Anda di halaman 1dari 77

BANK SENTRAL

Pertemuan VIII

Valerianus B. Jehanu
DASAR HUKUM
■ Pasal 23D UUD NRI 1945
■ UU Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia
■ UU Nomor 24 Tahun 1999 tentang Lalu Lintas Devisa dan Sistem Nilai
Tukar
■ UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara
■ UU Nomor 3 Tahun 2004 tentang Perubahan atas UU Nomor 23 Tahun
1999 tentang Bank Indonesia
■ UU Nomor 6 Tahun 2009 tentang Penetapan Perppu Nomor 2 Tahun
2008 tentang Perubahan Kedua UU Nomor 23 Tahun 1999 tentang
Bank Indonesia menjadi Undang-Undang
■ UU Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan (OJK)
■ UU lainnya yang terkait
STATUS DAN KEDUDUKAN
■ Lembaga Negara yang Independen
– Tegas dinyatakan dalam Pasal 4 ayat 2 UU Nomor 23/1999 jo UU Nomor
3/2004
– Independen dalam menjalankan tugas dan wewenangnya
– Bebas dari campur tangan Pemerintah dan atau pihak-pihak lainnya,
kecuali untuk hal yang tegas diatur dalam UU
– Mempunyai otonomi penuh dalam merumuskan dan melaksanakan setiap
tugas dan wewenangnya sebagaimana ditentukan dalam UU
■ Sebagai Badan Hukum
– Badan Hukum Publik – berwenang menetapkan peraturan-peraturan yang
merupakan pelaksanaan dari UU
– Badan Hukum Perdata – dapat bertindak untuk dan atas nama sendiri di
dalam maupun di luar pengadilan
■ Bank Indonesia adalah Bank Sentral Republik Indonesia
■ Termasuk dalam Lembaga Negara Lapis II (bdk Teori Hubungan Lembaga
Negara) – auxiliary tetapi bersifat tetap (karena ada di Konstitusi)
TUJUAN DAN TUGAS

■ Tujuan
– Mencapai dan menjaga kestabilan nilai rupiah
– Menjaga kestabilan moneter secara berkelanjutan, konsisten dan
transparan
■ Tugas
– Menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter
– Mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran
– Mengatur dan mengawasi Bank (tugas mengawasi Bank kemudian
dilakukan oleh OJK sebagai lembaga pengawasan sektor jasa
keuangan yang independen, bdk. Ps 34 UU 23/1999)
FUNGSI BANK SENTRAL
Bank Sentral adalah lembaga negara yang mempunyai wewenang
untuk mengeluarkan alat pembayaran yang sah dari suatu negara,
merumuskan dan melaksanakan kebijakan moneter, mengatur
dan menjaga kelancaran sistem pembayaran, mengatur dan
mengawasi perbankan, serta menjalankan fungsi sebagai
lender of the last resort.

Apa itu the lender of the last resort?


