Anda di halaman 1dari 13

Nama : Leony Hardianti

NIM : B022221006
Metode Penelitian dan Logika Hukum - Kelas A
Prof. Dr. Syamsul Bachri, S.H., M.S.

Penerapan Asas Nemo Plus Yuris


Dalam Perjanjian Jual Beli Hak Milik Atas Tanah

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Salah satu dampak dari kemajuan dibidang ekonomi adalah
tersedianya berbagai kebutuhan manusia di pasar. Pada zaman lampau
kebutuhan akan tanah misalnya belum terlalu menjadi perhatian utama
karena jumlah penduduk masih sangat terbatas. Namun jika melihat
kondisi sekarang, tanah telah berubah menjadi komoditas ekonomi.
Karena telah menjadi komoditas ekonomi, maka tidak jarang dapat
disaksikan perkara-perkara tanah yang ditangani di pengadilan, berawal
dari jual beli tanah warisan. Tanah yang dijual tersebut adalah tanah
warisan yang belum dibagi, oleh salah satu dari anggota keluarga tanpa
diketahui oleh anggota keluarga lainnya dijual kepada orang lain.
Demikian pula dapat disaksikan perkara atas tanah dan bangunan dari
asset gono gini pasangan suami isteri yang telah bercerai, dimana salah
satu pihak dari mereka telah menjual tanah dan bangunan tersebut tanpa
lagi menghiraukan bahwa asset tersebut tidak sepenunya adalah milikya,
karena secara hukum harta gono gini masih ada hak pihak lain melekat
didalamnya.
Asas hukum Nemo Plus Yuris atau asas “Nemo Plus Juris Transferre
Potest Quam Ipse Hebet”. Asas ini menyatakan bahwa seseorang tidak
dapat mengalihkan haknya melebihi hak yang ada padanya. Dengan kata
lain, seseorang tidak berhak atas suatu bidang tanah tertentu dengan
sendirinya tidak dapat melakukan suatu perbuatan hukum seperti
mendaftarkan tanah tersebut seolah-olah miliknya apalagi sampai
mengalihkan tanah tersebut kepada orang lain dengan cara jual beli.
Asas hukum ini bertujuan untuk mencegah dari kesewenangan
subyek hukum untuk melakukan tindakan atau perbuatan melawan
hukum atas hak milik orang lain. Sebagaimana diketahui hak milik secara
konstitusional dijamin adanya dalam UUD Negara Republik Indonesia
Tahun 1945. Dalam Pasal 28 Ayat (4) ditegaskan : “Setiap orang berhak
mempunyai hak milik pribadi dan hak milik tersebut tidak boleh diambil
alih secara sewenang-wenang oleh siapapun”.
Begitu pentingnya hak milik seseorang sehingga konstitusi
mengaturnya, menandakan bahwa hak milik yang dipunyai seseorang
harus senantiasa mendapat perlindungan hukum dan perlindungan
hukum yang dimaksud harus dikawal oleh Asas Nemo Plus Yuris, agar
hak milik individu atas tanah yang dimiliki seseorang dapat tetap terjaga
jika suatu saat telah dialihkan kepemilikannya kepada orang lain dengan
cara jual beli.
Meskipun Asas Nemo Plus Yuris bermaksud untuk melindungi
pemilik sejati akibat perbuatan hukum orang lain yang semena-mena,
namun dalam penerapannya sangat tergantung pada niat atau itikad baik
dari subyek hukum dalam melakukan perbuatan hukum jual beli agar
jangan sampai si penjual menjual tanah kepada pembeli yang sebenarnya
bukan hak miliknya.
Sistem pendaftaran tanah yang dipakai di suatu negara tergantung
pada asas hukum yang dianut negara tersebut dalam mengalihkan hak
atas tanahnya. Terdapat dua macam asas hukum yaitu asas itikad baik
dan Asas Nemo Plus Yuris. Sekalipun sesuatu negara menganut salah
satu asas hukum/sistem pendaftaran tanah, tetapi yang secara murni
menganut salah satu asas hukum/sistem hukum pendaftaran tanah
tersebut boleh dikatakan tidak ada. Hal ini karena kedua asas
hukum/sistem pendaftaran tanah tersebut sama-sama mempunyai
kelebihan dan kekurangan sehingga setiap negara mencari jalan keluar
sendiri-sendiriAsas itikad baik berbunyi, orang yang memperoleh sesuatu
hak dengan itikad baik akan tetap menjadi pemegang hak yang sah
menurut hukum. Asas ini bertujuan untuk melindungi orang yang beritikad
baik.
Selain itu pula, karena yang menjadi obyek jual beli adalah hak milik
atas tanah maka harus pula dilakukan sesuai dengan ketentuan yang
mengatur tentang jual beli tanah. Karema hak milik atas tanah adalah
benda tidak bergerak terdaftar maka prosedurnya harus melalui pejabat
pembuatan akta tanah (PPAT) baik oleh camat sebagai PPAT maupun
notaris PPAT, dan berbagai dokumen yang dibutuhkan sebagai
