Anda di halaman 1dari 19

47

BAB IV
ANALISIS URGENSI SERTIFIKAT TANAH WAKAF DALAM
MEWUJUDKAN KEPASTIAN HUKUM DI KECAMATAN KLANGENAN

A. Adanya keenganan dari masyarakat kecamatan klangenan untuk


mensertifikatkan tanah wakaf.
Masyarakat dan ketertibannya merupakan dua hal yang
berhubungan erat, bahkan dapat dikatakan dua sisi dari satu mata uang. Sulit
untuk mengatakan adanya masyarakat tanpa adanya suatu ketertiban. Jadi,
ketertiban dalam hal mensertifikatkan tanah wakaf mesti dilakukan.
Ketertiban dan keteraturan dalam masyarakat akan menerapakan apabila
didukung adanya suatu kesadaran akan urgensinya sebuah hukum untuk
mensertifikatkan tanah wakaf. Sertifikat wakaf inilah yang akan menjadi
bukti otentik akan sebuah perubahan kepemilikan sebuah tanah pribadi
menjadi milik umum. Sehingga konflik masyarakat tentang hak kepemilkan
yang telah berpindah tersebut dapat diminimalisir.
1. Proses Pengajuan Sertifikat Wakaf.
Berdasarkan wawancara dengan Bapak A.Thohari, S.Sos.I
selaku Bidang pengadministrasian di KUA Kecamata Klangenan,
mengatakan bahwa dalam pengajuan sertifikasi tanah wakaf, ada dua
yaitu :63
a. Tanah yang sudah berbentuk sertifikat
1) Sertifikat Tanah Asli
2) Permohonan Sertifikat (Lamp. 13)
3) Pernyataan bermaterai (Lamp. 14)
4) Risalah Penelitian (DI 201)
5) Surat pernyataan bermaterai (tentang kepemilikan tanah dan
tidak dalam sengketa)
6) SPPT-PBB Terbaru/ Ket. Bebas pajak (Asli)

63
Wawancara dengan Bapak A.Thohari, S.Sos.I selaku Bidang Pengadministrasian di
KUA Kecamatan Klangenan pada hari rabu tanggal 27 april 2016pukul 11.00 WIB

47
48

7) AIW/APAIW (W2a/W3a/1 Rangkap)


8) Surat pengesaha Nazhir (W5/W5a)
9) Pendaftaran tanah wakaf (W7)
10) Surat keterangan dan persetujuan ahli waris (jika diperoleh
dengan cara waris)
11) Fotocopy KTP wakif/Nazhir/Saksi/Akta Yayasan/Badan Hukum
(jika W5a)
12) WNI/pribumi/ganti nama

b. Tanah yang belum berbentuk sertifikat (Akta Jual Beli, Akta


Peralihan Hak, Surat keterangan kepemilikan)
1) Bukti kepemilikan tanah baik berupa Akta
JualBeli/AktaPeralihan Hak/Surat Keterangan. Asli
2) Permohonan Sertifikat (Lamp. 13)
3) Pernyataan bermaterai (Lamp. 14)
4) Risalah Penelitian (DI 201)
5) Surat keterangan Lurah/ Kepala Desa diketahui oleh Camat
6) Surat KIKITIR/Letter C
7) Surat keterangan Riwayat Tanah
13) Surat pernyataan bermaterai (tentang kepemilikan tanah dan
tidak dalam sengketa)
8) Surat Kesaksian
9) SPPT-PBB Terbaru/ Ket. Bebas pajak (Asli)
10) AIW/APAIW (W2a/W3a/1 Rangkap)
11) Surat pengesaha Nadzir (W5/W5a)
12) Pendaftaran tanah wakaf (W7)
13) Surat kterngan dan persetujuan ahli waris (jika diperoleh dengan
cara waris)
14) Fotocopy KTP wakif/Nadzir/Saksi/Akta Yayasan/Badan Hukum
(jika W5a)
15) WNI/pribumi/ganti nama
49

Ada dua persyaratan yang harus dipenuhi dalam melakukan


sertifikasi tanah wakaf, yaitu:
a. Melakukan secara perorangan
1) Menyiapkan persyaratan yang lengkap
2) Langsung ke BPN, akan tetapi lembaran AIW itu diberikan
kepada ke KUA Kecamatan Klangenan.
3) Membayar biaya ke BPN
b. Melakukan secara Cuma-Cuma dari Anggaran Negara
1) Menyiapkan persyaratan yang lengkap
2) Melakukan serah terima dari Wakif kepada Nadzir di Kantor
KUA Kecamatan Klangenan
3) Mendaftarkan ke BPN dan Kementrian Agama.

2. Alasan Masyarakat Tidak Melakukan Sertifikat Wakaf


Berdasarkan wawancara dengan Bapak Saefudin, S.Th. I selaku
pegawai di KUA Kecamatan Klangenan bahwa kesadaran masyarakat
untuk melakukan sertifikasi wakaf di kecamatan Klangenan semakin
meningkat meskipun prosentasenya tidak banyak, hanya meningkat
30%. Hal ini dikarenakan dengan adanya kasus yang telah terjadi di
Kabupaten Cirebon tentang gugatan tanah wakaf.64
Bagi mayoritas masyarakat yang menghambat untuk melakukan
sertifikasi wakaf, adalah :
a. Terkendala dengan prosedur yang berlaku.
Menangani prosedur sertifikat wakaf, pihak KUA sudah
melakukan upaya terobosan dengan BPN yaitu untuk mepermudah
mensertifikasikan wakaf. Dan hal ini hanya berjalan hanya dalam 1
kepemimpinan saja. Dan ketika berganti pemimpin, maka berganti
pula aturan prosedur yang berlaku, hal ini karena setiap pemimpin
dan jajarannya mempunyai kebijakan yang berbeda.

