Anda di halaman 1dari 11

PROPOSAL MPH (METODE PENELITIAN HUKUM)

JUAL BELI TANAH DIBAWAH TANGAN TANPA PERSETUJUAN


PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH

Disusun oleh :

NAMA : Bayu Anindia Magfhira

NPM : B1A017134

KEMENTRIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI REPUBLIK


INDONESIA

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS BENGKULU

2019
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Manusia merupakan mahkluk sosial yang memiliki berbagai kebutuhan hidup dan di dalam
memenuhi kebutuhan tersebut, tidak mungkin di produksi sendiri. Manusia selalu berhubungan
satu sama lain untuk mencukupi kebutuhan-kebutuhan kehidupannya. Manusia memiliki
kebutuhan untuk kehidupannya, salah satu kebutuhan manusia adalah tanah.

Di Indonesia, tanah mempunyai arti yang penting bagi kehidupan rakyatnya. Tanah yang
memberikan kehidupan, karena disinilah setiap orang bercocok tanam untuk memenuhi
kebutuhan sehari-hari, tempat mendirikan rumah untuk menyelenggarakan tata kehidupan serta
beranak cucu, yang akhirnya tanah pula tempat orang dikebumikan setelah meninggal dunia
sebagai tempat peristirahatan terakhir.

Hukum tanah di Indonesia didasarkan pada Hukum Adat. Hal ini terdapat dalam Pasal 5
Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) 3 , yang berbunyi:

Hukum Agraria yang berlaku atas bumi, air dan ruang angkasa ialah Hukum Adat, sepanjang
tidak bertentangan dengan kepentingan nasional dan negara,yang berdasarkan atas persatuan
bangsa, dengan sosialisme Indonesia serta dengan peraturan-peraturan yang tercantum dalam
Undang-Undang ini dan dengan peraturan-peraturan lainnya, segala sesuatu dengan
mengindahkan unsur-unsur yang berdasarkan pada Hukum Agama.

Tanah adalah termasuk kebutuhan primer, setelah sandang atau pangan. Seiring
perkembangan zaman, cara pandang masyarakat terhadap nilai tanah perlahan mulai berubah.
Dulu tanah hanya dinilai sebagai faktor penunjang aktivitas pertanian saja, tapi saat ini sudah
dilihat dengan cara pandang yang lebih strategis yaitu aset penting dalam sebuah industrialisasi.

Dalam rangka pembangunan nasional yang berkesinambungan, peranan tanah akan


menjadi bertambah penting sehubungan dengan terus bertambahnya jumlah penduduk yang
semuanya memerlukan tanah untuk pemukiman. Dengan semakin meningkatnya kegiatan
pembangunan kebutuhan akan tanah untuk kegiatan usaha maka semakin meningkat pula pada
kebutuhan akan dukungan berupa jaminan kepastian hukum di bidang pertanahan. Dengan
meningkatnya kebutuhan masyarakat akan tanah, akan mendorong meningkatnya kegiatan jual
beli tanah sebagai salah satu bentuk proses peralihan hak atas tanah.

Disadari atau tidak, tanah sebagai benda yang bersifat “permanen” (tidak dapat
bertambah) banyak menimbulkan masalah jika dihubungkan dengan pertumbuhan penduduk
yang terus meningkat.
Pemindahan hak atas tanah dalam perbuatan hukum ada beberapa bentuk, diantaranya:
jual beli, tukar menukar, hibah, pemberian menurut adat, pemasukan dalam perusahaan, dan
hibah wasiat.

Peralihan hak atas tanas tersebut diawasi dan diatur dengan peraturan pemerintah,
lembaga jual beli tanah misalnya, telah disempurnakan tanpa merubah hakikatnya sebagai
perbuatan hukum pemindahan hak atas tanah untuk selama-lamanya bersifat tunai dan terang.
Hanya saja “terang” sekarang ini adalah jual beli dilakukan menurut peraturan tertulis yang
berlaku. Peralihan hak atas tanah menurut Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2016
(selanjutnya disebut PP No. 34 Tahun 2016) Tentang Pajak Penghasilan Atas Penghasilan Dari
Pengalihan Hak Atas Tanah Dan/Atau Bangunan, Dan Perjanjian Pengikatan Jual Beli Atas
Tanah Dan/Atau Bangunan Beserta Perubahannya, harus dibuktikan dengan suatu akta yang
dibuat oleh seorang Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT), dan setelah akta tersebut ditanda
tangani oleh para pihak maka harus didaftarkan.

