Disusun oleh :
NPM : B1A017134
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS BENGKULU
2019
BAB I
PENDAHULUAN
Manusia merupakan mahkluk sosial yang memiliki berbagai kebutuhan hidup dan di dalam
memenuhi kebutuhan tersebut, tidak mungkin di produksi sendiri. Manusia selalu berhubungan
satu sama lain untuk mencukupi kebutuhan-kebutuhan kehidupannya. Manusia memiliki
kebutuhan untuk kehidupannya, salah satu kebutuhan manusia adalah tanah.
Di Indonesia, tanah mempunyai arti yang penting bagi kehidupan rakyatnya. Tanah yang
memberikan kehidupan, karena disinilah setiap orang bercocok tanam untuk memenuhi
kebutuhan sehari-hari, tempat mendirikan rumah untuk menyelenggarakan tata kehidupan serta
beranak cucu, yang akhirnya tanah pula tempat orang dikebumikan setelah meninggal dunia
sebagai tempat peristirahatan terakhir.
Hukum tanah di Indonesia didasarkan pada Hukum Adat. Hal ini terdapat dalam Pasal 5
Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) 3 , yang berbunyi:
Hukum Agraria yang berlaku atas bumi, air dan ruang angkasa ialah Hukum Adat, sepanjang
tidak bertentangan dengan kepentingan nasional dan negara,yang berdasarkan atas persatuan
bangsa, dengan sosialisme Indonesia serta dengan peraturan-peraturan yang tercantum dalam
Undang-Undang ini dan dengan peraturan-peraturan lainnya, segala sesuatu dengan
mengindahkan unsur-unsur yang berdasarkan pada Hukum Agama.
Tanah adalah termasuk kebutuhan primer, setelah sandang atau pangan. Seiring
perkembangan zaman, cara pandang masyarakat terhadap nilai tanah perlahan mulai berubah.
Dulu tanah hanya dinilai sebagai faktor penunjang aktivitas pertanian saja, tapi saat ini sudah
dilihat dengan cara pandang yang lebih strategis yaitu aset penting dalam sebuah industrialisasi.
Disadari atau tidak, tanah sebagai benda yang bersifat “permanen” (tidak dapat
bertambah) banyak menimbulkan masalah jika dihubungkan dengan pertumbuhan penduduk
yang terus meningkat.
Pemindahan hak atas tanah dalam perbuatan hukum ada beberapa bentuk, diantaranya:
jual beli, tukar menukar, hibah, pemberian menurut adat, pemasukan dalam perusahaan, dan
hibah wasiat.
Peralihan hak atas tanas tersebut diawasi dan diatur dengan peraturan pemerintah,
lembaga jual beli tanah misalnya, telah disempurnakan tanpa merubah hakikatnya sebagai
perbuatan hukum pemindahan hak atas tanah untuk selama-lamanya bersifat tunai dan terang.
Hanya saja “terang” sekarang ini adalah jual beli dilakukan menurut peraturan tertulis yang
berlaku. Peralihan hak atas tanah menurut Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2016
(selanjutnya disebut PP No. 34 Tahun 2016) Tentang Pajak Penghasilan Atas Penghasilan Dari
Pengalihan Hak Atas Tanah Dan/Atau Bangunan, Dan Perjanjian Pengikatan Jual Beli Atas
Tanah Dan/Atau Bangunan Beserta Perubahannya, harus dibuktikan dengan suatu akta yang
dibuat oleh seorang Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT), dan setelah akta tersebut ditanda
tangani oleh para pihak maka harus didaftarkan.
Pada kenyataannya di lapangan masih sering kali terjadi jual beli tanah di bawah tangan,
seperti yang terjadi di Desa Air Batang, Nasal, Kaur yang akan di teliti oleh penulis ini. bahwa
ahli waris telah melakukan Jual Beli di Bawah Tangan kepada kita sebut saja bapak Rahmat
Hidayatullah secara diam-diam atau tidak diketahui oleh ahli waris dan ahli waris pengganti
yang lain. Yang mengakibatkan beberapa pihak mendapat kerugian yang di sebab oleh perbuatan
jual beli di bawah tangan tersebut.
Berdasarkan uraian di atas maka penulis mengambil tema ini dengan judul “Praktik Jual
Beli Tanah di Bawah Tangan (Studi Kasus di Desa Air Batang, Nasal, Kaur)”. Hal ini
disebabkan karena di dalam praktiknya masih terjadi jual beli tanah di bawah tangan yang
akhirnya merugikan banyak pihak.