kelengkapan dalam menerbitkan akta jual beli hak atas tanah.
Secara administratif PPAT harus memastikan identitas para pihak
dan memeriksa dokumen yang disyaratkan dengan teliti, sebab proses
peralihan hak milik atas tanah tidak saja membutuhkan keterlibatan PPAT
dalam menerbitkan akta jual beli, tetapi masih dibutuhkan proses lebih
lanjut sampai pada tingkat pendaftarannya di kantor Agraria dan Tata
Ruang Badan Pertanahan Nasional (ATR-BPN) untuk diterbitakan
sertipikat hak milik sebagai bukti kepemilikan atas sebidang tanah.
Meskipun jual beli sebidang tanah telah melalui proses sebgaimana
dikemukakan di atas sampai pada diterbitkannya seritipkat hak milik atas
tanah oleh kantor ATR-BPN yang ditelah dipegang oleh pembeli, namun
tidak jarang dapat disaksikan perbuatan hukum jual beli tanah tersebut
masih saja dipersoalkan oleh pihak lain, bahkan digugat sampai
berperkara di pengadilan.
Bagaimana sebenarnya penerapan Asas Nemo Plus Yuris secara
ideal sehingga tidak menimbulkan permasalahan hukum dikemudian hari
baik bagi pihak penjual maupun pembeli atas obyek hak milik atas tanah
yang diperjual belikan dan dapat menjamin hak dari pemilik sejati, penulis
tertarik untuk mengangkatnya dalam sebuah karya ilmiah berbentuk
skripsi dengan judul “Penerapan Asas Nemo Plus Yuris Dalam Transaksi
Jual Beli Hak Milik Atas Tanah”.
Pada kenyataannya, di dalam praktek dapat ditemukan kasus-kasus
yang berkaitan dengan sengketa kepemilikan hak atas tanah yang
diakibatkan oleh pengalihan hak yang dilakukan oleh orang yang bukan
pemilik sebenarnya dari tanah tersebut. Permasalahan ini akan menjadi
lebih rumit ketika Kantor Pertanahan telah menerbitkan sertipikat hak atas
tanah. Sebagaimana yang diketahui bahwa setipikat merupakan surat
tanda bukti kepemilikan hak atas tanah. Dengan demikian, pemilik tanah
yang sebenarnya akan dirugikan dengan diterbitkannya sertipikat
tersebut.
Dengan dilakukannya peralihan hak atas tanah oleh orang yang
bukan merupakan pemilik sebenarnya dari tanah yang dialihkan, maka
perbuatannya itu jelas telah melanggar asas yang berlaku pada kegiatan
pendaftran tanah, yaitu Asas Nemo Plus Yuris. Hal ini juga tentunya akan
berakibat pada sah atau tidaknya pernjanjian yang dibuat antara para
pihak.
Apabila hak yang digunaka sebagai dasar pendaftaran hak atas
tanahnya saja tidak sah, maka status hukum dari sertipikatnya pun ikut
menjadi tidak sah. Sertipikat yang mempunyai kekuatan sebagai tanda
bukti hak yang seharusnya dapat memberikan kepastian dan
perlindungan hukum bagi pemegangnya pun menjadi hilang. Berdasarkan
permasalahan yang terjadi di atas, dapat dilakukan pembahasan sesuai
dengan ketentuan Pasal 1320 KUHPerdata yang berkaitan dengan syarat
sahnya perjanjian. Perbuatan mengalihkan hak atas tanah yang bukan
menjadi haknya adalah melanggar ketentuan Pasal 1320 KUHPerdata,
yaitu suatu sebab yang halal. Dikarenakan poin suatu sebab yang halal
dilanggar, maka perjanjian yang dibuat oleh para pihak pun menjadi batal
demi hukum, yang berarti bahwa sejak semula dianggap tidak pernah
terjadi suatu perikatan atau perjanjian. Hal tersebut akan membawa
akibat pada tidak sahnya pendaftaran peralihan hak atas tanahnya.
Dengan demikian, karena perjanjian yang digunakan sebagai alasan hak
untuk melakukan pendaftaran tanah menjadi batal demi hukum, maka
sertipikat hak atas tanah yang terbit karena adanya perbuatan tersebut di
atas dapat dibatalkan. Pemilik atau pemegang hak atas tanah yang
sebemarnya dapat mengajukan permohonan pembatalan sertipikat yang
telah diterbitkan oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN), baik melalui
proses peradilan maupun di luar pengadilan.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana penerapan Asas Nemo Plus Yuris dalam transaksi jual
beli hak milik atas tanah untuk mendapatkan kepastian hukum dan
perlindugan bagi pemilik sejati?
2. Bagaimana akibat tidak diterapkannya hukum Asas Nemo Plus
Yuris dalam transaksi jual beli hak milik atas tanah?
C. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui dan menjelaskan penerapan Asas Nemo Plus
Yuris dalam transaksi jual beli hak milik atas tanah dalam upaya
memeberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum kepada
pemilik sejati.

