Landreform
Tujuan Landreform :
a. Memperkuat dan memperluas pemilikan tanah, terutama
para petani dan pengakuan atau perlindungan terhadap
Hak Milik sebagai hak yang terkuat bersifat perseorangan
dan turun temurun serta berfungsi sosial.
b. Untuk mengadakan pembagian yg adil atas sumber peng-
hidupan rakyat tani berupa tanah.
c. Untuk melaksanakan prinsip tanah utk petani tanah tidak
dijadikan objek spekulasi dan alat pemerasan.
d. Untuk mengakhiri sistem tuan tanah dan menghapus pemi-
likan atau penguasaan tanah secara besar-besaran
mengadakan batas maksimum dan minimum tanah untuk
tiap keluarga.
e. Untuk mempertinggi produksi nasional dan mendorong
pertanian yang intensif.
Program Landreform
a. Larangan menguasai tanah pertanian yg melampaui batas.
b. Larangan pemilikan tanah secara absentee.
c. Redistribusi tanah-tanah yg melebihi batas maksimum serta
tanah yang terkena larangan absentee.
d. Pengaturan soal pengembalian dan penebusan tanah-tanah
pertanian yang digadaikan.
e. Pengaturan kembali perjanjian bagi hasil tanah pertanian.
f. Penepatapan batas minimum pemilikan tanah pertanian di-
sertai larangan utk melakukan perbuatan yg mengakibatkan
pemecahan pemilikan tanah pertanian menjadi bagian yang
terlalu kecil.
Catatan Tambahan
Ruang Lingkup Studi Reforma Agraria :
Ruang lingkup studi reforma agraria (RA) sangat luas karena
jangkauan studi yang panjang dan lebar, akan tetapi
jangkauan studi yang dibahas relatif terbatas, dimulai dari
awal pembicaraan draft UUPA sampai lahirnya UUPA pada
tahun 1960.
Pembahasan kemudian dilanjutkan pada kebijakan RA di
Indonesia dari presiden ke presiden.
Kemudian, fokus studi diarahkan pada politik dan kebijakan
RA yang dijalankan oleh pemimpin negara.
Pada bagian akhir studi ini fokus pada kebijakan RA yang
dijalankan oleh Presiden Joko Widodo dalam dua periode
kepemimpinannya. Pada ranah ini kajian cukup luas karena
objek RA (TORA) yang cukup luas, baik lahan non hutan
maupun kawasan hutan yang akan dan sedang dikelaurkan
sebagai objek TORA.
Pasal 23, 32, dan 38 UUPA, ditujukan kepada para pemegang hak
yang bersangkutan, agar setiap hak (perolehan hak), peralihan hak,
pembebanan hak maupun hapusnya hak atas tanah wajib
didaftarkan, dengan maksud agar pemilik tanah memperoleh
kepastian tentang haknya itu.
PEMELIHARAAN DATA
Data fisik maupun data yuridis yang disimpan atau disajikan perlu
disesuaikan dengan segala perubahan yang terjadi agar selalu
sesuai dengan keadaan yang sebenarnya.
Perubahan data fisik berkaitan dengan perubahan luas tanah
(pemisahan atau pemecahan, penggabungan). Perubahan itu diikuti
dengan pencatatannya pada peta pendaftaran dan pembuatan surat
ukur baru.
Perubahan data yuridis berkaitan dengan :
Haknya : berakhirnya jangka waktu hak yang bersangkutan,
dibatalkan, dicabut, dibebani dengan hak lain.
Cara beralihnya pemegang hak : pewarisan, pemindahan
hak/penggantian nama.
SISTEM PUBLIKASI
Data yang ada di kantor PPT mempunyai sifat terbuka bagi umum
yang memerlukannya, namun sejauhmana orang dpt mempercayai
kebenaran data yang disajikan dan siapa yang akan dilindungi oleh
hukum apabila data yang disajikan tersebut salah?
Jawabannya : tergantung pada sistem publikasi yang digunakan
dalam pendaftaran tanah oleh suatu negara.
Ada 2 macam sistem publikasi, yaitu :
1. Sistem publikasi positif – menggunakan sistem pendaftaran hak.
2. Sistem publikasi negatif – menggunakan sistem pendaftaran akta.
Ad.1. Sistem Publikasi Positif.