Dalam kondisi darurat atau krisis, BI dapat memberikan fasilitas
kredit kepada Bank yang mengalami kesulitan pendanaan jangka
pendek, dan kesulitan keuangan tersebut dapat berdampak sistemik
terhadap sistem keuangan.
WEWENANG (UU 23/1999)
• Menetapkan sasaran-sasaran moneter dengan memperhatikan laju
inflasi
• Melakukan pengendalian moneter (operasi pasar valuta asing,
menetapkan tingkat diskonto, pengaturan kredit, dll)
• Melaksanakan kebijakan nilai tukar
• Mengelola cadangan devisa
• Mengatur sistem kliring antar bank
• Menetapkan macam, harga, ciri, bahan dari uang yang akan
dikeluarkan
• Mengeluarkan, mengedarkan, dan menarik, memusnahkan uang
rupiah
• Melaksanakan pemberian ijin pelaksana jasa sistem pembayaran,
menetapkan penggunaan alat pembayaran
• Menerapkan aturan dan memberikan sanksi
• dll
WEWENANG (2)
■ Melalui UU Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan (OJK) maka
beberapa kewenangan Bank Indonesia yang terkait dengan pengaturan dan
pengawasan jasa keuangan di sektor Perbankan, termasuk diantaranya :
– Kelembagaan bank, meliputi perizinan pendirian bank, pencabutan izin usaha
bank dan kegiatan usaha bank
– Kesehatan dan kinerja bank
– Aspek kehati-hatian bank
– Pemeriksaan bank
dilaksanakan oleh OJK, kecuali jika Bank Indonesia memerlukan pemeriksaan
khusus terhadap Bank, maka dapat dilakukan pemeriksaan langsung dengan
pemberitahuan tertulis kepada OJK (Ps 40 UU OJK) yang hasilnya disampaikan
kepada OJK
§ BI berkoordinasi dengan OJK dalam membuat Peraturan Pengawasan di bidang
Perbankan, menindaklanjuti informasi kesehatan perbankan dari OJK, dan
pengambilan keputusan untuk pencegahan dan penanganan krisis (ada Forum
Koordinasi Stabilitas Sistem Keuangan bersama dengan Menteri Keuangan RI dan
Lembaga Penjamin Simpanan)
PIMPINAN BANK INDONESIA (UU 23/1999 jo. UU 3/2004)
§ Dipimpin oleh Dewan Gubernur
§ Dewan gubernur terdiri dari :
§ 1 Gubernur
§ 1 Deputi Gubernur Senior
§ dan 4 s.d 7 Deputi Gubernur
§ Dewan Gubernur dipimpin Gubernur dan Deputi Gubernur Senior sebagai
Wakil
§ Gubernur, Deputi Gubernur Senior, dan Deputi Gubernur diangkat oleh
Presiden dengan persetujuan DPR.
§ Masa jabatan Dewan Gubernur 5 tahun dan dapat diangkat kembali
dalam jabatan yang sama untuk maks. 1 kali masa jabatan berikutnya.
§ Pergantian Gubernur dilakukan secara berkala, tiap tahun maksimal 2
(dua) orang
PENGISIAN DAN PEMBERHENTIAN JABATAN
■ Syarat Menjadi Dewan Gubernur BI
– WNI
– Memiliki integritas, akhlak dan moral yang tinggi
– Memiliki keahlian dan pengalaman di bidang ekonomi, keuangan, perbankan dan hukum
■ Proses Pemilihan
– Diusulkan dan diangkat oleh Presiden
– Memerlukan persetujuan DPR
■ Penilaian Kinerja Dewan Gubernur BI
– Pelaksanaan tugas dan wewenangnya dinilai oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)
■ Pemberhentian Dewan Gubernur BI
– Tidak dapat diberhentikan pada masa jabatannya kecuali :
■ Mengundurkan diri
■ Terbukti melakukan pidana kejahatan
■ Tidak hadir selama 3 (tiga) bulan berturut-turut tanpa alasan yang jelas
■ Dinyatakan pailit atau tidak mampu memenuhi kewajiban pada kreditur
■ Meninggal dunia
– Sebelum diberhentikan, berhak didengar keterangannya
– Pemberhentian ditetapkan dengan Keputusan Presiden
PRODUK HUKUM BI

■ Peraturan Bank Indonesia – mengikat ke luar


■ Peraturan Dewan Gubernur – mengikat internal
Bank Indonesia, bersifat administratif
HUBUNGAN BI DENGAN LEMBAGA NEGARA LAIN
■ Dengan Presiden
– BI Bertindak sebagai Kasir Pemerintah
– BI atas nama Pemerintah dapat menerima pinjaman luar negeri,
menatausahakan, menyelesaikan tagihan dan kewajiban pemerintah
– Pemerintah wajib menerima pertimbangan Bank Indonesia dalam
membahas ekonomi, perbankan dan keuangan – dilibatkan dalam sidang
kabinet yang membahas masalah ekonomi dan dilibatkan dalam Forum
Koordinasi Stabilitas Keuangan (bersama OJK dan Lembaga Penjamin
Simpanan)
– Wajib memberi pendapat dan pertimbangan mengenai RAPBN dan belanja
negara
– Menyampaikan evaluasi pelaksanaan kebijakan moneter dan rencana
kebijakan moneter yang akan datang (setiap awal tahun anggaran BI)
– BI dilarang memberikan kredit kepada Pemerintah guna mengatasi deficit
spending
– Mengangkat Badan Supervisi (badan yang terdiri dari kalangan professional,
dan bertugas membantu DPR dalam melakukan supervisi terhadap Bank
Indonesia, bdk. Pasal 58A UU 3/2004)
HUBUNGAN BI DENGAN LEMBAGA NEGARA LAIN
■ Dengan DPR
– Penyampaian evaluasi pelaksanaan kebijakan moneter dan rencana kebijakan moneter yang
akan datang (setiap awal tahun anggaran BI)
– Penyampaian evaluasi pelaksanaan tugas dan wewenang setiap triwulan dan sewaktu-waktu
– Memilih anggota Badan Supervisi (membantu DPR mengawasi BI, bdk Ps 58A UU 3/2004)
■ Dengan BPK
– BPK dapat melakukan pemeriksaan khusus terhadap BI atas permintaan DPR
– Menyampaikan laporan keuangan tahunan kepada BPK
■ Dengan Mahkamah Agung
– Judicial review Peraturan Bank Indonesia dan Peraturan Gubernur BI
– Dalam hal pelantikan Dewan Gubernur, harus mengucap sumpah atau janji jabatan terlebih
dahulu di hadapan Ketua Mahkamah Agung
HUBUNGAN BI DENGAN LEMBAGA NEGARA LAIN
■ Dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK)
– Kendala likuiditas Bank
– Pasal 34 UU Bank Indonesia “Tugas mengawasi Bank akan dilakukan oleh lembaga
pengawasan sektor jasa keuangan yang independen dan dibentuk dengan Undang-Undang”
– Pengawasan di bidang jasa keuangan Perbankan – microprudential di OJK, macroprudential
di BI (bdk. Ps 7 UU OJK)

