Anda di halaman 1dari 4

Hukum mengenai jual beli tanah ini di Indonesiaa sudah diatur dalam Undang- Undang

Pokok Agraria (UUPA) yang berlaku sejak tanggal 24 september 1960. UUPA adalah
undang-undang yang mempergunakan Hukum adat sebagai sumber pembentukan hukum.
Dalam hukum adat jual beli adalah bentuk perikatan atau perjanjian yang bersifat terang dan
tunai. Sifat terang ditunjukan dengan adanya itikad baik dari kedua belah pihak, kemudian
perjanjian itu dibuat dan disaksikan oleh pihak-pihak yang berkepentingan. Sedangkan sifat
tunai ditunjukan dengan penyerahan secara fisik dan pada saat itu diserahkan pula uang
pengganti sebagai pengganti nilai jual tanah

JUAL LEPAS

Sutedi Adrian (2014:74) dalam bukunya yang berjudul “Peralihan Hak Atas Tanah dan
Pendaftarannya” mengatakan jual lepas tanah merupakan proses pemindahan hak atas tanah
yang bersifat terang dan tunai, dimana semua ikatan antara bekas penjual dan tanahnya
menjadi lepas sama sekali.

Sedangkan menurut Perangin (1994:16) jual lepas tanah adalah proses jual beli tanah yang
dilakukan oleh penjual dan pembeli dimana semua ikatan antara bekas penjul dan tanahnya
menjadi lepas sama sekali.

Menurut Ngani (2012:61) Jual lepas diartikan sebagai perpindahan tanah untuk selama-
lamanya dengan menerima sejumlah uang yang dibayar secara tunai.

Berdasarkan pendapat para ahli diatas maka dapat disimpulkan bahwa jual lepas adalah
tindakan pemindahan ha katas tanah yang bersifat terang dan tunai dimana tidak ada lagi
ikatan antara bekan penjual dengan tanahnya.

Biasanya pada jual lepas calon pembeli memberikan suatu tanda jadi sebagai pengikat yang
disebut panjer, meskipun sudah ada panjer perjanjian pokok belum terlaksana hanya dengan
panjer semata-mata. Dengan demikian panjer disini fungsinya hanya sebagai tanda jadi akan
dilaksanakan jual beli. Apabila telah ada panjer konsekuensinya manakala jual beli tidak jadi
dilaksanakan, akan ada dua kemungkinan yaitu bila ingkar si calom pembeli maka panjer
tersebut menetap pada si calon penjual, bila keingkaran itu pada pihak si calon penjual, maka
ia harus mengembalikan panjernya pada si calon pembeli. Adakalanya bahkan panjer bisa
dua kali lipat.
Dalam hukum adat biasanya jual beli tanah dilakukan didepan ketua Adat (Desa), dimana
tidak hanya sebagai saksi tetapi kepala adat juga menjadi penanggung bahwa jual beli
tersebut tidak melanggar. Dengan demikian pembeli mendapat pengakuan dari masyarakat
sebagai pemilik tanah yang bersangkutan dan akan mendapatkan perlindungan hukum jika
kemudian hari ada gugatan dari pihak yang menganggap jual beli tanah tersebut tidak sah.
Dalam hukum adat istilah jual beli sering disebut Jual lepas, Perangin (1994: 16)

Fungsi panjer:

a. Pembicaraan yang mengandung janji saja tidak mengakibatkan suatu kewajiban. Tetapi
adakalanya janji lisan yang diikuti dengan pembayaran sesuatu (uang/benda) dapat
menimbulkan suatu kewajiban, namun hanya ikatan moral untuk berbuat sesuatu, misalnya
untuk menjual atau untuk membeli.

b. Tanpa panjer orang merasa tidak terikat .sebaliknya dengan panjer orang merasa
mempunyai ikatan moral untuk melaksanakan apa yang ditentukan dalam janji tadi.

c. Perjanjian pokok (jual beli) belum terlaksana hanya dengan pemberian panjer. Setelah
tidak digunakannya hak ingkar oleh para pihak jual beli baru dapat dilaksanakan.

