Anda di halaman 1dari 11

PERLINDUNGAN HUKUM DALAM JUAL BELI TANAH DI BAWAH TANGAN

BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1960 TENTANG


PERATURAN DASAR POKOK AGRARIA DI INDONESIA
Oleh :
ALFANDY FIRMANSYAH 21211197
WIRYADI 21211230
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS BANDAR LAMPUNG
E-mail: Alfandyfirmansyah00@gmail.com
E-mail: wyadis14@gmail.com

ABSTRAK
Jual beli tanah terjadi disebabkan karena adanya perjanjian antara kedua pihak yaitu pihak
pembeli dan juga pihak penjual yang menimbulkan hubungan hukum untuk melakukan hak
dan kewajiban sehingga terjadi keterikatan manusia. jika salah satu pihak tidak melakukan
kewajibannya sesuai yang di perjanjikan maka bertanggung jawab atas dasar wanprestasi, dan
jika melanggar peraturan yang berlaku maka bertanggung jawab atas dasar perbuatan
melawan hukum. Lembaga hukum yang sebelumnya dikenal dengan Hukum Adat pada
umumnya adalah Lembaga yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat yang
masih kuno, sehingga untuk memenuhi kebutuhan masyarakat modern, lembaga jual beli hak
atas tanah mengalami modernisasi dan penyesuaian, tanpa mengubah hakikatnya sebagai
perbuatan hukum jual beli hak atas tanah dengan pembayaran harganya secara tunai, dan sifat
serta akhlaknya sebagai suatu perbuatan yang nyata dan jelas. Perubahan yang bertujuan
untuk meningkatkan kualitas pembuktian dalam perbuatan hukum dilaksanakan menurut
hukum adat, bersifat umum, terbatas, personal dan territorial Dalam lingkupnya, penjual
sendiri cukup membuat akta dan diketahui oleh Kepala Desa. Rata-rata hak jual atas tanah
menurut Peraturan Nomor 24 Tahun 1997 dibuktikan dengan akta yang dibuat oleh PPAT.
Perubahan dalam prosedur ini tidak tidak meniadakan ketentuan hukum adat yang mengatur
lembaga tersebut dalam hal hak kebendaan dan menjual hak atas tanah. Namun masyarakat
masih melakukan jual beli hak atas tanah dibawah tangan.

ABSTRACT
The sale and purchase of land occurs because there is an agreement between the two parties,
namely the buyer and the seller, which creates a legal relationship to carry out rights and
obligations, resulting in human entanglement. If one of the parties does not carry out its
obligations as agreed, then it is responsible on the basis of breach of contract, and if it
violates the applicable regulations, it is responsible on the basis of an unlawful act. The legal
institution previously known as Customary Law is generally an institution that is needed to
meet the needs of ancient society, so that to meet the needs of modern society, the institution
of buying and selling land rights has undergone modernization and adjustment, without
changing its essence as a legal act of buying and selling land rights. land with payment of the
price in cash, and its nature and morals as a real and clear deed. Changes aimed at
improving the quality of evidence in legal actions are carried out according to customary
law, are general, limited, personal and territorial. In its scope, the seller himself only needs
to make a deed and it is known to the Village Head. The average selling right to land
according to Regulation Number 24 of 1997 is proven by a deed made by PPAT. This change
in procedure does not negate the provisions of customary law that regulate these institutions
in terms of property rights and selling land rights. However, people still buy and sell land
rights under their hands.