Pada kenyataannya di lapangan masih sering kali terjadi jual beli tanah di bawah tangan,
seperti yang terjadi di Desa Air Batang, Nasal, Kaur yang akan di teliti oleh penulis ini. bahwa
ahli waris telah melakukan Jual Beli di Bawah Tangan kepada kita sebut saja bapak Rahmat
Hidayatullah secara diam-diam atau tidak diketahui oleh ahli waris dan ahli waris pengganti
yang lain. Yang mengakibatkan beberapa pihak mendapat kerugian yang di sebab oleh perbuatan
jual beli di bawah tangan tersebut.

Pada umumnya masih banyak masyarakat yang menggunakan perjanjian di bawah


tangan, banyak faktor-faktor yang menyebabkan masyarakat masih menggunakan jual beli di
bawah tangan. Penyebab mereka lebih memilih jual beli di bawah tangan di antaranya adalah di
karenakan jual beli di bawah tangan terbilang cepat atau tidak memakan waktu yang lama, selain
itu jual beli di bawah tangan juga tidak memerlukan biaya yang banyak, dan mudah.

Berdasarkan uraian di atas maka penulis mengambil tema ini dengan judul “Praktik Jual
Beli Tanah di Bawah Tangan (Studi Kasus di Desa Air Batang, Nasal, Kaur)”. Hal ini
disebabkan karena di dalam praktiknya masih terjadi jual beli tanah di bawah tangan yang
akhirnya merugikan banyak pihak.

Permasalahan :

Contohnya Seperti di Desa Air Batang, Nasal, Kaur telah memenuhi unsur jual beli yang
di atur dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata yaitu adanya objek jual beli dan harga yang
dalam kasus ini sudah memenuhi unsur jual beli. Jual beli disepakati oleh pihak penjual dan
pihak pembeli dihadapan Kepala Desa dan dua orang saksi, dengan didasarkan bukti
kepemilikan berupa Model D dan Letter C yang tercatat di Kantor KelurahanDesa Air Batang,
Nasal, Kaur , dan proses penyerahan hak atas tanah dilakukan bersamaan dengan proses
pembayaran. Bukti jual beli tersebut berupa pembuatan surat perjanjian jual beli
danditandatangani oleh Kepala Desa dan dua orang saksi. Akibat dari jual beli tanah di bawah
tangan ini adalah adanya kerugian bagi pihak pembeli dikarenakan pihak penjual tidak mengakui
adanya perjanjian jual beli tersebut. Kedudukan jual beli di bawah tangan menurut Kitab
Undang-undang Hukum Perdata sah namun lemah dalam pembuktian.

B. Rumusan Masalah

Dari latar belakang yang telah diuraikan, maka dapat dirumuskan masalah
penelitian sebagai berikut:

1. Bagiamana proses pelaksanaan jual beli tanah di bawah tangan yang terjadi di desa Air Batang,
Nasal, Kaur?

2. Bagaimana Tinjauan Yuridis terhadap kedudukan jual beli tanah di bawah tangan di desa Air Batang,
Nasal, Kaur?

C. Tujuan Penelitian

1. Mengetahui proses dan dampak terjadinya dari jual beli tanah di bawah tangan yang terjadi di desa
Air Batang, Nasal, Kaur

2. Memahami tinjauan yuridis secara garis besar terhadap praktik jual beli tanah di bawah tangan di desa
Air Batang, Nasal, Kaur

D. Manfaat Penelitian

1. Mencari penyebab adanya permasalahan-permasalahan yang timbul dalam praktik jual beli tanah di
bawah tangan dan akibat hukumnya dari jual beli tersebut untuk memperoleh sertifikat serta mengetahui
cara-cara penyelesaiannya supaya jual beli tanah di bawah tangan memperoleh sertifikat jual beli.

2. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan yang berguna bagi masyarakat pada
umumnya dan pembaca pada khususnya mengenaipembuatan sertifikat jual beli tanah yang masih di
bawah tangan
BAB II

E. Kerangka Pemikiran

 Kerangka Konsep

 Jual Beli Tanah di Bawah Tangan


Jual beli tanah di bawah tangan adalah suatu perbuatan hukum yang dilakukan antara
penjual kepada pembeli yang berakibat beralihnya hak dan kewajiban atas objek jual beli tanah
tersebut. Perjanjian peralihan tanah dapat dilakukan melalui jual beli secara adat yaitu dilakukan
di bawah tangan dihadapan kepala desa atau kepala kelurahan oleh pihak yang bersangkutan dan
dihadapkan saksi, kerabat dan tetangga.
Di lingkup pertanahan masih begitu banyak timbul permasalahan dalam kehidupan
sehari-hari pada saat ini. Namun tidak dapat dipungkiri, dalam kehidupan masyarakat di desa Air
Batang, Nasal, Kaur sehari-hari masih banyak jual beli tanah yang dilakukan antara penjual dan
pembeli langsung dihadapan kepala desa atau kepala kelurahan oleh pihak yang bersangkutan
dan dihadapkan saksi, kerabat dan tetangga. Menurut Kitab Undang-undang Hukum Perdata
Pasal 1458 jual beli di bawah tangan adalah sah, namun pembuktiannya yang lemah. Pada saat
ini masih banyak orang yang melakukan jual beli di bawah tangan yang akibatnya banyak pihak
yang mendapat kerugian.
Dalam prakteknya jual beli tanah tentu tidak selamanya dapat berjalan dengan lancar, ada
kalanya timbul hal-hal yang sebenarnya di luar dugaan, dan biasanya persoalan ini timbul
dikemudian hari. Semampu apapun dalam membuat perjanjian tidak dapat dipungkiri adanya
celah-celah kelemahan yang suatu hari jika terjadi sengketa menjadi celah-celah untuk dijadikan
alasan-alasan dan pembelaan diri dan pihak yang akan membatalkan, bahkan mencari
keuntungan sendiri dari perjanjian tersebut.
Perlindungan hukum bagi korban kasus-kasus pertanahan akibat penyalahgunaan
kekuasaan dapat dilakukan secara civil liability (pertanggungjawaban perdata), kepada pihak
yang dirugikan (korban) untuk menuntut agar yang menjadi haknya dapat dibayar kembali. Di
samping itu juga dapat dilakukan perlindungan hukum secara criminal liability
(pertanggungjawaban pidana). Pertanggungjawaban ini dapat dilakukan dengan menerapkan
penal (hukuman) dan non-penal (tidak dengan hukuman), misalnya dengan menerapkan pasal 14
c kitab undang-undang hukum pidana, yaitu dengan sistem pembayaran bersyarat dalam pidana
ganti rugi tanah.
 PPAT
Pengertian Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) dimuat dalam beberapa peraturan
perundang-undangan, yaitu berdasarkan Pasal 1 angka 4 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996
tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-benda yang berkaitan dengan Tanah
(UUHT), menyebutkan bahwa “Pejabat Pembuat Akta Tanah, selanjutnya disebut PPAT adalah
pejabat umum yang diberi wewenang untuk membuat akta pemindahan hak atas tanah, akta
pembebanan Hak Tanggungan, dan akta pemberian kuasa membebankan Hak Tanggungan
menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku”.
Sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 1 angka 5 Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun
1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, dan Hak Pakai Atas Tanah, bahwa
“Pejabat Pembuat Akta Tanah, selanjutnya disebut PPAT adalah pejabat umum yang diberi
kewenangan untuk membuat akta-akta tanah”. Selanjutnya berdasarkan Pasal 1 angka 24
Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, bahwa “Pejabat
Pembuat Akta Tanah, selanjutnya disebut PPAT adalah pejabat umum yang diberi kewenangan
untuk membuat akta-akta tanah tertentu”.Sedangkan dalam Pasal 1 ayat 1 dari Peraturan
Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah
bahwa yang dimaksud dengan “Pejabat Pembuat Akta Tanah, selanjutnya disebut PPAT adalah
pejabat umum yang diberikan kewenangan untuk membuat akta-akta otentik mengenai perbuatan
hukum tertentu mengenai hak atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun”.
Dari keempat peraturan perundang-undangan di atas menunjukkan bahwa kedudukan
Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) adalah sebagai pejabat umum. Namun dalam peraturan
perundangundangan tidak memberikan definisi apa yang dimaksud dengan pejabat umum.
Maksud “pejabat umum” itu adalah orang yang diangkat oleh Instansi yang berwenang, dengan
tugas melayani masyarakat umum di bidang atau kegiatan tertentu (Boedi Harsono, 2003: 486).
Sedangkan berdasarkan Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004, tentang
Peradilan Tata Usaha Negara, Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) adalah Pejabat Tata Usaha
Negara. Dengan demikian terhadap Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) berlaku juga
ketentuan-ketentuan Undang-Undang Peradilan Tata Usaha Negara. Namun akta yang dibuat
Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) tersebut bukan termasuk Keputusan Tata Usaha Negara,
yang dimaksudkan oleh Undang-Undang Peradilan Tata Usaha Negara. Keputusan yang diambil
Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) untuk menolak atau mengabulkan permohonan itulah yang
merupakan Keputusan Tata Usaha Negara, oleh karena itu keputusan tersebut dapat dijadikan
obyek gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara oleh pihak-pihak yang merasa dirugikan (Boedi
Harsono, 2003: 436).

Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat
Akta Tanah, PPAT dibedakan menjadi 4 (empat) macam, yaitu :

1) Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT).


Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) adalah pejabat umum yang diberikan kewenangan untuk
membuat akta-akta otentik mengenai perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas tanah atau
Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun (Pasal 1 angka 1).
2) Pejabat Pembuat Akta Tanah Sementara (PPAT Sementara).
Pejabat Pembuat Akta Tanah Sementara (PPAT Sementara) adalah pejabat Pemerintah yang
ditunjuk karena jabatannya untuk melaksanakan tugas Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT)
dengan membuat akta PPAT di daerah yang belum cukup terdapat Pejabat Pembuat Akta Tanah
(PPAT) (Pasal 1 angka 2).

3) Pejabat Pembuat Akta Tanah Khusus (PPAT Khusus)


Pejabat Pembuat Akta Tanah Khusus adalah pejabat Badan Pertanahan Nasional yang ditunjuk
karena jabatannnya untuk melaksanakan tugas Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) dengan
membuat akta PPAT tertentu khusus dalam rangka pelaksanaan program atau tugas pemerintah
tertentu. Pejabat Pembuat Akta Tanah Khusus (PPAT Khusus) hanya berwenang membuat akta
mengenai perbuatan hukum yang disebut secara khusus dalam penunjukkannya (Pasal 1 angka
3).

4) Pejabat Pembuat Akta Tanah Pengganti (PPAT Pengganti).


Pejabat Pembuat Akta Tanah Pengganti (PPAT Pengganti) yaitu yang menggantikan Pejabat
Pembuat Akta Tanah (PPAT) yang berhalangan sementara, misalnya karena cuti (Pasal 38 ayat
(3)).

Yang dapat diangkat menjadi Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT), adalah :

a) . Notaris,
b). Pegawai-pegawai dan bekas pegawai dalam lingkungan Direktorat Jenderal Agraria yang
dianggap mempunyai pengetahuan yang cukup tentang peraturan-peraturan pendaftaran tanah
dan peraturan-peraturan lainnya yang bersangkutan dengan persoalan peralihan hak atas tanah,
c). Para pegawai pamong praja yang pernah melakukan tugas seorang Pejabat Pembuat Akta
Tanah (PPAT),
d). Orang-orang lain yang telah lulus dalam ujian yang diadakan oleh Direktorat Jenderal Agraria
(A.P.Parlindungan,1991:38).
 Kerangka Teori
Adapun kerangka teori ini memuat teori-teori yang relevan yang akan penyusun bahas,
menjelaskan pula tentang sebab-sebab terjadinya jual beli di bawah tangan. Teori-teorinya adalah sebagai
berikut :

1. . Teori Kepatuhan Hukum

Kepatuhan18 berasal dari kata patuh. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), patuh
berarti suka menurut perintah, taat kepada perintah atau aturan dan berdisiplin. Kepatuhan berarti
bersifat patuh, ketaatan, tunduk, patuh pada ajaran dan aturan.

Kepatuhan hukum adalah kesadaran kemanfaatan hukum yang melahirkan bentuk


kesetiaan masyarakat terhadap nilai-nilai hukum yang diberlakukan dalam hidup bersama yang
diwujudkan dalam bentuk perilaku yang senyatanya patuh terhadap nilai-nilai hukum itu sendiri
yang dapat dilihat dan dirasakan oleh sesama anggota masyarakat.