JUAL GADAI

Secara umum jual gadai merupakan suatu transaksi yang dilakukan berdasarkan adat
istiadat dan kebiasaan oleh masyarakat dalam bentuk lisan berdasarkan kata sepakat,
kepercayaan serta itikad baik melalui penyerahan tanah dari salah satu pihak kepada pihak
lain dengan maksud untuk dikuasai dalam jangka waktu tertentu dengan diikuti pembayaran
sejumlah uang tertentu secara tunai serta adanya hak bagi penerima gadai untuk menebus
kembali tanah yang telah dijual gadaikan kepada pemberi gadai. Dalam hal ini keberadaan
hak unuk menebus kembai menjadi salah satu karakteristik dari transaksi jual gadai (adol
sende)

Menurut Undang-Undang Nomor 56 Prp Tahun 1960 yang dimaksud dengan gadai
adalah hubungan antara seseorang dengan tanah kepunyaan orang lain yang mempunyai
hutang kepadanya. Selama utang tersebut belum dibayar secara lunas maka tanah tetap
berada dalam penguasaaan si pemegang hak gadai. Ada pun maksud daripada penguasaan
tanah oleh si pemberi gadai adalah agar si pemberi gadai dapat memanfaatkan tanah dan
mengambil hasil dari pemanfaat tersebut sebagai pengganti dari bunga atas pinjaman uang
yang telah diberikannya kepada si penjual gadai. Intinya, kepemilikan ekonomis sepenuhnya
mutlak pada si penerima gadai, dan pemberi gadai tidak berhak sedikitpun atas nilai
ekonomis yang terkandung dalam objek gadai walaupun secara yuridis objek tersebut
merupakan milik si pemberi gadai. Apabila hal ini dikaitkan dengan jangka

Pelaksanaan transaksi jual gadai (adol sende) ini pada satu sisi merupakan salah satu
upaya bagi masyarakat dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya. Seorang anggota
masyarakat yang terdesak oleh kebutuhan ekonomi dapat melakukan transaksi jual gadai
(adol sende)

Penetapan Pasal 7 Undang-Undang Nomor 56 Prp.1960 merupakan upaya yang


dilakukan oleh pemerintah dalam rangka mengatasi kemunculan unsur pemerasan dalam
praktik jual gadai tanah pertanian. Pasal 7 undang-undang ini pada intinya mewajibkan bagi
pihak penerima gadai yang telah melakukan penguasaan atas tanah gadai selama tujuh tahun
atau lebih untuk mengembalikan penguasaan atas tanah kepada pihak penggadai. Pengaturan
demikian dimaksudkan demi terwujudnya perlindungan hukum khususnya bagi pihak
penggadai yang pada umumnya memiliki kedudukan lebih lemah di bidang ekonomi apabila
dihadapkan dengan pihak penerima gadai.

Apabila dikaitkan dengan hukum perjanjian sebagaimana dikenal dalam hukum


perdata maka perjanjian jual gadai merupakan transaksi atas tanah yang bersifat perbuatan
hukum dua pihak, dengan mana pihak yang satu menyerahkan kebendaan untuk dikuasai
pihak lain dengan menerima pembayaran tunai, akan tetapi si pemilik kebendaan tetap
memiliki hak untuk menebus kembali di kemudian hari. Sementara itu yang dimaksud
dengan kebendaan dalam hal ini dapat meliputi hak kebendaan atas tanah saja, rumah saja ata
hak kebendaan atas tanaman yang berada di atas tanah. Hal demikian dapat dipahami
mengingat konsep hak milik dalam hukum adat menganut asas pemisahan horizontal.

JUAL TAHUNAN

Jual tahunan merupakan suatu perilaku hukum yang berisikan penyerahan hak atas
sebidang tanah tertentu kepada subyek hukum lain, dengan menerima sejumlah uang tertentu
dengan ketentuan bahwa sesudah jangka waktu tertentu, beberapa tahun/beberapa kali panen
(menurut perjanjian). maka tanah tersebut akan kembali dengan sendirinya tanpa melalui
perilaku hukum.

Jual tahunan dan atau adol tahunan. Pada jual tahunan atau adol tahunan, pemilik
tanah pertanian menyerahkan tanahnya untuk digarap dalam beberapa kali masa panen
kepada pihak lain (pembeli) dengan pembayaran sejumlah uang yang besarnya ditentukan
atas dasar kesepakatan antara pemilik tanah dengan pembeli. Setelah beberapa kali masa
panen sesuai kesepakatan kedua belah pihak, tanah pertanian diserahkan kembali oleh
pembeli kepada pemilik tanah (Urip Santoso, 2010:359-360).

Datar Pustaka

Perangin, Efendi. 1994. Hukum Agraria Di Indonesia, Suatu Telaah dari Sudut Pandang
Praktisi Hukum. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada

Sutedi, Adrian. 2014. Peralihan Hak Atas Tanah dan Pendaftarannya. Jakarta: Sinar Grafika

Santoso, U. 2009, Hukum Agraria dan Hak-hak atas Tanah, Jakarta: Prenada Media

Anda mungkin juga menyukai