mengembalikan tanah
sedemikian rupa sehingga tidak menimbulkan bahaya bagi masyarakat
sekitarnya”.

Kewajiban ini di pertegas lagi dalam Pasal 46 ayat (4) PP No 32 tahun 1969

yang merupakan pelaksanaan UU No 11 tahun 1967 dinyatakan bahwa :

“Sebelum meninggalkan bekas wilayah kuasa pertambangan baik karena


pembatalan maupun karena hal yang lain pemegang kuasa pertambangan
harus terlebih dahulu melakukan usaha pengamanan terhadap benda- benda
maupun bangunan-bangunan dan keadaan tanah di sekitarnyayang dapat
membahayakan keamanan umum”.

Meskipun sudah diatur sedemikian rupa dalam kenyataannya di lapangan

banyak ditemukan bentuk kolam – koolam besar atau lubang – lubang besar yang

menganga yang tidak direklamasi atau direhabilitasi dengan alasan biaya yang

diutuhkan untuk mereklamasi dan merehabilitasi sangat besar sehingga hanya

membutuhkan proses alamiah.

Penambangan pada suatu cadangan bijih pada akhirnya akan menguras habis

bijih dari yang bersangkutan, sehingga tambang harus ditutup. Kegiatan

penambangan yang telah berakhir maka tambang tersebut kemudian akan

ditinggalkan, timbunan- timbunan dari bahan sisa dan bangunan serta berbagai

struktur lainnya jarang direklamasi atau dibongkar. Pendekatan semacam ini tidak

dapat diterima sebab saat ini telah muncul kesadaran baru bahwa ternyata bekas

lokasi pertambangan dapat dimanfaatkan untuk keperluan lain yang lebih sesuai

dengan lahan yang baru. Dalam pertanian sasarannya adalah pengembalian

produktivitas ke tingkat yang lebih tinggi dimana penambangan menghasilkan

percampuran bahan berkapur di bawah permukaan dengan bahan permukaan (top


68
soil) yang mana lahan yang terusik bisa jadi lebih produktif setelah penambangan.

Penambangan juga mempunyai pengaruh lingkungan yang dapat di reklamasi pada

areal- areal lain yang meliputi perusakan atau gangguan diperairan, bahaya terhadap

kesehatan manusia dan property maupun terhadap ikan dan satwa liar serta

kerusakan estetik.

Buangan tambang dari cerih dapat memiliki sifat – sifat fisik dan kimia atau

kualitas yang akan memperumit proses rehabilitasi. Masalah fisik dalam hal ini

meliputi ketidakstabilan lereng dan bahan – bahan permukaan, tekstur yang tidak

cocok untuk pembangunan dan pertumbuhan tanaman dan iklim mikro yang tidak

bersahabat. Melalui perencanaan dini kemungkinan besar dapat di hindari atau

paling mudah mencari solusi yang lebih ekonomis dan berdaya pengaruh jangka

panjang.

Sifat kimia yang dapat menimbulkan untuk reklamasi lahan termasuk

kekurangan hara tanaman, pH yang terlalu rendah atau terlalu tinggi dan kehadiran

substansi toksik terutama logam. Untuk itu di perlukan perlakuan terhadap buangan

tambang dan menyediakan perlakuan lanjutan seperti penambahan tanah pucuk (top

soil), bahan kapur, hara dan bahan organik. Tindakan yang bersifat sementara

terhadap bahan sisa (waste) mencakup penutupan dengan berbagai tipe mulsa

sedangkan pemberlakuan yang baik lebih permanen membutuhkan pelapisan dengan

bahan kedap air seperti tanah liat. Berkaitan dengan dampak kerusakan lahan dan

lingkungan yang mungkin terjadi akibat kegiatan pertambangan khususnya dalam

kawasan hutan berlakunya ketentuan Pasal 45 ayat (3) UU No 41 tahun 1999 tentang

69
kehutanan yang mengatur bahwa pengusaha tambang di wajibkan membayar dana

jaminan reklamasi dan rehabilitasi dalam jumlah dan tarif yang ditentukan oleh

peraturan pelaksana UU tersebut.

Tingkat kerusakan lahan yang ditimbulkan oleh kegiatan pertambangan

sudah sedemikian parah sehingga biaya reklamasi dan rehabilitasi sedemikian mahal.

