Anda di halaman 1dari 41

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang.
Kualitas li ngkungan yang baik me rupakan hak asasi
manusia, dalam arti kualitas hidup dapat d iukur dari
derajat dipenuhi nya kebutuhan dasar manusia , dan
makin baik kebutuhan dasar itu dapat dipenuhi oleh
lingkungan hidup, makin tinggi pula kualitas lingku ngan
itu. 1
Kon disi tersebut merupakan sa lah satu unsur
kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita
bangsa Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pancasila dan
Pembukaan UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945.
Semua persoalan yang terkait dengan kualitas lingkungan
dan peluang untuk dapat hidup sehat bagi masyarakat,
khususnya bidang kebersihan dan pertamanan harus merupakan
pemikiran dan tanggung jawab bersama, baik pemerintah maupun
masyarakat, karena bagaimanapun kondisi kehidupan yang jauh
lebih baik harus senantiasa menjadi cita-cita bersama.
Setiap kegiatan dan upaya untuk meningkatkan derajat
kualitas masyarakat yang setinggi-tingginya dilaksanakan
berdasarkan prinsip nondiskriminatif, partisipatif, perlindungan,
dan berkelanjutan yang sangat penting artinya bagi pembentukan
sumber daya manusia Indonesia.
Sebagai daerah otonom, Kabupaten Cianjur harus mampu
melaksanakan pembangunan dengan memanfa’atkan setiap

1
A. Tresna Sastrawijaya.Pencemaran Lingkungan. Rineka Cipta. Jakarta.2000. Hal.7

1
potensi dan sumber daya yang dimilikinya melalui konsep
pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan dengan
tetap mempertimbangkan aspek daya dukung lingkungan bagi
kehidupan.
Diantara sumber-sumber pendapatan asli daerah (PAD)
adalah menggali kemampuan daerah dalam bidang pendapatan
daerah, melalui retribusi.
Pendapatan daerah erat kaitannnya dengan nilai ekonomi
dalam pembangunan. Dan pada umumnya ekonomi merupakan
bentuk tingkah laku manusia sebagai masyarakat berusaha
memenuhi kebutuahan dari berbagai alat pemuas kebutuhan atau
sumber daya yang terbatas adanya.2
Pendapatan pemerintah daerah dalam menopang laju
pembangunan di daerah salah satunya adalah dengan pungutan
retribusi atas layanan yang diberikannya kepada masyarakat
pengguna jasa layanan yang diberikannya. Retribusi sebagai salah
satu bentuk buah dari layanan yang diberikan oleh jasa aparatur
pemerintah apabila dikelola dengan baik akan menjadi salah satu
penopang laju pembangunan di daerah.
Salah satu bentuk retribusi yang perlu mendapat
pengaturan dengan baik adalah retribusi bidang kebersihan dan
pertamanan. Hal tersebut bertujuan untuk meningkatkan
pelayanan persampahan/kebersihan, pelayanan penyediaan
dan/atau penyedotan kakus, dan pelayanan pemakaman dan
penguburan mayat.
Latar belakang penyusunan naskah akademis ini terdiri dari
tiga landasan yaitu :
1. Landasan Filosofis.

2
M. Suparmoko. Ekonomi sumber daya alam dan lingkungan. BPFE Yogyakarta. 2006 Hal. 1

2
Undang-undang Dasar 1945 sebagai “grundnorm” pada
Pasal 18 ayat (5) Perubahan ke-2 mengamanatkan bahwa,
“Pemerintah Daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya kecuali
urusan pemerintahan yang oleh undang-undang ditentukan sebagai
urusan Pemerintah Pusat”
Makna dari Pasal tersebut di atas, bahwa Pemerintah
Daerah diberikan kewenangan yang seluas-luasnya untuk
merekayasa dan mengembangkan daerahnya.
Selain itu, sehubungan dengan peraturan daerah tentang
retribusi bidang kebersihan dan pertamanan ini berhubungan
dengan lingkungan dalam arti yang luas, maka lingkungan hidup
mempunyai sifat dan karakter yang sangat kompleks (Holistik) dan
memenuhi semua unsur yang terdapat dalam isi alam ini dan
merupakan aset untuk mensejahterakan masyarakat.
Pengaturan terhadap berbagai pungutan atas pelayanan
yang diberikan oleh pemerintah sebagai public service mempunyai
banyak tujuan. Dari sisi ekonomis, pengaturan mengenai
pungutan oleh pemerintah, baik yang menimbulkan
kontraprestasi langsung maupun tidak langsung akan
meningkatkan peningkatan bagi pendapatan kas pemerintah yang
dalam hal ini kas daerah dan tujuan lain dari pengaturan
pungutan kepada masyarakat atas pelayanan jasa yang diberikan
akan mengubah perilaku pemerintah daerah untuk bertindak
lebih efisien dan profesional.
Untuk meningkatkan pendapatan dari hasil pelayanan atas
jasa yang diberikan, pemerintah perlu meningkatkan kualitas
layanan agar pelayanan yang diberikan dapat memberikan
kepuasan pada masyarakat selaku pengguna jasa. Dengan
pelayanan yang berkualitas, masyarakat tidak ragu untuk

3
membayar / memberikan upah atas layanan yang diberikan
karena pelayanan yang diberikan memang memuaskan.
2. Landasan Yuridis.
Beberapa peraturan perundang-undangan dan peraturan
organik lainnya yang menjadi alasan yuridis untuk dibuatnya
peraturan daerah ini antara lain:
1) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1950 tentang
pembentukan Daerah-Daerah Kabupaten Dalam Lingkungan
Propinsi Jawa Barat (Berita Negara tahun 1950)
sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor
4 Tahun 1968 tentang pembentukan Kabupaten Purwakarta
dan Kabupaten Subang dengan mengubah Undang-undang
Nomor 14 Tahun 1950 tentang pembentukan Daerah-daerah
Kabupaten dalam lingungan Propinsi Jawa Barat ( lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1968 Nomor 31,
Tambahan lembaran negara Republik Indonesia Nomor
2851)
2) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum
Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
1981 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3209).
3) Undang-undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang
penyelenggaraan Negara yang bersih dan bebas dari
kolusi, korupsi dan nepotisme (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 75, tambahan
Lembaran Negara Nomor 3851)
4) Undang-undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang
pembentukan peraturan perundang-undangan (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 123,

4
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4578)
5) Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah
beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-undang
Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas
Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2008 Nomor 59 Lembaran negara Republik Indonesia
Negara Republik Indonesia Nomor 4844)
6) Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang
Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan
Pemerintah Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2004 Nomor 126, tambahan lembaran Negara Nomor
4438)
7) Undang-undang Nomor 18 Tahun 2009 tentang pengelolaan
sampah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009
Nomor 69, Tambahan Lembara Negara Republik Indonesia
Nomor 4851)
8) Undang-undang Nomor 27 Tahun 2009 tentang Majelis
Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat dan
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 123, Tambahan
Lembara Negara Republik Indonesia Nomor 5043)
9) Undang-undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak
Daerah dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2009 Nomor 130, Tambahan Lembara
Negara Republik Indonesia Nomor 5049)

5
10) Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang
Perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 140,
Tambahan Lembara Negara Republik Indonesia Nomor 5059)
11) Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 tentang
Pelaksanaan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana
(Lembaran Negara Tahun 1983 Nomor 36, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 3258).
12) Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang
Pengelolaan Keuangan Daerah (Lembaran Negara Tahun
2005 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4578).
13) Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 tentang
Pedoman Pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan
pemerintah Daerah (Lembaran Negara Tahun 2005 Nomor
165, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4593).
14) Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang
Pembagian Urusan Pemerintahan daerah Kabupaten/Kota
(Lembaran Negara Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737).
15) Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 2010 tentang Tata
Cara pemberian dan pemanfa’atan Insentif pemungutan
Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara
Tahun 2010 Nomor 119, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5161).
16) Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2010 tentang Tata
Cara Pelaksanaan Tugas da Wewenang serta kedudukan
keuangan Gubernur sebagai wakil pemerintah di wilayah
Provinsi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010

