Anda di halaman 1dari 13

Landreform

Landreform berasal dari kata dalam bahasa Inggrisland (tanah) dan reform (perubahan).
Landreform berarti perubahan dasar atau perombakan untuk membentuk, membangun, menata
kembali struktur tanah pertanian. Jadi, landreform adalah perombakan struktur pertanian lama
dan pembangunan struktuk pertanian yang baru.
Menurut Coken, S.I. dikutip oleh Lufti I Nasoetion (2002:8), agrariareformadalah upaya
yang luas dari pemerintah yang mencakup berbagai kebijakan pembangunan melalui redistribusi
tanah, berupa peningkatan produksi, kredit kelembagaan, pajak pertanahan, kebijakan
penyakapan dan upah, pemindahan dan pembukaan tanah baru. Landreform adalah sebuah
program yang berisikan redistribusi drastis atas pemilikan dan pendapatan melalui pengorbanan
kaum tuan tanah, yang meliputi seluruh atau sebagian dari unsur-unsur, redistribusi tanah kepada
msayarakat tak bertanah, jaminan pengaturan pembiayaan yang layak bagi pembelian tanah
penyakapan, jaminan penguasaan dan penyakapan tanah yang adil, bimbingan teknis, perkreditan
yang baik, fasilitas pemasaran, dan lain-lain.
Landreform menurut Boedi Harsono (1962:278) dalam bukunya hukum agraria di
Indonesia, sejarah penyusunan, isi dan pelaksanaannya meliputi perombakan mengenai
pemilikan dan penguasaan tanahsertahubungan-hubungan hukum yang bersangkutan dengan
penguasa tanah. Landreform di Indonesia dibagi dua bagian yakni:
1. Landreform dalam arti luas, yang dikenal dengan istilah agrarian reform (pasca program)
terdiri dari:
a. Perombakan hukum agraria.
b. Penghapusan hak-hak asing dan konsensi-konsensi kolonial atas tanah.
c. Mengakhiripenghisapan feodal.
d. Perubahan pemilikan dan penguasaan tanah serta hubungan hukum yang berkaitan
degan penguasaan tanah landrefom dalam arti sempit.
e. Perencanaan persediaan peruntukan danpenguasaan bumi,air, dan kekayaan yang
terkandung di dalamnya. Kelima program ini dapat diartikan landreform dalam arti
luas.
2. Landreform dalam arti sempit menyangkut perombakan mengenai pemilikan dan
penguasaan tanah serta hubungan-hubungan hukum yang bersangkutan dengan
pengusahaan tanah. Selanjutnya ketentuan ini akan digunakan dalam cara yang lebih
terbatas yang mengarah pada program pemerintah menuju pemerataan kembali pemilikan
tanah.
Hukum agrarian nasional menganut landreform dalam arti luas, yaitu program tindakan
yang saling berhubungan dan bertujuan untuk menghilangkan penghalang di bidang ekonomi
dan social yang timbul dari kekurangan yang terdapat dalam struktur pertanahan.Berkenaan
dengan itu pengertian landreform yang dianut oleh hukum agraria nasional, maka landreform di
Indonesia meliputi:
1. Larangan menguasai tanah pertanian yang melampaui batas.
2. Larangan memiliki tanah secara absentee.
3. Redistribusi tanah kelebihan dari batas maksimum, tanah yang terkena ketentuan
absentee, tanah bekas swapraja dan tanah negara lainnya.
4. Pengaturan soal pengembalian dan penebusan tanah pertanian yang digadaikan.
5. Pengaturan kembali perjanjian bagi hasil tanah pertanian.
6. Penetapan batas minimum pemilikan tanah pertanian disertai larangan melakukan
perbuatan yang mengakibatkan pemecahan pemilikan tanah pertanian menjadi bagian-
bagian yang terlampau kecil.
