Anda di halaman 1dari 6

ESSAY

PRAKTIK GADAI TANAH DI DUSUN RARANI DESA KABULOANG


KECAMATAN KALUKKU

Disusun Oleh:
Masliani
2020101001
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS AL-ASYARIAH MANDAR
TAHUN AJARAN 2022-202
A. PENDAHULUAN

Gadai tanah pertanian merupakan suatu transaksi antara dua belah pihak yang saling sepakat
dengan adanya pemberian sejumlah uang dan penyerahan tanah pertanian sebagai jaminan untuk
dikelola oleh pemberi uang. Gadai tanah pertanian diatur dalam Undang – Undang Nomor 5 Tahun
1960 tentang Peraturan Dasar Pokok - Pokok Agraria (UUPA). Jika waktu gadai berlangsung telah
mencapai 7 tahun, maka tanah tersebut kembali kepada pemiliknya tanpa ada uang tebusan. Jika
pemegang hak gadai tidak melaksanakan kewajiban mengembalikan tanah tersebut setelah 7 tahun,
maka pemberi hak gadai dapat mengajukan gugatan kepada Pengadilan Negeri setempat, sehingga
pemegang hak gadai dapat dijatuhkan hukuman oleh hakim yang diatur dalam Pasal 10 Undang –
Undang Nomor 56 Prp Tahun 1960 tentang Penetapan Luas Tanah Pertanian.

Dalam rangka membentuk masyarakat tani yang sejahtera,perlu adanya masyarakat tani
yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila,Undang Undang No 5 tahun 1960 Tentang Undang
Undang Pokok Agraria yang menetapkan dalam Pasal 7 bahwa supaya tidak merugikan
kepentingan umum,maka pemilikan tanah yang melampui batas tidak diperkenankan . Dimana
dalam penjelasan Pasal 7 ini azas yang menegaskan dilarangnya “Groos Grand Bezet” yang
dirumuskan dalam pasal 17 UUPA dirumuskan sebagai suatu azas yang pada dewasa ini sedang
menjadi dasar dari perubahan dalam struktur penguasaan tanah hampir diseluruh dunia,yang
disebut dengan “Land Reform” atau “Agrarische Reforms”.Demikian pula dalam Pasal 10 ayat
(1) maupun ayat (2) tanah pertanian dalam arti tanah pertanian dikerjakan atau diusahakan secara
aktif oleh pemiliknya,maka perlu diadakan ketentuan ketentuan tentang batas maximum dan
minimum tentang luas tanah yang dapat dimiliki oleh seorang tani,agar supaya mereka
memperoleh penghasilan yang cukup untuk hidup layak bagi diri sendiri dan keluarganya.
Sebagian orang mempunyai tanah yang berlebih lebihan sedang yang sebagian besar
lainnya tidak mempunyai tanah atau tidak cukup tanahnya,ini bertentangan dengan azas
sosialisme Indonesia,yang menginginkan pembagian yang merata atas sumber penghidupan
rakyat tani yang berupa tanah,agar ada pembagian yang adil dan merata pula dari hasil tanah
pertanian.2 Sehingga terciptalah kesejahteraan masyarakat yang berkeadilan berkemakmuran
secara merata. Dikuasainya tanah tanah yang sangat luas ditangan sebagian kecil petani,
membuka juga kemungkinan untuk dilakukannya praktek praktek pemerasan dalam segala
bentuknya (gadai,bagi hasil, maupun transaksi yang lainnya),karena pemilik modal sangat
dominan untuk menentukan isi transaksi jika dibandingkan dengan petani gurem yang tidak
bertanah,jelas ini sangat bertentangan dengan prinsip prinsip tujuan dari didirikannya Negara
Indonesia.
Undang Undang No. 5 Tahun 1960 Tentang Undang Undang Pokok Agraria, dalam
rangka rangka pembangunan masyarakat yang sesuai dengan azas sosialisme
Indonesia,memandang perlu adanya batas maksimum atas tanah pertanian yang dikuasai oleh satu
keluarga,baik dengan hak milik maupun hak lainnya termasuk hak gadai.Luas batas maksimum
tersebut menurut Undang Undang Pokok Agraria (UUPA) harus ditetapkan dengan peraturan
perundang undangan dalam waktu yang singkat ( Pasal 17 ayat 1-2 )Tanah tanah pertanian yang
merupakan kelebihan maksimum tersebut diambil oleh pihak pemerintah dengan cara
memberikan ganti kerugian,yang selanjutnya dibagikan kepada rakyat tani yang membutuhkan
menurut ketentuan (Pasal 17 ayat 3)3 .Dengan demikian maka pemilikan tanah pertanian
selanjutnya akan lebih merata.Pelaksanaan pembagian tanah kelebihan ini diutamakan untuk