2.Untuk mengetahui dan mengungkapkan akibat hukum apa yang


dapat ditimbulkan dari tidak, diterapkannya Asas Nemo Plus Yuris
sebagaimana mestinya dalam transaksi jual beli hak milk atas tanah.

D. Manfaat Penelitian

1. Secara akademis penelitian ini dapat menjadi referensi dan acuan


bagi mahasiswa(i) yang akan melakukan penelitian dan pengkajian
berkaitan dengan Asas Nemo Plus Yuris dalam topik yang lain secara
mendalam agar diperoleh hasil yang lebih memadai atas Asas Nemo
Plus Yuris ini yang lebih konferhensif.

2. Secara praktis diharapkan dapat menjadi masukan sumbangan


pemikiran bagi para pihak yang melakukan transaksi jual beli hak milik
atas tanah, demikian pula para pejabat pembuat akta jual beli hak milik
atas tanah dan juga para pegawai/pejabat dikantor ATR-BPN.

E. Orisinalitas Penelitian

Untuk mengetahui orisinalitas yang dilakukan oleh penulis maka dengan


ini penulis mempaparkan beberapa tesis penelitian terdahulu.

1. Tesis PERJANJIAN JUAL BELI TANAH YANG MELANGGAR ASAS NEMO


PLUS JURIS PADA PENDAFTARAN TANAH. Ditulis oleh Fanny Amelia
Legiantu, Mahasiswa Magister Kenotariatan Universitas Diponegoro 2019.
Adapun hasil penelitian tersebut: Hak atas tanah yang dialihkan oleh seseorang
yang tidak memiliki hak untuk melakukan perbuatan peralihan tersebut
bertentangan dengan asas yang berlaku pada sistem publikasi pedaftaran tanah,
yaitu Asas Nemo Plus Juris. Sah atau tidaknya peralihan hak atas tanah yang
dilakukan akan menentukan sah atau tidaknya pendaftaran peralihan hak atas
tanah, sehingga hal tersebut akan mempengaruhi keabsahan dari sertipikat hak
atas tanah sebagai tanda bukti kepemilikan hak atas tanah. Berdasarkan hasil
penelitian, jika dikaitkan dengan ketentuan Pasal 1320 KUHPerdata mengenai
syarat sahnya perjanjian, maka perbuatan pengalihan hak atas tanah tersebut
telah melanggar ketentuan Pasal 1320 KUHPerdata, yaitu mengenai suatu
sebab yang halal, sehingga perjanjian yang dibuat menjadi batal demi hukum,
yang berarti bahwa sejak semula dianggap tidak pernah terjadi suatu perikatan
atau perjanjian. Pemerintah dalam hal terjadi permasalahan atau sengketa
kepemilikan hak atas tanah yang kaitannya dengan pelanggaran terhadap Asas
Nemo Plus Juris sudah secara jelas memberikan perlindungan hukum bagi
pemegang hak atas tanah yang sebenarnya. Perlindungan hukum yang diberikan
Pemerintah dalam hal ini berupa Perlindungan Hukum Preventif dan juga
Perlindungan Hukum Represif. Perlindungan Hukum Preventif yang diberikan
Pemerintah, yaitu dengan adanya ketentuan Pasal 1320 KUHPerdata. Pasal
tersebut sudah mengatur sangat jelas mengenai syarat sahnya suatu perjanjian,
berikut sanksi/akibat apabila ketentuan-ketentuan pada Pasal yang dimaksud
tidak terpenuhi. Selain itu, pemegang hak atas tanah yang sebenarnya dapat
mengajukan permohonan pembatalan sertipikat hak atas tanah atau sekaligus
juga memohon agar pihak yang telah sewenang- wenang melakukan perbuatan
hukum terhadap hak atas tanahnya untuk diberikan sanksi. Pemberian sanksi
tersebut merupakan bentuk Perlindungan Hukum Represif dari Pemerintah
kepada pemegang hak atas tanah yang telah dirugikan.

2. Tesis PERAN NOTARIS DALAM IMPLEMENTASI ASAS NEMO PLUS


YURIS DAN ITIKAD BAIK DALAM PERALIHAN HAK ATAS TANAH SEBAGAI
DASAR PEMBUKTIAN BAGI PEMILIKNYA. Ditulis oleh Sawin Dwi Hapsari,