7. Usaha-usaha lain yang merupakan tindak lanjut dari program landreform sebelumnya
yang meliputi:
a. Pengaturan hubungan kerja dibidang penggarapan tanah atau bagi hasil.
b. Pemberian kredit.
c. Intensifikasi.
d. Ekstensifikasi/pencetakan sawah baru.
e. Transmigrasi.
f. Koperasi pertanian (KUD).
g. Industrialisasi.
Program poin 1 sampai dengan 6 merupakan program yang berkaitan dengan masalah
hukum yang menjadi fokus pembahasan hokum agrarian. Sedangkan poin 7 lebih banyak
menyangkut masalah sosial ekonomi,pembahasannya hanya bersifat pelengkap untuk
memperluas cakrawala pengetahuan dalam rangka kajian hukum agraria nasional.
Latar Belakang Landreform
Untuk mengetahui arti pentingnya pelaksanaan landreform dapat diketahui melalui
sejarah pembentukaanya. Awal munculnya gerakan landreform pertama terjadi di daratan Eropa
bersamaan dengan munculnya Revolusi Perancis. Gerakan lanreform muncul sebagai akibat
tidak adanya keadilan sosial dalam masyarakat petani. Perbedaan kehidupan antara para petani
dan tuan-tuan tanah terlalu menyolok sehingga menimbulkan kesadaran dari para petani untuk
bangkit dan menuntut keadilan sosial, kemerdekaan dan emansipasi(penghargaan yang sama atas
dasar kesamaan kedudukan), seperti halnya dimiliki oleh para tuan-tuan tanah.
Terhadap kepemilikan dan penguasaan tanah pada waktu itu banyak terjadi ketimpangan-
ketimpangan dalam struktur pertanahan. Terdapat jumlah minoritas yang memiliki tanah secara
berlebihan yang disebut tuan-tuan tanah, sedangkan petani sebagai penduduk mayoritas yang
memiliki tanah dalam jumlah yang sangat terbatas, bahkan banyak yang sama sekali tidak
mempunyai tanah (buruh tani). Ketimpangan-ketimpangan ini disebabkan oleh karena hukum
pertanahan setempat memang memungkinkan pemilikan tanah pertanian dalam jumlah yang
tidak terbatas, sehingga keadaan ini akan menimbulkan jurang pemisah antara tuan-tuan tanah
dengan para petani.
Penderitaan yang dialami oleh mayoritas petani di daratan Eropa pada akhirnya mampu
membangkitkan keadaan mereka untuk secara bersama-sama menuntut apa yang menjadi hak
mereka agar bias hidup lebih layak sebagai seorang petani, yakni dengan jalan memiliki tanah
sendiri. Namun dalam perkembangannya tuntutan ini memiliki muatan politis, yaitu agar mereka
bias terlepas dari belenggu ikatan tuan-tuan tanah, sehingga dapat diakui sama halnya dengan
tuan-tuan tanah.
Tuntutan para petani demikian menggeloranya sehingga mampu menggoyahkan
kedudukan tuan tanah. Bahkan tuntutan itu meluas ke Eropa Tengah dan setelah Perang Dunia I
merembet pula ke Eropa Timur, terutama di Rusia. Di negara ini landreform akhirnya
dilaksanakan secara konsekuen dan berhasil. Semenjak itu para petani di negara-negara benua
Eropa pun akhirnya mulai berjuang mengikuti jejak petani di Eropa yang telah berhasil
melaksanakan landreform. Akhirnya gerakan landreform menjadi gerakan dunia termasuk di
negara-negara berkembang, termasuk Indonesia.
Di Indonesia gerakan landreform sebelum tahun 1960 tidak pernah terdengar. Ini bukan
berarti bahwa Indonesia petanitelah mendapatkanhak-haknya secara layak sebagaimana halnya
warga negaralain. Pemberontakan-pemberontakan di beberapa daerah di Indonesiabanyak sekali
terjadi, sekalipun pemberontakan mereka bukan termasuk gerakan landreform. Sumber
pemberontakan kaun tani itu bila diamati antara lain karena ketimpangan-ketimpangan dalamm
kepemilikan tanah pertanian akibat masih berlakunya dualisme hukum pertanahan, yaitu hukum
tanah adat dan hukum tanah barat yang bersifat pluralistis. Diberlakukannya sistem hukum tanah
barat baik secara langsung maupun tidak langsung telah mendorong terjadinya ketimpangan
dalam soal pemilikan tanah pertanian yakni diperbolehkan pemilikan tanah pertanian oleh
seorang atau badan hukum dalam jumlah yang tidak terbatas.