64
Wawancara dengan Bapak . Saefudin, S.Th. I selaku Pegawai di KUA Kecamatan
Klangenan pada hari rabu tanggal 27 april 2016 pukul 11.00 WIB
50

b. Terkendala dengan biaya pengurusan dan biaya pendaftaran untuk


melakukakn sertifikasi wakaf.
Dalam menangani hal ini, pihak KUA memberikan
informasi kepada wakif untuk melakukan wakaf secara Cuma-
Cuma melalui prosedur lewat pengajuan dana BAZ. Akan tetapi,
mayoritas masyarakat tidak mau karena waktu yang lama dalam
penerbitan sertifikasi wakaf, yang terkadang harus menunggu
waktu sekitar 4 tahun.
Biaya yang dikeluarkan dalam penerbitan sertifikasi wakaf
pada dasarnya dari KEMENAG tidak ada biaya, karena
KEMENAG hanya sebuah lembaga yang memfasilitasi. Sedangkan
untuk pengukuran dalam lapangan adalah bagian dari BPN.
c. Masih ada anggapan dari masyarakat bahwa meskipun tanpa
sertifikat, kedudukan tanah wakaf cukup kuat atau kepastian
hukumnya terjamin
d. Adanya beberapa surat-surat bukti hak tentang tanah itu sudah tidak
ada lagi
e. Minimnya tenaga khusus untuk menekuni pendaftaran tanah.
Proses perwakafan tersebut sangat sederhana dan mudah
pelaksanaannya. Namun demikian, perwakafan tersebut juga dapat
menimbulkan masalah tidak dilakukannya proses pencatatan atau
pendaftaran pada instansi yang berwenang guna mendapatkan alat bukti
yang kuat berupa Serifikat Hak atas Tanah Wakaf. Jika demikian, maka hal
tersebut dapat menimbulkan suatu masalah atau sengketa di kemudian hari
ketika Wakif (yang mewakafkan), Nadzir (yang mengelola) dan saksi-saksi
telah meninggal dunia.
Masalah ini terjadi karena tidak jelasnya status tanah yang
diwakafkan, manfaat atau kegunaan tanah juga tidak jelas dan terlantar atau
tidak terurusnya tanah wakaf serta tidak adanya tanda bukti atas keberadaan
wakaf tersebut. Hal ini juga menyebabkan para pihak yang tidak
bertanggung jawab dapat mengingkari keberadaan tanah wakaf tersebut.
51

Sebagai contoh : Adanya sikap serakah dari para ahli waris yang tidak
mengakui atau mengingkari adanya ikrar wakaf yang dilakukan oleh orang
tua mereka, penggunaan tanah wakaf tidak sebagaimana mestinya sesuai
dengan tujuan diadakannya wakaf atau disalah gunakan oleh Nadzir
(pengelola wakaf) dan sebagainya.
Timbulnya permasalahan atau persengketaan tanah wakaf tersebut
diatas pada dasarnya disebabkan oleh sebagian masyarakat khususnya yang
berhubungan dengan perwakafan telah mengabaikan unsur kepastian hukum
atas objek yang diwakafkan (khususnya tanah). Agar kepastian hukum
tersebut dapat terpenuhi maka tanah yang diwakafkan perlu didaftarkan ke
kantor pertanahan setempat, yang sebelumnya ikrar wakaf tersebut telah
dibuatkan aktanya pada pejabat yang berwenang. Dalam hal ini adalah
Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf (PPAIW) di kecamatan setempat.

B. Peranan Kepala Desa Kecamatan Klangenan Dalam Penerbitan


Sertifikat Tanah Wakaf.
Sebagai sebuah instrumen, formula-formula objek perwakafan akan
sangat mungkin untuk berubah dan diformulasikan kembali seiring dengan
perubahan persepsi masyarakat. Formula perwakafan yang ditawarkan oleh
para ulama fiqih terdahulu merupakan hasil pemahaman dan interpretasi nash
dengan melihat kondisi masyarakat pada waktu itu. Sebagaimana diketahui,
produk hukum pada dasarnya merupakan artikulasi dari keinginan masyarakat
yang ada. Sementara itu transformasi sosial dengan berbagai dinamikanya
telah berubah.
1. Peranan Kepala Desa
Menurut wawancara yang dilakukan dengan Bapak kepala Kecamatan
Klangenan, bahwa sejauh ini peranan kepala desa dalam hal sertifikat
tanah wakaf adalah sebatas hanya dalam hal membantu dilapangan dalam
52