Teori kepatuhan telah diteliti pada ilmu-ilmu sosial khususnya di bidang psikologis dan
sosiologis yang lebih menekankan pada pentingnya proses sosialisasi dalam mempengaruhi
prilaku kepatuhan seorang individu. Menurut Tyler terdapat dua perspektif dalam literatur
sosiologi mengenai kepatuhan kepada hukum, yang disebut instrumental dan normatif;

a. Perspektif instrumental mengasumsikan individu secara utuh didorong oleh


kepentingan pribadi dan tanggapan terhadap perubahan-perubahan yang berhubungan
dengan perilaku.

b. Perspektif normatif berhubungan dengan apa yang orang anggap sebagai moral dan
berlawanan dengan kepentingan pribadi.

Seorang individu cenderung mematuhi hukum yang mereka anggap sesuai dan konsisten
dengan norma-norma internal mereka. Komitmen normatif melalui moralitas personal
(normative commitment through morality) berarti mematuhi hukum karena hukum tersebut
dianggap sebagai suatu keharusan, sedangkan komitmen normatif melalui legitimasi (normative
commitment through legitimaty) berarti mematuhi peraturan karena otoritas penyusun hukum
tersebut memiliki hak untuk mendikte perilaku.

Beberapa ahli, antara lain Hovland, Janis dan Kelly berpendapat, bahwa keinginan untuk
tetap menjadi bagian dari kelompok merupakan motivasi dasar dari individu untuk secara pribadi
taat pada hukum. Sebenarnya keinginan tersebut tidaklah semata-mata karena penilaian positif
terhadap keanggotaan kelompok.

Kemudian mereka berpendapat bahwa kepatuhan atas dasar nilai-nilai keanggotaan,


kelompok, mendapatkan bermacam-macam tanggapan. Tanggapan-tanggapan tersebut berintikan
pada pendapat bahwa nilai keanggotaan kelompokpada dasarnya merupakan motivasi pada
identifikasi terhadap kelompok tersebut, dan bukan merupakan dasar motivasi untuk patuh.
Kepatuhan dari individu pada hakikatnya merupakan hasil proses internalisasi yang disebabkan
oleh pengaruh-pengaruh sosial yang memberikan efek pada kondisi seseorang, sikap-sikap
maupun pola perilakunya dan hal itu justru bersumber pada orang lain di dalam kelompok
tersebut. Sebenarnya masalah kepatuhan yang merupakan suatu derajat

secara kualitatif dapat dibedakan dalam tiga proses, yaitu;

a. Compliance diartikan sebagai suatu kepatuhan yang didasarkan pada harapan akan suatu
imbalan dan usaha untuk menghindarkan diri dari hukuman yang mungkin dijatuhkan.

b. Identification terjadi apabila kepatuhan terhadap hukum ada bukan karena nilai intristiknya,
akan tetapi agar keanggotaan kelompok tetap terjaga serta ada hubungan baik dengan mereka
yang diberi wewenang untuk menerapkan kaidah-kaidah hukum tersebut.

c. Internalization seseorang mematuhi kaidah-kaidah hukum hanya karena secara intrinsik


kepatuhan tadi mempunyai imbalan. Isi kaidah-kaidah tersebut adalah sesuai dengan nilai-
nilainya sejak semula pengaruh terjadi, atau oleh karena dia mengubah nilai-nilai yang semula
dianutnya.
BAB III

F. Metode penelitian

1. Jenis penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian lapangan
(fieldresearch). Penelitian lapangan atau penelitian empiris ini dilakukan dengan bertitik
tolak dari data primer yang diperoleh di tempat penelitian. Yaitu penelitian yang
dilakukan secara langsung ke dalam obyek penelitian untuk mendapatkan data yang
relevan terkait pelaksanaan jual beli di bawah tangan secara luas. Penelitian ini juga
didukung dengan penelitian pustaka (libraryresearch) yang penelitian dengan
menggunakan data kepustakaan untuk mencari data dengan membaca dan menelaah
sumber tertulis yang menjadi bahan dalam penyusunan dan pembahasan Proposal ini.

2. Tipe penelitian
Sifat dari penelitian ini adalah deskriptif-analisis. Yaitu suatu penelitian yang
menggambarkan fakta-fakta hukum yang ada juga bertujuan untuk menjelaskan dengan
melakukan analisis data yang diperoleh secara sistematis, faktual dan akurat dikaitkan
dengan ketentuan-ketentuan yuridis yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan
yang berkaitan dengan “Praktik Jual Beli Tanah Di Bawah Tangan”.