Dasar Hukum Pelaksanaan Landreform


Mengenai dasar hukum pelaksanaan landreform sebagai berikut.
UUNomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA)
1. Pasal 7 yang menyatakan bahwa untuk tidak merugikan kepentingan umum maka
pemilikan dan penguasaan tanah yang melampaui batas tidak diperkenankan.
2. Pasal 10 Ayat (1) UUPA menyatakan bahwa setiap orang dan badan hukum yang
mempunyai sesuatu hak atas tanah pertanian diwajibkan mengerjakan atau mengusahakan
sendiri secara aktif dengan mencegah cara-cara pemerasan.
3. Pasal 13 Ayat (2) UUPA menyatakan bahwa pemerintah mencegah adanya usaha-usaha
dalam lapangan agraria dan organisasi, perorangan yang bersifat monopoli.
4. Pasal 17 menyatakan:
a. Dengan mengingat ketentuan Pasal 7 UUPA maka untuk mencapai tujuan yang
dimaksud Pasal 2 Ayat (3) UUPA diatur luas maksimum dan minimum yang boleh
dipunyai dengan sesuatu hak tersebut dalam Pasal 16 oleh satu keluarga atau badan
hukum.
b. Penetapan batas luas maksimum dimaksud dalam Ayat (1) Pasal ini dilakukan dengan
peraturan perundang-undangan dalam waktu singkat.
c. Tanah-tanah yang merupakan kelebihan dari batas maksimum termaksud dalam
Ayat(2) Pasal ini diambil pemerintah dengan ganti rugi, untuk selanjutnya dibagikan
kepada rakyat yang membutuhkan menurut ketentuan ketentuan dalam peraturan
pemerintah.
d. Tercapainya batas maksimum termaksud dalam Ayat (1) Pasal ini yang akan
ditetapkan dengan peraturan perundangan dilaksanakan secara berangsur-angsur.Dari
keseluruhan pasal-pasal tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa negara sebagai
organisasi kekuasaan seluruh rakyat mempunyai kewenangan untuk mengatur
peruntukan, penggunaan serta pemeliharaan tanah-tanah serta hubungan-hubungan
hukum yang menyangkut tanah-tanah yang melampaui batas dan menetukan serta
minimum pemilikan tanah oleh seorang atau bersama-sama demi tercapainya
kesejahteraan seluruh rakyat.
Peraturan Pelaksanaan.
1. Peraturanpelaksanaanlandreform yang berkenaandengan larangan penguasaan tanah
pertanian melebihi batas maksimum dan absentee, antara lain:
a. UU Nomor 56 Prp Tahun 1960 tentang Penetapan Luas Tanah Petanian.
b. PP Nomor 224 Tahun 1961 Jo. PP Nomor 41 Tahun 1964 tentang Pelaksanaan
Pebagian Tanah dan Pemberian Ganti Kerugian.
c. PP Nomor 4 Tahun 1977 tentang Pemilikan Tanah Secara Guntai/Absentee bagi Para
Pensiunan Pegawai Negeri.
d. Keputusan Menteri Agraria tanggal 31 Desember 1960 Nomor 978 tentang Penegasan
Luas Maksimum Tanah Pertanian.
e. Keputusan Presiden tanggal 5 April 1961 Nomor 131 Tahun 1961 yang kemudian
diubah dengan Keputusan Presiden tanggal 6 September 1961 yang kemudian diubah
dengan Keputusan Presiden tanggal 6 September 1961 Nomor 509 Tahun 1961 dan
Keputusan Presiden tanggak 17 Oktober 1964 Nomor 263 tahun 1964 tentang
Organisasi Penyelenggara Landreform yang kemudian dicabut dan diganti dengan
Keputusan Presiden Nomor 55 Tahun1980 tentang Organisasi dan Tata Cara
Penyelenggaraan Landrefom.
f. Instruksi Menteri Dalam Negeri tanggal 18 September 1973 Nomor 21 Tahun 1973
tentang Larangan Penguasaan Tanah pertanian yang melampai batas.