Dengan tidak sebandingnya dana jaminan reklamasi dan rehabilitasi dengan

besarnya biaya reklamasi atau rehabilitasi lahan maka terdapat kecenderungan

munculnya sikap pengusaha untuk mengabaikan tanggungjawab dan kewajibannya

untuk melakukan rehabilitasi lahan bekas tambang dengan alasan telah membayar

jaminan reklamasi. Pemerintah sendiri melalui dana jaminan reklamasi juga tidak

menyebabkan pemerintah menjadi mampu mengambil alih kewajiban dan

tanggungjawab tersebut. Sebagai akibatnya banyak lahan bekas tambang di biarkan

terlantar dan rusak dan tidak pernah terselesaikannya permasalahan lahan bekas

tambang.

Di skala daerah instansi pemerintah yang berkitan pun tidak memiliki

kemampuan dan kewibawaan untuk menyelesaikan masalah lingkungan pasca

tambang. Dalam kaitannya dengan lahan bekas tambang itu sendiri permasalahan

utama menyangkut pada seberapa jauh lahan bekas tambang dapat di manfaatkan

kembali oleh masyarakat setelah dilakukannya proses rehabilitasi dan reklamasi

lahan. Seberapa besar kerusakan lingkungan disekitar lokasi tambang dapat di

pulihkan kondisinya serta seberapa besar kerusakan lingkungan yang tidak dapat

dipulihkan. Demikian pula dengan pengaruh terhadap keragaman hayati akibat

70
perubahan kondisi lingkungan selama dan setelah kegiatan pertambangan

berlangsung serta dampaknya terhadap perubahan iklim. Dalam rangka penutupan

tambang harus pula diatur sejak dini sampai seberapa jauh perusahaan harus

bertanggungjawab atas kondisi pasca tambang atau sampai seberapa lama

perusahaan bertanggungjawab dalam pengelolaan lingkungan dan penanganan

kerusakan lingkungan. Demikian pula mengenai pelepasan tanggungjawab

perusahaan terhadap kedua kegiatan tersebut dan berakhirnya tanggungjawab

tersebut kepada pemerintah.

Berdasarkan ketentuan Pasal 54 UU No 32 tahun 2009 tentang perlindungan

dan pengelolaan lingkungan hidup yang menyatakan bahwa :

1. Setiap orang yang melakukan pencemaran dan/ atau perusakan lingkungan hidup
wajib melakukan pemulihan fungsi lingkungan hidup.
2. Pemulihan fungsi lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan dengan tahapan :
a. Penghentian sumber pencemaran dan pembersihan unsur pencemaran.
b. Remediasi
c. Rehabilitasi, restorasi dan/ atau
d. Cara lain yang sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi.
3. Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemulihan fungsi lingkungan hidup
sebagaimana di maksud dalam ayat (2) diatur dalam peraturan pemerintah maka
dalam kaitannya dengan kewajiban dan tanggungjawab utama perusahaan
pertambangan untuk melakukan upaya pemulihan sebagai akibat dari kegiatan
atau operasi yang harus di upayakan agar kegiatan sumber daya alam yang di
pengaruhi oleh kegiatan pertambangan dapat di kembangkan ke kondisi yang
aman dan produktif melalui rehabilitasi dan reklamasi.

Menurut Pasal 22 UU No 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan Dan

Pengelolahan Lingkungan Hidup dan Peraturan Pemerintah No 27 Tahun 2012

71
Tentang Izin Lingkungan, “setiap usaha dan kegiatan yang berdampak penting

terhadap lingkungan wajib memilik amdal ( analisis mengenai dampak

lingkungan)”.

Menurut Pasal 1 Angka (11) UU No 32 Tahun 2009 Perlindungan Dan

Pengelolahan Lingkungan Hidup di berikan pengertian sebagai kajian mengenai

dampak besar dan penting suatu usaha atau kegiatan yang di rencanakan pada

lingkungan hidup yang di perlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang

penyelengaraan usaha kegiatan. Hal yang dianalisis meliputi:

1. Iklim dan kualitas udara


2. Fisiologi dan geologi
3. Hidrologi dan kualitas air
4. Ruang , lahan dan tanah
5. Flora dan fauna
6. Sosial ( demografi, ekonomi dan sosiologi budaya) serta kesehatan masyarakat.
Selanjutnya Pasal 22 ayat (2) UU No 32 tahun 2009 Perlindungan Dan

Pengelolahan Lingkungan Hidup menjelaskan bahwa dampak penting di maksud di

tentukan berdasarkan kriteria:

a. Besarnya jumlah penduduk yang akan terkena dampak rencana usaha dan/atau
kegiatan;
b. Luas wilayah penyebaran dampak;
c. Intensitas dan lamanya dampak berlangsung;
d. Banyaknya komponen lingkungan hidup lain yang akan terkena dampak;
e. Sifat kumulatif dampak;
f. Berbalik atau tidak berbaliknya dampak; dan/atau
g. Kriteria lain sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

