Anda di halaman 1dari 4

Prosedur regalitas dan pemilikan lokasi

Pada proses pembelian properti bekas, upaya balik nama sertifikat


ternyata merupakan hal penting dan sensitif. Masalahnya seringkali
terjadi kasus seperti hak kepemilikan atas tanah atau bangunan
yang berujung sengketa antara penjual dan pembelinya.
Parahnya, kasus sengketa tersebut tidak hanya terjadi kepada
mereka yang tidak saling kenal saja, tapi juga yang memiliki
hubungan keluarga atau saudara. Di mana yang menjual dan
membeli memiliki hubungan kekeluargaan. Misalnya seorang kakak
yang menjual tanah kepada adiknya.
Dari fenemona ini sepertinya tidak banyak yang memahami bahwa
Hukum Agraria di Indonesia masih bersumber dari hukum adat.
Grace Giovani, Notaris dan PPAT, seperti dilansir dari situs
pribadinya, menjelaskan maksud Hukum Agraria di Indonesia yang
bersumber dari hukum adat.
“Pada asas Hukum Agraria diterangkan asas terang dan tunai yang
merupakan bentuk dasar dari hukum adat. Maksudnya, jual beli
harus dilakukan di hadapan pejabat yang berwenang misalnya
PPAT dan Camat yang merangkap juga sebagai PPAT. Selain itu,
dalam prosesnya dibutuhkan pembayaran atas jual beli.”
“Jadi transaksi penjualan dianggap sah apabila kedua syarat yang
telah disebutkan terselesaikan.
Nanti, pihak PPAT berkewajiban mendaftarkan jual beli tersebut ke
kantor pertanahan setempat untuk melakukan balik namanya ke
atas nama pembeli,” tulis Grace.
Ironisnya, pada kasus jual beli antara sesama keluarga kerap tidak
mengindahkan asas terang dan tunai. Misalnya, sang pembeli
hanya bermodalkan PBB dan kwitansi sebagai bukti transaksi.
Hal tersebut tentunya bisa jadi masalah apabila di masa depan
sang adik (pembeli) ternyata meninggal dunia, dan Sertifikat Hak
Milik (SHM) belum sempat balik nama maka tidak ada bukti yang
legal akan hak kepemilihan sebuah aset.
(Lihat juga: Prosedur dan biaya balik nama sertifikat di sini)
Logikanya, buat apa Anda membeli properti dan memegang
sertifikat yang ternyata bukan punya Anda? Meskipun, secara fakta
Anda sudah membayar kontan kepada saudara Anda.
Bayangkan bila Anda meninggal dunia, dan Anda sudah membayar
lunas, tetapi tidak ada bukti hukum yang jelas bahwa Andalah sang
pemilik tanah tersebut. Bukan aset yang ditinggalkan, tetapi
sengketa keluarga yang diwariskan.
Jangan anggap remeh pembagian harta warisan
Selain proses jual beli, urgensi Anda harus segera balik nama
sertifikat juga berlaku untuk pembagian harta warisan, khususnya
untuk harta warisan yang berupa properti.
Setiap aset yang dijadikan harta warisan memerlukan tandatangan
seluruh ahli waris dalam proses turun waris atau balik nama ke atas
nama pewaris.
Apabila aset harta warisan masih belum lunas, disarankan untuk
bisa juga menggunakan pengikatan jual beli.  Dan apabila ada
salah satu pewaris ada yang meninggal, sebaiknya proses ganti
nama harus dilakukan segera.
Jika sudah meninggal, proses balik nama akan lebih berbelit,
artinya prosesnya menjadi dua kali, sehingga akan ‘memakan’
waktu dua kali lebih lama dengann dana dua kali lipat besarnya.
A. Bukti Surat
Bukti kepemilikan yang terkuat adalah sertifikat tanah, namun itu tidaklah mutlak.
Artinya, sebuah sertifikat dianggap sah dan benar selama tidak terdapat tuntutan
pihak lain untuk membatalkan sertifikat tersebut. ada 4 prinsip yang wajib
dipenuhi dalam penerbitan sertifikat hak atas tanah yaitu:

1)      Dasar hukum (atas hak kepemilikan).


Hal ini untuk mengetahui/memastikan dengan dasar apa tanah tersebut diperoleh;
apakah jual beli, hibah, warisan, tukar-menukar, atau dari hak garap tanah negara,
termasuk juga riwayat tanahnya;
2)      Identitas pemegang hak (kepastian subyek).
Untuk memastikan siapa pemegang hak sebenarnya dan apakah orang tersebut
benar-benar berwenang untuk mendapatkan hak tanah yang dimaksud;
3)      Letak dan luas obyek tanah (kepastian obyek).
Yang diwujudkan dalam bentuk surat ukur/gambar untuk memastikan di mana
letak/batas-batas dan luas tanah tersebut agar tidak tumpang tindih dengan tanah
orang lain, termasuk untuk memastikan obyek tanah tersebut ada atau tidak ada
(fiktif).
4)      Prosedur penerbitannya (prosedural).
Harus memenuhi asas publisitas yaitu dengan mengumumkan pada kantor
kelurahan atau kantor pertanahan setempat tentang adanya permohonan hak atas
tanah tersebut, agar pihak lain yang merasa keberatan dapat  mengajukan
sanggahan sebelum pemberian hak (sertifikat) itu diterbitkan (pengumuman
tersebut hanya diperlukan untuk pemberian hak/sertifikat baru bukan untuk balik
nama sertifikat)
B. Bukti Fisik
Ini untuk memastikan bahwa orang yang bersangkutan benar-benar menguasai
secara fisik tanah tersebut dan menghindari terjadi dua penguasaan hak yang
berbeda yaitu hak atas (fisik) dan hak bawah (surat). Hal ini penting di dalam
proses pembebasan tanah, khususnya dalam pelepasan hak atau ganti rugi, dan
untuk memastikan bahwa si pemegang surat (sertifikat) tersebut tidak
menelantarkan tanah tersebut karena adanya fungsi sosial tanah. Namun yang
paling penting adalah aspek legalnya. Juga beberapa hal tentang pembayaran dan
penandatanganan Akta Jual Beli , AJB, guna mencegah kerugian di kemudian hari.
Beberapa hal yang perlu diperhtikan antara lain:
1. Pengecekan keabsahan sertifikat tanah di kantor pertanahan setempat dan
memastikan rumah tersebut letaknya sesuai dengan gambar situasi di sertifikat.
2. Memastikan bahwa si penjual adalah pemegang hak yang sah atas rumah
tersebut dengan cara memeriksa buku nikah dan Fatwa Waris, untuk mengetahui
siapa saja ahli waris yang sah, karena harta tersebut adalah harta warisan dari
suaminya.
3. Meminta surat keterangan dari pengadilan negeri setempat, apakah rumah
tersebut dalam sengketa atau tidak.
Meminta keterangan tentang advis planning dari Kantor Dinas Tata Kota setempat
untuk mengetahui rencana perubahan peruntukan di lokasi tersebut.
4. Memeriksa Izin Mendirikan Bangunan (IMB) untuk memastikan apakah
renovasi tersebut sesuai dengan IMB perubahannya. Jika tidak bangunan itu bisa
disegel atau denda.
5.  Memastikan yang menandatangani AJB dari pihak penjual adalah ahli waris
yang sah atau setidaknya mempunyai kuasa untuk kepentingan tersebut.
Semua transaksi tanah dan bangunan bisa dilakukan dengan aman apabila sesuai
dengan prosedur legal yang berlaku .

Anda mungkin juga menyukai