6
Nomor 25, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5107).
17) Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006
tentang Pedoman Pengelolaan keuangan Daerah,
sebagaimana telah diubah dengan peraturan Menteri Dalam
Negeri nomor 59 Tahun 2007 tentang perubahan atas
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006
tentang pedoman pengelolaan keuangan daerah.
18) Peraturan Daerah Nomor 02 Tahun 2001 tentang Tata Cara
penyusunan peraturan Daerah dan Penerbitan Lembaran
Daerah (lembaran Daerah Tahun 2001 Nomor 43 Seri B)
sebagaimana telah diubah dengan peraturan daerah
Kabupaten Cianjur Nomor 02 Tahun 2006 tentang
Perubahan Pertama atas peraturan daerah Kabupaten
Cianjur Nomor 02 Tahun 2001 tentang Tata cara
Penyusunan Peraturan Daerah dan penerbitan Lembaran
Daerah (Lembaran Daerah Tahun 2006 Nomor 02 Seri C)
19) Peraturan Daerah Kabupaten Cianjur Nomor 03 Tahun 2001
tentang penyidik Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Daerah
Tahun 2001 Nomor 44 Seri C)
20) Peraturan Daerah Kabupaten Cianjur Nomor 03 Tahun 2008
tentang Urusan Pemerintah Daerah ( Lembaran daerah
Tahun 2008 Nomor 03 Seri D)
21) Peraturan Daerah Nomor 07 Tahun 2008 tentang organisasi
Pemerintah Daerah dan Pembentukan Organisasi Perangkat
Daerah Kabupaten Cianjur ( lembaran Daerah Tahun 2008
Nomor 07 Seri D ) sebagaimana telah diubah dengan
peraturan daerah Kabupaten Cianjur Nomor 02 Tahun 2010
tentang Perubahan Pertama atas peraturan daerah
Kabupaten Cianjur Nomor 07 Tahun 2008 tentang

7
Organisasi Pemerintah Daerah dan pembentukan
Organisasi perangkat Daerah Kabupaten Cianjur (Lembaran
Daerah Tahun 2010 Nomor 10 Seri D)

3. Landasan Sosiologis.
Dalam mewujudkan kebersamaan, mutlak harus adanya
peran aktif dari para pengambil kebijakan untuk merumuskan
kebijakan-kebijakannya yang sesuai dengan Prinsip keadilan
sosial harus mampu dirasakan oleh seluruh lapisan masyarakat
melalui pemberdayaan potensi masyarakat dalam mendukung
terciptanya kualitas lingkungan di Kabupaten Cianjur melalui
pembayaran retribusi yang telah ditetapkan oleh pemerintah
daerah.
Penetapan retribusi bidang kebersihan dan pertamanan
dapat memberikan kesadaran masyarakat bahwa setiap warga
negara juga turut bertanggung jawab untuk terwujudnya
lingkungan yang prima bagi masyarakat.

Untuk meningkatkan pendapatan dari sektor pelayanan,


maka pelayanan publik yang prima merupakan sesuatu yang tidak
bisa ditawar-tawar lagi. Pengembangan dan pemantapan
pelayanan publik menuju pelayanan prima menekankan pada
fokus perhatian yang dapat dilakukan melalui persiapan sumber
daya aparatur yang sadar akan fungsinya sebagai pelayan
masyarakat serta memberikan arah yang dapat memberikan
peluang dan motivasi agar setiap individu dan kelembagaan
berkepentingan untuk memberikan pelayanan prima kepada
masyarakat.
Dengan tingkat kepercayaan yang tinggi dari masyarakat
atas hasil pelayanan yang diberikan aparatur pemerintah, maka

8
masyarakat akan membayar jasa yang diberikan dengan nilai
kepuasan atas layanan dan bukan sebagai formalitas semata.
Masyarakat pengguna jasa layanan tidak akan mencari
layanan kepada pihak lain karena berdasarkan peraturan yang
ada dan dengan kewenangan yang dimilikinya telah menempatkan
birokrat pada bagian layanan tersebut sebagai otoritas tunggal
yang diberikan kewenangan oleh undang-undang untuk
memberikan pelayanan jenis itu.

B. Identifikasi Masalah
Adapun identifikasi dari penyusunan naskah akademis ini
adalah :
1. Apakah yang menjadi landasan hukum dan kerangka
pemikiran bagi Rancangan Peraturan Daerah tentang
Retribusi bidang kebersihan dan pertamanan ?
2. Apakah yang menjadi bahan dan data untuk pembanding
antara peraturan perundang-undangan yang ada dalam
merancang Raperda Retribusi bidang kebersihan dan
pertamanan di Kabupaten Cianjur?

C. Tujuan dan Kegunaan

Naskah akademik ini bertujuan untuk memberikan kajian


dan kerangka filosofis, sosiologis dan yuridis tentang perlunya
Peraturan Daerah yang mengatur tentang retribusi bidang
kebersihan dan pertamanan, diharapkan dapat menjadi gambaran
yang tertulis dan menjadi panduan bagi Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah (DPRD) Kabupaten Cianjur untuk dijadikan bahan kajian
dalam merumuskan peraturan daerah tentang Retribusi bidang
kebersihan dan pertamanan

9
Tujuan dibuatnya naskah akademik ini adalah:
1. Memberikan landasan hukum dan kerangka pemikiran bagi
Rancangan Peraturan Daerah tentang Retribusi bidang
kebersihan dan pertamanan
2. Memberikan bahan dan data untuk menjadi bahan
pembanding antara peraturan perundang-undangan yang
ada dalam merancang Raperda Retribusi bidang kebersihan
dan pertamanan di Kabupaten Cianjur.
Kegunaan naskah akademik tentang Retribusi bidang
kebersihan dan pertamanan, dapat diperoleh dari dua macam
kegunaan, yakni secara teoritis dan praktis.

1. Kegunaan teoritis adalah untuk :


a. Memberikan gambaran yang tertulis sehingga dapat menjadi
panduan bagi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten
Cianjur untuk mengkaji rancangan peraturan daerah tentang
Retribusi bidang kebersihan dan pertamanan
b. Diharapkan dapat memberikan kontribusi ilmu pengetahuan
terhadap masyarakat
c. Diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran
dalam mewujudkan ketertiban hukum terutama mengenai
sanksi hukum atas tindakan subjek /sasaran peraturan
daerah tentang Retribusi bidang kebersihan dan pertamanan

2. Kegunaan Praktis :
a. Diharapkan dengan adanya penelitian ini dapat berguna dan
menjadi bahan masukan bagi pihak-pihak terkait dalam
peaturan daerah tentang Retribusi bidang kebersihan dan
pertamanan

10
b. Diharapkan dapat memberikan paradigma baru tentang
peraturan daerah tentang Retribusi bidang kebersihan dan
pertamanan

D. Metode Penelitian.
Untuk lebih mengoptimalkan tata cara prosedur dan
pelaksanaan pajak daerah disetiap cakupan yang berkaitan
dengan Retribusi ijin gangguan , selanjutnya didukung oleh
metode penelitian sebagai berikut :

