Anda di halaman 1dari 4

Hk perdata eksekusi 23 nov 22

Eksekusi

- Dasar hukum 195-224 HIR (195-208 dan 224 HIR) HIR/206 – 258 RBg (206 – 240
dan 258 RBg)
- Ketentuan pasal 208 – 223 HIR dan 242-257 RBg tentang sandera (gijzeling)
dinyatakan dihapus dengan SEMA No. 2 tahun 1964 tanggal 22 januari 1964, sandera
terhadap debitor dianggap bertentangan dengan perikemanusiaan
- Eksekusi merupakan tindakan paksa sebagai pelaksanaan putusan pengadilan sebagai
rangkaian jalannya proses peradilan :
- Yang dapat dimaksud eksekusi perdata :
1. Putusan pengadilan yang tleha berkekuatan tetap
2. Putusan pengadilan yang bersifat serta merta dapat dijalankan terlebih dahulu (uit
voerbaar bij voorraad)
3. Putusan arbitrase

- Prinsip-prinsip eksekusi :
1. Menjalankan putusan yang telah berkekuatan hukum tetap/inkracht
Kecuali :
 Pelaksanaan putusan yang dapat dijalankan lebih dahulu (uitvoerbaar bij
voorraad) sekalipun terhadap putusan tersebut terdapat upaya hukum banding
dan kasasi. – pasal 180 (1) HIR/191 (1) RBg
Dalam prakteknya, uitvoerbaar bij voorraad sudah jarang, karena kalau ada
penggugat meminta dijatuhkan putusan uitvoerbaar bij voorraad maka ia
harus memberikan jaminan terlebih dahulu.
 Pelaksanaan putusan provisi – terhadap gugatan provisi
 Akta perdamaian – pasal 130 HIR/154 RBg
 Eksekusi terhadap Grosse Akta – Pasal 224 HIR/258 RBg (dalam pasal 224
HIR diatur mengenai pengakuan hutang) jd bisa dimintakan eksekusi,
sekalipun dalam prakteknya gross akta terdapat beberapa hambatan.
 Eksekusi atas hak tanggungan dan jaminan fidusia
UU No. 4/1996 dan UU No. 42/1999
2. Putusan tidak dijalankan secara sukarela
3. Dictum/amar putusan bersifat condemnatoir (bersifat penghukuman)
4. Eksekusi atas perintah dibawah pimpinan ketua PN;
Pasal 195 (1-2) HIR/206 (2) RBg, PN yang memeriksa dan memutus suatu
perkara dalam tingkat pertama adalah PN yang berwenang untuk menjalankan
eksekusi atas putusan bebas, tanpa mengurangi hak dan wewenangnya untuk
melimpahkan delegasi eksekusi kepada PN yang ;ain, apabila objek yang hendak
dieksekusi terletak diluar daerah hukumnya
5. Memenuhi kepastian hukum dan rasa keadilan
6. Berdasarkan permohonan eksekusi.

Kalau tidak mengajukan banding dan langsung secara sukarela memenuhi isi putusan secara
sukarela maka tidak diperlukan lagi eksekusi. Karena eksekusi sebagaimana diatur dalam 195
HIR/207 RBg itu baru relevan kalau tergugat/pihak yg dikalahkan tdk mau memenuhi
putusan secara sukarela. Jd eksekusi itu merupakan upaya paksa
Ada perkara-perkara yang penyelesaiannya secara damai, jd belum sampai putusan tetapi A
dan B sudah memilih damai maka akta perdamaian ini dituangkan di putusan dan derajatnya
sama dengan putusan yang berkekuatan hukum tetap.

1. Harus putusan yg sudah inkracht


2. Pelaksanaan putusan bergantung pada amarnya (condemnatoir, declaratoir,
konstitutif)

Jd kalau di eksekusi itu harus ada putusan yang sudah inkracht dan terdapat amar putusan
condemnatoir (yg sifatnya memaksa)

Eksekusi dijalankan dibawah pimpinan ketua pengadilan negeri, pelaksanaan putusan itu
dilakukan dibawah pimpinan serta menjadi tanggung jawab dari ketua pengadilan negeri
(bukan PTN atau MA).

Pasal 118 HIR :


Ayat (1) : Actor sequitur forum rei
Ayat (2) : Kalau gugatannya diajukan ke wilayah yang berbeda-beda
Norma :
1. Tergugat lebih dari satu orang dan tinggal di kediaman yang berbeda-beda
2. Diantara tergugat yg satu dengan tergugat yg lain itu ada hubungan hukum dimana
yang satu adalah yang berhutang dan yang satunya penanggung
Ayat (3) :
Norma :
1. Situasinya tergugat tidak diketahui, maka gugatan diajukan ke tempat wilayah
kediaman penggugat
2. Obyek perkara adalah benda tidak bergerak, kalau menyangkut benda tidak bergerak
maka diajukan ke pengadilan negeri tempat di mana benda tidak bergerak tersebut
terletak (misalnya tanah)
Ayat (4) :
Misal A di sidoarjo, B di Gresik dan mereka bikin perjanjian untuk memilih domisili di
pengadilan negeri Surabaya

1820 BW :
Jika A d
Harus ke PN Surabaya

Penyelesaian perkara melalui koridor perdata itu orientasinya adalah pemulihan hak, jadi
kalau tidak mau dipenuhi maka dilakukan eksekusi ganti rugi dsb.