A. PENDAHULUAN
Indonesia merupakan salah satu negara yang dikaruniai Hamparan tanah yang sangat luas,
seperti yang diketahui tanah merupakan aset yang sangat berharga didalam kehidupan
Masyarakat Indonesia yang mana harus dijaga kelestariannya karena dilindungi oleh negara.
Tanah menjadi bagian terpenting yang tak dapat terpisahkan dari kehidupan manusia pada
umumnya, karena Indonesia merupakan salah satu negara agraris maka daripada itu Tanah
juga merupakan sumber suatu kehidupan yang mana merupakan sumber kekayaan negara
yang dapat bermanfaat bagi kemakmuran serta kepentingan umum terutama untuk bangsa
Indonesia yang sebagian besar penduduknya bermata pencaharian sebagai petani.
Kepemilikan Atas tanah merupakan salah satu hak kebendaan yang cukup dalam kehidupan
manusia. Seiring dengan meningkatnya populasi manusia yang memerlukan tanah sebagai
ruang, maka kepemilikan atas tanah terus mengalami perkembangan, baik secara konsep
kepemilikan maupun hukum yang mengaturnya.
Tanah bagi kehidupan manusia mengandung makna yang multidimensional. Pertama, dari sisi
ekonomi tanah merupakan sarana produksi yang dapat mendatangkan kesejahteraan. Kedua,
secara politis tanah dapat menentukan posisi seseorang dalam pengambilan keputusan
masyarakat. Ketiga, sebagai kapital budaya dapat menentukan tinggi rendahnya status sosial
pemiliknya. Keempat, tanah bermakna sakral karena pada akhir hayat setiap orang akan
Kembali kepada tanah. Karena makna yang multidimensional tersebut maka terdapat
kecenderungan bahwa orang yang memiliki tanah akan mempertahankan tanahnya dengan
cara apapun bila hak-haknya dilanggar. Sangat berartinya tanah bagi kehidupan manusia
dibuktikan dengan diaturnya secara konstitusional dalam Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 33 ayat (3) “Bumi dan air dan kekayaan alam yang
terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan dipergunakan untuk sebesar-
besar kemakmuran rakyat”. Ketentuan Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 tersebut kemudian menjadi landasan filosofis terhadap
pengaturan tanah. Pasal di atas menjadi landasan dalam hukum agraria Indonesia sekaligus
menjadi sumber hukum materiil dalam pembentukan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960
tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (yang selanjutnya disebut UUPA) pada tanggal
24 September 1960.
Lahirnya UUPA sebagai era pembaharuan di bidang hukum pertanahan di Indonesia sehingga
mempengaruhi segala peraturan yang meliputi bidang agraria, khusus nya pertanahan, akan
diatur dengan tujuan untuk menjamin hak-hak semua pihak dan menjamin perlindungan
hukum bagi subjek hukum yang bersangkutan. Perencanaan penggunaan tanah merupakan
bagian dari kegiatan penataan ruang, karena tanah merupakan bagian dari ruang yang sangat
penting. Penatagunaan tanah harus berpedoman pada tata ruang wilayah, baik tata ruang
wilayah nasional, Dengan diundangkannya UUPA pada tanggal tersebut, sejak itu tanggal 24
September tercatat sebagai salah satu tonggak yang sangat penting dalam sejarah
perkembangan agraria/pertanahan di Indonesia pada umumnya dan pembaharuan hukum
agraria/hukum tanah di Indonesia pada khususnya. Menindaklanjuti pengaturan pertanahan
yang diamanatkan oleh UUPA dan dalam rangka memberikan jaminan kepastian hukum bagi
pemilik tanah maka dari pada itu pemerintah melaksanakan pendaftaran tanah di seluruh
Indonesia.