1. Metode pendekatan,
Yaitu metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah
penelitian ini adalah yuridis normatif, yaitu mempelajari dan
mengkaji asas-asas hukum khususnya kaidah-kaidah hukum
positif yang berasal dari bahan-bahan kepustakaan yang ada, dari
peraturan perundang-undangan, serta ketentuan-ketentuan
terutama yang berkaitan dengan pelaksanaan Retribusi ijin
gangguan Daerah Kabupaten Cianjur.
2. Spesifikasi Penelitian.
Penelitian yang dilakukan adalah penelitian deskriptif
analitis, yaitu memberikan gambaran umum yang menyeluruh
dan sistematis mengenai pajak daerah di Cianjur. Gambaran
umum tersebut dianalisis dengan bertitik tolak pada peraturan
perundang-undangan, pendapat para ahli, serta pemungutan
retribusi di Cianjur dalam praktik pelaksanaannya, yang
bertujuan untuk mendapatkan jawaban permasalahan yang akan
dibahas lebih lanjut.
3. Sumber Data :
Penelitian Kepustakaan (library research), yaitu dengan
mengumpulkan dan mempelajari data sekunder yang berkaitan

11
dengan retribusi. Data sekunder yang dijadikan sebagai sumber
data utama dalam penelitian ini terdiri dari :
a) Bahan Hukum Primer yang terdiri dari :
1. Undang-Undang Dasar 1945 (amandemen)
2. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1950 tentang
pembentukan Daerah-Daerah Kabupaten Dalam Lingkungan
Propinsi Jawa Barat (Berita Negara tahun 1950)
sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor
4 Tahun 1968 tentang pembentukan Kabupaten
Purwakarta dan Kabupaten Subang dengan mengubah
Undang-undang Nomor 14 Tahun 1950 tentang
pembentukan Daerah-daerah Kabupaten dalam lingungan
Propinsi Jawa Barat ( lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 1968 Nomor 31, Tambahan lembaran negara
Republik Indonesia Nomor 2851)
3. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum
Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
1981 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3209).
4. Undang-undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang
penyelenggaraan Negara yang bersih dan bebas dari
kolusi, korupsi dan nepotisme ( Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 75, tambahan
Lembaran Negara Nomor 3851
5. Undang-undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang
pembentukan peraturan perundang-undangan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004
Nomor 123, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4578)

12
6. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana
telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-
undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua
atas Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2008 Nomor 59 Lembaran negara
Republik Indonesia Negara Republik Indonesia Nomor
4844)
7. Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang
Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan
Pemerintah Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2004 Nomor 126, tambahan lembaran Negara
Nomor 4438)
8. Undang-undang Nomor 18 Tahun 2009 tentang
pengelolaan sampah (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2009 Nomor 69, Tambahan Lembara Negara
Republik Indonesia Nomor 4851)
9. Undang-undang Nomor 27 Tahun 2009 tentang Majelis
Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat dan
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 123, Tambahan
Lembara Negara Republik Indonesia Nomor 5043)
10. Undang-undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak
Daerah dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2009 Nomor 130, Tambahan Lembara
Negara Republik Indonesia Nomor 5049)

13
11. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang
Perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor
140, Tambahan Lembara Negara Republik Indonesia
Nomor 5059)
12. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 tentang
Pelaksanaan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana
(Lembaran Negara Tahun 1983 Nomor 36, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 3258).
13. Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang
Pengelolaan Keuangan Daerah (Lembaran Negara Tahun
2005 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4578).
14. Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 tentang
Pedoman Pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan
pemerintah Daerah (Lembaran Negara Tahun 2005 Nomor
165, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4593).
15. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang
Pembagian Urusan Pemerintahan daerah Kabupaten/Kota
(Lembaran Negara Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737).
16. Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 2010 tentang Tata
Cara pemberian dan pemanfa’atan Insentif pemungutan
Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara
Tahun 2010 Nomor 119, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5161).
17. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2010 tentang Tata
Cara Pelaksanaan Tugas da Wewenang serta kedudukan
keuangan Gubernur sebagai wakil pemerintah di wilayah

14
Provinsi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2010 Nomor 25, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5107).
18. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006
tentang Pedoman Pengelolaan keuangan Daerah,
sebagaimana telah diubah dengan peraturan Menteri
Dalam Negeri nomor 59 Tahun 2007 tentang perubahan
atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun
2006 tentang pedoman pengelolaan keuangan daerah.
19. Peraturan Daerah Nomor 02 Tahun 2001 tentang Tata
Cara penyusunan peraturan Daerah dan Penerbitan
Lembaran Daerah (lembaran Daerah Tahun 2001 Nomor
43 Seri B) sebagaimana telah diubah dengan peraturan
daerah Kabupaten Cianjur Nomor 02 Tahun 2006 tentang
Perubahan Pertama atas peraturan daerah Kabupaten
Cianjur Nomor 02 Tahun 2001 tentang Tata cara
Penyusunan Peraturan Daerah dan penerbitan Lembaran
Daerah (Lembaran Daerah Tahun 2006 Nomor 02 Seri C)
20. Peraturan Daerah Kabupaten Cianjur Nomor 03 Tahun
2001 tentang penyidik Pegawai Negeri Sipil (Lembaran
Daerah Tahun 2001 Nomor 44 Seri C)
21. Peraturan Daerah Kabupaten Cianjur Nomor 03 Tahun
2008 tentang Urusan Pemerintah Daerah ( Lembaran
daerah Tahun 2008 Nomor 03 Seri D)
22. Peraturan Daerah Nomor 07 Tahun 2008 tentang
organisasi Pemerintah Daerah dan Pembentukan
Organisasi Perangkat Daerah Kabupaten Cianjur
(lembaran Daerah Tahun 2008 Nomor 07 Seri D )
sebagaimana telah diubah dengan peraturan daerah
Kabupaten Cianjur Nomor 02 Tahun 2010 tentang

15
Perubahan Pertama atas peraturan daerah Kabupaten
Cianjur Nomor 07 Tahun 2008 tentang Organisasi
Pemerintah Daerah dan pembentukan Organisasi
perangkat Daerah Kabupaten Cianjur (Lembaran Daerah
Tahun 2010 Nomor 10 Seri D)
b) Bahan Hukum Sekunder, antara lain berupa tulisan-
tulisan ilmiah dari para pakar yang berhubungan dengan
permasalahan yang diteliti ataupun yang berkaitan dengan
bahan hukum primer, meliputi literatur-literatur, makalah-
makalah, jurnal ilmiah, dan hasil-hasil penelitian.
c) Bahan Hukum Tersier, antara lain berupa bahan-bahan
yang bersifat menunjang bahan hukum primer dan bahan
hukum sekunder seperti kamus hukum, kamus bahasa,
artikel-artikel pada koran/surat kabar dan majalah-
majalah.

16
BAB II
ASAS-ASAS YANG DIGUNAKAN DALAM PENYUSUNAN
RAPERDA BIDANG KEBERSIHAN DAN PERTAMANAN

Kesejahteraan umum diartikan sebagai keseluruhan


prasyarat sosial yang memungkinkan atau mempermudah
manusia mengembangkan semua nilainya merupakan suatu
kondisi kehidupan sosial yang diperlukan agar setiap individu,
keluarga, dan kelompok masyarakat dapat mencapai keutuhan
atau perkembangan yang lebih utuh dan cepat yang terdiri atas
syarat-syarat yang harus dipenuhi agar masyarakat merasa
sejahtera.3
Atas dasar paham kesejahteraan umum sebagai
keseluruhan syarat kehidupan sosial yang diperlukan masyarakat
agar bisa sejahtera sehingga dapat diterima pembagian tugas-
tugas negara yang disampaikan oleh para ahli ilmu negara,
misalnya pembagian dalam tiga kelompok. Ketiga kelompok tugas
negara tersebut adalah, pertama negara harus memberikan
perlindungan kepada penduduk dalam wilayah tertentu. Kedua
negara mendukung atau langsung menyediakan pelbagai
pelayanan kehidupan masyarakat di bidang sosial ekonomi, dan
kebudayaan. Ketiga negara menjadi wasit yang tidak memihak
antara pihak-pihak yang berkonflik dalam masyarakat serta
menyediakan suatu sistem yudisial yang menjamin keadilan dasar
dalam hubungan kemasyarakatan.4
Pemerintah daerah, Kabupaten/Kota dalam rangka
melaksanakan peran dan fungsinya, berwenang untuk mengatur
dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas

3
Franz Magnis Suseno, Etika Politik Prinsip-Prinsip Moral Dasar Kenegaraan,
PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, hlm 316.
4 Y.Sri Pudyatmoko, Perizinan Problem Dan Upaya Pembenahan, Gramedia,

Jakarta, 2009, hlm 1.

