SITA JAMINAN
PENGERTIAN:
Sita jaminan mengandung arti, bahwa untuk menjamin pelaksanaan suatu putusan di
kemudian hari, barang-barang milik tergugat bergerak maupun tidak bergerak selama
proses berlangsung, disita terlebih dahulu dengan kata lain tidak dapat dialihkan,
diperjualbelikan atau dipindahtangankan kepada orang lain. Bukan hanya barang-
barang tergugat saja yang dapat disita, akan tetapi juga terhadap barang-barang pihak
penggugat yang ada pada penguasaan tergugat.
MACAM-MACAM SITA
1. Sita conservatoir (to conserve → melindungi)
Perihal sita conservatoir diatur dalam pasal 227 jo. Pasal 197 HIR, pasal 261 jo.
Pasal 208 Rbg, yang inti sari pengaturannya adalah:
- Harus ada sangka yang beralasan, bahwa tergugat sebelum putusan
dijatuhkan atau dilaksanakan akan menggelapkan atau melarikan barang-
barangnya itu.
- Barang yang disita itu adalah kepunyaan orang yang terkena artinya
bukan milik penggugat.
- Permohonan diajukan kepada ketua pengadilan negeri yang memeriksa
perkara yang bersangkutan.
- Permohonan harus diajukan dengan surat tertulis.
- Sita conservatoir dapat dilakukan terhadap barang bergerak maupun tidak
bergerak
2. Sita revindicatoir (to revindicate → to reclaim → mengembalikan)
Perihal sita revindicatoir diatur dalam pasal 226 HIR, pasal 260 Rbg. perkataan
revindicatoir berasal dari perkataan revindiceer, yang berarti mendapatkan.
Perkataan revindicatoir beslag mengandung pengertian: penyitaan untuk
mendapatkan hak kembali dengan maksud agar barang yang digugat jangan
sampai dihilangkan selama proses berlangsung
Berdasarkan ketentuan pasal 226 HIR, sita revindicatoir adalah:
- Harus berupa barang bergerak
- Barang bergerak tersebut merupakan barang penggugat yang berada di
tangan tergugat
- Permintaanya harus diajukan kepada PN yang memeriksa perkara
- Permintaan dapat diajukan secara lisan maupun tertulis
- Barang tersebut harus diterangkan secara saksama, terperinci. Misal:
sebuah mobil sedan merek holden tahun 1974, Pol. No. S 11 TA, warna
biru.
3. Sita marital
Perihal sita marital dikenal dalam hukum acara perdata barat, dan diatur dalam
pasal 823-823j R.V. sita marital dimohonkan oleh pihak istri terhadap barang
suami, baik yang bergerak maupun tidak bergerak, sebagai jaminan untuk
memperoleh bagiannya sehubungan dengan gugatan perceraian, agar supaya
selama proses berlangsung barang-barang tersebut tidak dihilangkan suami.
PUTUSAN HAKIM
PENGERTIAN:
Putusan hakim ialah suatu pernyataan oleh hakim, sebagai pejabat negara yang diberi
wewenang untuk itu, diucapkan di persidangan dan bertujuan untuk mengakhiri atau
menyelesaikan suatu perkara atau sengketa antar para pihak. Putusan adalah
perbuatan hakim sebagai penguasa atau pejabat negara.
JENIS-JENIS PUTUSAN
Pasal 185 ayat 1 HIR membedakan antara putusan akhir dan putusan sela. Putusan
akhir ialah putusan yang mengakhiri suatu sengketa/perkara dalam tingkat pengadilan
tertentu.
Putusan sela
Putusan sela merupakan putusan yang dijatuhkan sebelum putusan akhir. Jenis-jenis
putusan sela diatur dalam pasal 48 RV yaitu:
1. Putusan preparatoir
Putusan sebagai persiapan putusan akhir, tanpa mempunyai pengaruh atas
pokok perkara atau putusan akhir.
Contoh: putusan untuk menggabungkan dua perkara untuk menolak
diundurkannya pemeriksaan saksi.
2. Putusan interlocutoir
Putusan -putusan yang isinya memerintahkan pembuktian.
Contoh: putusan untuk pemeriksaan saksi atau pemeriksaan setempat
3. Putusan insidental
Putusan yang berhubungan dengan peristiwa yang menghentikan prosedur
peradilan biasa. Misalnya masalah vrijwaring, voeging, atau tussenkomst terkait
gugatan intervensi dari pihak ketiga.
4. Putusan provisional
Putusan yang menjawab tuntutan provisional, yaitu permintaan yang
bersangkutan agar sementara diadakan tindakan pendahuluan guna
kepentingan salah satu pihak, sebelum putusan akhir dijatuhkan.
Pengertian:
Putusan serta-merta atau putusan yang dapat dilaksanakan terlebih dahulu (uitvoerbaar
bij voordaad), yaitu suatu putusan hakim yang dapat dilaksanakan walaupun belum
memperoleh kekuatan hukum yang tetap. Jadi, putusan ini masih bisa diajukan upaya
hukum berupa verzet, banding maupun kasasi.