mikroprudensial

makroprudensial
TERIMA KASIH
BADAN PEMERIKSA KEUANGAN
Pertemuan VIII

Valerianus B. Jehanu
SEJARAH KELEMBAGAAN BPK
■ Zaman Hindia Belanda : Algemene Rekenkamer yang dibentuk pada masa Gubernur Jenderal
Daendels (19 Desember 1808)
■ BPUPKI tanggal 15 Juli 1945 – menurut Soekarno, pengelolaan negara tidak cukup hanya
mengandalkan konsep Trias Politica
■ BPUPKI tanggal 16 Juli 1945 – Hatta mengusulkan BPK untuk memeriksa tanggung jawab
keuangan negara
■ Masuk dalam Pasal 23 ayat (5) UUD 1945 – hasil pemeriksaan BPK diberitahukan ke DPR,
dan BPK adalah badan yang terlepas dari pengaruh dan kekuasaan Pemerintah (penjelasan)
■ BPK resmi berdiri tanggal 28 Desember 1946
■ Masa Konstitusi RIS dan UUDS 1950 – Dewan Pengawas Keuangan
■ Masa Orde Lama – UU 17/1965, Presiden memegang kekuasaan pemeriksaan dan
pengawasan keuangan negara yang pelaksanaannya dilakukan BPK + Ketua dan Wakil Ketua
BPK berkedudukan sebagai Menteri
■ Masa Orde Baru – UU 5/1973, BPK sebagai lembaga tinggi negara yang berada di luar
pemerintah, tetapi peranannya diredusir dengan membatasi objek, metode dan laporan
pemeriksaan – Pertamina, BI dan Bank Negara, BUMN tidak bisa diawasi BPK
■ Masa Reformasi – Bab VIIIA UUD NRI 1945 (Pasal 23E, 23F dan 23G) – BPK bebas dan
mandiri
DASAR HUKUM
■ Pasal 23 E, 23 F dan 23 G UUD NRI 1945
■ UU Nomor 31 Tahun 1999 jo UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
■ UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara
■ UU Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara
■ UU Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan
■ Putusan MK Nomor 31/PUU-X/2012 – kebenaran materiil tindak pidana
korupsi (KPK, BPK, BPKP dan instansi lainnya)
■ Putusan MK Nomor 13/PUU-XI/2013 tentang frasa “pergantian antar
waktu” di Pasal 22 ayat (1), Pasal 22 ayat (4) dan (5) bertentangan dengan
UUD NRI 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat
■ Putusan MK Nomor 48/PUU-XI/2013 tentang “keuangan negara” yang
tidak berarti hanya APBN
TUGAS DAN WEWENANG (1)
■ Sebelum Amandemen obyeknya “keuangan negara” yang dimaknai sebatas APBN di tingkat
pusat yang telah mendapat persetujuan DPR, dan desain kelembagaannya sangat tergantung
pembentuk UU
■ Setelah Amandemen :
– Obyeknya “keuangan negara” yang termasuk juga APBD (bdk. Pasal 23E ayat 2 UUD NRI
1945)
– Sebagai satu-satunya lembaga yang disematkan frasa “bebas dan mandiri” – tidak lagi
subordinat Presiden
■ Pengertian Keuangan Negara (UU 17/2003)
– semua hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang, serta segala sesuatu
baik berupa uang maupun berupa barang yang dapat dijadikan milik negara berhubung
dengan hak dan kewajiban tsb (dari sisi obyek)
– seluruh obyek yang dimiliki negara, dan/atau dikuasai Pemerintah Pusat, Pemerintah
Daerah, Perusahaan Negara/Daerah dan badan lain yang ada kaitannya dengan keuangan
negara (dari sisi subyek)
– seluruh rangkaian kegiatan mulai perumusan kebijakan dan pengambilan keputusan
sampai pertanggungjawaban (dari sisi proses)
TUGAS DAN WEWENANG (2)
■ Tugas BPK (Ps 6 UU 15/2006), antara lain
– Memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara yang dikeluarkan Pemerintah Pusat,
Pemerintah Daerah, Lembaga Negara lainnya, Bank Indonesia, BUMN, Badan Layanan Umum, Badan Usaha
Milik Daerah, dan lembaga atau badan lain yang mengelola keuangan negara
– Pemeriksaan BPK mencakup keuangan, kinerja dan tujuan tertentu
– Dalam hal pemeriksaan dilakukan akuntan publik, laporan hasil pemeriksaan tsb wajib disampaikan kepada
BPK dan dipublikasikan
– BPK melakukan pembahasan atas temuan pemeriksaan dengan objek yang diperiksa sesuai standar
pemeriksaan keuangan negara
■ Dalam melaksanakan tugasnya BPK juga mengacu kepada UU Nomor 1/2004 tentang Perbendaharaan Negara dan