2. Peraturan perundang-undangan yang berkenaan dengan penghapusan tanah partikelir
adalah antara lain:
a. UU Nomor 1 Tahun 1958 tentang Penghapusan Tanah-tanah Partikelir.
b. PP Nomor 18 Tahun 1958 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Penghapusan Tanah
Partikelir.
c. Peraturan Menteri Agraria Nomor 1 Tahun 1958 tentang Panitia Kerja Likuidasi
Tanah-Tanah Partikelir.
d. Keputusan Deputi Menteri/Kepala Depag Nomor SK.15/Depag/1966 tanggal 4 Mei
1966 tentang Pedoman tentang Penetapan Ganti Rugi kepada Bekas Pemilik Tanah
Partikelir.
3. Peraturan perundang-undangan berkenaan dengan perjanjian bagi hasil antara lain:
a. UU Nomor 2 Tahun 1960 tentang Perjanjian Bagi Hasil.
b. Keputusan Presiden Nomor 54 Tahun 1980 tentang Kebijaksanaan Mengenai
Percetakan Sawah.
c. Instruksi Presiden Nomor 13 Tahun 1980 tentang Pedoman Pelaksanaan Undang-
Undang Nomor 2 Tahun 1960.
d. Peraturan Menteri Pertanian dan Agraria Nomor 4 Tahun 1964 tentang Penetapan
Perimbangan Khusus dalam Pelaksanaan Perjanjian Bagi Hasil.

Tujuan Landreform
Tujuan diadakan program landreform dapat diklasifikasikan menjadi dua bagian. Secara
umum tujuan landreform adalah untuk mempertinggi taraf hidup dan penghasilan petani
penggarap, sebagai landasan pembangunan ekonomi menuju masyarakat adil dan makmur
berdasarkan Pancasila. Secara khusus landreform diarahkan agar dapat mencapai tiga aspek
sekaligus yaitu:
1. Tujuan sosial ekonomi meliputi:
a. Mempertinggi keadaan sosial ekonomi rakyat dengan memperkuat hak milik serta
memberi isi dan fungsi sosial pada hak milik.
b. Mempertinggi produksi nasional khususnya sektor pertanian guna mempertinggi
penghsilan dan tarap hidup rakyat.
2. Tujuan sosial politik yaitu:
a. Mengakhiri sistem tuan tanah dan penghapusan pemilikan tanah yang luas.
b. Mengadakan pembagian yang adil atas sumber-sumber penghidupan rakyat tani
berupa tanah dengan maksud agar ada pembagian hasil yang adil pula.
c. Tujuan mental psikologis yaitu:
(1) Meningkatkan kegairahan kerja bagi para petani penggarap dengan jalan
memberikan kepastian hak mengenai pemilikan tanah.
(2) Memperbaiki hubungan kerja antara pemilik tanah dengan penggarapnya.
Atas dasar tujuan itu maka sasaran yang akan dicapai program landreform adalah
memberikan pengayoman kepada petani penggarap dalam usah memberikan kepastian hak
dengan cara memberikan hak milik atas tanah yang telah digarapnya.

Tanah Objek Landreform


Tanah objek landreform adalah tanah-tanah dalam rangka pelaksanaan landreform akan
dibagikan sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Pasal 1 PP Nomor 224 Tahun 1961 adalah:
1. Tanah-tanah selebihnya dari batas maksimum sebagaimana dimaksud dalam UU Nomor
56 Prp Tahun 1960 dan tanah-tanah yang jatuh pada negara karena pemiliknya melanggar
ketentuan Undang-undang tersebut.