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 yang membuka lembaran baru
dalam hukum pertanian. Sebab, untuk pertama kalinya Indonesia memiliki lembaga khusus
yang mengelola pendaftaran tanah. Namun sekitar 36 tahun setelah diundangkannya
Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961, ternyata upaya Pemerintah dalam menjamin
kepastian hukum dalam permasalahan pertanahan belum efektif secara maksimal, sehingga
Pemerintah merasa perlu untuk melengkapi dan menggantinya. dengan kebijakan baru.
peraturan baru sehingga keberadaan Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 diubah atau
ditinjau kembali mengenai hal-hal yang sangat mendasar. Upaya untuk mewujudkan
perubahan tersebut dilakukan pemerintah dengan menerbitkan peraturan baru, khususnya
Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997, yang berlaku efektif pada tanggal 8 Oktober
1997 tentang Pendaftaran Tanah.
Dengan adanya peraturan pertanahan, kesadaran masyarakat terhadap tanah mulai berubah.
Dahulu tanah hanya dianggap sebagai real estate yang hanya mempunyai fungsi sosial saja
yaitu hanya digunakan untuk perumahan dan menunjang kegiatan pertanian, namun saat ini
tanah dianggap berbeda yaitu Tanah dianggap salah satu jenis aset real estate yang
mempunyai nilai ekonomi. nilai dan karena itu dapat menghasilkan keuntungan. Saat ini,
pengadaan tanah sering dilakukan dengan cara peralihan/pengalihan hak, yaitu jual beli. Kata
jual beli dalam kehidupan sehari-hari dapat diartikan sebagai seseorang yang mengeluarkan
uang untuk secara sukarela mendapatkan barang yang diinginkannya. Kemudian menurut
hukum perdata yang diatur dalam Pasal 1457 KUH Perdata diatur bahwa jual beli tanah
adalah suatu akad dimana Penjual mengikatkan diri untuk menyerahkan tanah itu kepada
Pembeli. yang mengikatkan dirinya untuk membayar kepada Penjual dengan harga yang telah
disepakatainya.
Penguasaan pemilikan tanah dapat diperoleh berdasarkan peralihan hak atas tanah. Peralihan
hak atas tanah yang sering terjadi di masyarakat adalah jual beli. Praktik jual beli yang
dikenal ada 2 (dua) yaitu jual beli berdasarkan akta oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT)
dan tanpa akta atau sering disebut sebagai jual beli di bawah tangan. Praktik jual beli tanah
dalam masyarakat menjadi sebuah bukti pelaksanaaan sistem hukum, sistem terang tunai
menunjukkan bahwa pembeli memberikanlangsung sejumlah uang untuk harga tanah yang
telah disepakati dan disaat itu juga tanah beralih kepada pembeli. Tanah bersertifikat lebih
dimudahkan pada transaksi jual beli karena pada akhirnya secara bersama sama antara
penjual dan pembeli tinggal membalikkan nama pemilik awal terhadap pemilik baru.
walaupun pada kenyataanya banyak dijual secara terang tunai yang oleh pembeli di
sertifikatkan. Kenyataan yang terjadi ditengah tengah masyarakat tidak seluruhnya pembeli
mampu membeli secara langsung sebagaimana terang tunai yang dimaksudkan diatas.
Dalam jual beli senantiasa terdapat dua sisi hukum perdata, yaitu hukum kebendaan dan
hukum perikatan. Dikatakan demikian karena pada sisi hukum kebendaan, jual beli
melahirkan hak bagi kedua belah pihak atas tagihan, yang berupa penyerahan kebendaan
pada satu pihak dan pembayaran harga jual pada pihak lainnya. Sedangkan dari sisi perikatan,
jual beli merupakan suatu bentuk perjanjian yang melahirkan kewajiban dalam bentuk
penyerahan kebendaan yang dijual oleh penjual, dan penyerahan uang oleh pembeli kepada
penjual. Lembaga jual beli tanah telah disempurnakan tanpa merubah sifat peralihan hak
guna tanah yang tetap, tunai dan jelas. Hanya saja yang dimaksud dengan “jelas” saat ini
adalah penjualan tersebut dilakukan menurut peraturan tertulis yang ada, yang harus
dibuktikan dengan akta yang dibuat oleh pejabat umum yang mempunyai hak atas tanah
(PPAT), dan kemudian dilakukan penandatanganan akta tersebut.
Pemindahan penguasaan hak atas tanah dalam istilah yang lebih sering digunakan adalah jual
beli dibawah tangan. Disebut demikian, karena perpindahan hak penguasaan tanah tidak
melalui prosedur dan adminisrasi yang berlaku. Antar kedua belah pihak bersepakat untuk
menetapkan batas persil tanah, pemindahan, yaitu dengan proses jual beli atau kerjasama
melalui kesepakatan tertulis disertai dengan penyerahan dokumen mengenai tanah.
Pencatatan cecara khusus mengenai pendaftaran tanah tidak dilakukan adanya. Akta dibawah
tangan merupakan akta yang tidak dibuat dihadapan pejabat yang memiliki wewenang seperti
Notaris. Akta yang dibuat dibawah tangan hanya dibuat dan ditandatangai oleh para pihak
yang membuatnya. Adanya kesepakatan kontrak sehingga lahirnya perjanjian jual beli,
walaupun kegiatan jual beli ini dilakukan dibawah tangan, namun tetap memiliki hukum yang
mengikat bagi para pihak yang bersangkutan. Untuk memperoleh kepastian hukum dalam
peralihan hak atas tanah adalah dengan melakukan pendaftaran perlihan hak karena jual beli
atau AJB pada kantor pertanahan atau BPN. Dengan adanya pendaftaran tanah ini untuk
memastikan dan melindungi pemegang tanah agar kepemilikan haknya tidak terganggu oleh
pihak-pihak lain.
Praktek jual beli tanah dengan menggunakan perjanjian jual beli tanah sebagai bukti adanya
transaksi jual beli antara penjual dan pembeli tanpa adanya akta dari PPAT tentunya akan
menimbulkan kerugian khususnya bagi pembeli tanah yang tidak mempunyai jaminan hukum
pertanahan. Tanah yang mereka beli tidak memiliki dokumen bukti kepemilikan. Tanah dan
sertifikat tetap atas nama penjual meskipun surat-suratnya telah diberikan kepada pembeli.
Kerugian yang timbul dari jual beli tanah yang dialihkan secara pribadi adalah apabila
pembeli ingin mendaftarkan peralihan hak (perubahan nama) dari penjual kepada pembeli
pada Kantor Real Estate, hal itu akan ditolak. Sebab, belum ada UU PPAT yang menjadi
syarat mutlak untuk mendaftarkan peralihan hak pakai tanah. Berkenaan dengan fenomena
yang telah diuraikan diatas hal ini menjadi permasalahan yang akan diteliti dan dikaji yaitu
perlindungan hukum bagi pihak pembeli praktek jual beli tanah akta dibawah tangan yang
sudah membeli tanah dari pihak penjual, yang menurut peraturan perundang-undangan yang
berlaku dalam jual beli Berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang
Peraturan Dasar Pokok Agraria Di Indonesia.