2
petani penggarap dari tanah yang bersangkutan,karena sudah ada hubungan hukum mulai sejak
awal.
Menurut Undang Undang Pokok Agraria dalam Pasal 17 ini mengnai luas maksimum dan
minimum ini harus diatur dengan peraturan perundang undangan,oleh karena itu diserahkan pada
kebijakan pemerintah,apakah hal ini akan diatur dengan peraturan pemerintah atau pemerintah
bersama sama dengan Dewan Perwakilan Rakyat berdasarkan undang – undang.Mengingat akan
pentingnya masalah ini,pemerintah berpendapat,untuk permasalahan ini sebaiknya diatur dengan
peraturan yang bersifat undang undang.
Dalam aturan ini juga diatur tentang gadai tanah pertanian,yang dimaksud dengan gadai
adalah hubungan hukum antara seseorang dengan tanah kepunyaan orang lain,yang telah
menerima uang gadai dari padanya,Selama uang gadai belum dikembalikan, tanah tersebut
dikuasai oleh “pemegang gadai”.Selama itu hasil tanah menjadi hak pemegang
gadai.Pengembalian uang gadai atau yang lazim disebut “penebusan”tergantung pada kemauan
dan kemampuan pemilik tanah yang menggadaikan.
Sedangkan Eddy Ruchiyat,Hak Gadai (Gadai Tanah) adalah penyerahan sebidang tanah
milik seseorang kepada orang lain,untuk sementara waktu yang sekaligus diikuti dengan
pembayaran sejumlah oleh pihak lain secara tunai sebagai uang gadai dengan ketentuan bahwa
pemilik tanah baru memperoleh tanahnya kembali apabila melakukan penebusan dengan
sejumlah uang yang sama.

B. PEMBAHASAN
Dalam pelaksanaan gadai tanah pertanian yang terjadi ditengah tengah
masyarakat,banyak berbagai corak dan ragam tatacara pelaksanaanya,hal semacam ini tergantung
pada jenis perjanjian antara pihak yang menggadaikan dengan pihak yang membeli gadai,dan ini
merupakan suatu hal yang baru dalam pelaksanaan gadai tanah pada masyarakat pedesaan yang
bersifat agraris.
Setelah diberlakukannya Undang Undang No 56 Tahun 1960 Tentang Penetapan Luas
Tanah Pertanian,yang didalammnya juga mengatur tentang gadai,maka untuk menghindari
penerapan aturan diatas digunakan berbagai.istilah jual dengan hak membeli kembali,beli
pinjaman,pinjam uang dengan jaminan,namun kesemuanya istilah ini memiliki pengertian yang
sama dengan gadai yakni pemilik tanah melepaskan hak garapnya dengan mendapatkan uang dari
pemegang gadai dan hak garap itu akan kembali kalu sudah membayar/mengembalikan uang
yang jumlahnya sama kepada pemegang gadai.di beberapa daerah juga dikenal juga gadai dimana
hasil tanahnya berapa pembayaran hasil panen yang telah ditentuka jumlahnya,misalnya 50 zak
gabah yang harus disetorkan kepada pemegang gadai dan ini merupakan angsuran.Gadai ini
dinamakan “Jual Gangsur”.Berbeda dengan gadai biasa,dalam gadai jual gangsur ini setelah
melewati jangka waktu tertentu sesuai dengan kesepakatan,tanahnya akan kembali kepada
penggadai tanpa membayar uang tebusan.
Untuk menentukan besarnya uang gadai biasanya disesuaikan dengan luas tanah,tingkat
kesuburan dan tak kalah pentingnya dalam menentukan besarnya uang gadai adalah kebutuhan
uang dari pemilik tanah (penggadai),karena seseorang menggadaikan tanahnya jika ia berada
dalam keadaan yang sangat mendesak,misalnya untuk pengobatan,untuk hajatan
perkawinan.Biasanya pemilik tanah lebih suka menyewakan tanahnya dari pada gadai. Kalau

