Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pasal 10 Undang-Undang Nomor 48 tahun 2009 Tentang Kekuasaan

Kehakiman menegaskan “Pengadilan dilarang menolak untuk memeriksa,

mengadili, dan memutus suatu perkara yang diajukan dengan dalih bahwa

hukum tidak ada atau kurang jelas, melainkan wajib memeriksa dan

mengadilinya”. Kemudian, dari bunyi Pasal 10 Undang-Undang Nomor 48

tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman jelaslah bahwa Pengadilan

dilarang menolak suatu perkara apakah karena tidak ada hukumnya ataupun

karena hukumnya yang kurang jelas, karena oleh Pasal 5 Undang-Undang

Nomor 48 tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman disebutkan bahwa

“Hakim dan hakim konstitusi wajib menggali, mengikuti dan memahami

nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat”.1 Hal

demikian tercermin dari putusan hukum yang memuat nilai-nilai keadilan,

kepastian hukum, dan kemanfaatan.

Pada hakikatnya sebuah putusan yang dijatuhkan harus benar-benar

melalui proses yang jujur„ fair trial” dengan pertimbangan yang didasarkan

pada keadilan berdasarkan moral dan bukan hanya semata-mata berdasarkan

keadilan undang-undang. Apabila putusan telah mempunyai kekuatan

hukum yang tetap, diantaranya : siapapun tidak ada yang berhak dan

berkuasa untuk mengubahnya, yang dapat mengubahnya, hanya terbatas


1
Edi Rosadi, “Putusan Hakim Yang Berkeadilan”, Badamai Law Journal, Vol.1,
Issues 1, April 2016, h. 382.
pemberian pengampunan dalam perkara pidana, dan melalui peninjauan

kembali dalam perkara perdata serta setiap putusan yang telah berkekuatan

hukum tetap, wajib dan mesti dilaksanakan baik secara sukarela atau dengan

paksa melalui eksekusi, dan pelaksanaan atas pemenuhan putusan itu tanpa

menghiraukan apakah putusan itu kejam atau tidak menyenangkan. 2

Pada prinsipnya hanya putusan hakim yang mempunyai kekuatan

hukum tetap dan dapat dijalankan. Suatu putusan itu dapat dikatakan telah

mempunyai kekuatan hukum tetap apabila di dalam putusan mengandung

arti suatu wujud hubungan hukum yang tetap dan pasti antara pihak yang

berperkara sebab hubungan hukum tersebut harus ditaati dan harus dipenuhi

oleh pihak tergugat.3

Putusan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap, memiliki 3

(tiga) macam kekuatan, sehingga putusan tersebut dapat dilaksanakan,

yaitu:4

1. Kekuatan mengikat;
2. Kekuatan bukti;
3. Kekuatan untuk dilaksanakan.

Pihak yang dihukum (pihak tergugat) diharuskan mentaati dan

memenuhi kewajibannya yang tercantum dalam amar putusan yang telah

mempunyai kekuatan hukum tetap secara sukarela. Putusan sukarela yaitu

2
M. Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata, Jakarta : Sinar Grafika,2016, hlm.
3
3
M. Yahya Harahap, Ruang Lingkup Permasalahan Eksekusi Bidang Perdata, Jakarta,
Gramedia Pustaka Utama, 1999, hlm. 5
4
Lilik Mulyadi, Hukum Acara Perdata Menurut Teori dan Praktek Peradilan
Indonesia, Jakarta, Djambatan. 1998, hlm. 82
apabila pihak yang kalah dengan sukarela memenuhi sendiri dengan

sempurna menjalankan isi putusan. Akan tetapi tidak menutup kemungkinan

putusan tersebut tidak dilaksanakan oleh salah satu pihak, karena

dikemudian hari ada salah satu pihak yang merasa tidak puas dengan

putusan tersebut, maka yang akan terjadi adalah pengingkaran atau

mengingkari putusan tersebut. Suatu pengingkaran merupakan bentuk suatu

perbuatan yang tidak mau melaksanakan apa yang seharusnya dilakukannya

atau yang menjadi kewajiban.