pengukuran tanah yang akan diwakafkan. Dan memberikan informasi


tentang prosedur melakukan sertifikasi tanah wakaf.65
2. Peranan Masyarakat
Sebelum terbitnya Peraturan tentang Wakaf, yaitu Undang-undang
No. 41 Tahun 2004 tentang wakaf. Banyak masyarakat yang tidak
memperdulikan tentang pentingnya melakukan sertifikasi tanah wakaf. Hal
ini juga seperti pendapat Bapak H.Mukhlis, S.Ag, MA.Pd. selaku Pegawai
di KEMENAG Kabupaten Cirebon, berdasarkan hasil wawancara, beliau
mengatakan bahwa mayoritas masyarakat beranggapan bahwa ketika kita
ingin melakukan amal jariyah (Shodaqoh) berupa tanah wakaf baik untuk
mushola, masjid maupun madrasah. Cukup dengan ijab dan qabul antara
wakif dan nadzir, disaksikan oleh 2 orang saksi dan diketahui oleh kepala
desa. Tidak sedikit pula, masyarakat yang mewakafkan tanahnya cukup
dengan keyakinan bahwa Allah Maha Tahu, sehingga tidak perlu lagi
melakukan sertifikasi tanah wakaf dengan berbagai prosedur yang
dianggapnya sulit. 66
Dengan berjalannya waktu dan perkembangan dunia teknologi
yang semakin pesat, banyak kasus yang terjadi di Kabupaten Cirebon
tentang gugat wakaf. Dan dengan terbitnya Peraturan tentang wakaf yaitu
Undang-undang No. 41 Tahun 2004 dan Peraturan pemerintah No. 42
Tahun 2006 tentang pelaksanaan Undang-undang No. 41 tahun 2004
tentang wakaf, masyarakat sudah mulai meningkat kesadarannya. Hal ini
dibuktikan dengan data yang diperoleh dari KEMENAG Kabupaten
Cirebon, yaitu :
Tanah yang belum bersertifikat :67
Peruntukan Luas
No Nama Wakif Alamat Nama Nadzir Alamat Nadzir
Tanah Tanah AIW/APAIW
Sarana
1 Ir. Amer Faizal Ds. Serang Drs. Chafizduddin Ds. Serang 275 Kk.25/BA.03.2/2005
ibadah
2 Makmur Santoso Ds. Serang Drs. Chafizduddin Ds. Serang Musholah 266 KK.25/BA.03.2/02/2004
3 H. Moh.Nasir Ds. Klangenan H. Abdul Malik Ds. Klangenan Musholah 200 2000

65
Wawancara dengan Bapak Drs. Dedi Susilo,MM selaku kepala Kecamatan Klangenan
pada hari Rabu tanggal 27 April 2016 pukul 10.00 WIB
66
Wawancara dengan Bapak H. Mukhlis, M.Ag selaku Pegawai di KEMENAG Cirebon
pada hari Senin tanggal 29 April 2016 pukul 10.00 WIB
67
Aplikasi Data Wakaf dari KEMENAG, E-Book Lampiran II
53

4 Hj. Karmi Ds. Jemaras Lor Sama Ds. Jemaras Lor Musholah 182 2004
K. R. Iin M.Sholihin
5 H. Sulaeman Ds. Kreyo Ds. Kreyo Ponpes 630 1996
ZQ
6 Hj. Nedi Ds. Bangodua Jaenih Ds. Bangodua Ibsos 3500 K23/W.2/68/XII/2011
Sarana
7 Kurtubi Ds. Jemaras Kidul Warnadi Ds. Jemaras Lor 280 Kk.10.09.23/Wk.67/2008
Agama
Sarana
8 Nuryatim Ds. Serang Muslich Ds. Serang 49 Kk.25/WK.7/67/2006
Ibadah
Hj. Umu K.H. Ali Fahmi
9 Ds. Serang Ds. Serang Makam 336 Kk.25/WK./59/2006
Salamah Syarief
Hj. Umu K.H. Ali Fahmi
10 Ds. Serang Ds. Serang Ponpes 376 Kk.25/WK.66/II/2007
Salamah Syarief
11 Wardini Ds. Bojongwetan Dul Shomad Ds. Pekantingan Musholla 130 K.23/W.3 a/01/III/2012

Sumber data: Aplikasi Data Wakaf dari KEMENAG, E-Book Lampiran II

Tanah yang sudah bersertifikat :68


Peruntuk Luas Lokasi
No Nama Wakif Alamat Wakif Nama Nadzir Alamat Nadzir Nomor Sertifikat
an Tanah Tanah Wakaf
Sarana
1 Drs. H. Khudori Ds. Kreyo Moh. Royano Ds. Kreyo Pendidik 127 Ds. Kreyo 10.20.23.09.8.00001
an
H. Juman Ma'ruf
2 Ny. Kasanah Ds. Kreyo Ds. Kreyo Musholla 173 Ds. Kreyo 10.20.15.07.1.00086
Amin
3 Hj. JUMI Ds. Bangodua Nono Suparno Ds. Bangodua TPU 563 Ds. Bangodua 10.20.23.07.8.00001

4 Madem-Karsim Ds. Bangodua Den Rochim Ds. Bangodua Musholla 123 Ds. Bangodua 10.20.15.06.1.00090

5 Rokiya-Ratem Ds. Bangodua Rokiya Ds. Bangodua Musholla 136 Ds. Bangodua 10.20.15.06.1.00091

6 H. Djen Ds. Bangodua Abdul Madjid Ds. Bangodua Madrasah 360 Ds. Bangodua 10.20.15.06.1.00092

7 H. Durahim Ds. Bangodua H. Sumardi Ds. Bangodua Musholla 123 Ds. Bangodua 10.20.15.06.1.00093

Ds. Ds.
8 Hj. ASIRI H. Supriyono Ds. Klangenan Sosial 283 10.20.23.02.8.00002
Klangenan Klangenan

H. Masykuri Ds. Ds.


9 Hj. RAUHANI Ds. Klangenan Langgar 260 10.20.23.02.8.00004
Harun Klangenan Klangenan

Ds. Ds.
10 H. Abdul Goni Abdul Hamid Ds. Klangenan Langgar 161 10.20.15.13.1.00589
Klangenan Klangenan

Ds. Zaeni Muanas Ds.