2. Tanah-tanah yang diambil oleh pemerintah karena pemiliknya bertempat tinggal di luar
daerah.
3. Tanah-tanah swapraja dan bekas swapraja yang telah beralih kepada negara, sebagai yang
dimaksud dalam diktum ke empat huruf A UUPA.
4. Tanah-tanahlain dikuasai langsung oleh negara yang akan ditegaskan lebih lanjut oleh
Menteri Agraria.
Selanjutnya keputusan Kepala BPN Nomor 25 Tahun 2002 tentang Pedoman
Pelaksanaan Permohonan Penegasan Tanah Negara Menjadi Tanah Objek Land Reform,
menyatakan tanah-tanah negara lainnya yang akan ditegaskan menjadi objek landrefom oleh
Kepala BPN meliputi:
1. Tanah negara bebas.
2. Tanah-tanah bekas hak erfpacht.
3. Tanah-tanah bekas HGU yang telah berakhir waktunya dan tidak diperpanjang oleh
pemegang hak atau telah dicabutnya/dibatalkan oleh pemerintah.
4. Tanah-tanah kehutanan yang telah digarap/dikerjakan rakyat dan telah dilepaskan haknya
oleh instansi yang bersangkutan, tanah-tanah bekas gogolan.
5. Tanah-tanah bekas hak adat/ulayat.
Program Landreform
1. Program larangan penguasaan tanah melampaui bataspenetapan luas tanah pertanian. UU
Nomor 56 Prp Tahun 1960 tentang Penetapan Luas Tanah Pertanian, seorang atau orang-
orang yang dalam penghidupannya merupakan keluarga bersama-sama hanya
diperbolehkan menguasai tanah pertanian, baik miliknya atau kepunyaan orang lain
ataupun miliknya sendiri bersama kepunyaan orang lain, yang jumlah luas nya tidak
melebihi batas maksimum sebagai mana dibawah ini:

Kepadatan Kategori Kepadatan Luas Maksimum Luas


Penduduk/Km Persegi
Maksimum
Tanah Basah Tanah Kering

0 s.d 50 tidak padat 15 hektar 20 hektar


51 s.d 250 kurang padat 10 hektar 12 hektar
251 s.d 400 cukup padat 7,5 hektar 9 hektar
400 s.d dst sangat padat 5 hektar 6 hektar

Jika tanah pertanian yang dikuasai itu merupakan sawah dan tanah kering, maka untuk
menghitung luas maksimum tersebut bahwa luas sawah dijumlahkan dengan luas tanah
kering dengan menilai tanah kering sama dengan sawah ditambah dengan 30% di daerah-
daerah yang tidak padat 20%di daerah-daerah padat dengan ketentuan, bahwa tanah
pertanian yang dikuasai seluruhnya tidak boleh lebih dari 20 hektar. Atas dasar ketentuan
dalam Ayat 2 Pasal ini maka penetapan luas maksimum untuk tiap-tiap daerah dilakukan
menurut perhitungan sebagai yang tercantum dalam daftar yang dilampirkan pada
peraturan ini. Luas maksimum tersebut pada Ayat 2 Pasal ini tidak berlaku terhadap tanah
pertanian:
a. Yang dikuasai dengan HGU atau hak-hak lainnya yang bersifat sementara dan terbatas
yang didapat dari pemerintah.
b. Yang dikuasai oleh badan-badan hukum.
Pasal 2 Ayat (1) jika jumlah anggota satu keluarga melebihi 7 orang maka bagi keluarga
itu luas maksimum sebagai yang ditetapkan dalam pasal 1 untuk setiap anggota yang
selebihnya ditambah dngan 10%, dengan ketentuan jumlah tambahan tersebut tidak boleh
melebihi 50% sedang jumlah tanah pertanian yang dikuasai seluruhnya tidak boleh lebih
dari 20 Hektar, baik sawah, tanah kering maupun sawah dan tanah kering.