72
Mengenai Kriteria usaha dan/atau kegiatan yang berdampak penting yang

wajib dilengkapi dengan amdal sesuai dengan Pasal 23 No 32 tahun 2009

Perlindungan Dan Pengelolahan Lingkungan Hidup terdiri atas:

a. Pengubahan bentuk lahan dan bentang alam;


b. eksploitasi sumber daya alam, baik yang terbarukan maupun yang tidak
terbarukan;
c. Proses dan kegiatan yang secara potensial dapat menimbulkan pencemaran
dan/atau kerusakan lingkungan hidup serta pemborosan dan kemerosotan
sumber daya alam dalam pemanfaatannya;
d. Proses dan kegiatan yang hasilnya dapat mempengaruhi lingkungan alam,
lingkungan buatan, serta lingkungan sosial dan budaya;
e. Proses dan kegiatan yang hasilnya akan mempengaruhi pelestarian kawasan
konservasi sumber daya alam dan/atau perlindungan cagar budaya;
f. Introduksi jenis tumbuh-tumbuhan, hewan, dan jasad renik;
g. Pembuatan dan penggunaan bahan hayati dan nonhayati;
h. Kegiatan yang mempunyai risiko tinggi dan/atau mempengaruhi pertahanan
negara; dan/atau
i. Penerapan teknologi yang diperkirakan mempunyai potensi besar untuk
mempengaruhi lingkungan hidup.

Dengan di masukannya analisis mengenai dampak lingkungan hidup kedalam

proses perencanaan suatu usaha atau kegiatan maka pengambilan keputusan akan

memperoleh pandangan yang lebih luas dan mendalam mengenai berbagai aspek

usaha atau kegiatan tersebut. Sehingga dapat diambil keputusan optimal dari

berbagai alternative yang tersedia. Analisis mengenai dampak lingkungan hidup

merupakan salah satu alat bagi pengambilan keputusan untuk mempertimbangkan

akibat yang mungkin di timbulkan oleh suatu rencana usaha atau kegiatan terhadap

lingkungan hidup guna mempersiapkan langkah untuk menaggulangi dampak

negative dan mengembangkan dampak positif.

73
Kegiatan pertambangan di samping menimbulkan dampak lingkungan sosial

yang komplek. Oleh sebab itu Amdal dari suatu kegiatan pertambangan harus

memenuhi beberapa tujuan:

1. Memastikan bahwa biaya lingkungan sosial dan kesehatan di pertimbangkan

dalam menentukan kelayakan ekonomi dan penentuan alternative kegiatan

yang di pilih.

2. Memastikan bahwa pengendalian, pengelolahan dan penaganan serta langkah-

langkah perlindungan telah terintegrasi dalam desain dan implementasi proyek

serta rencana penutupan tambang.

Kemudian dalam melakukan kegiatan pertambangan di butuhkan peran serta

masyarakat untuk penyusunan kebijakan, pengelolahan, pemantauan dan

pelaksanaan terhadap kerusakan lingkungan serta adanya keberlanjutan

pembangunan berwawasan lingkungan yang secara terencana mengintgrasikan

dimensi ekonomi, lingkungan, sosial, budaya dalam keseluruhan usaha

pertambangan mineral dan batu bara untuk mewujudkan kesejahteraan masa kini dan

masa mendatang.

74
DAFTAR PUSTAKA

A. Buku

Abdurrahman, Aneka Masalah Hukum Dalam Pembangunan Di Indonesia,


Bandung,Alumni, 2001.

Amirudin, Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, Jakarta, Raja


Grafindo, 2012.

Bambang Waluyo, Penelitian Hukum Dalam Praktek, Jakarta, Sinar Grafika,


2008.

Djojodirdjo, M.A. Moegni, Perbuatan melawan hukum : tanggung gugat


(aansprakelijkheid) untuk kerugian, yang disebabkan karena perbuatan melawan
hukum, Jakarta, Pradnya Paramita, 1979, Cetakan Pertama.

Erwin Muhamad, Hukum Lingkungan Dalam Sistem Kebijaksanaan


Pembangunan Lingkungan Hidup, Bandung, PT Refika Aditama, 2011, Cet 3.

Emil Salim, Lingkungan Hidup Dan Pembangunan, Jakarta, Mutiara


Sumber Widya, Cetakan Ke 7, 1987

Helmi.,Hukum Perizinan Lingkungan Hidup, Jakarta, Sinar Grafika, 2012,


Cet Pertama.

H. Salim Hs, Penerapan Teori Hukum Pada Penelitian Tesis Dan Disertasi,
Jakarta PT Rajagrafindo Persada, 2014.

----------------, Hukum Pertambangan Di Indonesia, Jakarta, PT Rajagrafindo


Persada, Cetakan 6, 2014.