11 Drs. Zaenuddin Ds. Klangenan Madrasah 194 10.20.15.13.1.00626
Klangenan Djaruki Klangenan

Ds. Ds.
12 H. Djafar Sidik Abdul Hadi Ds. Klangenan Madrasah 1115 10.20.15.13.1.00875
Klangenan Klangenan

KH. Ali Fahmi


13 H. Abdurachman Ds. Serang Ds. Serang Ponpes 1945 Ds. Serang 10.20.23.01.8.00001
Syarif

KH. Ali Fahmi S. KH. Ali Fahmi


14 Ds. Serang Ds. Serang Ponpes 350 Ds. Serang 10.20.23.01.8.00002
& Hj. Umu S. Syarif

KH. Ali Fahmi KH. Ali Fahmi


15 Ds. Serang Ds. Serang Ponpes 81 Ds. Serang 10.20.23.01.8.00004
Syarif Syarif

16 Ernani Ds. Serang Sariya Ds. Serang Langgar 149 Ds. Serang 10.20.15.14.1.00277

68
Aplikasi Data Wakaf dari KEMENAG, E-Book Lampiran V
54

17 H. Kursi Ds. Serang H. Kursi Ds. Serang Musholla 115 Ds. Serang 10.20.15.14.1.00281

18 Masmud Ds. Slangit Sanusi Ds. Slangit Musholla 165 Ds. Slangit 10.20.23.08.1.00001

Saifudin Bin
19 H. Sobari Ds. Slangit Ds. Slangit Sawah 8940 Ds. Slangit 90/185/2005
Toyib
Ds. Jemaras Ds. Jemaras
20 Rakiya Rakiya Ds. Jemaras Lor Musholla 102 10.20.15.18.1.00021
Lor Lor
Ds. Jemaras Ds. Jemaras
21 Kanis Kanis Ds. Jemaras Lor Musholla 89 10.20.15.18.1.00022
Lor Lor
Ds. Jemaras Ds. Jemaras
22 Sarmawi Sarmawi Ds. Jemaras Lor Musholla 76 10.20.15.18.1.00023
Lor Lor

Ds. Jemaras Ds. Jemaras


23 Karwita Karwita Ds. Jemaras Lor Musholla 363 10.20.15.18.1.00024
Lor Lor

Ds. Jemaras Ds. Jemaras


24 Nuryaman Nuryaman Ds. Jemaras Lor Musholla 79 10.20.15.18.1.00025
Lor Lor
Ds. Jemaras Ds. Jemaras Ds. Jemaras
25 Musonip Musonip Musholla 73 10.20.15.10.1.00117
Kidul Kidul Kidul

Sumber data: Aplikasi Data Wakaf dari KEMENAG, E-Book Lampiran V

Secara teknis pemberian sertifikat tanah-tanah wakaf memang


membutuhkan komitmen dan keteguhan para pejabat yang terkait dengan
urusan perwakafan, yaitu Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf (PPAIW)
Wᾱkif dan Nᾱdzir. Sehingga diperlukan peran semua pihak yang
berkepentingan terhadap eksistensi tanah-tanah wakaf, khususnya peran
Badan Pertanahan Positif (BPN) dan Pemerintah Daerah agar memudahkan
pengurusannya.
Kurangnya kesadaran wᾱkif dan nᾱzdzir sebagai masyarakat akan
pentingnya sertifikasi tanah wakaf. Hal ini memerlukan penyuluhan secara
kontinyu dari Kepala Desa sebagai sebuah Lembaga yang dekat dengan
masyarakat, KUA sebagai Lembaga yang mengeluarkan Akta Ikrar wakaf
dan instansi terkait. Sertifikasi tanah wakaf ini tentu penting, sebab banyak
kebaikannya bagi semua pihak. Bagi wakif atau keluarganya akan
mendatangkan kepastian hukum bahkan menimbulkan kebanggaan karena
nama wakif disebutkan dalam sertifikat. Bagi masyarakat pengguna tanah
wakaf itu, dalam hal ini nᾱdzir dan jamaah masjid dan langgar (masyarakat)
juga diuntungkan, karena status tanah menjadi kuat secara hukum agama
dan negara, sehingga tidak dapat diganggu gugat lagi di kemudian hari. Hal
sebaliknya tentu dapat terjadi jika tanah tersebut tidak disertifikatkan,
karena bisa saja terjadi gugatan di kemudian hari.
55