Mahasiswa Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Unissula 2017.
Adapun hasil penelitian tersebut: Peran Notaris dalam implementasi asas nemo
plus yuris adalah asas yang dimiliki seseorang tidak boleh melebihi hak yang ada
padanya dalam peralihan hak atas tanah dan asas itikad baik adalah asas
dimana seseorang adalah benar-benar sebagai pemilik hak atas tanah yang
didasarkan pada data yuridis dan fisik yang tidak melanggar hukum dalam
peralihan hak atas tanah sebagai pembuktian bagi pemiliknya, di sini Notaris
juga harus berperan aktif memberikan advokasi dan penyuluhan hukum kepada
penghadap atau klien tentang bagaimana prosedur hukum yang tepat untuk
memproses peralihan hak atas tanahnya dan bagaimana seseorang itu tidak
boleh melanggar ketentuan ketentuan hukum yang berlaku dalam hal peralihan
hak atas tanahnya supaya di kemudian hari tidak akan timbul gugatan ataupun
komplain dari pihak ketiga dan lain-lain yang merupakan akibat hukum. Asas
Nemo Plus Yuris dan asas itikad baik dalamperalihan hak atas tanah sebagai
dasar pembuktian bagi pemiliknya adalah di dalam asas Nemo Plus Yuris,
perlindungan diberikan pada pemegang atas hak sebenarnya maka dengan asas
ini selalu terbuka kemungkinan adanya gugatan kepada pemilik terdaftar dari
orang yang merasa sebagai pemilik sebenarnya, terlepas dari kemungkinan
kalah atau menangnya, tergugat yaitu pemegang hak terdaftar, maka hal ini
berarti bahwa daftar umum yang diselenggarakan disuatu Negara dengan prinsip
pemilik terdaftar tidak dilindungi hukum, tidak mempunyai kekuatan bukti. Ini
berarti bahwa terdaftarnya seseorang di dalam daftar umum sebagai pemegang
hak belum membuktikan orang itu seebagai pemegang hak yang sah menurut
hukum. Jadi pemerintah tidak menjamin kebenaran dari sisi daftar-daftar umum
yang diadakan dalam pendaftaran hak dan tidak pula dinyatakan dalam Undang-
Undang. Sebagai contoh lihat UUPA Pasal 23, 32 dan 38 yang isinya
menyatakan pula dalam peralihan hak-hak (Hak milik, HGU, dan HGB) harus
didaftar dan pendaftaran dimaksud merupakan alat pembuktian yang kuat
mengenai sahnya peralihan hak tersebut. Kuat tidak berarti mutlak, namun lebih
dari yang lemah sehingga pendaftaran berarti lebih menguatkan pembuktian
pemilikan, akan tetapi tidak mutlak yang berarti pemilik terdaftar tidak dilindungi
hukum dan bisa digugat sebagai mana dimaksud didalam penjelasan PP Nomor
10 Tahun 1961. Akibat hukum apabila asas Nemo Plus Yuris dan asas itikad baik
tidak diimplementasikan di dalam peralihan hak atas tanah sebagai dasar
pembuktian bagi pemiliknya adalah bahwa para pihak dapat dibatalkan sebagai
pemegang hak hak jika asas tersebut tidak diterapkan karena Perbuatan hukum
Pemerintah/BPN dalam melakukan pendaftaran tanah dan menerbitkan sertifikat
sebagai suatu perbuatan hukum, untuk menimbulkan keadaan hukum baru dan
melahirkan hak-hak serta kewajiban-kewajiban hukum baru terhadap
orang/subyek hukum tertentu, harus memenuhi syarat-syarat dan tidak boleh
mengandung unsur kesalahan baik menyangkut aspek teknis pendaftaran tanah
maupun aspek yuridis. Serta apabila asas tersebut tidak diterapkan dalam
peralihan hak atas tanah sebagai dasar pembuktian bagi pemiliknya, adalah a.
Timbulnya gugatan oleh pihak ketiga b. Gugatan berupa perkara pidana maupun
perdata c. Pembatalan oleh PTUN.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Landasan Teori