17
otonomi dan tugas pembantuan. Pemberian otonomi luas kepada
daerah diarahkan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan
masyarakat melalui peningkatan pelayanan, pemberdayaan dan
peran serta masyarakat.5
Dalam rangka mewujudkan tata kelola pemerintahan yang
baik diperlukan dua pendekatan, yakni pendekatan struktural
yang mengarah pada perbaikan sistem penyelenggaraan
pemerintahan dan pendekatan kultural yang mengarah pada
perilaku para penyelenggara pemerintah sebagaimana yang
dirikan oleh tata kelola pemerintah yang baik itu sendiri.
Pendekatan struktural ditandai dengan perubahan
berbagai aturan baik berupa undang-undang, peraturan
pemerintah, peraturan presiden sampai peraturan daerah.6
Para pengambil kebijakan diharapkan mampu untuk
berfikir pada arah meningkatkan laju pertumbuhan pembangunan
sehingga mampu memberikan pelayanan kepada masyarakat
dengan optimal, karena suatu kebijakan pemerintah sangat
mempengaruhi kehidupan masyarakat secara umum, karena
pemerintah merupakan pemegang dan penanggung jawab utama
dalam menentukan arah kebijakannya guna mewujudkan
keberpihakan terhadap masyarakat.
Dalam rangka mewujudkan kondisi tersebut di atas, perlu
dikembangkan 3 (tiga) fungsi yakni fungsi distribusi, stabilitasi
dan alokasi. Dalam hal fungsi tersebut, pemerintah daerah
mempunyai otoritas, karena daerah yang lebih mengetahui
kebutuhan, kondisi dan situasi masyarakat setempat.

5 Penjelasan umum UU No. 32 tahun 2004 tentang pemerintah daerah, Cet 1,


Penerbit Fokusmedia, Bandung, 2004, hlm 146.
6 Chabib Soleh. Pengelolaan keuangan dan Aset Daerah. Sebuah pendekatan

struktural menuju tata kelola pemerintahan yang baik. Fokusmedia.Bandung.


2010; Hal.iii

18
Dalam perspektif hukum penyelenggaran perizinan
berbasis pada teori negara hukum modern yang merupakan
perpaduan antara konsep negara hukum (rechtsstaat) dan konsep
negara kesejahteraan (welfare state). Negara hukum secara
sederhana adalah negara yang menempatkan hukum sebagai
acuan tertinggi dalam penyelengaraan negara atau pemerintahan
(supremasi hukum ).
Menurut Vesteden hukum yang supreme mengandung
makna :7
1. Bahwa suatu tindakan hanya sah apabila dilakukan
menurut atau berdasarkan aturan hukum tertentu (asas
legalitas). Ketentuan-ketentuan hukum hanya dapat
dikesampingkan dalam hal kepentingan umum benar-benar
menghendaki atau penerapan suatu aturan hukum akan
melanggar dasar-dasar keadilan yang berlaku dalam
masyarakat (principles of natural justice).
2. Ada jaminan hak-hak setiap orang baik yang bersifat asasi
maupun yang tidak asasi dari tindakan pemerintah atau
pihak lainnya.
Dengan demikian, dalam suatu negara hukum setiap
kegiatan kenegaraan atau pemerintahan wajib tunduk pada
aturan-aturan hukum yang menjamin dan melindungi hak-hak
warganya, baik di bidang sipil dan politik maupun di bidang sosial,
ekonomi, dan budaya. Dengan perkataan lain, hukum
ditempatkan sebagai aturan main dalam penyelenggaraan
kenegaraan dan pemerintahan untuk menata masyarakat yang
damai, adil dan bermakna.

7
Adrian Sutedi, Hukum Perizinan dalam Sektor Pelayanan Publik, Sinar Grafika jakarta, 2010, hlm
1.

19
Konsep negara kesejahteraan adalah menempatkan peran
negara tidak hanya terbatas sebagai penjaga ketertiban semata,
tetapi negara juga dimungkinkan untuk ikut serta dalam segala
aspek kehidupan bermasyarakat.

Menurut Undang-undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang


Pajak dan Retribusi Daerah yang telah diganti dengan UU nomor
28 Tahun 2009, yang selanjutnya disebut Retribusi Daerah, yang
dimaksud dengan Retribusi Daerah adalah pungutan Daerah
sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang
khusus disediakan dan/atau diberikan oleh Pemerintah Daerah
untuk kepentingan orang pribadi atau badan.

A. Asas-Asas Penyusunan Peraturan Daerah.


Hamid S. Attamimi, menyampaikan dalam pembentukan
peraturan perundang-undangan, setidaknya ada beberapa
pegangan yang harus dikembangkan guna memahami asas-asas
pembentukan peraturan perundang-undangan yang baik
(algemene beginselen van behorlijke regelgeving) secara benar,
meliputi :
Pertama, asas yang terkandung dalam Pancasila selaku
asas-asas hukum umum bagi peraturan perundang-undangan;
Kedua, asas-asas negara berdasar atas hukum selaku asas-asas
hukum umum bagi perundang-undangan; Ketiga, asas-asas
pemerintahan berdasar sistem konstitusi selaku asas-asas umum
bagi perundang-undangan, dan Keempat, asas-asas bagi
perundang-undangan yang dikembangkan oleh ahli.8
Berkenaan dengan hal tersebut pembentukan peraturan
daerah yang baik selain berpedoman pada asas-asas pembentukan

8
Yuliandri, Asas-asas Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan yang Baik; Gagasan
Pembentukan Undang-undang Berkelanjutan, RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2009, hlm. 115

20
peraturan perundang-undangan yang baik (beginselen van
behoorlijke wetgeving), juga perlu dilandasi oleh asas-asas hukum
umum (algemene rechtsbeginselen), yang didalamnya terdiri dari
asas negara berdasarkan atas hukum (rechtstaat), pemerintahan
berdasarkan sistem konstitusi, dan negara berdasarkan
kedaulatan rakyat.
Sedangkan menurut Undang-undang No. 10 Tahun 2004
tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, dalam
membentuk peraturan perundang-undangan termasuk Peraturan
Daerah (Perda), harus berdasarkan pada asas-asas pembentukan
yang baik yang sejalan dengan pendapat Purnadi Purbacaraka
dan Soerjono Soekanto meliputi :
a. Asas Kejelasan Tujuan adalah bahwa setiap pembentukan
Peraturan Perundang-undangan harus mempunyai tujuan
yang jelas yang hendak dicapai;
b. Asas kelembagaan atau organ pembentuk yang tepat adalah
bahwa setiap jenis peraturan perundang-undangan harus
dibuat oleh lembaga/pejabat pembentuk peraturan
perundang-undangan yang berwenang. Peraturan perundang-
undangan tersebut dapat dibatalkan atau batal demi hukum,
apabila dibuat oleh lembaga/pejabat yang tidak berwenang;
c. Asas Kesesuaian antara jenis dan materi muatan adalah
bahwa dalam pembentukan peraturan perundang-undangan
harus benar-benar memperhatikan materi muatan yang tepat
dengan jenis Peraturan Perundang-undangannya;
d. Asas dapat dilaksanakan adalah bahwa setiap pembentukan
peraturan perundang-undangan harus memperhitungkan
efektifitas peraturan perundang-undangan tersebut, baik
secara filosofii, yuridis maupun sosiologis.