2. Dengan mengingat keadaan daerah yang sangat khusus menteri agraria dapat
menambah luas maksimum 20 hektar tsb pada ayat 1 dengan paling banyak 5 hektar.
Pasal 3, orang-orang dan kepala kepala keluarga yang anggota-anggota keluarganya
menguasai tanah pertanian yang jumlah luasnya melebihi luas maksimum wajib
melaporkan hal ini kepada Kepala agraria daerah Kabupaten/kota ybs dalam waktu 3
bulan sejak mulai berlakunya peraturan ini. Kalau dipandang perlu maka jangka waktu
tersebut dapat diperpanjang oleh menteri agraria.Pasal 4, orang atau orang-orang
sekeluarga yang memilik tanah pertanian yang jumlah luasnya melebihi luas maksimum
di larang untuk memindahkan Hak miliknya atas seluruh atau sebagian tanah tersebut,
kecuali dengan ijin kepala agraria daerah kabupaten/kota ybs.ijin tersebut hanya
diberikan jika tanah yang haknya dipindahkan itu tidak melebihi luas maksimum dengan
memperhatikan ketentuan Pasal 9 Ayat (1) dan Ayat (2).Untuk menunjang keberhasilan
pelaksanaan ketentuan batas maksimal luas tanah pertanian maka ditentukan adanya
wajib lapor bagi kepala keluarga yang anggotanya menguasai tanah pertanian melebihi
batas maksimum yang ditentukan Pasal 3 UU Nomor 56 Tahun 1960. Laporan itu
disampaikan kepada Kepala Kantor Agraria Kabupaten/Kota. Sanksi karena pelanggaran
wajib lapor ini berupa hukuman kurungan maksimum 3 bulan dan /atau denda maksimum
Rp 10.000. Selain itu, tanah selebihnya yang ada jatuh kepada negara karena hukum, dan
kepada pemiliknya tidak diberikan ganti kerugian dalam bentuk apapun.Berkaitan dengan
wajib lapor ini, segala perbuatan yang dimaksud memindahkan hak atas tanah dengan
maksud menghindarkan diri dari wajib lapor tidak diperkenankan. Pasal 4 UU Nomor 56
Tahun 1960 menentukan orang atau orang-orang sekeluarga yang memiliki tanah
pertanian yang luasnya melebihi luas maksimum dilarang memindahkan hak miliknya
atas seluruh atau sebagian tanah tersebut, kecuali izin Kepala Kantor Agraria
Kabupaten/Kota yang bersangkutan. Pelanggaran terhadap ketentuan in diancam dengan
sanksi yang sama dengan pelanggaran ketentuan wajib lapor.
3. Batas minimum pemilikan tanah pertanian. Berdasarka ketentuan Pasal 8 UU Nomor 56
Tahun 1960, penetapan batas minimum pemilikan dan penguasaan tanah pertanian seluas
2 hektar untuk tanah sawah atau tanah pertanian kering. Apabila dihubungkan dengan
perkembangan ilmu dan teknologi serta jumlah penduduk hingga sekarang ini, batas
minimum 2 hektar sudah tidak sesuai lagi. Banyak ahli yang mengusulkan melalui
berbagai seminar agar batas minimum itu ditinjau kembali dan sesuaikan dengan
kebutuhan nyata, misalnya untuk Pulau Jawa cukup 0,5 hektar saja.
4. Redistribusi tanah pertanian. Pengertian redistribusi tanah secara umum menurut Erich
Jacoby yang dikutip oleh Arie Susanti Hutagalung (1985: 57) lebih dikenal sebagai
landreform. Dalam hal-hal tertentu, istilah landreform dipakai dalam arti sempit sebagai
perubahan dalam pemilikan dan penguasaan tanah khususnya redistribusi tanah.