Asas nemo plus yuris dalam sistem publikasi negatif berarti tidak seorangpun
dapat mengalihkan hak yang lebih besar daripada yang ia miliki. Tujuannya
adalah untuk melindungi pemegang hak atas tanah yang sebenarnya dari
tindakan orang lain yang mengalihkan hak tersebut tanpa diketahui si pemegang
hak sejati. Ciri pokok sistem negatif adalah bahwa pendaftaran tanah tidaklah
menjamin nama-nama yang terdaftar adalah mutlak tidak dapat dibantah jika
ternyata nama yang terdaftar tersebut bukanlah pemilik sebenarnya. Ciri pokok
lain pejabat balik nama berperan pasif, artinya pejabat yang bersangkutan tidak
berkewajiban menyelidiki kebenaran dan surat-surat yang diberikan kepadanya.

Berkenaan dengan diterbitkannya Keputusan Presiden Nomor 32 Tahun 1979


dan Pasal 14 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970 tentang Ketentuan-
ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman (UU Kehakiman) terkait stelsel negatif
yang dalam penyelenggaraan pendaftaran tanah serta hukum acara perdata
yang menerapkan pembuktian formal, telah timbul peluang bagi spekulan dan
mafia tanah untuk merekayasa kepemilikan tanah yang menimbulkan sengketa
tanah yang berkepanjangan sehingga menghambat pembangunan atas tanah
tersebut. Hak Eigendom suatu hak barat atas Tanah Indonesia termasuk dalam
hak-hak yang gugur atau dikonversi oleh UUPA, yang menentukan bahwa batas
konversi adalah mulai dari 24 September 1980. Artinya, pemilik hak diberi waktu
20 tahun untuk mengurus konversi tersebut. Apabila tanah tersebut tidak
dikonversi, tanah hak Eigendom menjadi tanah yang kembali dikuasai negara.