Sistem publikasi positif merupakan sistem publikasi yang mengakui
kebenaran data yang disajikan dalam buku dan surat tanda bukti hak,
meskipun ternyata bahwa keterangan-keterangan yang tercantum
didalamnya tidak benar.
Catatan :
Pernyataan dalam pasal-pasal tersebut mengandung arti bahwa
selama tidak dapat dibuktikan yang sebaliknya, data yang disajikan
dlm buku tanah, peta pendaftaran dan sertifikat HAT harus diterima
sebagai data yang benar.
Hal ini menunjukan UUPA tdk menggunakan sistem publikasi negatif
yang murni.
Sistem publikasinya juga bukan sistem publikasi positif tampak
dalam Penjelasan Umum PP No.10/1961 : “Pembukuan suatu hak
dalam daftar buku tanah atas nama seseorang tidak mengakibatkan
bahwa orang yang sebenarnya berhak atas tanah itu akan kehilang-
an hak-nya, orang tersebut masih dapat menggugat haknya dari
orang yg terdaftar dalam buku tanah sebagai orang yang berhak.”
Catatan :
Kelemahan sistem negatif : pihak yang namanya tercantum sebagai
pemegang hak dalam buku tanah dan sertifikat selalu menghadapi
kemungkinan gugatan dari pihak lain yang merasa mempunyai
tanah itu.
Kelemahan tersebut biasanya diatasi dgn menggunakan lembaga
Aquisitive Verjaring atau Adverse Possession tetapi lembaga ini
tidak dikenal dalam Hukum Adat, sehingga dalam Hukum Adat yang
digunakan lembaga Rechtsverwerking.
UUHT berlaku terhadap : perbuatan hukum yang objeknya tanah dan atau
bangunan Psl 27 UUHT menyatakan : Ketentuan UUHT berlaku juga terhadap
pembebanan hak jaminan atas rumah susun dan HMSRS.
b. Droit de Suite :
Kreditur pemegang HT tetap berhak menjual lelang benda tersebut, walaupun
benda itu sudah dipindahkan haknya kepada pihak lain.
Catatan :
Dua kedudukan istimewa tersebut mengatasi kelemahan perlindungan yang
diberikan secara umum oleh Pasal 1131 KUHPerdata, kepada setiap kreditur.
c. Pasal 21 UUHT :
Apabila pemberi HT dinyatakan pailit, kreditur pemegang HT tetap berwenang
melakukan segala hal yang didapatnya menurut UUHT ini berarti objek HT tidak
termasuk dalam boedel pailit, sebelum kreditur mengambil pelunasan piutangnya
dari hasil penjualan benda yang bersangkutan.
a. Dalam waktu 7 hari setelah dibuatkan buku tanah, oleh KKP diterbitkan sertipikat
HT sebagai surat tanda bukti adanya HT tersebut
c. Kepastian tentang tanggal kelahiran HT penting untuk menentukan peringkat HT,
jika ada kreditur lain pemegang HT.
b. Perlindungan yang seimbang bagi debitur, pemberi HT bahkan juga bagi pihak
ketiga (khususnya para kreditur lain dan pihak yg membeli objek HT).
c. Jumlah piutang :
1. Kepastian jumlah piutang :
Dapat disebutkan secara pasti jumlahnya di dalam APHT, tetapi dapat juga
jumlahnya baru diketahui kemudian yaitu setelah diadakan perhitungan berdasar-
kan ketentuan dlm akta perjanjian utang piutang yang bersangkutan atau
berdasarkan perjanjian lain yang menimbulkan hubungan utang piutang.
2. Nilai Tanggungan :
Pada hakikatnya nilai tanggungan merupakan kesepakatan sampai sejumlah
berapa batas piutang yang dijamin dengan HT tersebut.
Catatan :
Selain itu dimungkinkan juga hak atas tanah dibebani HT berikut bangunan,
tanaman dan hasil karya yang merupakan satu kesatuan dengan tanah
bersangkutan. Bangunan, tanaman dan hasil karya itu tidak terbatas pada yg
sudah ada pada waktu dibebankan HT, tetapi dapat juga untuk yang baru akan
ada.
