0 penilaian0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
10 tayangan4 halaman
Ada 3 hal penting yang perlu diperhatikan dalam pembelian properti bekas: (1) bukti kepemilikan berupa sertifikat tanah yang sah, (2) bukti fisik bahwa penjual benar-benar menguasai properti, dan (3) memastikan semua prosedur hukum dan dokumen transaksi terpenuhi. Ini untuk mencegah terjadinya sengketa kepemilikan di masa depan.
Ada 3 hal penting yang perlu diperhatikan dalam pembelian properti bekas: (1) bukti kepemilikan berupa sertifikat tanah yang sah, (2) bukti fisik bahwa penjual benar-benar menguasai properti, dan (3) memastikan semua prosedur hukum dan dokumen transaksi terpenuhi. Ini untuk mencegah terjadinya sengketa kepemilikan di masa depan.
Ada 3 hal penting yang perlu diperhatikan dalam pembelian properti bekas: (1) bukti kepemilikan berupa sertifikat tanah yang sah, (2) bukti fisik bahwa penjual benar-benar menguasai properti, dan (3) memastikan semua prosedur hukum dan dokumen transaksi terpenuhi. Ini untuk mencegah terjadinya sengketa kepemilikan di masa depan.
Pada proses pembelian properti bekas, upaya balik nama sertifikat
ternyata merupakan hal penting dan sensitif. Masalahnya seringkali terjadi kasus seperti hak kepemilikan atas tanah atau bangunan yang berujung sengketa antara penjual dan pembelinya. Parahnya, kasus sengketa tersebut tidak hanya terjadi kepada mereka yang tidak saling kenal saja, tapi juga yang memiliki hubungan keluarga atau saudara. Di mana yang menjual dan membeli memiliki hubungan kekeluargaan. Misalnya seorang kakak yang menjual tanah kepada adiknya. Dari fenemona ini sepertinya tidak banyak yang memahami bahwa Hukum Agraria di Indonesia masih bersumber dari hukum adat. Grace Giovani, Notaris dan PPAT, seperti dilansir dari situs pribadinya, menjelaskan maksud Hukum Agraria di Indonesia yang bersumber dari hukum adat. “Pada asas Hukum Agraria diterangkan asas terang dan tunai yang merupakan bentuk dasar dari hukum adat. Maksudnya, jual beli harus dilakukan di hadapan pejabat yang berwenang misalnya PPAT dan Camat yang merangkap juga sebagai PPAT. Selain itu, dalam prosesnya dibutuhkan pembayaran atas jual beli.” “Jadi transaksi penjualan dianggap sah apabila kedua syarat yang telah disebutkan terselesaikan. Nanti, pihak PPAT berkewajiban mendaftarkan jual beli tersebut ke kantor pertanahan setempat untuk melakukan balik namanya ke atas nama pembeli,” tulis Grace. Ironisnya, pada kasus jual beli antara sesama keluarga kerap tidak mengindahkan asas terang dan tunai. Misalnya, sang pembeli hanya bermodalkan PBB dan kwitansi sebagai bukti transaksi. Hal tersebut tentunya bisa jadi masalah apabila di masa depan sang adik (pembeli) ternyata meninggal dunia, dan Sertifikat Hak Milik (SHM) belum sempat balik nama maka tidak ada bukti yang legal akan hak kepemilihan sebuah aset. (Lihat juga: Prosedur dan biaya balik nama sertifikat di sini) Logikanya, buat apa Anda membeli properti dan memegang sertifikat yang ternyata bukan punya Anda? Meskipun, secara fakta Anda sudah membayar kontan kepada saudara Anda. Bayangkan bila Anda meninggal dunia, dan Anda sudah membayar lunas, tetapi tidak ada bukti hukum yang jelas bahwa Andalah sang pemilik tanah tersebut. Bukan aset yang ditinggalkan, tetapi sengketa keluarga yang diwariskan. Jangan anggap remeh pembagian harta warisan Selain proses jual beli, urgensi Anda harus segera balik nama sertifikat juga berlaku untuk pembagian harta warisan, khususnya untuk harta warisan yang berupa properti. Setiap aset yang dijadikan harta warisan memerlukan tandatangan seluruh ahli waris dalam proses turun waris atau balik nama ke atas nama pewaris. Apabila aset harta warisan masih belum lunas, disarankan untuk bisa juga menggunakan pengikatan jual beli. Dan apabila ada salah satu pewaris ada yang meninggal, sebaiknya proses ganti nama harus dilakukan segera. Jika sudah meninggal, proses balik nama akan lebih berbelit, artinya prosesnya menjadi dua kali, sehingga akan ‘memakan’ waktu dua kali lebih lama dengann dana dua kali lipat besarnya. A. Bukti Surat Bukti kepemilikan yang terkuat adalah sertifikat tanah, namun itu tidaklah mutlak. Artinya, sebuah sertifikat dianggap sah dan benar selama tidak terdapat tuntutan pihak lain untuk membatalkan sertifikat tersebut. ada 4 prinsip yang wajib dipenuhi dalam penerbitan sertifikat hak atas tanah yaitu:
1) Dasar hukum (atas hak kepemilikan).