UU Nomor 31/1999 jo UU Nomor 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
– Termasuk investasi dan kekayaan yang dipisahkan (UU 1/2004)
– Seluruh kekayaan negara dalam bentuk apapun, yang dipisahkan atau tidak dipisahkan, termasuk segala
bagian kekayaan yang timbul karena : (UU Pemberantasan Tipikor)
a. Berada dalam penguasaan, pengurusan dan pertanggung jawaban pejabat Lembaga Negara, baik di
tingkat pusat maupun daerah
b. Berada dalam penguasaan, pengurusan, dan pertanggung jawaban BUMN/BUMD, Yayasan, Badan
Hukum dan Perusahaan yang menyertakan modal negara atau perusahaan yang menyertakan modal
pihak ketiga bersadarkan perjanjian dengan negara
TUGAS DAN WEWENANG (3)
■ Wewenang BPK (Ps 9 ayat 1 UU 15/2006)
– Menentukan objek pemeriksaan, merencanakan dan melaksanakan pemeriksaan, menentukan
waktu dan metode pemeriksaan serta menyusun dan menyajikan laporan pemeriksaan
– Meminta keterangan dan/atau dokumen yang wajib diberikan
– Melakukan pemeriksaan di tempat penyimpangan uang dan barang milik negara, di tempat
pelaksanaan kegiatan pembukuan dan tata usaha keuangan negara, serta pemeriksaan lain yang
berkaitan dengan pengelolaan keuangan negara
– Menetapkan jenis dokumen, data serta informasi mengenai pengelolaan dan tanggung jawab
keuangan negara yang wajib disampaikan kepada BPK
– Menetapkan standar pemeriksaan keuangan negara setelah konsultasi dengan Pemerintah
Pusat/Daerah
– Menetapkan kode etik pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara
– Menggunakan tenaga ahli dan/atau tenaga pemeriksa di luar BPK yang bekerja untuk dan atas nama
BPK
– Membina jabatan fungsional pemeriksa
– Memberi pertimbangan atas Standar Akuntansi Pemerintahan; dan
– Memberi pertimbangan atas rancangan sistem pengendalian internal Pemerintah Pusat/Daerah
sebelum ditetapkan oleh Pemerintah Pusat/Daerah
TUGAS DAN WEWENANG (4)
■ Wewenang Lain (Ps 10 UU 15/2006)
– Menilai dan/atau menetapkan jumlah kerugian negara yang diakibatkan
perbuatan melawan hukum baik sengaja/lain yang dilakukan oleh Bendahara,
pengelola BUMN/BUMD dan lembaga/badan lain yang menyelenggarakan
pengelolaan keuangan negara
– Penilaian kerugian keuangan negara dan/atau penetapan pihak yang
berkewajiban membayar ganti kerugian ditetapkan dengan Keputusan BPK
– Memantau pelaksanaan pembayaran ganti kerugian, yang hasilnya
diberitahukan tertulis ke DPR, DPRD dan DPD sesuai kewenangannya
■ BPK juga dapat memberi keterangan ahli dalam proses peradilan mengenai
kerugian negara/daerah
■ Ni’matul Huda : BPK termasuk sebagai auxiliary dari Fungsi DPR di bidang
pengawasan terhadap kinerja pemerintahan
PEMERIKSAAN OLEH BPK
■ Pemeriksaan Keuangan
– Pemeriksaan atas Laporan Keuangan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah
– Output : Opini BPK mengenai kewajaran informasi keuangan yang disajikan dalam laporan keuangan
– Opini BPK terdiri dari :
a. Opini Wajar Tanpa Pengecualian (Unqualified Opinion)
b. Opini Wajar dengan Pengecualian (Qualified Opinion)
c. Opini Tidak Wajar (Adversed Opinion)
d. Pernyataan Menolak Memberikan Opini (Disclaimer of Opinion)
■ Pemeriksaan Kinerja
– Pemeriksaan atas aspek efektivitas yang lazim dilakukan bagi kepentingan manajemen oleh aparat
pengawasan intern pemerintah
– Tujuan: mengidentifikasi hal-hal yang perlu menjadi perhatian lembaga perwakilan, agar kegiatan yang
dibiayai dengan keuangan negara dilaksanakan secara ekonomis dan efisien
– Output : Temuan, Simpulan dan Rekomendasi
■ Pemeriksaan dengan Tujuan Tertentu
– Berkaitan dengan keuangan dan pemeriksaan investigatif untuk membantu membuktikan ada/tidak
tindak pidana korupsi
– Output : Simpulan mengenai kerugian negara (state loss)
■ Dari rangkaian hasil pemeriksaan akan dituangkan dalam Laporan Hasil Pemeriksaan sebagai Keputusan BPK
TINDAK LANJUT HASIL PEMERIKSAAN BPK