Pasal 195
Ayat (2) : Pelaksanaan eksekusi itu dibawah perintah ketua PN. Kalau misalnya ingin
dilakukan eksekusi dan objeknya merupakan sebidang tanah di sidoarjo maka ketua PN
Surabaya tidak boleh melakukan eksekusi tersebut melainkan harus meminta bantuan dari
ketua PN sidoarjo
Ayat (6) : tanah bukan milik si B melainkan milik si C, jadi pihak ketiga atau C yg mendalilkan
barang itu miliknya maka sebagai pihak ketiga dapat melakukan bantahan atau perlawanan,
dinamakan perlawanan oleh pihak ketiga (derdeen verzet) yg melakukan perlawanan
haruslah si pemilik yang barangnya/objeknya akan dieksekusi. Apabila yang mengajukan
permohonan adalah bukan pemilik maka hakim harus menolak permohonan tersebut
Apabila tanah di sidoarjo tersebut sedang disewa oleh C, dan tanah tersebut akan dieksekusi
oleh pengadilan negeri maka C dapat mengajukan perlawanan dengan menunjukan akta
notaris. Maka hakim harus menolak, karena hanyalah pemilik yang dapat mengajukan
permohonan.

Pasal 195 (6) dan (7) menentukan :


1. Perlawanan terhadap sita eksekutorial
2. Diajukan oleh yang terkena eksekusi atau tersita
3. Diajukan oleh pihak ketiga atas dasar hak
4. Perlawanan dijaukan kepada ketua PN yang melakanakan eksekusi
5. Adanya kewajiban dari ketua PN yang memeriksa atau memutus perlawnan itu untuk
melaporkan atas pemeriksaan atau putusan perlawanan kepada ketua PN yang
memerintahkan eksekusi.

570 BW (Hak milik atas kebendaan/eigendom)


Pasal 196 HIR : dibuat secara tertulis dan diajukan kepada ketua PN, setelah itu ketua PN
memberikan peringatan kepada pihak yang dikalahkan untuk memenuhi keputusan tersebut
selama delapan hari. (aanmaning)
Pasal 197 : Setelah diberikan aanmaning tetapi diabaikan maka berdasarkan
kewenangannya pengadilan negeri dapat melakukan sita, sita yang dimaksud adalah sita
eksekusi. Jika sebelumnya belum dilakukan sita jaminan

dan gugatannya Kabul maka dapat dilakukan eksekusi

Jika penggugat memohonkan sita jaminan, artinya agar barang-barang etergugat disita
karena khawatirnya dipindah tangankan pada saat proses pemeriksaan berlangsung. Ini
untuk menghindari agar jika gugatan Kabul dan tidak kosongan pada saat eksekusi, sehingga
untuk mencegah ini terjadi maka dapat dimohonkan sita jaminan (conservatoir beslag)

Sita jaminan berubah menjadi sita eksekusi jika


Sita revindikasi

Peringatan, penetapan dan berita acara eksekusi


- Pihak tergugat dianggap tidak mau menjalankan putusan secara sukarelaterhitung
sdejak tanggal peringatan (aanmaning) dilampau atau selama eksekusi belum
dilaksanakan
- Aanmaning diatur dalam Pasal 196 HIR/207 RBg, Tindakan dan upaya yang dilakukan
ketua PN berupa “teguran” kepada tergugat untuk menjalankan isi putusan
pengadilan dalam jangka waktu yang ditentukan oleh ketua PN
- Pasal 196 HIR/207 RBg menentukan batas waktu maskimum yang dapat diberikan
oleh Ketua PN yakni 8 hari
- Dalam batas waktu waktu peringatan diberikan tergugat diminta untuk menjalankan
putusan secara sukarela dan apabila batas waktu peritngatan ditentukan dilampaui
tergugat tidak mau menjalankan putusan, sejak saat itu putusan dapat dieksekusi
dengan paksa
CONSERVATOIR BESKAG
 Diatur pasal 227 jo. 197 HIR, 261 jo 208 RBg
 Dipersyaratkan :
1. Harus ada sangka yang ebralasan bahwa tergugat sebelum putusan dijatuhkan
atau dilaksanakan akan menggelapkan atau engalihkan harta bendanya
2. Barang yang disita itu adalah kepunyaan orang yang terkena sita bukan milik
penggugat
3. Permohonan diajukan kepada ketua PN yang memeriksa eprkara yang
bersangkutan
4. Permohonan diajukan secara tertulis

CB dapat dilakukan atau diletakkan terhadap barang yang bergerak dan yang tidak bergerak

Seharusnya yg disita terlebih dahulu adalah barang bergerak, jika tidak cukup maka disita
barang tidak bergerak

Jika ingin melakukan sita jaminan maka harus dilakukan penyelidikan terlebih dahulu (si
tergugat memiliki barang apa saja, agar mencegah gugatan yang berhasil tersebut sia-sia)

Prinsip sita
1. Berdasarkan permohonan

Dilarang menyita barang tertentu (pasal 197 ayat (8) HIR 211 RBg. Antara lain hewan dan
perkakas yang sungguh-sungguh digunakan sebagai alat pencari nafkah sehari-hari.
- Dipergunakan dengan kekuatan fisik untuk mencari nafkah sehari-hari. Parang,
cangkul, pahat gergaji, dll
- Pasal 199 (1) HIR terdapat beberapa larangan yang tidak boleh dilakukan terhadap
barang yang disita
Di HIR dan RBg ada sedikit perbedaan.

Jika yang disita adalah barang tidak bergerak seperti rumah, maka berita sita juga harus
dilaporkan ke kantor pertanahan supaya public tahu bahwa barang tersebut dalam proses
persitaan.

Jenis eksekusi
1. Eksekusi pembayaran uang – pasal 196 HIR/208 RBg
2. Eksekusi melaksanakan suatu perbuatan – pasal 225 HIR/208 RBg
3. Eksekusi

Anda mungkin juga menyukai