C. Pandangan Hukum Positif dan Hukum Islam terhadap penerbitan


sertifikat tanah wakaf.
Adanya perbedaan pendapat dikalangan para ulama pada suatu
persoalan hukum Islam yang berdampak kepada tidak adanya kesatuan
hukum didalam pelaksanaan tehnis yudisial peradilan Agama. Dengan tidak
adanya kesatuan hukum dalam berbagai masalah yang menjadi kewenangan
dari Peradilan agama maka landasan putusan peradilan agama akan menjadi
simpang siur dan tidak ada kepastian hukum bagi pencari keadilan serta tidak
adanya pegangan landasan ketentuan hukum yang sama bagi para hakim
Peradilan Agama dalam memutus suatu perkara.
Kompilasi Hukum Islam (KHI) merupakan pedoman dan landasan
bagi para hakim guna penyelesaian perkara dalam praktek Peradilan Agama.
Kompilasi Hukum Islam (KHI) sebagai hukum materiil didalam Hukum
Islam Indonesia.
Kompilasi Hukum Islam (KHI) khususnya yang mengatur tentang
wakaf secara garis besarnya mengandung substansi yang tidak jauh berbeda
dengan ketentuan wakaf yang telah diatur dalam Undang-undang No. 41
Tahun 2004 tentang wakaf dan Peraturan pemerintah No. 42 tahun 2006
tentang Pelaksanaan Undang-undang No. 41 Tahun 2004 tentang wakaf..
Unsur-unsur yang termuat didalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) banyak
segi kesamaannya dengan unsur-unsur yang terkandung dalam Undang-
undang No. 41 Tahun 2004 tentang wakaf dan Peraturan pemerintah No. 42
tahun 2006 tentang Pelaksanaan Undang-undang No. 41 Tahun 2004 tentang
wakaf.
Perbedaan yang jelas antara ketentuan yang ada dalam Peraturan
Undang-undang No. 41 Tahun 2004 tentang wakaf dan Peraturan pemerintah
No. 42 tahun 2006 tentang Pelaksanaan Undang-undang No. 41 Tahun 2004
tentang wakaf dengan Buku ke III Kompilasi Hukum Islam (KHI) yang
mengatur tentang perwakafan adalah terletak pada obyek wakaf. Yang
menjadi obyek wakaf dalam Undang-undang No. 41 Tahun 2004 tentang
wakaf dan Peraturan pemerintah No. 42 tahun 2006 tentang Pelaksanaan
56

Undang-undang No. 41 Tahun 2004 tentang wakaf adalah tanah milik,


sedangkan yang menjadi obyek wakaf dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI)
adalah meliputi benda bergerak dan benda tidak bergerak.

1. Pandangan Hukum Positif tentang Penerbitan Sertifikat Tanah


Wakaf
Dalam Pasal 1 ayat 1 Undang-undang No. 41 tahun 2004 tentang
wakaf dijelaskan bahwa “wakaf adalah perbuatan hukum wakif utuk
memisahkan dan/atau menyerahkan sebagian harta benda miliknya untuk
dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan
kepentingannya guna keperluan Ibadah dan/atau kesejahteraan umum
menurut syariah”.69
Dalam Peraturan Pemerintah RI No. 42 tahun 2006 tentang
Pelaksanaan Undang-undang No. 41 tahun 2004 tentang wakaf juga
dijelaskan tentang pengertian wakaf, yang dimaksud dengan Wakaf
adalah perbuatan hukum Wakif untuk memisahkan dan/atau
menyerahkan sebagian harta benda miliknya untuk dimanfaatkan
selamanya atau untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan
kepentingannya guna keperluan ibadah dan/atau kesejahteraan umum
menurut Syariah.70
Rumusan formal lainnya dapat kita lihat pada kompilasi Hukum
Islam dalam Pasal 215 ayat (1) Kompilasi Hukum Islam (KHI) yang
merumuskan : Wakaf adalah perbuatan hukum seseorang atau kelompok
orang atau badan hukum yang memisahkan sebagian dari benda miliknya
dan melembagakannya untuk selama-lamanya guna kepentingan ibadat
atau keperluan umum lainnya sesuai dengan ajaran Agama Islam. 71
Sebagai pranata yang berasal dari hukum Islam wakaf memegang
peranan penting dalam sendi kehidupan keagamaan dan sosial umat
Islam. Oleh sebab itulah, maka harus ada peraturan pertanahan yang

69
Undang-undang Pengelolaan Zakat dan Wakaf, Hal. 29
70
Undang-undang Pengelolaan Zakat dan Wakaf, Hal. 76
71
Kompilasi Hukum Islam (KHI), Hal. 80
57

diharapkan dapat meminimalkan timbulnya permasalahan di bidang


pertanahan. Dalam rangka mewujudkan adanya ketertiban dibidang
pertanahan dibutuhkan suatu kepastian hukum di dalamnya, khususnya
terhadap kepemilikan hak atas tanah oleh individu/perorangan. Kepastian
hukum atas tanah memberikan jaminan ketenangan kepada pemilik tanah
sehingga dapat mendatangkan kesejahteraan bagi yang mengolahnya.
Berbagai dinamika sosial yang terjadi dan diikuti perubahan
paradigma berfikir yang semakin luas dalam memandang wakaf
melahirkan UU No. 41 Tahun 2004 tentang wakaf sebagai payung
Hukum yang lebih kuat berskala Positif.72
Dalam hukum positif atau hukum negara, peraturan tentang
penerbitan sertifikasi tanah wakaf telah diatur dalam Undang-undang No.
41 tahun 2004 tentang wakaf dan peraturan pemerintah No. 42 tahun 2006
tentang pelaksanaan Undang-undang No. 41 tahun 2004 tentang wakaf.
Selanjutnya dalam ketentuan Pasal 49 ayat 3 UUPA juga
ditegaskan bahwa : “Perwakafan tanah milik dilindungi dan diatur
dengan Peraturan Pemerintah.” Terdapat adanya suatu indikasi bahwa
proses perwakafan tanah milik di wilayah Kecamatan Klangenan
Kabupaten Cirebon belum semuanya mengikuti ketentuan Undang-
undang No. 41 Tahun 2004 tentang Wakaf beserta peraturan pelaksana
lainnya tentang Perwakafan Tanah Milik. Hal ini dapat diketahui dari
adanya beberapa sengketa tanah wakaf yang terjadi di beberapa wilayah
tersebut, baik yang telah diselesaikan melalui proses pengadilan
maupun yang diselesaikan melalui proses perdamaian (musyawarah)
oleh para pihak yang bersengketa.
Dengan lahirnya Undang-undang No. 41 tahun 2004 tentang
Wakaf dan peraturan pemerintah No. 42 tahun 2006 tentang pelaksanaan
Undang-undang No. 41 tahun 2004 tentang wakaf diharapkan dapat
memberikan perlindungan dan kepastian hukum kaitannya dengan
wakaf. Sehingga segala hal yang berkaitan dengan wakaf harus merujuk