3
disewakan sampai pada jangka waktu yang ditentukan,maka tanah akan kembali tanpa
tebusan,hanya dalam sewa uang yang diperoleh lebih kecil.
Gadai dapat berlangsung terus sepanjang penggadai masih belum melakukan
pengembalian uang,bahkan dapat beralih pada ahli waris pemegang gadai,sehingga terjadi gadai
tanah yang berlangsung sampai puluhan tahun,keadan yang demikian ini jelas hak gadai memiliki
sifat pemerasan,dikarenakan si pemilik tanah belum dapat menebus kembali tanahnya,maka
selama itu pula pemegang gadai masih menguasai tanah tersebut dan pemegang gadai tetap dapat
menikmati hasil atau mengambil manfaat dari tanah yang bersangkutan,bahkan bisa jadi hasilnya
bisa jadi lebih besar dari jumlah uang yang diberikan kepada pemilik tanah pada saat tran saksi
jual gadai tanah, atau sifat eksploitasi ini karena hasil yang diterima pemegang gadai dari tanah
yang bersangkutan pada umumnya lebih besar dari pada apa yang merupakan bunga yang layak
dari uang gadai yang diterima pemilik gadai
Pelaksanaan perjanjian gadai tanah (kalukku: pattaggang tampo ) di masyarakat
Kec.kalukku pada kenyataannya tidak mengikuti ketentuan Pasal 7 Perpu No. 56 Tahun 1960
tentang Penetapan Luas Tanah Pertanian, di mana pemilik barang gadai tetap berkewajiban
mengembalikan uang tebusan. Begitu pula perjanjian gadai atas tanah dilaksanakan hanya secara
lisan (tidak ada bukti tertulis) dan tidak adanya saksi. Lazim pula pelaksanaan gadai atas tanah
kemudian berubah (diteruskan) menjadi jual beli, yang dalam istilah adat kebiasaan masyarakat
setempat disebut dengan dipaalii’ . Jika terjadi permasalahan hukum di kemudian hari,misalnya
salah satu pihak wanprestasi (ingkar janji) atau mengingkari kesepakatan yang pernah mereka
lakukan, maka penyelesaian secara kekeluargaan biasanya ditempuh walau tidak mudah diatasi,
sehingga harus juga dibawa ke pengadilan. Hakim yang menangani kasus demikian seyogianya
mencermati adanya latar belakang perjanjian demikian. Dalam putusan No.
34/Pdt.G/2007/PN.WTP ini, penulis mengindikasikan adanya jual beli tanah yang disebut awal
perjanjiaan awalnya di gadai tapi si penggadai tidak sanggup mengembalikan uang yang telah
diberikan akhirnya memiloh jalan untuk menjual tanahnya ke orang yang telah menggadai
Berikut adalah beberapa pertanyaan yang saya ajukan ketika saya mewawancarai salah
satu orangtua dirarani kecamatan kalukku tentang gadai tanah yang dilakukan
1.bagaimana Praktik Gadai Tanah di wilayah rarani kecamatan kalukku
2. Bagaimana Kesepakatan Gadai Tanah yang Disepakati apakah sesuai dengan isi
perjanjiannya ?
3. apa saja isi perjanjian dalam melakukan gadai tanah yang dilakukan
4. apakah perjanjian dilakukan secara lisan atau tulisa?
5. apa keterangan dari penggadai mengapa dia menggadaikaan tanahnya
6. bagaimana akhir dari perjanjian gadai tanah ini?
Dari pertanyaan yang saya ajukan maka diapun memberi pernyataannya sesuai dengan
apa yang ia sepakati dalam melakukan gadaoi tanah
1. Pertama itu di wilayah rarani dalam melakukan praktik gadai tanah tidak sesuai
dengan pasal 53 ayat (1) undang-undang nomor 5 tahun 1960 tentang peraturan
dasar pokok-pokok agraria (selanjutnya disebut UUPA) jadi dalam melakukan
praktik gadai tanah hanya mengandalkan perjanjian yang tidak terdapat dalam
UUPA

4
2. Menurut keterangan yang saya dapatkan perjanjian yang diucapkan tidak sesuai
atau dalam hal sang penggadai melakukan ingkar janji kepada orang yang telah
memberinya uang dalam kata lain sang peggadai tidak mampu mengembalikan
uang yang telah di berikan kepadanya
3. Dalam hal perjanjian dari keterangan bapak herwan beriakn keda saya.bahwa
perjanjian yang mereka lakukan berisi “berikan saya uang senilai 5,000,000
selama waktu 5 bulan dan yang saya gadaikan yaitu berupa kebun saya “ si
penggadai pun mengatakan bahwa “ tidak ada pembagian hasil dari semua buah-
buahan yang terdapat di kebun tersebut “ dan penggaddai juga mengatakan “
saya berjanji saya akan melunasinya pada 5 bulan yang akan datang “
4. Menurut keterangan yang saya dapatkan yaitu perjanjian hanya dilakukan secara
lisan tanpa ada tulisan di atas kertas
5. Dari keterangan yang saya dapatkan yaitu penggadai melakuan hal tersebut
karna dilatar belakangi oleh kebutuhan obat dan biaya masuk rumah sakit.
6. Akhir dari perjanjian gadai tanah ini yaitu si penggadai tidak dapat
mengembalikan uang yang telah diberikan dan ditengah-tengah perjanjiannya
sang peng gadai di pabggil sang pencipta atau dalam artiaan meninggal dunia.
Sebelum penggadai ini meninggal ia sempat meninggalkan wasiat bahwa tersebut
jika ia ingin mengambil tanah tersebut maka ia harus menmbah uang sebesar “10
jita”.