Putusan serta merta diatur dalam pasal 180 ayat 1 HIR yang menentukan adanya
syarat-syarat yang diperlukan untuk dapat menyatakan agar putusan dapat dijalankan
lebih dahulu, walaupun diajukan perlawanan (verzet) atau banding. Adapun syarat-
syarat tersebut sebagai berikut:
1. Adanya surat (akta) autentik atau tulis tangan yang menurut UU mempunyai
kekuatan sebagai alat bukti.
2. Adanya putusan hakim yang sudah mempunyai kekuatan hukum pasti (in kracht
van gewijsde) sebelumnya yang menguntungkan pihak penggugat dan ada
hubungannya dengan gugatan yang bersangkutan.
3. Adanya gugatan provisional yang dikabulkan
4. Dalam sengketa-sengketa mengenai bezitsrecht.
Syarat-syarat tersebut tidak bersifat kumulatif, jadi apabila salah satu syarat terpenuhi,
maka dapat dijatuhkan putusan serta merta, walaupun diajukan verzet atau banding,
sedangkan hal-hal di luar itu tidak boleh dijatuhkan putusan serupa.
PENDAHULUAN
Suatu putusan hakim tidak lepas dari kemungkinan adanya kekeliruan, bahkan
memihak. Oleh karena itu demi kebenaran dan keadilan, setiap putusan hakim
dimungkinkan untuk diperiksa kembali, agar kekeliruannya dapat diperbaiki. Pada
umumnya tersedia upaya hukum yaitu alat untuk mencegah atau memperbaiki
kekeliruan dalam suatu putusan.
Sifat dan berlakunya upaya hukum itu berbeda, tergantung apakah merupakan upaya
hukum biasa atau luar biasa.
Upaya hukum biasa pada asasnya terbuka untuk setiap putusan selama tenggang
waktu tertentu yang telah ditentukan oleh undang undang. Wewenang untuk
menggunakannya hapus dengan menerima putusan. Upaya hukum biasa bersifat
suspensif, yaitu menghentikan pelaksanaan putusan untuk sementara waktu. Contoh
upaya hukum biasa adalah verstek (verzet tegen verstek), banding dan kasasi.
Dengan memperoleh kekuatan hukum tetap suatu putusan tidak dapat diubah. Suatu
putus memperoleh kekuatan hukum tetap jika tidak tersedia lagi upaya hukum biasa.
Untuk putusan berkekuatan hukum tetap tersedia upaya hukum luar biasa
Upaya hukum luar biasa hanya boleh dalam hal-hal tertentu yang disebut dalam
undang-undang. Contoh dari upaya hukum ini adalah PK (peninjauan kembali) dan
derden verzet (perlawanan pihak ketiga).
Pembuatan memori banding tidak diwajibkan jika ingin mengajukan banding beda
dengan kasasi (kalau kasasi wajib).
Kalau batas 14 hari dibolehkannya pihak bersangkutan untuk mengajukan banding
sudah lewat dan kemudian tetap ada yang mengajukan, maka PN tetap harus
menerima dan meneruskan ke PT, karena yang boleh menolak atau menerima Banding
hanya PT.
Pada asasnya, banding dimohonkan untuk pemeriksaan putusan akhir tingkat pertama,
kecuali undang-undang menentukan lain. Putusan sela tidak dapat diajukan banding,
kecuali diputus bersama-sama dengan putusan akhir. Putusan tentang tidak
berwenangnya hakim merupakan putusan akhir (pasal 9 UU No.20 tahun 1974,pasal
201 RBg.)
Dalam banding hakim boleh mengabulkan lebih dari apa yang dituntut atau memutus
hal-hal yang tidak dituntut. Putusan dalam tingkat banding berupa:
- Menguatkan putusan PN : menganggap putusan PN sudah benar
- Memperbaiki putusan PN : menganggap putusan PN kurang tepat dan harus
diperbaiki
- Membatalkan putusan PN : menganggap putusan PN tidak benar dan tidak adil
dan harus dibatalkan. Dalam hal ini PT memberikan putusan sendiri
KASASI
Semua putusan yang diberikan pada tingkat akhir dari pengadilan selain MA, juga
putusan pengadilan tingkat banding dapat dimintakan kasasi ke MA oleh yang
berkepentingan (pasal 10 ayat 3 UU No.20 tahun 1974, pasal 43 UU No.14 tahun
1985). Jika pihak yang bersangkutan belum atau tidak menggunakan hak melawan
putusan, pengadilan yang dijatuhkan di luar hadirnya tergugat (verzet) atau hak
memohon banding ke PT, maka kasasi tidak dapat diterima, kecuali undang-undang
menentukan lain (pasal 43 UU No.14 tahun 1985)
Notes: ketentuan untuk kasasi: UU no.14/1985 diubah jadi UU no.5/2004 tentang MA
- Kasasi dapat diajukan oleh pihak yang berkepentingan, dan dapat diwakilkan
oleh orang yang diberi kuasa khusus (pasal 44 UU 14/1985)
- Permohonan Kasai harus diajukan kepada panitera PN yang memeriksa pokok
perkara. Permohonan kasasi diajukan secara lisan atau tertulis dalam tenggang
waktu 14 hari kerja setelah putusan atau penetapan pengadilan yang
dimaksudkan kepada pemohon (pasal 46 UU no. 14/1985.)