72
Undang-undang Pengelolaan Zakat dan Wakaf, Hal. 29
58

pada ketentuan-ketentuan yang ada pada Undang-undang No. 41 tahun


2004 tersebut, ini merupakan langkah maju yang ditempuh oleh
pemerintah khususnya dalam bidang aturan yang mengatur tentang
wakaf.
Agar kedudukan harta wakaf yang menjadi milik Allah, tetap
aman dan terlindungi secara hukum, seyogianya harta benda wakaf
sesegera mungkin disertifikatkan. Sebagai payung hukum, pemerintah
selain mengeluarkan UU No. 41 tahun 2004tetang wakaf, telah
mengeluarkan PP No. 42 tahun 2006 tentang pelaksanaan UU wakaf,
dalam hal ini Kementrian Agama Republik Indonesia, telah mengeluarkan
petunjuk pelaksanaan pensertifikatan tanah wakaf, dan yang terbaru
Perturan Mentri Agama Nomor 4 Tahun 2009 tentang Administrasi
Pendaftaran wakaf uang.73
Hukum Perwakafan merupakan suatu hukum yang hidup
dalam masyarakat maka adanya hukum perwakafan merupakan suatu
kebutuhan masyarakat sesuai dengan perkembangan hukum masyarakat.
Dengan pertimbangan tersebut maka bidang perwakafan seharusnya
segera diatur dalam suatu Undang-undang. Pembentukan Undang-undang
tentang wakaf itu dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan hukum oleh
masyarakat.
Berdasarkan pertimbangan tersebut diatas ditetapkanlah
pembentukan Undang-undang yang mengatur tentang wakaf
sebagaimana yang dimuat di dalam Undang-undang Nomor 41 Tahun
2004 tentang Wakaf .
Adapun pasal yang mengatur tentang pendaftaran tanag wakaf
terdapat pada Bab III Pendaftaran dan Pengumuman Harta Benda
Wakaf Pasal 32 sampai dengan pasal 39 UU No. 41 Tahun 2004
tentang Wakaf, yang isinya adalah :74
 Pasal 32

73
Ahmad Rofiq, Hukum Perdata Islam DI Indonesia,Hal. 418
74
Undang-undang Pengelolaan Zakat dan Wakaf, Hal. 39-40
59

PPAIW atas nama Nazhir mendaftarkan harta benda wakaf kepada


instansi yang berwenang paling lambat 7 (tujuh) hari kerja sejak
akta ikrar wakaf ditandatangani.
 Pasal 33
Dalam pendaftaran harta benda wakaf sebagimana dimaksud dalam
pasal 32, PPAIW menyerahkan:
a. Salinan akta ikrar wakaf
b. Surat-surat dan/atau bukti-bukti kepemilikan dan dokumen
terlkait lainnya.
 Pasal 34
Instansi yang berwenang menerbitkan bukti pendaftaran harta
benda wakaf
 Pasal 35
Bukti pendaftaran harta benda wakaf sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 34 disampaikan oleh PPAIW kepada Nazhir.
 Pasal 36
Dalam hal harta benda wakaf ditukar atau diubah peruntukannya.
Nazhir melalui PPAIW mendaftarkan kembali kepada Instansi
yang berwenang dan badan wakaf Indonesia atas harta benda wakaf
yang ditukar atau diubah peruntukannya sesuai dengan ketentuan
yang berlaku dalam tata cara pendaftaran harta benda wakaf.
 Pasal 37
Menteri dana Badan Wakaf Indonesia mengadministrasikan harta
benda wakaf.
 Pasal 38
Menteri dan Badan Wakaf Indonesia mengumumkan kepada
masyarakat harta benda wakaf yang telah terdaftar
 Pasal 39
Ketentuan lebih lanjut mengenai PPAIW, tata cara pendaftaran dan
pengumumannya harta benda wakaf diatur dengan peraturan
pemerintah.
60

Sebagai bentuk pelaksanaan Undang-undang Nomor 41 Tahun


2004 Tentang Wakaf, maka oleh Pemerintah ditetapkan Peraturan
pemerintah Nomor 42 Tahun 2006 Tentang Pelaksanaan Undang-
undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf. Dengan berlakunya
Undang-undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf maka semua
peraturan perUndang-undangan yang mengatur tentang perwakafan
masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dan/atau belum
diganti dengan peraturan yang baru berdasarkan Undang-undang
Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf.
Salah satu upaya lainnya juga seperti dengan adanya
Kompilasi Hukum Islam (KHI) ini dimaksudkan sebagai hukum materiil
yang dapat dipakai sebagai pegangan dan pedoman para hakim dalam
lingkungan Peradilam agama sebagai hukum terapan dalam penyelesaian
perkara-perkara yang diajukan kepadanya
Walaupun aturan hukum peraturan perundangan positif telah
diberlakukan, namun dasar pemahaman masyarakat terhadap masalah
wakaf masih belum merata dan diperlukan sosialisasi yang lebih
intensif.