A. RUMUSAN MASALAH

1. Bagaimanakah Perlindungan Hukum bagi Pembeli terhadap Jual Beli Hak Atas Tanah
yang dilakukan Secara Bawah Tangan

2. Apakah Akibat Hukum bagi Pembeli terhadap Jual Beli Hak Atas Tanah yang
dilakukan Secara Bawah Tangan

B. METODE PENELITIAN
Jenis Penelitian yang digunakan ialah penelitian hukum Normatif atau penelitian
Kepustakaan. Dengan metode yang digunakan untuk menyusun penulisan ini
menggunakan tipe penelitian yudiris normatif atau kepustakaan (Library Research) ialah
suatu penelitian hukum dengan mengumpulkan berbagai literatur hukum baik berupa
peraturan per Undang- Undangan, dan juga sumber lainnya yang berkaitan dengan objek
penelitian. Penelitian hukum normatif adalah suatu prosedur penelitian ilmiah untuk
menemukan kebenaran berdasarkan logika keilmuan dari Sisi normatif berdasarkan
peraturan perundang undangan saja.
C. PEMBAHASAN

1. Bagaimanakah Perlindungan Hukum bagi Pembeli terhadap Jual Beli Hak Atas
Tanah yang dilakukan Secara Bawah Tangan

Kontrak jual beli adalah suatu perjanjian yang ditandatangani oleh para pihak,
mengikat satu pihak kepada pihak yang lain dengan suatu perjanjian yang mewajibkan
masing-masing pihak untuk bertanggung jawab atas pelaksanaan kewajibannya yang
diberikan dalam bentuk suatu komitmen, dan melepaskan hak untuk membeli atau
menjual. memiliki suatu barang. Perjanjian untuk membayar sejumlah uang sesuai
dengan harga barang untuk pembelian dan penjualan. Jual beli hak guna tanah dalam
masyarakat hukum adat dianggap sebagai perbuatan hukum yang dilakukan dalam
bentuk penyerahan tanah secara tetap kepada penjual, yang dalam hal itu akan diterima
sejumlah uang yang disebut harga beli. Masyarakat pada umumnya membeli dan
menjual hak guna tanah secara terbuka dan tunai. Perbuatan jual beli hak guna tanah
itu terjadi di muka umum, artinya perbuatan hukum berupa jual beli hak guna tanah itu
sebenarnya dilakukan di hadapan tokoh adat atau kepala desa yang berwenang untuk
itu. Perbuatan jual beli hak guna tanah juga terjadi secara real time, artinya ada dua
perbuatan yang dilakukan secara bersamaan, yaitu perbuatan peralihan hak guna tanah
menjadi “obyek jual beli dari penjual kepada pembeli”.

Dalam kegiatan jual beli hak atas tanah selain dilakukan melalui akta jual beli
dihadapan PPAT juga masih sangat sering dilakukan secara dibawah tangan. Kegiatan
jual beli hak atas tanah yang dilakukan secara dibawah tangan sebagai suatu peralihan
hak atas tanah yang dilakukan dengan pelaksanaan jual beli yang dilakukan secara adat
yang dilaksanakan dibawah tangan. Peralihan hak atas tanah yang dilakukan secara
dibawah tangan dilakukan dihadapan Kepala Desa dan pihak-pihak yang
berkepentingan dan para saksi untuk terjadinya proses jual beli hak atas tanah tersebut.
Dilihat dari Proses peralihan hak atas tanah dibawah tangan dilakukan dengan berdasar
pada kesepakatan yang dibuat oleh kedua belah pihak dan dilakukan pembayaran
dengan menggunakan kwitansi yang dibubuhi dengan materai atau kertas segel yang
didalamnya tertuang mengenai pelaksaan dari suatu kesepakatan yang timbul akibat
adanya perjanjian yang mengikat kedua belah pihak yang ditandatangani oleh kedua
belah pihak yang melakukan tindakan jual beli dan juga ditandangani oleh saksi-saksi
dalam kegiatan jual beli tersebut.

Jual beli yang dilakukan di bawah tangan tanpa adanya akta jual beli yang disahkan di
hadapan PPAT juga mendapatkan perlindungan hukum. Hal ini bisa mendapatkan
perlindungan hukum represif, hukum refresif merupakan suatu bentuk perlindungan
perlindungan yang diberikan ketika terjadi suatu pelanggaran hukum.Bentuk
perlindungannya berupa penegakan hukum yang meliputi pemberian sanksi, seperti
denda, ganti rugi, penjara dan hukuman tambahan serta cara-cara yang ditempuh
ketika menyelesaikan sengketa dipersidangan. Perlindungan hukum merupakan suatu
upaya untuk memberikan jaminan kepada seseorang oleh pemerintah atau pihak yang
berwenang berdasarkan beberapa peraturan yang ada. Perlindungan hukum diberikan
dengan tujuan untuk menjamin keamanan hukum bagi badan hukum. Dalam hal jual
beli hak guna tanah dilakukan secara bawah tanah, perlu pula dilakukan penelitian
mengenai perlindungan hukum bagi para pihak yang mengadakan perjanjian.
Perlindungan hukum dalam transaksi pertanahan perseorangan terjamin apabila terjadi
pelanggaran yang mungkin menimbulkan kerugian bagi salah satu pihak. Perlindungan
hukum yang ditawarkan salah satunya adalah perlindungan hukum terhadap pembeli
dalam transaksi hak guna tanah milik pribadi.