Berbicara mengenai redistribusi tanah adalah sama dengan sejarah manusia dan dapat
dikatakan sebagai kelanjutan proses yang berhubungan dengan sejarah manusia dan dapat
dikatakan sebagai kelanjutan proses yang berhubungan dengan sejarah. Redistribusi
tanah dilatarbelakangi oleh keadaan dimana terdapat sebagian besar tanah pertanian
dipunyai oleh beberapa orang saja. Dilain pihak adanya bagian-bagian tanah yang sangat
kecil yang dipunyai oleh sebagian besar rakyat. Ini terjadi di Negara-negara yang sedang
berkembang. Redistribusi tanah adalah pembagian tanah-tanah yang dikuasai oleh negara
dan telahditegaskan menjadi obyek landreform yang diberikan kepada para petani
penggarap yang telah memenuhi syarat ketentuan PP Nomor 224 Tahun 1961. Dengan
tujuan untuk memperbaiki keadaan social ekonomi rakyat dengan cara mengadakan
pembagian tanah yang adil dan merata atas sumber penghidupan rakyat tani berupa tanah,
sehingga dengan pembagian tersebut dapat dicapai pembagian hasil yang adil dan merata.
Petani-petani yang berhak menerima redistribusi itu adalah mereka yang telah memenuhi
syarat dan prioritas menurut ketentuan Pasal 8 dan 9 PP Nomor 224 Tahun 1961 seperti
berikut ini:
a. Penggarap yang mengerjakan tanah yang bersangkutan.
b. Buruh tani tetap pada bekas pemilik, yang mengerjakan tanah bersangkutan.
c. Pekerja tetap pada bekas pemilik tanah yang bersangkutan.
d. Penggarap yang belum sampai tiga tahun mengerjakan tanah yang bersangkutan.
e. Penggarap yang mengerjakan tanah hak pemilik.
f. Penggarap tanah yang oleh Pemerintah diberi peruntukan lain berdasarkan Pasal 4
Ayat (2) dan Ayat (3).
g. Penggarap yang tanah garapannya kurang dari 0,5 Hektar
h. Pemilik yang luas tanahnya kurang dari 0,5 Hektar
i. Petani atau buruh tani lainnya.
Apabila terdapat petani yang berada dalam prioritas sama, maka mereka mendapat
pengutamaan dari petani lainnya, yaitu:
a. Petani yang mempunyai ikatan keluarga sejauh tidak lebih dari dua derajat dengan
mantan pemilik dengan ketentuan sebanyak-banyaknya 5 orang
b. Petani yang terdaftar sebagai veteran
c. Petani janda pejuang kemerdekaan yang gugur
d. Petani yang menjadi korban kekacauan
Selain harus memenuhi daftar prioritas seperti tersebut di atas, petani calon penerima
redistribusi tanah harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
1. Syarat umum:
a. Warga Negara Indonesia
b. Bertempat tinggal di kecamatan tempat tanah itu terletak dan kuat bekerja di bidang
pertanian
2. Syarat khusus
a. petani-petani yang tergolong dalam urutan prioritas butir (1) sampai dengan (7) telah
mengerjakan tanah yang bersangkutan sekurang-kurangnya 3 (tiga) tahun berturut-
turut
b. petani yang tergolong dalam prioritas butir (2) telah mengerjakan tanahnya 2 (dua)
musim berturut-turut
c. para pekerja yang tergolong dalam prioritas butir (3) telah bekerja pada mantan
pemilik selama 3 (tiga) tahun berturut-turut.