Tidak Berdampak DPR


Finansial DPD
(Administratif) DPRD
Hasil
Pemeriksaan
BPK
Presiden
untuk Gubernur
Berdampak kepentingan
Finansial Bupati/Walikota
tindak lanjut

Kepolisian dan/atau
ada indikasi tindak
Komisi Pemberantasan
pidana
Korupsi
PENGISIAN ANGGOTA BPK
■ Terdiri dari 9 Orang Anggota BPK (1 Ketua, 1 Wakil Ketua dan 7 Anggota)
■ Syarat Anggota BPK (Pasal 13 UU 15/2006)
– Sangat Umum
– Tidak berkorelasi langsung dengan tugas konstitusional BPK
– Bandingkan dengan syarat menjadi Hakim Konstitusi
– Tidak diatur larangan tertentu, mis: bukan anggota parpol atau pengurus parpol
dalam jangka waktu tertentu
■ Mekanisme pemilihan Anggota BPK (Pasal 14 UU 15/2006)
– Dipilih oleh DPR dengan memperhatikan pertimbangan DPD
– Pertimbangan DPD disampaikan tertulis
– Diumumkan DPR kepada publik untuk memperoleh masukan masyarakat
– Pemilihan dilakukan oleh alat kelengkapan DPR
– Dilaporkan dalam Rapat Paripurna DPR
– Diresmikan oleh Presiden melalui Keputusan Presiden
PEMBERHENTIAN ANGGOTA BPK
■ Jenis Pemberhentian
– Dengan hormat (Pasal 18 UU 15/2006)
– Tidak dengan hormat (Pasal 19 UU 15/2006), dengan catatan anggota BPK
bersangkutan diberikan kesempatan melakukan pembelaan di Majelis Kehormatan
dan Kode Etik BPK (untuk alasan dipidana berdasarkan putusan pengadilan
berkekuatan hukum tetap yang diancam dengan pidana penjara lima tahun atau lebih
dikecualikan)
– Pemberhentian sementara (jika anggota ybs ditetapkan sebagai tersangka atas
tindak pidana dengan ancaman hukuman lima tahun penjara) – melalui rapat pleno
– Model pengisian jabatan jika terjadi pemberhentian – Putusan MK 13/PUU-XI/2013
dengan model staggered terms
■ Pengusul Pemberhentian
– DPR untuk pemberhentian tidak dengan hormat
– BPK untuk pemberhentian dengan hormat dan tidak dengan hormat
■ Dasar Hukum Pemberhentian: Keputusan Presiden
BPK – AUDITOR TUNGGAL?
■ Penjelasan Pasal 6 UU KPK 30/2002, menyatakan
bahwa KPK dalam menjalankan tugasnya dapat
meminta bantuan kepada instansi lain yang
berwenang seperti BPK, BPKP (Badan Pengawasan
Keuangan dan Pembangunan) serta inspektorat pada
Departemen atau Lembaga Pemerintah Non-
Departemen.
■ SEMA 4/2016 menyatakan bahwa Instansi yang
berwenang untuk menyatakan ada tidaknya kerugian
keuangan Negara adalah Badan Pemeriksa Keuangan
yang memiliki kewenangan konstitusional sedangkan
instansi lainnya hanya berwenang melakukan
pemeriksaan dan audit pengelolaan keuangan Negara
namun tidak berwenang menyatakan (declare)
adanya kerugian keuangan Negara.
■ Bagaimana jika KPK tidak menemukan adanya tindak
pidana seperti dalam Laporan Hasil Pemeriksaan
BPK?
■ Bagaimana agar BPK lebih bebas dan mandiri sesuai
amanat UUD NRI 1945?
TERIMA KASIH
KOMISI YUDISIAL
Valerianus B. Jehanu
DASAR HUKUM