Agar terjaminnya suatu perlindungan hukum dari negara kepada masyarakat, maka
dituangkan dalam ketentuan Pasal 28 D ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945
menyebutkan bahwa : “Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan
dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum “. Untuk
mewujudkan perlindungan hukum kepada masyarakat dalam bidang pertanahan
khususnya karena jual beli, berdasarkan ketentuan Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang
Dasar 1945 yang merupakan landasan kebijakan di bidang pertanahan Indonesia, yang
kemudian dijabarkan lebih lanjut dalam UndangUndang Nomor 5 Tahun 1960 tentang
Pokok-Pokok Agraria. Untuk itu, segala sesuatu yang berhubungan dengan tanah harus
berpedoman dan tunduk pada Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Pokok-
Pokok Agraria. Landasan filosofis dibentuknya UUPA adalah untuk terwujudnya
jaminan kepastian hukum, ketertiban dan perlindungan hukum yang berintikan
kebenaran dan keadilan

Perlindungan hukum diberikan apabila terjadi wanprestasi oleh penjual terhadap


pembeli. Perlindungan hukum dapat diberikan atas transaksi pertanahan yang
dilakukan Hak milik perseorangan dapat dibedakan menjadi perlindungan hukum
preventif dan perlindungan hukum represif. perlindungan. Perlindungan hukum
preventif merupakan upaya memberikan perlindungan terhadap perselisihan dengan
mengarahkan tindakan pemerintah secara diskresi dalam mengambil keputusan
berdasarkan hak untuk menentukan nasib sendiri. Perlindungan hukum preventif dapat
diartikan sebagai suatu bentuk perlindungan yang diberikan oleh pemerintah sebelum
suatu pelanggaran terjadi, sebagaimana tertuang dalam suatu ketentuan hukum yang
ditegakkan dengan memberikan pembatasan terhadap penegakan hukum.

Kegiatan jual beli hak atas tanah yang dilakukan secara dibawah tangan disebabkan
oleh beberapa hal seperti masalah dalam pembiayaan, tidak pahamnya masyarakat
terhadap aturan hukum dan faktor kebiasaan adat yang masing menganut sistem
kemasyarakatan dan sistem kekeluargaan. Kekosongan norma didalam pengaturan
hukum pada umumnya mengenai pertanahan khususnya terkait dengan pelanggaran
dalam transaksi jual beli hak atas tanah yang dilakukan secara dibawah tangan
menyebabkan masyarakat masih melakukan tindakan yang tidak boleh untuk
dilakukan. Adanya kekosongan pengaturan terkait dengan akibat hukum yang dapat
ditimbulkan dan sanksi bagi para pihak yang melakukan pelanggaran transaksi jual
beli dibawah tangan menyebabkan permasalahan ini masih sering terjadi didalam
masyarakat.

Syarat-syarat yang mengatur tentang berlakunya perjanjian yang dibuat oleh berbagai
para pihak dianggap sah secara hukum karena perjanjian atau perbuatan jual beli hak
guna tanah yang dilakukan sendiri-sendiri dilakukan atas dasar kesepakatan para
pihak. Kami. , khususnya perjanjian antara penjual dan pembeli yang berkomitmen
untuk melakukan pembelian di bawah arahan kepala desa. Perbuatan jual beli yang
dilakukan di bawah tangan juga mempunyai nilai hukum, yaitu akad jual beli
ditandatangani oleh orang-orang yang cakap secara hukum dan mempunyai hak
tertentu untuk menandatangani perjanjian tersebut. Dalam perjanjian ini yang menjadi
pokok perjanjian adalah suatu obyek tertentu yaitu jual beli hak guna tanah dan
perbuatan jual beli itu dilakukan atas dasar-dasar hukum yang tidak dilarang oleh
undang-undang yang berlaku.

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-


Pokok Agraria dan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1977 tentang pendaftaran
tanah mengamanatkan bahwa untuk memvalidasi transaksi jual beli tanah, diperlukan
sebuah akta jual beli tanah yang harus disusun oleh dan dihadapan Pejabat Pembuat
Akta Tanah. Walaupun jual beli hak atas tanah yang dilakukan secara tidak resmi tetap
diakui secara hukum selama syarat-syarat substansial perjanjian terpenuhi. Pasal 19
dari Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok
Agraria juga menggariskan bahwa pemerintah bertanggung jawab untuk memberikan
kepastian hukum dalam proses pendaftaran tanah di seluruh wilayah Indonesia sesuai
dengan peraturan-peraturan yang diatur oleh Peraturan Pemerintah. Proses pendaftaran
hak atas tanah ini mencakup beberapa aspek, termasuk:
1. Menjalankan proses pengukuran, pemetaan, dan pencatatan data tanah.
2. Melakukan proses pendaftaran hak-hak atas tanah dan peralihan hak tersebut.
3. Memberikan dokumen tanda bukti hak yang sah sebagai bukti yang kuat dalam
perjanjian