----------------,.Hukum Pertambangan Mineral Dan Batu Bara, Jakarta, Sinar


Grafika, Cet Kedua, 2014.

H.R.Otje Salman,S. Filsafat Hukum ( Perkembangan & Dinamika Masalah),


Bandung, Rafika Aditama, 2010.

Khairunnisa, Kedudukan, Peran dan Tanggung Jawab Hukum Direksi,


Medan, Pasca Sarjana, 2008, Cetakan Pertama.

75
Komariah, Edisi Revisi Hukum Perdata, Malang: Universitas
Muhammadiyah Malang, 2001, Cetakan Pertama.

Muhsinatun Siasah Marsuri, dkk, Pendidikan Kependudukan dan Lingkungan


Hidup. Yogyakarta: UNY Press, 2002.

Mahfud, Mohamad, Hukum dan Pilar-Pilar Demokrasi. Yogyakarta:


Penerbit Gama Media, 1999.

Mubarok, Jaih.. Ilmu Sosial Dasar. Jakarta: Rineka Cipta, Cetakan Pertama,
2007.

Purbacaraka, Perihal Kaedah Hukum, Bandung, Citra Aditya, 2010, Cetakan


Pertama.

Muhamad Erwin, “Hukum Lingkungan Dalam Sistem Kebijaksanaan


Pembangunan Lingkungan hidup”, Refika Aditama Bandung 2011.

Ridwan H.R., Hukum Administrasi Negara, Jakarta, PT Raja Grafindo


Persada, 2008.

Siti Sundari Rangkuti, Hukum Lingkungan Dan Kebijaksanaan Nasional,


Surabaya, Universitas Airlanga,Edisi Ketiga, 2005.

RTM sutamihardja, Kualitas Dan Pencemaran Lingkungan, Bogor, Institute


Pertanian, 1978, Cet 1

Lukman Santoso Az, Hukum Pemerintahan Daerah Mengurai Problemetika


Pemekaran Daerah Pasca Reformasi Di Indonesia, Yogjakarta, Pustaka Pelajar,
2015, Cet 1,.

Siswanto Sunarno, “Hukum Pemerintahan Daerah Di Indonesia”, Jakarta,


Sinar Grafika, 2006, Cetakan Pertama.

Gatot Supramono, Hukum Pertambangan Mineral Dan Batu Bara Di


Indonesia,Jakarta, Rineka Cipta, 2012.

Supriadi, Hukum Lingkungan Di Indonesia Sebuah Pengantar, Jakarta, Sinar


Grafika, 2005, Cetakan Ke 3.

Adrian Sutedi, Hukum Lingkungan Dalam Sektor Pelayanan Public., Jakarta,


Sinar Grafika, 2010.

76
Ateng Syafrudin, Menuju Penyelengaraan Pemerintahan Negara Yang
Bersih Dan Bertanggungjawab, Jurnal Pro Justisia Edisi 4, Bandung, Universitas
Parahyangan 2000.

Bambang Sugiono, “ Metode Penelitian Hukum”, Jakarta, Rajawali Pers,


2011.

St. Munadjat Danusaputro, Hukum Lingkungan Dalam Pencemaran


Lingkungan Melandasi Sistem Hukum Pencemaran, Bandung, Sektor Bina
Cipta,1986, Cet Ke 5.

Soerjono Soekanto, Penelitian Hukum Normatif, PT Raja Grafindo Persada,


Jakarta 2006,

Nanik,Trihastuti Hukum Kontrak Karya Pola Pengusaha Pertambangan


Indonesia,Malang, Setara Press,2013.

Widiyono, Wewenang Dan Tanggung Jawab, Bogor: Ghalia Indonesia, 2004,


Cetakan Pertama.

Ali Zainudin, Metode Penelitian Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, 2011.

B. Undang- Undang

Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

Undang- Undang No 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah

Undang- Undang No 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan Dan


Pengelolahan Lingkungan Hidup (UUPPLH)

Undang- Undang No 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah Dan Retribusi

Undang- Undang No 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan Dan Batubara.


C. Lain- lain
Dokumen Penanggulan Kerusakan Lingkungan Dari PT Freeport Indonesia

Badan Lingkungan Hidup Di Kabupaten Mimika Papua.

Dokumen Partisipasi Pembangunan Berkelanjutan Untuk Sistem


Pengelolahan Tailing.

77
“Gambaran PT Freeport Indonesia”
https://saripedia.wordpress.com/tag/tambang-emas-freeport-terbesar-di-dunia/
Diakses Pada Hari Selasa 29 September 2015, Pukul 21:08 Wita.

78

Anda mungkin juga menyukai