3. Tahapan Pelaksanaan Redistribusi. Tahapan kegiatan redistribusi meliputi:
a. Persiapan
b. Penyuluhan kepada calon penerima redistribusi
c. Identifikasi objek (lokasi) dan subjek (peserta) penerima redistribusi
d. Seleksi calon penerima redistribusi
e. Pengukuran bidang-bidang tanah
f. Membuat tugu polygon
g. Pemetaan topografi dan penggunaan tanah
h. Ceking realokasi
Dari hasil tahapan-tahapan tersebut di atas akan menghasilkan data-data sebagai berikut:
a. Daftar inventarisasi objek dan subjek penguasaan dan penggunaan tanah
b. Daftar calon penerima redistribusi
c. Peta pengukuran rincikan
d. Peta topografi
e. Desain tata ruang dan realokasi DTR
f. Surat keputusan pemberian hak milik dalam rangka redistribusi tanah
Setelah penerima redistribusi melunasi semua kewajibannya sebagaimana yang tercantum
dalam keputusan pemberian hak milik, selanjutnya dapat didaftarkan pada Kantor Pertanahan
Kabupaten/Kota untuk memperoleh sertifikat.Organisasi pelaksanaan
a. Panitia pertimbangan landreform penyelenggara landreform menjadi tugas dan
tanggung jawab masyarakat dan Pemerintah (semua departemen). Dalam rangka
kelancaran pelaksanaan tugasnya, Pemerintah pada permulaan pelaksanaan landreform
membentuk panitia landreform di tingkat pusat daerah tingkat 1, daerah tingkat II,
kecamatan dan desa. Panitia ini dibentuk berdasarkan keputusan Presiden Nomor 131
Tahun 1961 dan kemudian disempurnakan Tahun 1964 dengan Keputusan Presiden
Nomor 263 Tahun 1964. Dalam perkembangan kepanitiaan ini tidak memenuhi
harapan , sehingga dicabut dan sekaligus diganti organisasi baru yang disebut
organisasi dan tata kerja penyelenggaraan landreform, yang dibentuk berdasarkan
keputusan Presiden Nomor 55 Tahun 1980.perubahan penting dalam Keputusan
Presiden ini adalah mengenai semua tugas dan wewenng panitia landreform beralih
dan dilaksanakan masaing-masing oleh Menteri Dalam Negeri, Gubernur Kepala
Daerah Propinsi, Bupati Wali Kota Kepala Daerah Kabupaten/ Kota, Camat dan
Kepala Desa atau Lurah yang bersangkutan . Dalam pelaksanaan tugas sehari-hari ,
mereka dibantu oleh sebuah panitia yang disebut panitia pertimbangan landreform.
Panitia ini dibentuk ditingkat pusat, Propinsi, Kabupaten/Kota. Tugas panitia ini
adalah member saran dan pertimbangan mengenai segala yang berhubungan dengan
penyelenggaraan landreform. Anggota panitia ini terdiri unsure atau wakil instansi
Pemerintah yang ada kaitannya dengan pelaksanaan landreform ditambah wakil dari
Himpunan Kerukunan Ttani Indonesia ( HKTI).
b. Pengadilan landreform. Untuk menyelesaikan perkara-perkara yang ditimbulkan
sebagai pelaksanaan landreform dibentuklah pengadilan landreforn berdasarkan UU
Nomor 7 Tahun 1970 Pengadilan Landreform ini dihapus. Apabila terjadi sengketa
yang berkenaan dengan landreform maka penyelesaian diselesaikan melalui :
(1) Peradilan umum berdasarkan UU Nomor 14 Tahun 1970 apabila sengketa itu
bersifat perdata atau pidana.
(2) Aparat pelaksana landreform apabila mengenai sengketa administrsi.
c. Yayasan dana landreform. Yayasan dana landreform merupakan badan otonom yang
bertujuan untuk memperlancar pengurusan keuangan dalam rangka pelaksanaan
landreform . yayasan ini dibentuk berdasarkan pasal 16 Peraturan Pemerintahan
Nomor 224 Tahun 1961 dan telah diambil oleh Departemen keuangan sejak tahun
1984. Selanjutnya sumberkeuangan Yayasan landreform ini adalah :
(1) dana Pemerintah
(2) pungutan 10% biaya administrasi dari harga tanah yang harus dibayar oleh petani
yang menerima hak milik atas tanah redistribusi
(3) hasil sewa dan penjualan tanah dalam rangka pelaksanaan landreform
(4) lain-lain sumber yang sah yang menjadi wewenang direktorat agrarian ( sekarang
Kantor BPN). *

Anda mungkin juga menyukai