Sesuai yang tercantum dalam Pasal 19 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang
Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria yang didalamnya mengamanatkan masyarakat
untuk menjalankan proses pendaftaran tanah dengan tujuan untuk memberikan
jaminan kepastian hukum dalam transaksi jual beli hak atas tanah. Dalam pelaksanaan
pendaftaran tanah, proses ini harus mengacu pada akta yang disusun oleh Pejabat
Pembuat Akta Tanah sesuai dengan ketentuan Pasal 37 ayat (1) dalam Peraturan
Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah.: “Peralihan Hak atas
tanah dan milik atas satuan rumah susun melalui jual beli, tukar menukar, hibah,
pemasukan data perusahaan dan perbuatan hukum terkait pemindahan hak karena
lelang hanya dapat diaftarakan jika dibuktikan dengan akta yang dibuat oleh PPAT
yang berwenang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku”.
Ketentuan hukum ini menegaskan bahwa untuk memperkuat transaksi dalam jual beli
hak atas tanah, bukti yang sah dan kuat harus diperoleh melalui pembuatan akta oleh
Pejabat Pembuat Akta Tanah.

Perbuatan jual beli hak guna tanah yang berlangsung secara informal dapat dijadikan
alat bukti yang sah dalam suatu transaksi hukum. Namun hal ini tidak dapat
memberikan kepastian hukum sepenuhnya kepada pembeli, kecuali jika transaksi
penjualan tanah tersebut dilakukan dan didukung dengan akta yang dibuat oleh Kantor
Pendaftaran Tanah. Pembelian dan penjualan hak guna lahan secara informal dapat
digunakan sebagai bukti, namun bukti ini tidak dapat digunakan sebagai bukti.
mempunyai kekuatan yang cukup untuk membuktikan peralihan hak guna tanah. Hal
ini sesuai dengan Pasal 37 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang
Pendaftaran Tanah, yang mewajibkan peralihan hak guna tanah harus didukung dengan
suatu akta yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah. Oleh karena itu, transaksi
jual beli hak guna tanah yang tidak sah secara resmi tidak dapat didaftarkan pada
Kantor Pertanahan. Apabila terjadi cacat atau permasalahan dalam transaksi jual beli,
maka akad jual beli tidak resmi ini dapat dijadikan alat bukti, namun alat bukti tersebut
mempunyai kekuatan pembuktian yang terbatas, oleh karena itu undang-undang
memberikan jaminan kepada pembeli dalam hal jual beli hak pakai cuma-cuma.

Meskipun transaksi dan perolehan hak guna tanah dilakukan secara sembunyi-
sembunyi. Akan tetapi perjanjian tersebut tetap menghormati rincian perjanjian dan
standar-standar perjanjian yang dituangkan dalam peraturan umum yang mengatur
bahwa suatu perjanjian harus bersifat membatasi dan menjadi peraturan bagi
perkumpulan yang menerima perjanjian tersebut sehingga yang ditandatangani.
persetujuan dapat dijadikan bukti. bahkan ketika kekuatan buktinya terbatas atau tidak
kuat. Keamanan hukum adalah jaminan kebebasan umum terhadap hambatan terhadap
kegiatan yang dilakukan oleh orang lain. Perjanjian jual beli yang dilakukan secara
rahasia dapat dijamin secara hukum dengan menyiratkan legitimasi ekspresi hukum
kebebasan berdagang di wilayah tersebut. Akad jual beli yang ditandatangani secara
diam-diam tidak mempunyai nilai pembuktian, sehingga jika tata cara peralihan hak
dan pendaftarannya dilakukan di Departemen Umum Administrasi Pertanahan, tidak
dapat diselesaikan karena tidak ada akta jual beli. perilaku membeli dan menjual.
Pencatat hak guna tanah.

Perlindungan hukum yang dapat dilakukan oleh pembeli pada saat perjanjanjian jual
beli adalah dengan terlebih dahulu memverifikasi adanya bukti kepemilikan atas
tanah/bangunan berdasarkan akad tersebut. Pembeli juga dapat meminta penjual untuk
memastikan bahwa pokok akad tidak tunduk pada tuntutan, penuntutan, atau
penyitaan, sehingga tanggung jawab ada pada penjual. Selain itu, pembeli juga
mewajibkan penjual untuk memberikan surat kuasa yang tidak dapat ditarik kembali.
Jika semua syarat untuk melakukan penjualan terpenuhi, maka pihak pembeli dapat
melakukan pemindahan hak walaupun pihak penjual tidak hadir dalam
penandatanganan akta jual belinya.