2. Pandangan Hukum Islam tentang Penerbitan Sertifikat Tanah Wakaf


Syariat Islam telah memberikan dorongan untuk melepaskan
hak pemilikan sebagian hartanya untuk kepentingan umum, hal itu telah
direspon secara kolektif oleh berbagai negara yang masyarakatnya
memiliki kecenderungan kuat untuk mewakafkan tanahnya.
Dalam Q.S.Ali Imran [3] ayat 92, Allah SWT telah berfirman:

             

  


61

Artinya :
“Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna),
sebelum kamu menafkahkan sehahagian harta yang kamu cintai. dan
apa saja yang kamu nafkahkan Maka Sesungguhnya Allah
mengetahuinya”.75

Dalam Q.S.Ali Imran [3] ayat 92 para pakar hukum Islam dari
berbagai madzhab mengambil Q.S.Ali Imran [3] ayat 92 sebagai
landasan hukum wakaf.76 Oleh karena itu, sebagai umat Islam
dianjurkan untuk berbuat kebajikan dengan cara menafkahkan sebagian
dari harta yang kita miliki. Hal ini menunjukkan bahwa al-Qur’an pun
mengatur tentang adanya mewakafkan sebagian dari harta yang kita
miliki untuk kepentingan umat.
Sedangkan dalam hal penerbitan sertifikat tanah wakaf
diibaratkan dengan menuliskan sesuatu ketika kita ingin melakukan
mu’amalah, hal ini diatur dalam Q.S Al Baqarah [2] ayat 282 dijelaskan
yang berbunyi :

          

           

            

              

           

         

           

            

75
Q.S. Ali Imran [3] :92
76
Dedi Ismatullah, Hukum Perdata Islam Di Indonesia¸.... Hal. 263
62

           

         

             

          

Artiya :
“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu'amalah tidak
secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu
menuliskannya. dan hendaklah seorang penulis di antara kamu
menuliskannya dengan benar. dan janganlah penulis enggan
menuliskannya sebagaimana Allah mengajarkannya, meka hendaklah
ia menulis, dan hendaklah orang yang berhutang itu mengimlakkan
(apa yang akan ditulis itu), dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah
Tuhannya, dan janganlah ia mengurangi sedikitpun daripada
hutangnya. jika yang berhutang itu orang yang lemah akalnya atau
lemah (keadaannya) atau Dia sendiri tidak mampu mengimlakkan,
Maka hendaklah walinya mengimlakkan dengan jujur. dan
persaksikanlah dengan dua orang saksi dari orang-orang lelaki (di
antaramu). jika tak ada dua oang lelaki, Maka (boleh) seorang lelaki
dan dua orang perempuan dari saksi-saksi yang kamu ridhai, supaya
jika seorang lupa Maka yang seorang mengingatkannya. janganlah
saksi-saksi itu enggan (memberi keterangan) apabila mereka dipanggil;
dan janganlah kamu jemu menulis hutang itu, baik kecil maupun besar
sampai batas waktu membayarnya. yang demikian itu, lebih adil di sisi
Allah dan lebih menguatkan persaksian dan lebih dekat kepada tidak
(menimbulkan) keraguanmu. (Tulislah mu'amalahmu itu), kecuali jika
mu'amalah itu perdagangan tunai yang kamu jalankan di antara kamu,
Maka tidak ada dosa bagi kamu, (jika) kamu tidak menulisnya. dan
persaksikanlah apabila kamu berjual beli; dan janganlah penulis dan
saksi saling sulit menyulitkan. jika kamu lakukan (yang demikian),
Maka Sesungguhnya hal itu adalah suatu kefasikan pada dirimu. dan
bertakwalah kepada Allah; Allah mengajarmu; dan Allah Maha
mengetahui segala sesuatu”.

Inilah ayat terpanjang dalam al-Quran, dan yang dikenal oleh


para ulama dengan nama ayat al-mudayanah (ayat utang piutang). Ayat
ini antara lain berbicara tentang anjuran atau menurut sebagian ulama
63