Bangunan yang menggunakan ruang bawah tanah yang secara fisik tidak ada
hubungannya dengan bangunan yang ada di atasnya, tidak termasuk lingkup
pengaturan UUHT Hak Guna Ruang Bawah Tanah.
e. Sebaliknya satu HT dapat dibebankan atas lebih dari satu objek. Jika kredit itu
dilunasi secara angsuran, HT yang bersangkutan tetap membebani seluruh objek
untuk sisa utang yang belum dilunasi sifat HT tidak dapat dibagi-bagi Untuk
mengatasi kesulitan ini dibuka kesempatan untuk menyimpanginya dengan
memperjanjikan di dalam APHT bahwa pelunasan utang yang dijamin dapat
dilakukan dgn cara angsuran yang besarnya sama dengan nilai masing-masing
objek yang merupakan bagian objek HT Penghapusan atau Roya HT sebagian-
sebagian Roya Partial.
Apabila objek HT berupa hak atas tanah yang berasal dari konversi hak yang lama,
yang pendaftarannya belum dilakukan, maka pemberian HT dilakukan bersamaan
dengan permohonan pendaftaran hak atas tanah yang bersangkutan Jadi
pemberian HT dan pembuatan APHT-nya dapat dilakukan dalam keadaan tanah
yang dijadikan objek HT belum bersertipikat. Ketentuan tersebut berlaku
juga terhadap tanah yang sudah terdaftar tetapi belum atas nama pemberi HT.
Dalam rangka memenuhi syarat spesialitas, menurut Pasal 11 (1) di dalam APHT
wajib dicantumkan (jika tidak dicantumkan secara lengkap, maka APHT yang
bersangkutan menjadi batal demi hukum) (1) nama dan identitas pemberi
serta penerima HT, (2) domisili para pihak; (3) penunjukan dengan jelas utang atau
utang-utang yang dijamin yg meliputi nama dan identitas debitur jika pemberi HT
bukan debitur, (4) nilai tanggungan yang dijamin; (5) uraian yang jelas tentang
objek Hak Tanggungan.
1. Pengertian.
a. Rumah Susun
b. Satuan Rumah Susun.
c. Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun.
Pengertian
Rumah Susun adalah bangunan gedung bertingkat yang dibangun dalam suatu
lingkungan yang terbagi dalam bagian-bagian yang distrukturkan secara fungsional,
baik dalam arah horizontal maupun vertikal dan merupakan satuan-satuan yang
masing-masing dapat dimiliki dan digunakan secara terpisah, terutama untuk tempat
hunian yang dilengkapi dengan bagian bersama, benda bersama, dan tanah
bersama.
Istilah yang berkembang di masyarakat : Apartemen, Condominium, Strata Title
Pertanyaannya : mana yang benar?
Jawabannya :
Apartemen berasal dari istilah dalam wet/undang-undang Belanda – Apartement.
Condominium berasal dari pengertian di negara Anglo Amerika atau Common Law
Co artinya bersama-sama, dominium artinya pemilikkan atau ownership.
StrataTitle stratum artinya bertingkat, title artinya hak.
Satuan Rumah Susun (Sarusun) adalah unit rumah susun yang tujuan utamanya
digunakan secara terpisah dengan fungsi utama sebagai tempat hunian dan mem-
punyai sarana penghubung ke jalan umum.
Menurut UU No.20 Tahun 2011, ada tiga konsep dasar berkaitan dengan rumah
susun, yaitu :
Tanah Bersama adalah sebidang tanah hak atau tanah sewa untuk bangunan yang
digunakan atas dasar hak bersama secara tidak terpisah yang di atasnya berdiri
rumah susun dan ditetapkan batasnya dalam persyaratan izin mendirikan bangunan
Bagian bersama adalah bagian rumah susun yang dimiliki secara tidak terpisah
untuk pemakaian bersama dalam kesatuan fungsi dengan satuan-satuan rumah
susun, contoh : lift atau tangga, lorong.
Benda bersama adalah benda yang bukan merupakan bagian rumah susun
melainkan bagian yang dimiliki bersama secara tidak terpisah untuk pemakaian
bersama, contoh : lapangan parkir, tempat olahraga.
Selain itu, rumah susun umum dan/atau rumah susun khusus dpt dibangun dengan :
a. Pemanfaatan barang milik negara atau daerah berupa tanah yg dilakukan dengan
cara sewa atau kerja sama pemanfaatan.
b. Pendayagunaan tanah wakaf yang dilakukan dengan cara sewa atau kerja sama
pemanfaatan sesuai dengan ikrar wakaf.