21
1) Aspek Filosofis adalah terkait dengan nilai-nilai etika dan
moral yang berlaku di masyarakat. Peraturan Daerah
yang mempunyai tingkat kepekaan yang tinggi dibentuk
berdasarkan semua nilai-nilai yang baik yang ada dalam
masyarakat;
2) Aspek Yuridis adalah terkait landasan hukum yang
menjadi dasar kewenangan pembuatan Peraturan Daerah.
3) Aspek Sosiologis adalah terkait dengan bagaimana
Peraturan Daerah yang disusun tersebut dapat dipahami
oleh masyarakat, sesuai dengan kenyataan hidup
masyarakat yang bersangkutan.
e. Asas hasil guna dan daya guna adalah bahwa setiap
peraturan perundang-undangan dibuat karena memang
benar-benar dibutuhkan dan bermanfaat dalam mengatur
kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara;
f. Asas kejelasan rumusan adalah bahwa setiap peraturan
perundang-undangan harus memenuhi persyaratan teknis
penyusunan peraturan perundang-undangan. Sistematika
dan pilihan kata atau terminologi, serta bahasa hukumnya
jelas dan mudah dimengerti, sehingga tidak menimbulkan
berbagai macam interpretasi dalam pelaksanaanya.
g. Asas keterbukaan adalah bahwa dalam proses pembentukan
peraturan perundang-undangan mulai perencanaan,
persiapan, penyusunan dan pembahasan bersifat transparan.
Dengan demikian seluruh lapisan masyarakat mempunyai
kesempatan yang seluas-luasnya untuk memberikan
masukan dalam proses pembuatan peraturan perundang-
undangan;
h. Asas materi muatan adalah materi muatan peraturan
perundang-undangan menurut Undang-Undang No. 10

22
Tahun 2004 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-
undangan harus mengandung asas-asas sebagai berikut :
1) Asas kekeluargaan adalah mencerminkan musyawarah
untuk mufakat dalam setiap pengambilan keputusan;
2) Asas Kenusantaraan adalah bahwa setiap materi muatan
Peraturan Daerah senantiasa memperhatikan
kepentingan seluruh wilayah Indonesia dan materi
muatan peraturan perundang-undangan yang dibuat di
daerah merupakan bagian dari sistem hukum nasional
yang berdasarkan Pancasila;
3) Asas Bhinneka Tunggal Ika adalah bahwa materi muatan
Peraturan Daerah harus memperhatikan keragaman
penduduk, agama, suku, dan golongan, kondisi khusus
daerah, dan budaya khususnya yang menyangkut
masalah-masalah sensitif dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara;
4) Asas Keadilan adalah mencerminkan keadilan secara
proporsional bagi setiap warga negara tanpa kecuali;
5) Asas kesamaan kedudukan dalam hukum dan
pemerintahan adalah bahwa setiap materi muatan
peraturan daerah tidak boleh berisi hal-hal yang bersifat
membedakan berdasarkan latar belakang, antara lain,
agama, suku, ras, golongan, gender atau status sosial;
6) Asas ketertiban dan kepastian hukum adalah bahwa
setiap materi muatan peraturan daerah harus dapat
menimbulkan ketertiban dalam masyarakat melalui
jaminan adanya kepastian hukum;
7) Asas keseimbangan, keserasian, dan keselarasan adalah
bahwa setiap materi muatan peraturan daerah harus
mencerminkan keseimbangan, keserasian, dan

23
keselarasan, antara kepentingan individu dan masyarakat
dengan kepentingan bangsa dan Negara;
8) Asas pengayoman adalah memberikan perlindungan
dalam rangka menciptakan ketentraman masyarakat;
9) Asas kemanusiaan adalah mencerminkan perlindungan
dan penghormatan hak-hak asasi manusia serta harkat
dan martabat setiap warga negara secara proporsional;
10) Asas Kebangsaan adalah mencerminkan sifat dan watak
Bangsa Indonesia yang pluralistik dengan tetap menjaga
prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia.9
Sudikno Mertokusumo, asas-asas hukum peraturan
perundang-undangan tersebut sesuai Undang-undang No. 10
Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-
undangan, dapat dikelompokan menjadi 2 (dua) yakni Pertama,
asas yang berkaitan dengan pembentukan atau proses Peraturan
Perundang-undangan dan; Kedua, asas yang berkaitan dengan
materi muatan atau substansi Peraturan Perundang-undangan.10

9
Purnadi Purbacaraka dan Soerjono Soekanto, Ikhtiar Antinomi Aliran Filsafat Sebagai
Landasan Filsafat Hukum, Rajawali, Jakarta, 1985, Hlm. 47; memperkenalkan enam asas
undang-undang yaitu :
a. Undang-undang tidak berlaku surut;
b. Undang-undang yang dibuat oleh penguasa yang lebih tinggi mempunyai kedudukan
yang lebih tinggi pula;
c. Undang-undang yang bersifat khuhus mengenyampingkan Undang-undang yang bersifat
umum;
d. Undang-undang yang berlaku belakangan membatalkan undang-undang yang berlaku
terdahulu;
e. Undang-undang tidak dapat diganggu gugat;
f. Undang-undang sebagai sarana untuk semaksimal mungkin dapat mencapai
kesejahteraan spiritual dan materiil bagi masyarakat maupun individu, melalui
pembaharuan dan pelestarian (Asas Welvaarstaat)
10
Sudikno Mertokusumo dalam Y. Sari Murti Widiyastuti, Ringkasan Disertasi untuk Ujian
Promosi Doktor Dari Dewan Penguji Sekolah Pascasarjana UGM, 12 Desember 2007, Hlm. 17;
asas hukum bukan merupakan hukum konkrit melainkan merupakan pikiran dasar yang
umum dan abstrak atau merupakan latar belakang peraturan konkrit yang terdapat dalam
dan di belakang setiap sistem hukum sebagaimana terjelma dalam peraturan perundang-
undangan dan putusan hakim.

24
B. Asas-Asas dalam Retribusi Bidang Kebersihan dan Pertamanan

Asas-asas hukum tentang retribusi ijin gangguan, harus


juga mentaati asas-asas umum penyelenggaraan Negara, yang
meliputi :
1. Asas kepastian hukum, yaitu asas dalam Negara hukum
yang mengutamakan landasan peraturan perundang-
undangan, kepatutan, dan keadilan dalam setiap kebijakan
Penyelenggara Negara.
2. Asas tertib penyelenggaraan Negara, yaitu asas yang
menjadi landasan keteraturan, keserasian, dan
keseimbangan dalam pengendalian penyelenggara Negara.
3. Asas kepentingan umum, yaitu asas yang mendahulukan
kesejahteraan umum dengan cara yang aspiratif,
akomodatif, dan selektif.
4. Asas keterbukaan , yaitu asas yang membuka diri terhadap
hak masyarakat untuk memeperoleh informasi yang benar,
jujur, dan tidak diskriminatif tentang penyelenggaraan
Negara dengan tetap memperhatikan perlindungan atas hak
asasi pribadi, golongan dan rahasia Negara.
5. Asas proporsionalitas adalah asas yang mengutamakan
keseimbangan antara hak dan kewajiban penyelenggara
Negara.
6. Asas profesionalitas, yaitu asas yang mengutamakan
keahlian yang berlandaskan kode etik dan ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
7. Asas akuntabilitas , yaitu asas yang menentukan bahwa
setiap kegiatan dan hasil akhir dari kegiatan Penyelenggara
Negara harus dapat dipertanggungjawabkan kepada
masyarakat atau rakyat sebagai pemegang kedaulatan