3. Lokasi penelitian
Penelitian ini dilakukan di sekitaran Desa Air Batang, Nasal, Kaur Dengan
alasan penelitian ini akan membahas mengenai Beli Tanah di bawah Tangan, jadi
penulis menginginkan para responden dan informan yang ada di lingkungan yang
berkaitan dengan pembuatan Beli Tanah di bawah Tangan ini.

4. Pendekatan penelitian
Metode penelitian empiris ini menggunakan metode pendekatan kualitatif
langsung mengarah pada keadaan dan pelaku-pelaku tanpa mengurangi unsur-
unsur yang di dalamnya. Penelitian kualitatif menurut bogadar dan taylor
didefinisikan sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif
berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat
diamati.Pendekatan penelitian kualitatif adalah suatu penelitian yang pada
dasarnya menggunakan pendekatan deduktif-induktif. Pendekatan ini berangkat
dari suatu kerangka teori, gagasan para ahli, maupun pemahaman penelitian
berdasarkan pengalamannya, kemudian dikembangkan menjadi permasalahan-
permasalahan berserta pemecahannya yang diajukan untuk memperoleh
pembenaran (verivikasi ) dalam bentuk dukungan data empiris di lapangan.
5. Pengumpulan data Pengumpulan data dalam Penelitian menggunakan :
a. Wawancara
Dalam melakukan wawancara ini, peneliti menggunakan teknik
wawancara terarah yaitu terlebih dahulu merencanakan pelaksanaa wawancara.
Wawancara dilakukan berdasarkan suatu daftar pertanyaan yang telah
dipersiapkan terlebih dahulu. Pertanyaan disusun terbatas pada aspek-aspek dari
masalah yang akan diteliti. Dengan teknik wawancara ini, peneliti akan
memperoleh data sesuai dengan keinginan dan permasalahan yang akan dibahas.

B. Pengumpulan Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh melalui perpustakaan, dengan


menelaah buku-buku literatur, undang-undang, majalah-majalah yang ada
kaitanya dengan masalah yang akan diteliti.Datateoritis yang diperoleh melalui
studi kepustakaan ini dimaksudkan untuk lebih memantapkan kebenaran data
atau informasi yang diperoleh ditempat penelitian, Sehingga kebenaran tulisan
memiliki validitas yang tinggi.

6. Pengolahan data

Analisis data ini, maka disusun yaitu digolongkan dalam pola atau
kategori, sesuai dengan pokok-pokok bahasan yang mencakup pada permasalahan
penelitian. Data yang bersifat kuhsus (data lapangan ) ditarik untuk
menggambarkan penelitian secara induktif sedangkan data yang bersifat umum
dari kata sekunder ditarik secara deduktif untuk menganalisis hasil penelitian
secara sistematis, untuk dapat menjawab permasalahan dalam masyarakat.

7. Analisis data

Analisa data merupakan suatu proses penyederhanaan data ke dalam bentuk


kalimat-kalimat yang mudah dibaca dan diinterpretasikan. Guna mempermudah
melakukan analisis data, semua data yang terkumpul yang diperoleh baik dari data primer
maupun data sekunder serta semua informasi yang didapat akan dianalisa secara
kualitatif. Analisa kualitatif yaitu, data yang diperoleh melalui penelitian lapangan
maupun penelitian kepustakaan kemudian disusun secara sistematis dan selanjutnya
diwujudkan dalam bentuk penjabaran atau uraian secara terperinci untuk mendapatkan
kejelasan masalah yang akan dibahas dengan memperhatikan konsep dan teori dalam
bentuk uraian-uraian yang dapat menjawab pokok permasalahan yang sedang diteliti dan
akhirnya dapat ditarik kesimpulan atas pembahasan yang telah dilakukan. Setelah
penyusun memperoleh data yang akurat, maka kemudian dilakukan analisis terhadap
suatu data yang telah diperoleh tersebut dengan menggunakan analisis kualitatif deduktif.
Kualitatif deduktif adalah suatu analisa dari suatu data yang diperoleh yang bersifat
umum tersebut untuk kemudian diuraikan dan diambil kesimpulan yang bersifat khusus.

Anda mungkin juga menyukai