■ Pasal 24B UUD NRI 1945 – baru ada setelah amandemen


■ UU Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman
■ UU Nomor 18 Tahun 2011 jo UU Nomor 22 Tahun 2004 tentang
Komisi Yudisial
SEJARAH
■ Inggris – Lord Chancellor yang berwenang menunjuk para hakim dan
mensupervisi
■ AS – di beberapa negara bagian memiliki Judicial Council yang bertugas
menyeleksi para hakim dan mengusulkan pengangkatan
■ Spanyol – General Council of Judiciary
■ Mengapa diadakan di Indonesia (pada saat amandemen)?
– Independensi kekuasaan kehakiman dan independensi hakim
– Tahun 1948 – pemerintah menetapkan gaji hakim lebih tinggi dari jaksa
(berdampak pada protes para jaksa)
– Tahun 1968 – Majelis pertimbangan dan Penelitian Hakim (MPPH)
– Adanya konsep lembaga negara dapat diawasi oleh pelaksana kekuasaan
negara lainnya (pergeseran supremasi MPR ke supremasi konstitusi)
– Ada target mempurifikasi MA
STATUS DAN KEDUDUKAN
■ Lembaga Pengawas Pelaksana Kekuasaan Kehakiman
– Fungsinya berkaitan dengan kekuasaan kehakiman, tetapi tidak dapat
serta merta disebut sebagai lembaga kekuasaan kehakiman
■ Lembaga Penunjang (Auxiliary) tetapi Bersifat Tetap
– Karena diatur di Konstitusi
– Sederajat dengan MA dan MK tetapi tidak memiliki fungsi dan
wewenang sebagai lembaga penegak hukum – hanya sebagai penegak
etik
■ Bersifat Mandiri dan Independen
– Berada di luar cabang kekuasaan yudikatif, eksekutif dan legislatif
– Memiliki kekuasaan yang “quasi” legislatif, eksekutif dan judicial
■ Berkedudukan di ibu kota negara (Pasal 3 ayat 1 UU 18/2011)
– KY dapat mengangkat penghubung di daerah sesuai dengan kebutuhan
WEWENANG KOMISI YUDISIAL
■ Mengusulkan pengangkatan hakim agung dan mempunyai wewenang lain
dalam rangka menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat
serta perilaku hakim
■ Menjaga punya makna preventif – agar hakim tidak melanggar kode etik
dan pedoman perilaku hakim (KEPPH)
■ Dan punya makna represif – pemberian usul sanksi kepada hakim yang
melanggar KEPPH (bersama dengan MA memeriksa pelanggaran KEPPH)
■ Putusan MK Nomor 005/PUU-IV/2006 – pengertian “hakim” tidak
termasuk “hakim konstitusi”, jadi KY tidak berwenang mengawasi Hakim
MK
■ Putusan MK di atas polemik karena ultra petita
■ Wewenang lainnya yang diatur dalam Pasal 13 UU Nomor 18 Tahun 2011
TUGAS KOMISI YUDISIAL

secara garis besar


Menjaga dan
tugas KY ada dua ini
Mengusulkan menegakkan
pengangkatan hakim kehormatan, keluhuran
agung kepada DPR martabat serta perilaku
hakim