25
tertinggi Negara sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 sebagaimana telah
dirubah dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang
Pemerintahan Daerah merupakan salah satu landasan yuridis bagi
pengembangan otonomi daerah di Indonesia. Dalam undang-
undang ini disebutkan bahwa pengembangan otonomi pada
daerah Kabupaten dan Kota diselenggarakan dengan
memperhatikan prinsip-prinsip demokrasi, peran serta
masyarakat, pemerataan dan berkeadilan serta memperhatikan
potensi dan keaneka ragaman daerah.
Otonomi yang luas bagi daerah Kabupaten/Kota pada
akhirnya seperti pisau bermata dua, di satu sisi dapat menjadi
berkah, di sisi lain dapat menjadi bencana. Kuncinya terletak pada
sumber daya manusia yang dapat mengubah berbagai kelemahan
menjadi kekuatan serta mengubah tantangan menjadi peluang.11

11 Sadu Wasistono, Kapita Selekta Manajemen Pemerintahan Daerah,


Fokusmedia, Jakarta, 2003, hlm. 34.

26
BAB III

MATERI MUATAN RANCANGAN PERATURAN DAERAH DAN


KETERKAITANNYA DENGAH HUKUM POSITIF

A. Kajian Analisis Keterkaitan Dengan Hukum Positif

Kajian analisis keterkaitan dengan hukum positif

dimaksudkan dalam rangka mengharmoniskan dengan hukum

positif yang telah ada, dalam Raperda ini memuat hal-hal yang

sesuai antara Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang

Pajak daerah dan Retribusi Daerah, melalui bentuk matrik sebagai

berikut :

No Materi RaperdaRetribusiKebersihand UU No 28/2009 TentangPajak


anPertamanan Daerah danRetribusi Daerah

1. Ketentuan Pasal 1 : Pasal 1 :


Umum (2). Pemerintah daerah (4) Pemerintah Daerah
adalahBupatibesertaperangkato adalahGubernur, bupati, atau
tonomsebagaiunsurpenyelengga walikota, dan perangkat daerah
raPemerintahdaerah sebagai unsur penyelenggara
(7) Pejabat adalah pegawai yang Pemerintah Daerah.
diberi tugas tertentu di (7) pejabat adalah pegawai yang
bidangretribusi daerah sesuai diberi tugas tertentu di bidang
dengan peraturan perundang- perpajakan daerah dan/atau
undangan yang berlaku. retribusi daerah sesuai dengan
(8) Badan adalah sekumpulan peraturanperundang-undangan.
orang dan/atau modal yang (11) Badan adalah sekumpulan
merupakankesatuan, baik yang orang dan/atau modal yang
melakukanusahamaupun yang merupakankesatuanbaik yang
tidakmelakukanusaha yang melakukanusahamaupun yang
meliputiperseroanterbatas, tidak melakukan usaha yang

27
perseroan komanditer, meliputi perseroan terbatas,
perseroanlainnya, BUMN atau perseroan komanditer,
BUMD dengan nama dan dalam perseroanlainnya, badan usaha
bentuk apapun, firma, kongsi, milik Negara (BUMN) dengan
dana pension, persekutuan, nama dan dalam bentuk apapun,
perkumpulan, yayasan firma, kongsi, koperasi, dana
organisasi massa, organisasi pension, persekutuan,
social politik, atau perkumpulan, yayasan,
organisasilainnya, lembaga dan organisasi politik, atau
bentuk badan lainnya yang organisasilainnya, lembaga dan
termasuk kontrakinvestasi bentuk badan lainnya termasuk
kolektif dan bentuk usaha kontrakinvestasi kolektif dan
tetap. bentuk usah atetap.
(39) Wajib retribusi adalah (69) Wajib retribusi adalah orang
orang pribadi atau badan yang pribadiataubadan yang menurut
menurut peraturan perundang- peraturan perundang-undangan
undangan retribusi diwajibkan retribusi diwajibkan untuk
untuk melakukan pembayaran melakukan pembayaran retribusi,
retribusi, termasuk pemungut termasuk pemungutatau
atau pemotong retribusi pemotong retribusi tertentu.
tertentu. (70) Masa Retribusi adalahsuatu
(40) Masa retribusi adalah jangka waktu tertentu yang
suatu jangka waktu tertentu merupakan batas waktu bagi
yang merupakan batas waktu wajib retribusi untuk
bagi wajib retribusi untuk memanfaatkan jasa dan
memanfaatkan jasa dan perizinan tertentu dari
perizinan tertentu dari Pemerintah daerah yang
Pemerintah Daerah. bersangkutan.
(41) Surat Ketetapan Retribusi (72) Surat Ketetapan Retribusi
daerah yang selanjutnya disebut Daerah, yang selanjutnya
SKRD adalah ketetapan disingkat SKRD, adalah surat
retribusi yang menentukan ketetapan retribusi yang
besarnya jumlah retribusi yang menentukan besarnya jumlah
terutang. pokok retribusi terutang.
(42) Surat tagihan retribusi (74) Surat Taguhan Retribusi
daerah yang selanjutnya disebut Daerah, yang selanjutnya

28
STRD adalah surat untuk disingkat STRD, adalah surat
melakukan tagihan retribusi untuk melakukan tagihan
dan/atau sanksi admnistratif retribusi dan/atau sanksi
berupa bunga dan/atau denda. administrasi berupa bunga
dan/atau denda.

2 Objek Pasal 3 Pasal 112


Retribusi (1) Objek retribusi pelayanan(1) Objek retribusi pelayanan
persampahan/kebersihan persampahan/kebersihan,
adalah pelayanan meliputi :
persampahan/kebersihan Pengambilan/pengumpulan
yang diselenggarakan oleh sampah dari sumbernya ke lokasi
Pemerintah Daerah. pembuangan sementara;
(2) Objek Retribusi penyediaan Pengangkutan sampah dari
dan/atau penyedotan kakus sumbernya dan/atau lokasi
adalah pelayanan pembuangan sementara ke lokasi
penyediaan dan/atau pembuangan/pembuangan akhir
penyedotan kakus yang sampah; dan
dilakukan oleh Pemerintah Penyediaan lokasi
Daerah. pembuangan/pemusnahan akhir
(3) Objek Retribusi pelayanan sampah.
pemakaman dan pengabuan
mayat meliputi:
a. Pelayanan
penguburan/pemakaman
termasuk penggalian dan
pengukuran
pembakaran/pengabuan
mayat.
b. Sewa tempat pemakanan
atau
pembakaran/pengabuan
mayat yang dimiliki atau
dikelola oleh Pemerintah
Daerah
3 Cara Pasal 6, Pasal 151 Ayat (1)
Mengukur Tingkat penggunaan jasa Besarnya retribusi yanng