kewajiban menulis utang piutang dan mempersaksikannya dihadapan


pihak ketiga yang dipercaya (notaris), sambil menekankan perlunya
menulis utang walau sedikit, disertai dengan jumlah dan ketetapan
waktunya.
Ayat 282 ini dimulai dengan seruan Allah swt kepada kaum yang
menyatakan beriman, “Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu
bermu'amalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah
kamu menulisnya.”
Perintah ayat ini secara redaksional ditunjukkan kepada orang-
orang beriman, tetapi yang dimaksud adalah mereka yang melakukan
transaksi hutang-piutang, bahkan yang lebih khusus adalah yang
berhutang. Ini agar yang memberi piutang merasa lebih tenang dengan
penulisan itu, karena menulisnya adalah perintah atau tuntunan yang
sangat dianjurkan, walau kreditor tidak memintanya.
Sufyan ats-Tsauri meriwayatkan dari Ibnu Abbas, “Ayat ini
diturunkan berkaitan dengan masalah salam (mengutangkan) hingga waktu
tertentu. Firman Allah, “hendaklah kamu menuliskannya” merupakan
perintah dari-Nya agar dilakukan pencatatan untuk arsip. Perintah disini
merupakan perintah yang bersifat membimbing, bukan mewajibkan.77
Selanjutnya Allah swt menegaskan: “Dan hendaklah seorang
penulis di antara kamu menulisnya dengan adil.” Yakni dengan benar,
tidak menyalahi ketentuan Allah dan perundangan yang berlaku dalam
masyarakat. Tidak juga merugikan salah satu pihak yang bermuamalah,
sebagaimana dipahami dari kata adil dan di antara kamu. Dengan
demikian dibutuhkan tiga kriteria bagi penulis, yaitu kemampuan menulis,
pengetahuan tentang aturan serta tatacara menulis perjanjian, dan
kejujuran.
Dengan terjadinya beberapa kasus di Kecamatan Klangenan yang
masalahnya masing menggantung tanpa adanya penyelesaian dengan

77
Muhammad Ar-Rifa’i, “Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir”, Jilid 1 Penerjemah:
Syihabuddin (Jakarta: Gema Insani, 1999), Hal. 462-463.
64

alasan bahwa Allah SWT yang akan menghukum, mengadili dan


mengadzab orang atau pihak yang mengambil sebagian atau seluruh tanah
wakaf tersebut.
Peristiwa yang mengisyaratkan banyaknya tanah-tanah wakaf
menjadi tanah-tanah untuk kepentingan pribadi tersebut di mungkinkan,
karena sebagian besar dari tanah-tanah wakaf tersebut belum
disertifikatkan sesuai dengan peraturan Undang-undang yang berlaku,
sehingga belum ada kepastian hukumnya.
Dalam perkembangannya wakaf tidak hanya ditunjukan kepada
orang-orang fakir dan miskin saja, tetapi wakaf menjadi modal untuk
membangun lembaga pendidikan, membangun perpustakaan dan untuk
beasiswa bagi para pelajar mahasiswa dan sebagainya. Sikap antusias dari
masyarakat terhadap pelaksanaan wakaf, menarik perhatian Pemerintah
Negara untuk mengaturnya, bahwa pengelolaan wakaf sebagai sektor
untuk membangun solidaritas sosial dan ekonomi masyakat. Ketika tanah
wakaf tidak bersertifikat, maka akan muncul bahaya dan suatu bahaya
hendaknya dihilangkan. Seperti yang dijelaskan dalam kaidah fiqih :78

‫ضرار يزال‬
ّ ‫ال‬
Artinya:
“Bahaya harus selalu diusahakan menghilangkannya”

Hal ini menunjukkan bahwa dengan banyaknya kasus yang terjadi


tentang sertifikat tanah wakaf, maka perlu adanya upaya untuk
meminimalisir kasus-kasus yang telah terjadi sebelumnya.
Dalam potongan Q.S. Al-Baqarah [2] ayat 282, berikut:

          

     

78
A.Djazuli, Kaidah-Kaidah Fikih : Kaidah-Kaidah Hukum Islam dalam Menyelesaikan Masalah-
Masalah yang Praktis, Cet. Ke-1, (Jakarta : Kencana, 2006), Hal. 214-215
65

Artinya :
“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu'amalah tidak
secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu
menuliskannya. dan hendaklah seorang penulis di antara kamu
menuliskannya dengan benar......”

Nilai pesan yang terkandung dalam ayat ini adalah penulisan atau
pencacatan akad muamalah (khususnya akad yang dibatasi waktunya).
Apabila transaksi dalam jangka waktu tertentu seperti utang-piutang dan
sewa-menyewa saja, al-Qur’an menganjurkan untuk dilakukan pencacatan,
terlebih lagi akad yang berlaku untuk jangka waktu yang tak terbatas
seperti wakaf, bahwa al-Qur’an telah berbicara tentang tulis-menulis
dalam suatu transaksi disaat peradaban manusia belum begitu akrab
dengan pola tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa pencacatan dalam suatu
akad menempati posisi strategis dalam hubungan muamalah. Kalau dalam
nash al-Qur’an tidak ditemukan ayat yang secara tegas menjelaskan
tentang sertifikasi tanah wakaf, demikian juga haditspun tidak ada yang
membahas tentang hal tersebut, karena pada masa nabi sertifikat belum
menjadi kebutuhan.
. Menurut malik dan syafi`I potongan Q.S. Al-Baqarah [2] ayat 282
dijelaskan bahwa setiap hal yang berhubungan dengan mu’amalah
wajiblah untuk menuliskannya. Agar terwujud kepastian hukum maka
perlu bukti otentik (sertifikat tanah wakaf).
Dari sini bisa ditarik pengertian bahwa pelaksanaan sertifikasi tanah
wakaf adalah merupakan perwujudan dari nilai pesan yang terkandung
dalam al-Qur’an sebagai sarana untuk melengkapi terjadinya kegiatan
transaksi dalam bentuk ikrar wakaf

Anda mungkin juga menyukai