Penyediaan tanah untuk pembangunan rumah susun dapat dilakukan melalui :
a. Pemberian hak atas tanah terhadap tanah yang langsung dikuasai negara.
b. Konsolidasi tanah oleh pemilik.
c. Peralihan atau pelepasan hak atas tanah oleh pemegang hak atas tanah.
d. Pemanfaatan barang milik negara atau barang milik daerah berupa tanah.
e. Pendayagunaan tanah wakaf.
f. Pendayagunaan sebagian tanah negara bekas tanah terlantar.
g. Pengadaan tanah untuk pembangunan bagi kepentingan umum.
c. Pemisahan rumah susun seperti kewajiban butir (b) dibuat sebelum pelaksanaan
pembangunan rumah susun dan wajib dituangkan dalam bentuk gambar dan uraian
ini menjadi dasar untuk menetapkan NPP, SHM sarusun atau SKBG sarusun
dan perjanjian pengikatan jual beli.
SHM sarusun diterbitkan oleh kantor pertanahan kabupaten/kota dan SHM sarusun
tersebut merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan yang terdiri dari :
a. Salinan buku tanah dan surat ukur atas hak atas tanah bersama sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
b. Gambar denah lantai pada tingkat rusun bersangkutan yang menunjukkan sarusun
yang dimiliki.
c. Pertelaan mengenai besarnya bagian hak atas bagian bersama, benda bersama
dan tanah bersama bagi yang bersangkutan.
SHM sarusun dapat dijadikan jaminan utang dengan dibebani dengan Hak
Tanggungan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.
Sebagai tanda bukti kepemilikan atas sarusun di atas barang milik negara/daerah
berupa tanah atau tanah wakaf dengan cara sewa, diterbitkan SKBG sarusun.
SKBG sarusun merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan yang terdiri atas :
a. Salinan buku bangunan gedung.
b. Salinan surat perjanjian sewa atas tanah.
c. Gambar denah lantai pada tingkat rumah susun yang bersangkutan yang me-
nunjukkan sarusun yang dimiliki
d. Pertelaan mengenai besarnya bagian hak atas bagian bersama dan benda bersama
yang bersangkutan.
SKBG sarusun diterbitkan oleh instansi teknis kabupaten/kota yang bertugas dan
bertanggungjawab di bidang bangunan gedung.
SKBG sarusun dapat dijadikan jaminan utang dengan dibebani fidusia dan harus
didaftarkan ke kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang
hukum.
Setiap orang yang menempati, menghuni, atau memiliki sarusun wajib meman-
faatkan sarusun sesuai dengan fungsi untuk :
a. Hunian.
b. Campuran.
Pengelolaan rumah susun meliputi : operasional, pemeliharaan, dan perawatan
bagian bersama, benda bersama, dan tanah bersama harus dilaksanakan oleh
pengelola yang berbadan hukum, kecuali rumah susun umum sewa, rumah susun
khusus, dan rumah susun negara.
Dalam menjalankan pengelolaan, pengelola berhak menerima sejumlah biaya
pengelolaan dibebankan kepada pemilik dan penghuni secara proporsional.
Pelaku pembangunan yang membangun rumah susun umum milik dan rumah susun
komersial dlm masa transisi sebelum terbentuk Perhimpunan Pemilik dan Penghuni
Sarusun (PPPSRS) wajib mengelola rumah susun yang dapat bekerja sama
dengan pengelola besarnya biaya pengelolaan pada masa transisi ini ditanggung
oleh pelaku pembangunan dan pemilik sarusun berdasarkan NPP setiap sarusun.
NPP (Nilai Perbandingan Proporsional) yaitu angka yang menunjukan perbandingan
antara sarusun terhadaphak atas bagian bersama, benda bersama, dan tanah
bersama yang dihitung berdasarkan nilai sarusun yang bersangkutan terhadap
jumlah nilai rumah susun secara keseluruhan pada waktu pelaku pembangunan
pertama kali memperhitungkan biaya pembangunanannya secara keseluruhan untuk
menentukan harga jualnya.
Sasaran penghuni rusunawa adalah WNI yang termasuk dalam kelompok MBR
sesuai peraturan yang berlaku dan melakukan perjanjian sewa sarusun dengan
badan pengelola.