29
Tingkat retribusi pelayanan terutang dihitung berdasarkan
Penggunaan persampahan/kebersihan perkalian antara tingkat
Jasa diukur berdasarkan jumlah, penggunaan jasa dengan tarif
klasifikasi tempar, volume dan retribusi.
waktu pengangkatan.
4 Prinsip Pasal 7 (1) Pasal 152 (1)
penetapan Tingkat penggunaan jasa Prinsip sasaran dalam penetapan
struktur dan retribusi pelayanan tarif retribusi jasa umum
besarnya persampahan/kebersihan ditetapkan dengan
tarif adalah untuk mengganti biaya memperhatikan biaya penyediaan
admnistrasi, pengangkutan jasa yang bersangkutan,
sampah, penampungan kemampuan masyarakat, aspek
sampah, pemisahan/ keadilan, dan efektivitas
pengolahan sampah dan biaya pengendalian atas pelayanan
pembinaan. tersebut.
(2) (2)
Tingkat penggunaan jasa Biaya sebagaimana dimaksud
retribusi pelayanan penyediaan pada ayat (1) meliputi biaya
dan/atau penyedotan kakus operasi dan pemeliharaan, biaya
diukur berdasarkan volume bunga dan biaya modal.
penyedotan. (3)
(3) Dalam hal penetapan tarif
Tingkat penggunaan jasa sepenuhnya memperhatikan
retribusi pelayanan pemakaman biaya penyediaan jasa, penetapan
dan pengabuan mayat adalah tarif hanya untuk menutup
untuk mengganti biaya sebagian biaya.
admnstrasi, perawatan tempat
pemakaman, penguburan dan
biaya pembinaan.
5 Tata cara Pasal 13 Ayat (1) Pasal 160 Ayat (1)
Pemungutan Pemungutan retribusi tidak Retribusi dipungut dengan
dapat diborongkan menggunakan SKRD atau
Ayat (2) Retribusi dipungut dokumen lain yang dipersamakan
dengan menggunakan SKRD Ayat (2)
atau dokumen lain yang dokumen lain yang dipersamakan
dipersamakan. dapat berupa karcis, kupon dan

30
Ayat (3), dokumen lain yang kartu langganan.
dipersamakan dapat berupa
karcis, kupon dan kartu
langganan.
Ayat (4) Hasil Pungutan
retribusi sebagaimana
dimaksud disetor secara bruto
ke kas daerah

6 Kadaluwarsa Pasal 18 Ayat (1) Pasal 167 Ayat (1)


Hak untuk melakukan Hak untuk melakukan penagihan
penagihan retribusi menjadi retribusi menjadi kadaluwarsa
kadaluwarsa setelah melampaui setelah melampaui waku 3 tahun
waku 3 tahun terhitung sejak terhitung sejak saantnya terutang
saantnya terutang retribusi, retribusi, kecuali jika wajib
kecuali jika wajib retribusi retribusi melakukan tindak
melakukan tindak pidana di pidana di bidang retribusi
bidang retribusi Ayat (2) Kadaluwarsa penagihan
Ayat (2) Kadaluwarsa penagihan retribusi sebagaimana dimaksud
retribusi sebagaimana ayat (1) tertangguh jika
dimaksud ayat (1) tertangguh diterbitkan surat teguran
jika diterbitkan surat teguran ada pengakuan utang retribusi
ada pengakuan utang retribusi dari wajib retribusi baik langsung
dari wajib retribusi baik maupun tidak langsung.
langsung maupun tidak
langsung.

7 Insentif Pasal 20 Ayat (1) Pasal 171 Ayat (1)


Pemungutan Dinas selaku pelaksana Instansi yang melakukan
pemungutan retribusi diberi pemungutan pajak dan retribusi
insentif atas dasar pencapaian dapat diberi insentif atas dasar
kinerja tertentu. pencapaian kinerja tertentu.
Ayat (2) besaran insentif Ayat (2) pemberian insentif
sebagaimana dimaksud pada sebagaimana dimaksud pada ayat
ayat (1) ditetapkan melalui (1) ditetapkan melalui anggaran
anggaran pendapatan dan pendapatan dan belanja daerah

31
belanja daerah Ayat (3) tata cara pemberian dan
Ayat (3) tata cara pemberian pemanfaatan insentif
dan pemanfaatan insentif sebagaimana dimaksud pada ayat
sebagaimana dimaksud pada (1) diatur dengan Peraturan
ayat (1) diatur kemudian oleh Pemerintah.
Bupati dengan mengacu kepada
peraturan perundang-undangan
yang berlaku.
8 Penyidikan Pasal 22 Ayat (1) Pasal 173 Ayat (1)
Pejabat pegawai negeri sipil Penyidik pegawai negeri sipil
tertentu di lingkungan tertentu di lingkungan
pemerintah daerah diberi pemerintah daerah diberi
wewenang khusus sebagai wewenang khusus sebagai
penyidik untuk melakukan penyidik untuk melakukan
penyidikan tindak pidana di penyidikan tindak pidana di
bidang retribusi daerah. bidang perpajakan dan retribusi,
Ayat (2) penyidik pegawai negeri sebagaimana dimaksud dalam
sipil sebagaimana dimaksud Undang-Undang Hukum acara
pada ayat (1) diangkat oleh Pidana.
pejabat yang berwenang sesuai Ayat (2) penyidik sebagaimana
dengan ketentuan peraturan dimaksud pada ayat (1) adalah
perundang-undangan yang pejabat pegawai negeri sipil
berlaku.adalah pejabat pegawai tertentu di lingkungan
negeri sipil tertentu di pemerintah daerah yang diangkat
lingkungan pemerintah daerah oleh pejabat yang berwenang
yang diangkat oleh pejabat yang sesuai dengan ketentuan
berwenang sesuai dengan perundang-undangan.
ketentuan perundang-
undangan.
9 Ketentuan Pasal 23 Ayat (1) Pasal 177
Pidana Wajib retribusi yang tidak Wajib retribusi yang tidak
melaksanakan kewajibannya melaksanakan kewajibannya
sehingga merugikan keuangan sehingga merugikan keuangan
daerah diancam dengan pidana daerah diancam pidana kurungan
kurungan paling lama 3 bulan palinng lama 3 (tiga) bulan atau
atau pidana denda paling denda paling banyak 3 (tiga) kali

32
banyak tiga kali jumlah jumlah retribusi terutang yang
retribusi terutang yang tidak tidak atau kurang bayar.
atau kuranng bayar.
Ayat (2) tindak pidana
sebagaimana dimaksud ayat (1)
adalah pelanggaran.
Ayat (3) denda sebagaimana
dimaksud ayat (1) merupakan
penerimaan negara.

B. Materi Muatan Perda

1. Ketentuan Umum

Bagian ini membahas mengenai ketentuan dan

pengertian umum dari substansi peraturan daerah ini

yang terdiri dari satu pasal dan 12 ayat.

2. Materi Pengaturan :

Materi pengaturan dengan sistematika Bab I Ketentuan

Umum yang membahas mengenai ketentuan-ketentuan

dan pengertian – pengertian yang bersifat umum dari

substansi pengaturan daerah ini.

Pada Bab II Jenis Retribusi, yang dimaksud adalah

retribusi kebersihan dan pertamanan meliputi pelayanan

persampahan/kebersihan, pelayanan penyediaan

dan/atau penyedotan kakus dan pelayanan pemakaman

dan pengabuan mayat.

33
Bab III Objek dan Subjek Retribusi, objek retribusi

berupa pelayanan persampahan /kebersihan,

penyediaan dan/atau penyedotan kakus, pemakaman

dan pengabuan mayat. Sedangkan subjek retribusi

adalah individu atau badan yang mendapatkan jasa

pelayanan dari Pemerintah Daerah seperti di maksud

dalam objek retribusi.

Bab IV Golongan, yang termasuk golongan retribusi jasa

umum.

Bab V Cara Mengukur Tingkat Penggunaan Jasa, diukur

berdasarkan jumlah, klasifikasitempat, volume dan

waktu pengangkatan.

Bab VI Prinsip Penetapan, Struktur dan Besarnya Tarif.

Tingkat penggunaan jasa retribusi pelayanan

persampahan/kebersihan adalah untuk mengganti biaya

administrasi, pengangkutan sampah, penampungan

sampah, pemisahan/pengolahan sampah dan biaya

pembinaan, kemudian tingkat

penggunaanjasaretribusipelayananpenyediaandan/atau

penyedotan kakus diukur berdasarkan volume

penyedotan. Untuk pelayanan pemakaman dan

pengabuan mayat adalah untuk mengganti biaya

34
administrasi, perawatan pemakaman, penguburan dan

biaya pembinaan.