Gadai dapat berlangsung terus sepanjang penggadai masih belum melakukan


pengembalian uang,bahkan dapat beralih pada ahli waris pemegang gadai,sehingga
terjadi gadai tanah yang berlangsung sampai puluhan tahun,keadan yang demikian ini
jelas hak gadai memiliki sifat pemerasan,dikarenakan si pemilik tanah belum dapat
menebus kembali tanahnya,maka selama itu pula pemegang gadai masih menguasai tanah
tersebut dan pemegang gadai tetap dapat menikmati hasil atau mengambil manfaat dari
tanah yang bersangkutan,bahkan bisa jadi hasilnya bisa jadi lebih besar dari jumlah uang
yang diberikan kepada pemilik tanah pada saat tran saksi jual gadai tanah, atau sifat
eksploitasi ini karena hasil yang diterima pemegang gadai dari tanah yang bersangkutan
pada umumnya lebih besar dari pada apa yang merupakan bunga yang layak dari uang
gadai yang diterima pemilik gadai.
Demikian pula kenyataan yang diketemukan pada pelaksanaan gadai pada masyrakat
petani di pedesaan,penjual gadai yang tidak mampu melakukan penebusan atas tanah
yang digadaikan,bahkan mereka sering meminta tambahan uang gadai kepada pembeli
gadai yang akhirnya kalau sudah terlalu banyak uang gadai yang diterima oleh pembeli
gadai,mereka biasanya menjual lepas tanah yang menjadi objek hak gadai kepada
pemegang gadai,dimana pemegang hak gadai hanya menambah sisa uang harga tanah
yang telah disepakati.Dalam pemindahan hak yang berdasarkan atas jual beli ini harus
mentaati prosedur pemindahan hak sebagaimana diatur dalam PP No 24 Tahun 1997
Tentang Pendaftaran Hak Atas Tanah dan Atas Satuan Rumah Susun agar tidak
menimbulkan persoalan hukum dikemudian hari.

C. KESIMPULAN

5
Hak gadai atas tanah pertanian yang dikuasai oleh pemegang gadai,dimana hak ini
dinyatakan seabagai hak yang bersifat sementara menurut Pasal 53 UUPA dan dinyatakan akan
dihapus dalam waktu dekat,karena mengandung unsur eksploitasi/pemerasan,oleh karena itu
sebelum penghapusan ini dilaksanakan,maka dalam pelaksanaannya perlu dibatasi sehingga tidak
menimbulkan kerugian bagi penggadai,untuk itu pemerintah mengeluarkan Undang Undang
No.56 Pnrp tahun 1960,yang didalam terdapat aturan yang membatasi pelaksanaan gadai.
Dari banyak kasus yang terjadi disini perlu dilakukan pengajaran kepada desa-desa agar
tidak melakukaan gadai tanah yang tiidak sesuai dengan dengan ketentuan undang-undang karna
bisa jadi dapat menjadi konflik yang dapat merusak hubunga sesama umat manusia.
Berdasarkan penelitan tersebut bahwa yang terjadi di rarani kecamatan kalukku dalam hal
menggadai tanah umumnya dilakukan atas dasar rasa kemanusian dan tolong menolong antara
sesama .

D. SARAN
Dala hal melakukan penelitan yang saya lakukan yang harus di perbaiki antara bapak
herwan dan ibu almarhuma adalah bapak herwan seharusnya menghubungi ahli waris dari pihak
penggadai agar di berikan solusi apakah sebaiknya menambah uang agar menjadi hak milik atau
mengembalikan uang yang telah di berikan .
Dalam hal penelitian ini saya menegaskan kepada beberapa masyarakat agar dalam
melakukan gadai tanah untuk memberikan bukti secara lisan dan sesuai dengan ketetapan yang
sudah di ditetapkan menurut undang-undang.

E. Daftar pustaka
1. https://unars.ac.id/ojs/index.php/fenomena/article/view/863#:~:text=Gadai%20tanah
%20pertanian%20diatur%20dalam,pemiliknya%20tanpa%20ada%20uang%20tebusan
2. https://jurnal.komisiyudisial.go.id/index.php/jy/article/view/153
https://onesearch.id/Record/IOS3952.2365/Details
3. https://repository.ung.ac.id/skripsi/show/271410006/penyelesaian-perjanjian-gadai-tanah-
dalam-prakteknya-di-desa-boalemo.html

Anda mungkin juga menyukai