Cara melaksanakan putusan Hakim diatur dalam pasal 196 sampai

dengan pasal 208 H.I.R. Putusan dilaksanakan di bawah pimpinan Ketua

Pengadilan Negeri yang mula-mula memutus perkara tersebut. Pelaksanaan

dimulai dengan menegur pihak yang kalah untuk dalam 8 (delapan) hari

memenuhi putusan dengan sukarela. Apabila pihak yang dihukum tidak mau

melaksanakan putusan tersebut secara sukarela, maka putusan tersebut harus

dilaksanakan dengan upaya paksa oleh pengadilan yang disebut dengan

eksekusi. Salah satu prinsip dari eksekusi yaitu menjalankan putusan secara

paksa. Putusan secara paksa merupakan tindakan yang timbul apabila pihak

tergugat tidak menjalankan putusan secara sukarela.5

Putusan pengadilan yang benar-benar mencerminkan keadilan juga

merupakan amanah dari perubahan Undang-undang Dasar Negara Republik

Indonesia 1945 menyangkut keberadaan dan kewenangan lembaga peradilan

yakni Mahkamah Agung serta Mahkamah Konstitusi (Pasal 24, 24A, 24B

5
Sudikno Mertokusumo, Hukum Acara Perdata Indonesia, Liberty, Yogyakarta, 1993, hlm.
184.
dan 24C).6 Putusan pengadilan merupakan akhir dari adanya keinginan

untuk mempertahankan pendapat maupun kebenaran masing-masing pihak.

Hal tersebut diatas dilakukan apabila sengketa diajukan untuk

menempuh jalur litigasi dimana pelaksanaan penyelesaian sengketa harus

sesuai dengan prosedur yang telah diatur dalam HIR (Het Herziene

Indonesisch Reglement). Dalam HIR dinyatakan bahwa proses perkara

perdata di dalam Pengadilan pada tahap pertama sebelum jauh melangkah

dalam persidangan dan sebelum sampai pada pembacaan putusan patut

untuk didahulukan upaya penyelesaian secara kekeluargaan, melewati

musyawarah terlebih dahulu atau biasanya disebut Mediasi.

Apabila dalam suatu perkara perdata yang diajukan untuk

diselesaikan melalui jalur litigasi, kemudian perkara tersebut telah dapat

selesai melalui jalur mediasi di pengadilan sebelum adanya putusan yang

diputus oleh Hakim Pemeriksa Perkara, maka selanjutnya kedua belah pihak

akan diarahkan untuk membuat sebuah akta perdamaian yang nantinya akan

dipegang dan dimiliki kedua belah pihak tersebut sebagai suatu bukti

dengan pembuktian penuh dan dapat mengikat kedua belah pihak dalam

menjalankan kewajibannya masing- masing, dalam hal ini akta perdamaian

tersebut memiliki kekuatan hukum yang setara dengan Putusan Hakim yang

bersifat kekuatan hukum tetap.

Akta perdamaian merupakan perjanjian antara kedua belah pihak

yang mana mereka memintakan kekuatan hukum yang dibantu oleh


6
Cicut Sutiarso, Pelaksanaan Putusan Arbitrase Dalam Sengketa Bisnis,
Jakarta : Yayasan Pustaka Obor Indonesia, 2011, hlm. 1
mediator dalam menerima serta menjalankan isi perjanjian yang telah

disepakati. Merujuk definisi akta perdamaian yang terdapat dalam pasal 1

Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2016 yang berbunyi “akta

perdamaian adalah akta yang memuat isi naskah perdamaian dan putusan

hakim yang menguatkan Kesepakatan Perdamaian”.7 Apabila kedua belah

pihak berdamai kemudian meminta kepada pengadilan agar perdamaian itu

dijadikan sebagai putusan pengadilan, maka bentuk persetujuan perdamaian

ini disebut “akta perdamaian”.