Permasalahan :
Contohnya Seperti di Desa Air Batang, Nasal, Kaur telah memenuhi unsur jual beli yang
di atur dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata yaitu adanya objek jual beli dan harga yang
dalam kasus ini sudah memenuhi unsur jual beli. Jual beli disepakati oleh pihak penjual dan
pihak pembeli dihadapan Kepala Desa dan dua orang saksi, dengan didasarkan bukti
kepemilikan berupa Model D dan Letter C yang tercatat di Kantor KelurahanDesa Air Batang,
Nasal, Kaur , dan proses penyerahan hak atas tanah dilakukan bersamaan dengan proses
pembayaran. Bukti jual beli tersebut berupa pembuatan surat perjanjian jual beli
danditandatangani oleh Kepala Desa dan dua orang saksi. Akibat dari jual beli tanah di bawah
tangan ini adalah adanya kerugian bagi pihak pembeli dikarenakan pihak penjual tidak mengakui
adanya perjanjian jual beli tersebut. Kedudukan jual beli di bawah tangan menurut Kitab
Undang-undang Hukum Perdata sah namun lemah dalam pembuktian.
B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang yang telah diuraikan, maka dapat dirumuskan masalah
penelitian sebagai berikut:
1. Bagiamana proses pelaksanaan jual beli tanah di bawah tangan yang terjadi di desa Air Batang,
Nasal, Kaur?
2. Bagaimana Tinjauan Yuridis terhadap kedudukan jual beli tanah di bawah tangan di desa Air Batang,
Nasal, Kaur?
C. Tujuan Penelitian
1. Mengetahui proses dan dampak terjadinya dari jual beli tanah di bawah tangan yang terjadi di desa
Air Batang, Nasal, Kaur
2. Memahami tinjauan yuridis secara garis besar terhadap praktik jual beli tanah di bawah tangan di desa
Air Batang, Nasal, Kaur
D. Manfaat Penelitian
1. Mencari penyebab adanya permasalahan-permasalahan yang timbul dalam praktik jual beli tanah di
bawah tangan dan akibat hukumnya dari jual beli tersebut untuk memperoleh sertifikat serta mengetahui
cara-cara penyelesaiannya supaya jual beli tanah di bawah tangan memperoleh sertifikat jual beli.
2. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan yang berguna bagi masyarakat pada
umumnya dan pembaca pada khususnya mengenaipembuatan sertifikat jual beli tanah yang masih di
bawah tangan
BAB II
E. Kerangka Pemikiran
Kerangka Konsep
Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat
Akta Tanah, PPAT dibedakan menjadi 4 (empat) macam, yaitu :
Yang dapat diangkat menjadi Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT), adalah :
a) . Notaris,
b). Pegawai-pegawai dan bekas pegawai dalam lingkungan Direktorat Jenderal Agraria yang
dianggap mempunyai pengetahuan yang cukup tentang peraturan-peraturan pendaftaran tanah
dan peraturan-peraturan lainnya yang bersangkutan dengan persoalan peralihan hak atas tanah,
c). Para pegawai pamong praja yang pernah melakukan tugas seorang Pejabat Pembuat Akta
Tanah (PPAT),
d). Orang-orang lain yang telah lulus dalam ujian yang diadakan oleh Direktorat Jenderal Agraria
(A.P.Parlindungan,1991:38).
Kerangka Teori
Adapun kerangka teori ini memuat teori-teori yang relevan yang akan penyusun bahas,
menjelaskan pula tentang sebab-sebab terjadinya jual beli di bawah tangan. Teori-teorinya adalah sebagai
berikut :
Kepatuhan18 berasal dari kata patuh. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), patuh
berarti suka menurut perintah, taat kepada perintah atau aturan dan berdisiplin. Kepatuhan berarti
bersifat patuh, ketaatan, tunduk, patuh pada ajaran dan aturan.
Teori kepatuhan telah diteliti pada ilmu-ilmu sosial khususnya di bidang psikologis dan
sosiologis yang lebih menekankan pada pentingnya proses sosialisasi dalam mempengaruhi
prilaku kepatuhan seorang individu. Menurut Tyler terdapat dua perspektif dalam literatur
sosiologi mengenai kepatuhan kepada hukum, yang disebut instrumental dan normatif;
b. Perspektif normatif berhubungan dengan apa yang orang anggap sebagai moral dan
berlawanan dengan kepentingan pribadi.
Seorang individu cenderung mematuhi hukum yang mereka anggap sesuai dan konsisten
dengan norma-norma internal mereka. Komitmen normatif melalui moralitas personal
(normative commitment through morality) berarti mematuhi hukum karena hukum tersebut
dianggap sebagai suatu keharusan, sedangkan komitmen normatif melalui legitimasi (normative
commitment through legitimaty) berarti mematuhi peraturan karena otoritas penyusun hukum
tersebut memiliki hak untuk mendikte perilaku.