Sengketa kepemilikan tanah bermunculan terkait perubahan hak Eigendom,


terutama tanah yang sempat ditinggalkan atau ditelantarkan pemiliknya. Banyak
orang berusaha mendapat atau merebut pengakuan atas tanah bekas hak
Eigendom entah yang telah kembali dikuasai negara atau secara de facto
digarap lewat keterangan garap atas tanah atau yang sering diketahui dengan
istilah hak atas, yang berkebalikan dengan pemegang title Eigendom yang
memegang hak bawah yang berupaya mendapat pengakuan atas tanah bekas
hak Eigendom antara lain penggarap. Disini akan dipakai dua istilah: (1)
penggarap murni atau mereka yang sungguh-sungguh menggarap, menguasai,
dan mengelola tanah tersebut, dan (2) penggarap spekulan atau spekulan tanah
yang berpura-pura menjadi penggarap. Seringkali terjadi pengajuan hak atas
tanah yang tumpang-tindih, entah dilakukan penggarap ataupun
pemilik/pemegang hak atas tanah bekas hak Eigendom. Dari sini timbul
sengketa- sengketa tanah.

Sengketa-sengketa tanah yang terjadi akibat perubahan hak-hak atas tanah


antara lain adalah sertifikat hak atas tanah yang terbit akibat perubahan tersebut.
Sertifikat Hak atas Tanah adalah Produk Hukum yang terbit sebagai akibat
diadakannya Pendaftaran Tanah. Pendaftaran tanah diselenggarakan dalam
rangka memberikan jaminan kepastian hukum di bidang pertanahan.
Pendaftaran Tanah di Indonesia mempunyai arti penting karena setiap orang
berhak memperoleh perlindungan hukum.

Untuk memberikan perlindungan hukum diperlukan adanya kepastian hukum,


sebab kepastian hukum bagi pemegang hak atas tanah mempunyai implikasi
yang luas terhadap pondasi kehidupan masyarakat dan negara dan oleh karena
itu diperlukan suatu pemikiran objektif berdasarkan norma-norma hukum
sehingga tidak berdampak negatif pada pelaksanaan pembangunan bangsa.
Berkenaan dengan upaya untuk memberikan jaminan kepastian hukum di bidang
pertanahan yaitu kepada para pemegang hak atas tanah, penyelenggaraan
pendaftaran tanah dari beberapa kalangan yaitu pemerintah dan seluruh lapisan
masyarakat serta memerlukan dukungan yang pasti khususnya dukungan dari
pemegang hak atas tanah. Tujuan kepastian hukum dalam bidang pertanahan,
khsusunya pendaftaran tanah adalah untuk memberikan perlindungan hukum
bagi pemegang hak atas tanah.

Sebagai bentuk dalam perlindungan hukum bagi pemegang sah hak atas
tanah apabila terjadi suatu sengketa tanah, misalnya terbitnya suatu sertifikat
atas nama orang yang tidak berhak, asas yang digunakan dalam hal ini adalah
asas nemo plus yuris, yakni melindungi pemegang hak atas tanah yang
sebenarnya dan tindakan orang lain yang mengalihkannya tanpa diketahui oleh
pemegang hak sebenarnya. Hak atas tanah adalah hak yang memberikan
wewenang kepada pemegang hak atas tanah, untuk mengolah, memakai,
menjual, mengalihkan, menggunakan dan lain sebagainya di atas tanah yang di
hakinya itu.

Mengenai kekuatan berlakunya sertifikat sangat penting, setidak-tidaknya


karena pertama, sertifikat memberikan kepastian hukum pemilkan tanah yang
pasti bagi orang yang namanya tercantum dalam sertifikat. Penerbitan sertifikat
dapat mencegah sengketa tanah, Pemilikan sertifikat akan memberikan
perasaan tenang dan tentram arena dilindungi dari tindakan sewenang-wenang
oleh siapa pun. Kedua, pemberian sertifikat dimaksudkan untuk mencegah
kepemilikan tanah. Ketiga, dengan penerbitan sertifikat, pemilik tanah dapat
melakukan perbuatan hukum apa saja sepanjang tidak bertentangan dengan
undang-undang, ketertiban umum, dan kesusilaan.