Lihat ketentuan Pasal 14 sd 19 UU 22/2004 : Pedoman untuk melakukan tugas ini


• Melakukan pendaftaran calon Hakim Agung disebut sebagai KEPPH yang
• Melakukan seleksi terhadap calon Hakim Agung ditetapkan bersama dengan MA
• Menetapkan calon Hakim Agung – 3 : 1 lowongan (Pasal 19A UU 18/2011)
• Mengajukan calon Hakim Agung ke DPR

Dinyatakan inkonstitusional bersyarat sepanjang tidak dimaknai 1:1


lowongan (Putusan MK 27/PUU-XI/2013)
TUGAS KOMISI YUDISIAL
Pasal 20 UU Nomor 18 Tahun 2011

Dalam rangka menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat serta perilaku hakim,
Komisi Yudisial mempunyai tugas :

a. melakukan pemantauan dan pengawasan terhadap perilaku hakim;


b. menerima laporan dari masyarakat berkaitan dengan pelanggaran Kode Etik dan/atau
Pedoman Perilaku Hakim;
c. melakukan verifikasi, klarifikasi, dan investigasi terhadap laporan dugaan pelanggaran Kode
Etik dan/atau Pedoman Perilaku Hakim secara tertutup;
d. memutuskan benar tidaknya laporan dugaan pelanggaran Kode Etik dan/atau Pedoman
Perilaku Hakim; dan
e. mengambil langkah hukum dan/atau langkah lain terhadap orang perseorangan, kelompok
orang, atau badan hukum yang merendahkan kehormatan dan keluhuran martabat Hakim

■ Selain itu juga mempunyai tugas mengupayakan peningkatan kapasitas dan kesejahteraan hakim
■ Dapat meminta bantuan kepada aparat penegak hukum untuk melakukan penyadapan dan
merekam pembicaraan hakim jika ada dugaan pelanggaran KEPPH
PEMERIKSAAN OLEH KOMISI YUDISIAL
§ Pasal 22B UU Nomor 18 Tahun 2011, pemeriksaan meliputi :
§ Pemeriksaan terhadap dugaan pelanggaran Kode Etik dan/atau Pedoman Perilaku Hakim
§ Permintaan klarifikasi terhadap hakim yang diduga melakukan pelanggaran sebagaimana dimaksud
di atas
§ Setiap pemeriksaan wajib dibuatkan BAP yang disahkan dan ditandatangani oleh terperiksa dan
pemeriksa
§ Pasal 22C UU Nomor 18 Tahun 2011, hasil pemeriksaan menyatakan :
§ Dugaan pelanggaran dinyatakan terbukti
§ Dugaan pelanggaran dinyatakan tidak terbukti
§ Tindak lanjut hasil pemeriksaan KY
§ Jika terbukti maka KY mengusulkan penjatuhan sanksi terhadap Hakim yang melakukan
pelanggaran kepada MA dan kemudian MA yang menjatuhkan sanksi (Pasal 22D UU 18/2011)
§ Mungkin saja terjadi perbedaan pendapat antara MA dan KY (Pasal 22E UU 18/2011) – bagaimana
kalau ada perbedaan pendapat dan tidak tercapai kesepakatan antara MA dan KY?
§ Penjatuhan sanksi berat berupa pemberhentian tetap dilakukan oleh Majelis Kehormatan Hakim
(terdiri dari unsur KY dan MA secara bersama-sama) – MA wajib melaksanakan keputusan MKH
§ Jika dugaan tidak terbukti, MKH menyatakan pemulihan nama baik hakim yang diadukan
ORGANISASI DAN KEANGGOTAAN
§ Memiliki 7 (tujuh) orang anggota, yang semuanya berstatus sebagai pejabat negara
§ Keanggotaan itu terdiri atas :
§ Dua orang mantan hakim
§ Dua orang praktisi hukum
§ Dua orang akademisi hukum
§ Satu orang anggota masyarakat
§ Untuk dapat diangkat harus memenuhi syarat Pasal 26 UU 18/2011
§ Prosedur pengangkatan :
§ Presiden membentuk Panitia Seleksi – ciri lembaga negara independen
§ Pansel yang melakukan pendaftaran dan seleksi
§ Presiden mengajukan 21 calon anggota KY kepada DPR diubah melalui Putusan MK
16/PUU-XII/2014
§ DPR memilih dan menetapkan 7 calon dari usul Presiden
§ DPR mengambil keputusan untuk menyetujui/tidak menyetujui 7 calon yang diajukan
Presiden
§ Presiden menetapkan calon terpilih
§ Anggota KY memegang jabatan selama 5 tahun dan dapat dipilih kembali untuk 1 kali
masa jabatan
ORGANISASI DAN KEANGGOTAAN
§ Bagaimana kalau ada kekosongan jabatan?
§ Pasal 37 UU 18/2011 – Presiden mengajukan calon anggota
pengganti “sebanyak sama dengan” jumlah anggota yang kosong
kepada DPR (mengikuti Putusan MK 16/2014)
§ Anggota KY dilarang rangkap jabatan (Pasal 31 UU 22/2004)
konsekuensinya diberhentikan tidak dengan hormat
§ Dibantu oleh Sekretariat Jenderal yang dijabat oleh pejabat
pegawai negeri sipil, yang diangkat dan diberhentikan oleh
Presiden atas usul KY
§ Pertanggung jawaban anggota KY kepada publik melalui DPR
HUBUNGAN DENGAN LEMBAGA NEGARA LAIN
■ KY dengan Mahkamah Agung
– Mengusulkan pengangkatan hakim agung
– Menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat
serta perilaku hakim
– Meningkatkan kapasitas dan kesejahteraan hakim – mis: KY
punya forum anotasi Putusan Pengadilan
– Menyusun dan menetapkan Kode Etik Pedoman dan Perilaku
Hakim secara bersama-sama