Beberapa ahli, antara lain Hovland, Janis dan Kelly berpendapat, bahwa keinginan untuk
tetap menjadi bagian dari kelompok merupakan motivasi dasar dari individu untuk secara pribadi
taat pada hukum. Sebenarnya keinginan tersebut tidaklah semata-mata karena penilaian positif
terhadap keanggotaan kelompok.
a. Compliance diartikan sebagai suatu kepatuhan yang didasarkan pada harapan akan suatu
imbalan dan usaha untuk menghindarkan diri dari hukuman yang mungkin dijatuhkan.
b. Identification terjadi apabila kepatuhan terhadap hukum ada bukan karena nilai intristiknya,
akan tetapi agar keanggotaan kelompok tetap terjaga serta ada hubungan baik dengan mereka
yang diberi wewenang untuk menerapkan kaidah-kaidah hukum tersebut.
F. Metode penelitian
1. Jenis penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian lapangan
(fieldresearch). Penelitian lapangan atau penelitian empiris ini dilakukan dengan bertitik
tolak dari data primer yang diperoleh di tempat penelitian. Yaitu penelitian yang
dilakukan secara langsung ke dalam obyek penelitian untuk mendapatkan data yang
relevan terkait pelaksanaan jual beli di bawah tangan secara luas. Penelitian ini juga
didukung dengan penelitian pustaka (libraryresearch) yang penelitian dengan
menggunakan data kepustakaan untuk mencari data dengan membaca dan menelaah
sumber tertulis yang menjadi bahan dalam penyusunan dan pembahasan Proposal ini.
2. Tipe penelitian
Sifat dari penelitian ini adalah deskriptif-analisis. Yaitu suatu penelitian yang
menggambarkan fakta-fakta hukum yang ada juga bertujuan untuk menjelaskan dengan
melakukan analisis data yang diperoleh secara sistematis, faktual dan akurat dikaitkan
dengan ketentuan-ketentuan yuridis yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan
yang berkaitan dengan “Praktik Jual Beli Tanah Di Bawah Tangan”.
3. Lokasi penelitian
Penelitian ini dilakukan di sekitaran Desa Air Batang, Nasal, Kaur Dengan
alasan penelitian ini akan membahas mengenai Beli Tanah di bawah Tangan, jadi
penulis menginginkan para responden dan informan yang ada di lingkungan yang
berkaitan dengan pembuatan Beli Tanah di bawah Tangan ini.
4. Pendekatan penelitian
Metode penelitian empiris ini menggunakan metode pendekatan kualitatif
langsung mengarah pada keadaan dan pelaku-pelaku tanpa mengurangi unsur-
unsur yang di dalamnya. Penelitian kualitatif menurut bogadar dan taylor
didefinisikan sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif
berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat
diamati.Pendekatan penelitian kualitatif adalah suatu penelitian yang pada
dasarnya menggunakan pendekatan deduktif-induktif. Pendekatan ini berangkat
dari suatu kerangka teori, gagasan para ahli, maupun pemahaman penelitian
berdasarkan pengalamannya, kemudian dikembangkan menjadi permasalahan-
permasalahan berserta pemecahannya yang diajukan untuk memperoleh
pembenaran (verivikasi ) dalam bentuk dukungan data empiris di lapangan.
5. Pengumpulan data Pengumpulan data dalam Penelitian menggunakan :
a. Wawancara
Dalam melakukan wawancara ini, peneliti menggunakan teknik
wawancara terarah yaitu terlebih dahulu merencanakan pelaksanaa wawancara.
Wawancara dilakukan berdasarkan suatu daftar pertanyaan yang telah
dipersiapkan terlebih dahulu. Pertanyaan disusun terbatas pada aspek-aspek dari
masalah yang akan diteliti. Dengan teknik wawancara ini, peneliti akan
memperoleh data sesuai dengan keinginan dan permasalahan yang akan dibahas.
6. Pengolahan data
Analisis data ini, maka disusun yaitu digolongkan dalam pola atau
kategori, sesuai dengan pokok-pokok bahasan yang mencakup pada permasalahan
penelitian. Data yang bersifat kuhsus (data lapangan ) ditarik untuk
menggambarkan penelitian secara induktif sedangkan data yang bersifat umum
dari kata sekunder ditarik secara deduktif untuk menganalisis hasil penelitian
secara sistematis, untuk dapat menjawab permasalahan dalam masyarakat.
7. Analisis data