Akta perdamaian ini mengandung isi dari kesepakatan

perdamaian. Kesepakatan perdamaian merupakan dokumen yang memuat

syarat - syarat yang disepakati oleh para pihak guna mengakhiri sengketa

yang merupakan hasil dari upaya perdamaian dengan bantuan seorang

mediator atau lebih. perjanjian perdamaian yang dibuat para pihak dan

terdapat dalam persetujuan itu dapat dilaksanakan sepanjang belum adanya

putusan hakim yang berkekuatan hukum tetap.

Pada tahun 2018 terjadi sebuah kasus sengketa tanah di Lubuk

Basung, dimana dalam kasus ini memperlihatkan adanya perjanjian

perdamaian yang dibuat setelah adanya putusan peninjauan kembali oleh

hakim yang memeriksa perkara, di dalam perjanjian perdamainan ini isinya

mengesampingkan amar putusan hakim No. 14/PDT/G/2008/PN.LB.BS, jo.

No. 131/PDT/2009/ PT.PDG, jo. No. 1263 K/PDT/2010, jo. No. 749

PK/PDT/2011 yang didasari oleh Kesepakatan para pihak. Ini membuat

7
Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2016
tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan
suatu permasalahan seputar hukum dalam ranah praktiknya. Oleh karena itu

hal ini perlu kiranya untuk diteliti lebih dalam, agar dapat mengetahui suatu

permasalahan yang bersifat objektif dan menjadi pengetahuan baru.

Berdasarkan penjelasan yang telah dipaparkan mengenai

permasalahan kesepakatan perdamaian setelah adanya putusan yang

berkekuatan tetap, maka dari itu peneliti mengangkat skripsi berjudul

“Analisis Yuridis Normatif Kesepakatan Perdamaian yang

Menyampingkan Putusan Pengadilan Berkekuatan Hukum Tetap

(Study Kasus Perdata No. 14/PDT/G/2008/PN.LB.BS)

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan paparan dalam latar belakang di atas, maka beberapa

permasalahan pokok yang akan di teliti adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana akibat hukum dari kesepakatan perdamaian yang isinya

menyampingkan putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap ?

2. Bagaimana akibat hukum putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap

yang dikesampingkan dengan kesepakatan perdamaian?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan beberapa permasalahan di atas, maka ada beberapa tujuan

yang hendak dicapai dalam penelitian ini. Adapun tujuan dari penelitian

ini dapat diuraikan sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui akibat hukum Kesepakatan Perdamaian yang

menyampingkan putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap.


2. Untuk mengetahui akibat hukum putusan pengadilan yang

dikesampingkan dengan kesepakatan perdamaian?

D. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Manfaat Teoritis

Menambah ilmu pengetahuan melalui penelitian sehingga

memberikan kontribusi pemikiran bagi mahasiswa dan masyarakat

dalam bidang ilmu hukum, yang secara khusus berkaitan dengan

penggunaan dan/atau penerapan kesepakatan perdamaian dalam

perkara perdata di dalam Pengadilan.

2. Manfaat Praktis

a. Hasil dari penulisan penelitian ini diharapkan dapat menjadi

sumbangsih pemikiran bagi mahasiswa serta masyarakat tehadap

pemahaman mengenai kesepakatan perdamaian dalam lingkup

perkara perdata.

b. Dari penulisan penelitian hukum ini diharapkan dapat menjadi

bahan kajian praktis lembaga - lembaga penegak hukum untuk

memaksimalkan kinerja dalam menegakkan prosedur hukum yang

berlaku, khususnya dalam lingkup perkara perdata baik dalam

Pengadilan maupun diluar Pengadilan.

E. Kegunaan Penelitian
Adapun kegunaan dari penulisan penelitian ini adalah sebagai

berikut.