- Dalam tenggang waktu 14 hari setelah permohonannya, dalam buku daftar
pemohon kasasi wajib menyampaikan memori kasasi (pasal 47 UU 14/1985)
- Pihak lawan berhak mengajukan jawaban terhadap memori kasasi kepada
panitera dalam tenggang waktu 14 hari sejak tanggal diterimanya salinan memori
kasasi (pasal 14 ayat 3 UU No.14/1985)
- Permohonan kasasi atau penerimaan memori kasasi yang melampaui tenggang
waktu yang telah ditentukan, harus dinyatakan tidak dapat diterima.
Pemeriksaan kasasi meliputi seluruh putusan hakim mengenai hukum, baik bagian
yang merugikan pemohon kasasi maupun yang menguntungkan.
PENINJAUAN KEMBALI
Putusan yang dijatuhkan dalam tingkat terakhir dan yang dijatuhkan di luar hadirnya
tergugat (verzet) dan yang tidak lagi terbuka kemungkinan untuk mengajukan
perlawanan dapat ditinjau kembali atas permohonan orang yang pernah menjadi salah
satu pihak di dalam perkara yang telah diputus dan dimintakan peninjauan kembali.
Notes: ketentuan PK: UU no.14/1985, pasal 66 sampai 77
Pihak ketiga yang hendak mengajukan perlawanan tidak cukup dengan hanya
mempunyai kepentingan saja, tetapi harus secara nyata dirugikan hak-haknya. Apabila
perlawanannya dikabulka, maka putusan yang dilawan itu diperbaiki sepanjang
merugikan pihak ketiga (pasal 328 RV).
PELAKSANAAN PUTUSAN
PENDAHULUAN
Walaupun perkara diakhiri dengan putusan, akan tetapi persoalannya belum selesai.
Putusan itu harus dapat dijalankan (dieksekusi)
Pelaksanaan putusan hakim atau eksekusi pada hakikatnya adalah realisasi dari
kewajiban pihak yang bersangkutan untuk memenuhi prestasi yang ada dalam putusan.
Namun, tidak semua putusan hakim dapat dilaksanakan dalam arti kata yang
sebenarnya, yaitu secara paksa oleh pengadilan. Hanya putusan condemnatoir yang
dapat dilaksanakan, sedangkan putusan deklaratoir dan konstitutif tidak dimuat adanya
hak atas suatu prestasi, maka terjadinya akibat hukum tergantung pada bantuan atau
kesediaan dari pihak yang dikalahkan, maka oleh karena itu diperlukan sarana
pemaksa untuk menjalankannya.
Suatu putusan hakim yang telah memperoleh inkracht dapat dilaksanakan secara
sukarela oleh yang bersangkutan, yaitu pihak yang kalah. dengan demikian, selesailah
perkaranya tanpa mendapat bantuan dari pengadilan dalam melaksanakan putusan.
Namun ada kemungkinan yang sering terjadi bahwa pihak yang kalah tidak mau
melaksanakan putusan secara sukarela sehingga dibutuhkan pengadilan untuk
pelaksanaan putusan secara paksa.Jika terjadi, maka pihak yang menang dalam
putusan dapat mengajukan permohonan pelaksanaan putusan (eksekusi) kepada
pengadilan yang akan melaksanakannya secara paksa.
ini merupakan salah satu pengecualian dari prinsip diatas. menurut pasal 180
ayat 1 HIR, eksekusi dapat dijalankan terhadap putusan pengadilan walaupun
belum berkekuatan hukum tetap.
berdasarkan pasal 180 ayat 1 HIR, gugatan provisionil yaitu tuntutan lebih dulu
yang bersifat sementara mendahului putusan pokok perkara. jika dikabulkan
gugatan provisionil oleh halim, putusan tersebut dapat dieksekusi walaupun
pokok perkaranya belum diputus.
berdasarkan pasal 130 HIR, terhadap akta van dading (perdamaian) yang dibuat
di muka persidangan boleh dikatakan sama seperti putusan yang sudah inkracht.
dengan demikian akta van dading memiliki kekuatan eksekutorial.
pengecualian lain dalam UU ini adalah eksekusi terhadap grose akta baik grose
akta hipotek maupun grose akta pengakuan hutang. sesuai dengan pasal 224
HIR yang membolehkan eksekusi terhadap perjanjian asalkan berbentuk grose
akta, karena dalam bentuk perjanjian grose akta, pasal ini menyamakannya
dengan putusan yang telah memiliki kekuatan hukum tetap (inkracht).
PELAKSANAAN EKSEKUSI