2. Apakah Akibat Hukum bagi Pembeli terhadap Jual Beli Hak Atas Tanah yang
dilakukan Secara Bawah Tangan

Dalam kehidupan masyrakat sehari-hari sering ditemui kegiatan jual beli tanah yang
dilakukan antara penjual dan pembeli dengan cara dibawah tangan artinya tanpa adanya
campur tangan oleh PPAT. Kegiatan jual beli ini hanya dibuktikan dengan selembaran
kwitansi sebagai bukti telah terjadi jual-beli. Jual beli dalam hal ini juga memenuhi
syarat pasal 1320 KUHperdata. Tetapi, untuk memperoleh peralihan hak milik atas
tanah (balik nama) maka pembeli harus mempunyai hak milik atas tanah yang dibuat
oleh PPAT karena peralihan hak atas tanah dalam jual beli harus dibuktikan dengan akta
yang dibuat oleh PPAT yang sudah di daftarkan sebelumnya. Akibat hukum bagi
pembeli terhadap peristiwa jual beli dibawah tangan adalah jual beli dengan penjual
tanpa akta PPAT tetaplah sah, karena sudah terpenuhinya syarat sahnya jual beli
menurut UUPA yaitu syarat materiil bersifat tunai terang, dan riil. Jual beli yang
dilakukan kedua belah pihak tersebut juga sudah memenuhi syarat jual beli menurut
pasal 1320 KUHPerdata yaitu syarat sahnya perjanjian. Akan tetapi pembeli tidak bisa
membalik namakan status sertifikat tanah tersebut dikarenakan ia hanya mempunyai
bukti transaksi pembayaran hanya dengan selemabr kwitansi tanpa adanya akta yang
dibuat oleh PPAT, karena pemindah tanganan hak atas tanah melalui jual beli harus
dibuktikan dengan akta tersebut. Apabila suatu timbul sengketa, maka kwitansi tersebut
masih bisa di sangkal dan bisa mempunyai kekuatan hukum jika diakui oleh kedua
belah pihak atau dikuatkan lagi dengan alat bukti lainnnya.

Hak Milik atas tanah dapat dipunyai oleh perseorangan warga Negara Indonesia dan
Badan-Badan hukum yang ditunjuk oleh pemerintah. Dalam menggunakan hak milik
atas tanah harus memperhatikan fungsi sosial atas tanah, yaitu dalam menggunakan
tanah tidak boleh menimbulakan kerugian bagi orang lain, penggunaan tanah harus
disesuaikan dengan keadaan dan sifat haknya, adanya keseimbangan antara
kepentingan pribadi dengan kepentingan umum, dan tanah harus di pelihara dengan
baik agar bertambah kesuburan dan mencegah kerusakan. Adapun akibat Hukum jual
beli Hak milik atast tanah kepada orang asing yang mana peralihan hak Milik atas tanah
dengan cara jual beli baik secara langsung maupun tidak langsung kepada oran asing,
kepada seseorang yang mempunyai dua kewarganegaraan atau kepada badan hukum
yang tidak ditunjuk oleh pemerintah adalah batal demi hukum dan tanahnya jatuh
kepada Negara. Dimana warga asing hanya berhak untuk memenuhi Hak Pakai untuk
peruntukan tanah di Indonesia, tetapi bukan hak milik. Hak milik pada dasarnya
diperuntukan bagi WNI saja yang berkewarganegaraan tunggal. Salah satu ciri Hak
Milik adalah bahwa hak tersebut dapa menjadi induk atas hak atas tanah yang lainnya,
misalnya Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai.

Adapula akibat yang disebabkan dalam hukum jual beli tanah pada peralihan hak milik
atas tanah yang belum lunas pembayarannya adalah sah secara jual beli, akan tetapi
apabila pembayaran harga tanahnya tersebut belum dilunasi terlebih dahulu maka
peralihan haknya dapat ditangguhkan (sesuai perjanjian pengikatan jual beli lunas).
Setelah pembayaran harganya dilunasi baru proses peralihan haknya dilanjutkan
(pembuatan Akta Jual Beli dan proses sertifikat). Maka dari pada itu untuk mewujudkan
adanya suatu kepastian hukum dalam setiap peralihan hak atas tanah , PP No.18 tahun
2021 sebagai peraturan pelaksana UUPA telah menentukan bahwa setiap perjanjian
yang bermaksud memindahkan hak atas tanah harus dibuktikan dengan suatu akta yang
dibuat oleh dan di hadapan PPAT.

Oleh karena itu, PPAT memiliki peranan penting dalam segala kegiatan peralihan hak
guna tanah. PPAT adalah orang yang menandatangani surat-surat jual beli, yang
kemudian digunakan sebagai alat bukti otentik untuk membuktikan telah terjadi
peralihan hak guna tanah melalui penjualan tersebut. Sedangkan penjualan tanah yang
menghormati hukum adat bersifat spesifik, moneter, nyata dan nyata. Artinya, peranan
PPAT dalam menjalankan fungsi hukum harus dilaksanakan secara substantif dan
bahwa untuk peralihan hak milik atas tanah yang belum dibayar lunas, PPAT harus
bersikap tegas untuk tidak melakukan Pembelian harus diinformasikan sebelum
pembayaran harga dibayar lunas meskipun metode pembayaran nya bertahap.