1. Bagi penulis, penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan

penulis sebagai upaya pengembangan ilmu pengetahuan hukum dan

sebagai syarat untuk memenuhi predikat lulus serta mendapatkan gelar

Sarjana Strata 1 Hukum.

2. Bagi Instansi, penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan

pada instansi penegak hukum dalam menegakka prosedur hukum

dalam meneyelesaikan suatu perkara, khususnya dalam lingkup

keperdataan.

3. Bagi masyarakat, penelitian ini diharapkan dapat menambah

pengetahuan masyarakat terkait dengan penggunaan dan kekuatan

hukum kesepakatan perdamaian ini.

F. Metode Penelitian

1. Metode Pendekatan

Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah

yuridis normatif. Menurut Soerjono Soekanto pendekatan yuridis

normatif yaitu penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti

bahan pustaka atau data sekunder sebagai bahan dasar untuk diteliti

dengan cara mengadakan penelusuran terhadap peraturan – peraturan

dan literatur – literatur yang berkaitan dengan permasalahan yang

diteliti.8 Penelitian ini adalah untuk mengetahui dan memahami konsep

8
Soerjono Soekanto & Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif (Suatu
Tinjauan Singkat), Rajawali Pers, Jakarta, 2001, hlm. 13-14.
kesepakatan perdamaian yang diatur dalam ketentuan yang berlaku

dalam penyelesaian perkara perdata.

2. Jenis Bahan Hukum

Bahan hukum adalah bagian terpenting dalam penelitian hukum.

tanpa bahan hukum tidak mungkin dapat ditemukan jawaban atas isu

hukum yang diketengahkan.9 Jenis bahan hukum yang digunakan

adalah bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Adapun bahan

hukum yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Bahan Hukum Primer, merupakan bahan hukum yang memiliki

otoritas (authority), artinya bersifat mengikat. Bahan hukum

primer dapat dibedakan lagi menjadi bahan hukum primer yang

bersifat mandatory authority (meliputi peraturan perundang –

undangan yang dikeluarkan di wilayah hukum sendiri dan putusan

hakim) dan persuasive authority (meliputi peraturan perundang –

undangan di wilayah hukum negara lain tetapi menyangkut hal

yang sama dan putusan hakim diwilayah yurisdiksi negara lain). 10

Dalam penelitian hukum penulis menggunakan Bahan Hukum

Primer antara lain sebagai berikut.

1) Undang – Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun


1945
2) Kitab Undang – Undang Hukum Perdata
3) Het Herziene Indonesisch Reglement (HIR)

9
Dr. Dyah Ochtorina Susanti & A’an Efendi, Penelitian Hukum (Legal
Research), Sinar Grafika, Jakarta, 2018, hlm. 48.
10
Ibid. Hlm. 52
4) Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2016 Tentang
Prosedur Mediasi Dalam Pengadilan.
5) Berita Acara Pelaksanaan Putusan Secara Sukarela Perkara
Perdata No. 14/PDT/G/2008/PN.LB.BS, jo. No.
131/PDT/2009/ PT.PDG, jo. No. 1263 K/PDT/2010, jo. No.
749 PK/PDT/2011.
6) Berita Acara Pelaksanaan Putusan Secara Sukarela
(Lanjutan) Perkara Perdata No. 14/PDT/G/2008/PN.LB.BS,
jo. No. 131/PDT/2009/ PT.PDG, jo. No. 1263 K/PDT/2010,
jo. No. 749 PK/PDT/2011.
2. Bahan hukum sekunder, merupakan meliputi buku – buku hukum

yang ditulis oleh para ahli hukum, kamus, ensikopledia hukum,

jurnal – jurnal hukum, disertasi hukum, tesis hukum dan lain

sebagainya.11

3. Bahan hukum tersier, merupakan bahan hukum yang memberikan

petunjuk atau penjelasan terhadap bahan hukum primer dan

sekunder seperti kamus hukum, ensikopledia, dan lain –lain.12

3. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum

Teknik pengumpulan bahan hukum dalam penelitian hukum ini

adalah menggunakan teknik kepustakaan, dari berbagai sumber pustaka

dan dilakukan dengan cara menelusuri baik berupa Peraturan Perundang

– Undangan, buku – buku, jurnal majalah dari media cetak maupun

media online (situs internet) yang dapat mendukung pengkajian

masalah yang diteliti.