Bab VII Wilayah Pemungutan

Bab VIII Saat Retribusi Terutang, terjadi saat ditetapkan

SKRD atau dokumen lain yang dipersamakan.

Bab VIII Tata Cara Pemungutan, pemungutan retribusi

tidak dapat diborongkan, dipungut berdasarkan SKRD

atau dokumen lain berupa karcis, kupon dan

kartulangganan selanjutnya hasil pemungutan retribusidi

setor secara bruto ke kas daerah.

Bab IX Tata Cara Pembayaran, retribusi terutangharus

dibayarsecaratunai/lunas yang dilaksanakan di kas

daerah atau tempat lain yang ditunjuk

denganmenggunakan SKRD atau dokumen lain yang

dipersamakan. Pembayaran retribusi terutang selambat-

lambatnya 15 (limabekas) hari sejak diterbitkannya SKRD

atau dokumen lain yang dipersamakan.

Bab X Tata Penagihan, penagihan retribusi terutang di

dahului dengan surat teguran yang dikeluarkan

selambat-lambatnya 7 hari sejak jatuh tempo.

Bab XI Keringanan dan Pengurangan, tatacara

pengurangan dan keringanan diatur oleh Bupati.

35
Bab XII Kadaluwarsa, hak untuk melakukan penagihan

retribusi menjadi kadaluwarsa terhitung 3 tahun sejak

saat terutangnya retribusi, kecuali jika wajib retribusi

melakukan tindak pidana.

Bab XIII Tata Cara Penghapusan Piutang Kadaluawarsa,

tatacara penghapusan piutang retribusi yang sudah

kadaluwarsa akan diatur oleh Bupati.

Bab XIV Insentif Pemungutan, dinas selaku pelaksana

pemungutan di beri insentif, besaran insentif ditetapkan

melalui Anggaran Pendapatan dan belanja Daerah.

Bab XV Sanksi Administrasi, dalam hal wajib retribusi

tidak membayar atau kurang membayar dikenakan

sanksi administrative berupa denda sebesar 2 % setiap

bulan dari retribusi yang terutang.

Bab XVI Penyidikan, berisi kewenangan penyidikan bagi

PPNS tertentu.

Bab XVII Ketentuan Pidana, Wajib retribusi yang

diancam dengan pidana kuruangan atau pidana denda,

dan tindak pidana termasuk dalampelanggaran.

Bab XIX Ketentuan Penutup, berisi mengenai berlakunya

Retribusi bidang kebersihan dan pertamanan, dan

mencabut ketentuan perda retribusi terdahulu.

36
BAB IV
PENUTUP

Peraturan daerah tentang retribusi bidang kebersihan dan


pertamanan memberikan faradigma baru dalam penataan
kehidupan masyarakat kabupaten Cianjur menuju ketertiban
masyarakat, dengan terkumpulnya aset daerah dalam
meningkatkan pendapatan asli daerah.
Pada dasarnya penetapan retribusi bidang kebersihan dan
pertamanan merupakan bagian kebijakan pemerintah daerah
dalam rangka meningkatkan sumber pendapatan daerah yang
lebih berorientasi pada nilai keadilan dan meningkatkan
kesejateraan masyarakat Cianjur melalui peningkatan efisiensi
dan produktifitas kerja, hal tersebut dapat dilakukan dengan
pembangunan kualitas sumber daya manusia dan pembagunan
teknologi yang tepat guna. Berdasarkan hal tersebut dapat
dirumuskan kesimpulan dan saran.
A. Kesimpulan :
1. Landasan hukum dan kerangka pemikiran bagi Rancangan
Peraturan Daerah tentang Retribusi bidang kebersihan dan
pertamanan adalah dasar hukum yang menjadi dasar hukum
dalam raperda bidang kebersihan dan pertamanan, dengan
kerangka pemikiran, bahwa raperda retribusi bidang
kebersihan dan pertamanan untuk meningkatkan pelayanan
persampahan/kebersihan, pelayanan penyediaan dan/atau
penyedotan kakus, dan pelayanan pemakaman dan penguburan
mayat.
2. Bahan dan data untuk pembanding antara peraturan
perundang-undangan yang ada dalam merancang Raperda
Retribusi bidang kebersihan dan pertamanan di Kabupaten

37
Cianjur menggunakan Undang- Undang No 28/2009 Tentang
Pajak Daerah dan Retribusi Daerah

B. Saran
Setelah mempelajari dan mengkaji berbagai fakta dan data
yang ada, kami memberikan saran-saran :
1. Pembentukan Peraturan Daerah Kabupaten Cianjur tentang
Retribusi Ijin Mendirikan Bangunan, mengakibatkan perlunya
pembentukan peraturan Bupati sebagai pengaturan lebih
lanjut pelaksanaan Peraturan Daerah ini
2. Perlu adanya peraturan daerah tentang Pengawasan
Pelaksanaan Retribusi bidang kebersihan dan pertamanan
untuk memperjelas Pendapatan Daerah melalui Retribusi
bidang kebersihan dan pertamanan dapat terselenggara
dengan baik.

38
DAFTAR PUSTAKA

Adrian Sutedi, Hukum Perizinan dalam Sektor Pelayanan Publik,


Sinar Grafika jakarta, 2010

A. Tresna Sastrawijaya.Pencemaran Lingkungan. Rineka Cipta.


Jakarta.2000.

Chabib Soleh. Pengelolaan keuangan dan Aset Daerah. Sebuah


pendekatan struktural menuju tata kelola pemerintahan
yang baik. Fokusmedia.Bandung. 2010

Franz Magnis Suseno, Etika Politik Prinsip-Prinsip Moral Dasar


Kenegaraan, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

M. Suparmoko. Ekonomi sumber daya alam dan lingkungan. BPFE


Yogyakarta. 2006

Sadu Wasistono, Kapita Selekta Manajemen Pemerintahan Daerah,


Fokusmedia, Jakarta, 2003,

Sudikno Mertokusumo dalam Y. Sari Murti Widiyastuti, Ringkasan


Disertasi untuk Ujian Promosi Doktor Dari Dewan Penguji
Sekolah Pascasarjana UGM, 12 Desember 2007

Purnadi Purbacaraka dan Soerjono Soekanto, Ikhtiar Antinomi


Aliran Filsafat Sebagai Landasan Filsafat Hukum, Rajawali,
Jakarta, 1985

Yuliandri, Asas-asas Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan


yang Baik; Gagasan Pembentukan Undang-undang
Berkelanjutan, RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2009

Y.Sri Pudyatmoko, Perizinan Problem Dan Upaya Pembenahan,


Gramedia, Jakarta, 2009

39
NASKAH AKADEMIK
RANCANGAN PERATURAN DAERAH
TENTANG
RETRIBUSI BIDANG KEBERSIHAN DAN PERTAMANAN

Disusun Oleh :

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SURYAKANCANA

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SURYAKANCANA


CIANJUR
2011

40
DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN .................................................................1


A. Latar Belakang....................................................................1
B. Identifikasi Masalah .........................................................
C. Tujuan Dan Kegunaan .....................................................
D. Metode Penelitian.............................................................
BAB II ASAS-ASAS YANG DIGUNAKAN DALAM PENYUSUNAN
RAPERDA BIDANG KEBERSIHAN DAN PERTAMANAN

BAB III MATERI MUATAN RANCANGAN PERATURAN DAERAH


DAN KETERKAITANNYA DENGAH HUKUM POSITIF
..........................................................................
BAB IV PENUTUP .....................................................................
A. Kesimpulan.......................................................................
B. Saran-saran.....................................................................

41

Anda mungkin juga menyukai