Hal ini untuk mengetahui/memastikan dengan dasar apa tanah tersebut diperoleh; apakah jual beli, hibah, warisan, tukar-menukar, atau dari hak garap tanah negara, termasuk juga riwayat tanahnya; 2) Identitas pemegang hak (kepastian subyek). Untuk memastikan siapa pemegang hak sebenarnya dan apakah orang tersebut benar-benar berwenang untuk mendapatkan hak tanah yang dimaksud; 3) Letak dan luas obyek tanah (kepastian obyek). Yang diwujudkan dalam bentuk surat ukur/gambar untuk memastikan di mana letak/batas-batas dan luas tanah tersebut agar tidak tumpang tindih dengan tanah orang lain, termasuk untuk memastikan obyek tanah tersebut ada atau tidak ada (fiktif). 4) Prosedur penerbitannya (prosedural). Harus memenuhi asas publisitas yaitu dengan mengumumkan pada kantor kelurahan atau kantor pertanahan setempat tentang adanya permohonan hak atas tanah tersebut, agar pihak lain yang merasa keberatan dapat mengajukan sanggahan sebelum pemberian hak (sertifikat) itu diterbitkan (pengumuman tersebut hanya diperlukan untuk pemberian hak/sertifikat baru bukan untuk balik nama sertifikat) B. Bukti Fisik Ini untuk memastikan bahwa orang yang bersangkutan benar-benar menguasai secara fisik tanah tersebut dan menghindari terjadi dua penguasaan hak yang berbeda yaitu hak atas (fisik) dan hak bawah (surat). Hal ini penting di dalam proses pembebasan tanah, khususnya dalam pelepasan hak atau ganti rugi, dan untuk memastikan bahwa si pemegang surat (sertifikat) tersebut tidak menelantarkan tanah tersebut karena adanya fungsi sosial tanah. Namun yang paling penting adalah aspek legalnya. Juga beberapa hal tentang pembayaran dan penandatanganan Akta Jual Beli , AJB, guna mencegah kerugian di kemudian hari. Beberapa hal yang perlu diperhtikan antara lain: 1. Pengecekan keabsahan sertifikat tanah di kantor pertanahan setempat dan memastikan rumah tersebut letaknya sesuai dengan gambar situasi di sertifikat. 2. Memastikan bahwa si penjual adalah pemegang hak yang sah atas rumah tersebut dengan cara memeriksa buku nikah dan Fatwa Waris, untuk mengetahui siapa saja ahli waris yang sah, karena harta tersebut adalah harta warisan dari suaminya. 3. Meminta surat keterangan dari pengadilan negeri setempat, apakah rumah tersebut dalam sengketa atau tidak. Meminta keterangan tentang advis planning dari Kantor Dinas Tata Kota setempat untuk mengetahui rencana perubahan peruntukan di lokasi tersebut. 4. Memeriksa Izin Mendirikan Bangunan (IMB) untuk memastikan apakah renovasi tersebut sesuai dengan IMB perubahannya. Jika tidak bangunan itu bisa disegel atau denda. 5. Memastikan yang menandatangani AJB dari pihak penjual adalah ahli waris yang sah atau setidaknya mempunyai kuasa untuk kepentingan tersebut. Semua transaksi tanah dan bangunan bisa dilakukan dengan aman apabila sesuai dengan prosedur legal yang berlaku .
Idea bagi padanan hartanah yang inovatif: Kerja mudah agensi hartanah: Pemadanan hartanah: Cara yang cekap, mudah dan profesional broker hartanah melalui portal pemadanan hartanah yang inovatif