Asas nemo plus yuris artinya, tak seorangpun dapat mengalihkan hak yang
lebih besar dariapada yang ia miliki. Tujuannya, melindungi pemegang hak atas
tanah yang sebenarnya dari tindakan orang lain yang mengalihkan hal tersebut
tanpa diketahui si pemegang hak sejati.
Penerapan Asas Nemo Plus Yuris

Dalam Perjanjian Jual Beli Hak Milik Atas Tanah

Penerapan Asas Nemo Plus Peran Notaris dalam asas


Yuris Dalam Perjanjian Jual Nemo Plus Yuris, asas yang
dimiliki seseorang tidak
Beli Hak Milik Atas Tanah
melebihi yang ada padanya

LANDASAN TEORI HUKUM

TEORI TEORI
KEPASTIAN PERLINDUGAN
HUKUM HUKUM

Kepastian Hukum Pada


Penerapan Asas Nemo Plus Yuris
Pada Notaris Dalam Perjanjian Jual Beli Hak
Milik Atas Tanah
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Tipe Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif (normative law research)


yang dilakukan dengan cara menganalisa norma-norma hukum, meneliti berupa
dokumen-dokumen hukum yang bersifat primer, sekunder dan tersier. Bahan-
bahan tersebut disusun secara sistematis, dikaji, kemudian ditarik suatu
kesimpulan dalam hubungannya dengan masalah yang diteliti.

Menurut Philips M. Hadjon, penelitian hukum normatif adalah penelitian yang


ditujukan untuk menemukan dan merumuskan argumentasi hukum melalui
analisis terhadap pokok permasalahan. Penelitian yang digunakan untuk
mengkaji kaidah-kaidah dan asas- asas hukum. penelitia hukum normatif juga
penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data
sekunder. Penelitian hukum normatif adalah penelitian yang dilakukan dengan
cara melakukan pengkajian prundang-undangan yang berlaku dan diterapkan
terhadap suatu permasalahan hukum tertentu.

B. Metode Pendekatan

1. Metode Pendekatan Kualitatif

Pendekatan penelitian kualitatif merupakan pendekatan yang lebih


menekankan pada aspek pemahaman secara mendalam terhadap suatu
masalah. Yakni mengkaji masalah secara kasus per kasus karena
metodologi kualitatif yakin bahwa sifat suatu masalah satu akan berbeda
dengan sifat dari masalah lainnya.

a. Pendekatan Kasus

Pendekatan ini dilakukan dengan menelaah kasus-kasus yang berkaitan


isu yang dihadapi yang telah menjadi putusan pengadilan dan
mempunyai kekuatan hukum tetap.
b. Pendekatan Perundang-undangan

Pendekatan ini dilakukan dengan menelaah semua undang-undang


ataupun regulasi lainnya yang saling berkaitan dengan isu hukum yang
sedang menjadi pembahasan. Kemudian hasil dari telaah tersebut
merupakan suatu argument untuk memecahkan permasalahan isu yang
sedang menjadi pembahasan.

C. Sumber Bahan Hukum

a. Bahan Hukum Primer

Bahan hukum primer merupakan bahan hukum yang bersifat autoritatif artinya
mempunyai otoritas. Adapun bahan hukum primer terdiri dari:

 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk wetboek voor Indonesie);

 Kitab Undang-Undang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria 1960.

b. Bahan Hukum Sekunder

Merupakan bahan hukum yang akan memberikan penjelasan ata bahan


hukum primer. Bahan hukum sekunder merupakan hasil olahan pendapat atau
pikiran para pakar atau para ahli, hukum dala berbagai literatur, jurnal atau
referensi lainnya.

D. Pengumpulan Bahan Hukum

Bahan hukum dikumpulkan dengan cara teknik penelusuran kepustakaan


selanjutnya akan dilakukan sistematinasi atas perolehan bahan-bahan hukum
tersebut untuk kepentingan merelevansikannya dengan permasalahan hukum
yang akan dipecahkan atau dijawab atas rumusan masalah yang telah
ditetapkan. bahan hukum dilakukan melalui proses berpikir, penelaran
(reasoning) dengan menghubung-hubungkan, fakta-fakta hukum yang satu
dengan yang lainnya yang tersaji dalam sejumlah bahan hukum secara
preskriptif. Untuk selanjutnya dapat menghasilkan kesimpulan sebagai
argumentasi penulis dalam menjawab permasalahan hukum dalam tesis ini.

Anda mungkin juga menyukai