Kantor pertanahan bersangkutan seharusnya memastikan siapa pemilik tanah, letak ,


batas patok tanah, tersebut dengan memanggil para pemilik tanah serta para pemilik
tanah yang berbatasan dengan tanah si pemohon sehingga tidak terjadi kecurangan
maupun kelebihan atau kekurangan yang mengakibatkan kerugian bagi pihak-pihak
tersebut. Pengukuran dan penelitian tersebut adalah jenis data yang diperlukan untuk
kepastian suatu bidang tanah, yang terdiri atas:
a) Data Fisik (Fisik tanah), mengenai tanahnya, yaitu letak/lokasi, batasbatasnya,
luasnya bangunan dan tanaman yang ada di atasnya. Jadi berpatok pada letak,batas
dan luas (ada atau tidak bangunan di atas nya).
b) Data Yuridis (Yuridis Tanah) mengenai haknya; siapa pemilik/pemegang haknya,
kategori status hak tanah, ada atau tidak adanya hak-hak pihak lain yang
membebani

Prosedur dalam pengumpulan data fisik dan yuridis ini guna menjamin kepastian
hukum di bidang penguasaan dan pemilikan tanah faktor kepastian letak dan batas
setiap bidang tana, sehingga dapat menghindari tumpang tindih yang mengakibatkan
sertifikat ganda.

Berdasarkan dengan uraikan diatas yang dimulai dari Pengaturan dalam Peralihan Hak
milik atas tanah yang mana telah dibahas bahwa dalam melakukan peralihan melalui
jual beli tidak serta merta atau sembarangan melakukan transaksi, harus melalui
berbagai macam tahapan sebelum melakukan peralihan hak milik atas tanah agar tidak
timbulnya berbagai macam akibat dan juga masalah hukum lainnya dan memahami
lebih jelas akibat dalam peralihan tersebut.

KESIMPULAN

Sangatlah penting untuk mengetahui berbagai peralihan atau cara dalam mengalihkan
tanah secara legal atau dibenarkan oleh hukum. Pengalihan hak milik atas tanah
tersebut tergantung bentuknya dan sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.
Peraturan hukum yang ada untuk melindungi pembeli dalam transaksi jual beli hak atas
tanah secara langsung mengenai perlindungan hukum yang bersifat pencegahan dan
penindakan. Perlindungan hukum pencegahan didasarkan pada ketentuan yang terdapat
dalam Pasal 1491 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, yang menekankan bahwa
dalam transaksi jual beli, pihak penjual harus memberikan jaminan terlebih dahulu
bahwa kepemilikan atas tanah yang dijual itu aman dan tidak ada gangguan dari pihak
lain. Selain itu, pihak penjual juga harus memberikan informasi mengenai kondisi tanah
yang dijual, termasuk cacat-cacat atau kekurangan yang mungkin tersembunyi.
Perlindungan hukum represif merupakan tindakan hukum yang diberlakukan sebagai
respons terhadap pelanggaran hukum. Pendekatan hukum represif melibatkan
penegakan hukum yang mencakup berbagai jenis sanksi, seperti denda, penggantian
kerugian, penjara, hukuman tambahan, serta metode lain yang dapat digunakan untuk
menyelesaikan konflik atau sengketa melalui proses persidangan. Dalam konteks jual
beli hak atas tanah yang dilakukan secara tidak resmi, perlindungan hukum bisa
diberikan, meskipun bukti-bukti yang ada mungkin belum cukup kuat atau kurang
sempurna. Akibat hukum bagi pembeli yang terlibat dalam transaksi hak Akibat hukum
bagi pembeli yang terlibat dalam transaksi hak atas tanah secara rahasia adalah tidak
dapat mendaftarkan peralihan hak atas tanah atau memulai proses perubahan nama pada
sertifikat di Kantor Pertanahan setempat. Selain itu, para pembeli ini juga tidak
mempunyai alat bukti yang kuat apabila timbul perselisihan atau permasalahan hukum
lainnya mengenai tanah yang mereka beli. Selain itu, mereka tidak dapat menggunakan
sertifikatnya sebagai jaminan untuk memperoleh kredit secara mandiri; sebaliknya,
mereka harus melibatkan pihak yang menjual tanah tersebut.
DAFTAR PUSTAKA

BUKU

Arba, M. 2021. Hukum Agraria Indonesia. Jakarta: Sinar Grafika

Santoso, Urip. 2006. Hukum Agraria dan Hak-Hak atas tanah. Jakarta : Kencana,
Cetakan Ke.2

Harsono, Boedi. 2003. Hukum Agraria Indonesia Sejarah Pembentukan Undang-


Undang Pokok Agraria. Jakarta

JURNAL

Mahesa, K. H., Setianto, M. J., & Dantes, K. F. 2023. Perlindungan Hukum Dalam Jual
Beli Tanah Di Bawah Tangan Berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun
1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria. Jurnal Ilmu Hukum Sui
Generis, Vol.3, No.4

Patahuddin, M. K. 2023. Pengaturan Terhadap Peralihan Hak Milik Atas Tanah Melalui
Jual Beli Tanah Menurut Uu No. 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar
Pokok-Pokok Agraria. Lex Administratum, Vol.11, No.1

Sadewo, J. 2019. Perlindungan Hukum Bagi Para Pihak Dalam Jual Beli Tanah Dengan
Akta Di Bawah Tangan. Sol Justicia, Vol.2. No2.

Anda mungkin juga menyukai