11
Ibid.
12
Jhonny Ibrahim, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif,
Bayumedia Publishing, Malang, 2006, hlm. 46
4. Teknik Analisa Data

1. Content Analysis

Dalam penelitian ini, setelah bahan hukum terkumpul maka bahan

hukum tersebut dianalisis untuk mendapatkan konklusi, bentuk

dalam teknik analisis bahan hukum adalah content analysis.

Content Analysis menunjukkan pada metode analisis yang

integratif dan secara konseptual cenderung diarahkan untuk

menemukan, mengidentifikasi, mengolah dan menganalisis bahan

hukum untuk memahami makna, siginifikansi dan relevansinya.13

2. Analisis Preskriptif

Analisis preskriptif ini meruapakan suatu metode analisis yang

mempelajari tujuan hukum, nilai-nilai keadilan, validitas aturan

hukum, konsep - konsep hukum, dan norma - norma hukum. 14

Menganalisis suatu permasalahan hukum dengan menyandarkan

pada isi yang terkandung dalam suatu hukum yang dibuat.

Analisis preskriptif yaitu penelitian yang bertujuan untuk

memberikan gambaran atau merumuskan masalah sesuai dengan

keadaan atau fakta yang ada.15

G. Sistematika Penelitian

13
Burhan Bungin, Metodologi Penelitian Kualitatif : Aktualisasi Metodologi
Ke arah Ragam Varian Kontemporer, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2007, hlm.
203.
14
Ibid. Hlm. 22
15
H. Salim HS dan Erlies Septiana Nurbani, Penerapan Teori
Hukum Pada Penelitian Tesis dan Disertasi, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2013, h.
9
Sistematika penulisan hukum yang ada dalam penelitian ini,

dibagi 4 (empat) bab, yang mana akan dibagi menjadi sub bab didalam bab

tersebut dengan sistematika, yaitu :

BAB I PENDAHULUAN

Pada bab ini menguraikan latar belakang yang berkaitan dengan

permasalahan yang akan diangkat oleh peneliti, rumusan masalah, tujuan

penelitian, manfaat penelitian, kegunaan penelitian, dan metode penelitian

serta sistematika penelitian dari penelitian ini, sehingga dapat memudahkan

para pembaca dalam memahami penelitian ini.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Pada bab ini, menguraikan definisi dan teori – teori yang

berkaitan dengan tema utama dari penelitian yang dilakukan. Teori – teori

dalam Kerangka Teori digunakan sebagai landasan pemecahan masalah

mengenai analisis yuridis normatif kesepakatan perdamaian setelah adanya

putusan berkekuatan hukum tetap dalam hukum acara perdata.

BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini, penulis memaparkan, menguraikan dan menganalisa

terkait dengan permasalahan yang diteliti yaitu bagaimana mendapatkan

kesepakatan perdamaian dalam suatu penyelesaian perkara perdata di dalam

Pengadilan dan bagaimana kekuatan hukum kesepakatan perdamaian setelah

adanya putusan hakim yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap, serta

dapatkah suatu kesepakatan perdamaian mengesampingkan isi putusan yang

telah mempunyai kekuatah hukum tetap.


BAB IV PENUTUP

Pada bab ini, merupakan bab akhir yang berisi kesimpulan dan

saran dari penelitian. Kesimpulan pada bagian ini menjadi kesimpulan akhir

yang berisi pemikiran, pendapat dan solusi atas penelitian yang dilakukan.

Saran dan hasil penulisan ini diharapkan bermanfaat bagi para pembaca.

Anda mungkin juga menyukai