■ KY dengan Mahkamah Konstitusi


– Dalam UU Nomor 7/2020 tentang MK, salah satu unsur
Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi berasal dari Komisi
Yudisial
HUBUNGAN DENGAN LEMBAGA NEGARA LAIN
■ KY dengan Presiden
– Presiden membentuk panitia seleksi untuk pengangkatan anggota Komisi
Yudisial
– Presiden mengajukan calon anggota KY hasil seleksi dari Pansel ke DPR
– Presiden mengangkat anggota KY dengan persetujuan DPR
– Presiden memberhentikan anggota KY atas usul KY (termasuk pemberhentian
sementara)
– Presiden memberikan persetujuan untuk dikeluarkannya perintah Jaksa
Agung dalam menangkap dan menahan anggota KY (kecuali dalam hal tindak
pidana yang ditentukan dalam Pasal 10 ayat 1 UU 22/2004)
■ KY dengan DPR
– Dalam pemilihan anggota KY
– Pengangkatan anggota KY dan pemberhentian anggota KY membutuhkan
persetujuan DPR
– Dalam seleksi calon hakim agung – (bandingkan Putusan MK 27/PUU-
XI/2013)
– Laporan pertanggungjawaban anggota KY melalui DPR
TERIMA KASIH
KOMISI PEMILIHAN UMUM
Valerianus B. Jehanu
DASAR HUKUM
■ Sebelum amandemen disebut Lembaga Pemilihan Umum (LPU), yang ketuanya
dijabat oleh Mendagri
■ Setelah amandemen - Pasal 22E ayat (5) UUD NRI 1945
■ UU Nomor 3 Tahun 1999 tentang Pemilihan Umum
– Mengamanatkan pembentukan KPU melalui Keputusan Presiden
– 19 Februari 1999 ditetapkan Keppres No. 16 Tahun 1999 tentang
Pembentukan KPU dan Penetapan Organisasi dan Tata Kerja Sekretariat
Umum KPU
■ UU tentang Pemilihan Umum telah dilakukan beberapa kali perubahan, terakhir
dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum
■ UU tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota yang telah diubah
beberapa kali, terakhir dengan UU Nomor 6 Tahun 2020
SEJARAH
■ Sebelum Amandemen
– Lembaga Pemilihan Umum (LPU) memilih Anggota DPR, DPRD tingkat I dan
tingkat II
– LPU memiliki unsur penyelenggara yang disebut Panitia Pemilihan Indonesia
(PPI) dan unsur pengawas yang disebut PANWASLAKPUS (yang dijabat oleh
Jaksa Agung)
– MPR memilih Presiden dan Wakil Presiden (Ps 6 UUD 1945)
– Kepala Daerah tidak dipilih melalui Pemilu (melalui penunjukan atasan)
■ Setelah Amandemen
– Amanat reformasi, desentralisasi dan supremasi konstitusi
– Presiden dan Wakil Presiden, Anggota DPR, DPD, DPRD dipilih melalui Pemilu
yang diselenggarakan oleh komisi pemilihan umum yang bersifat mandiri
– Kepala daerah dipilih secara demokratis (Pasal 18 ayat 4 UUD NRI 1945)
STATUS DAN KEDUDUKAN
■ Lembaga Penyelenggara Pemilu
– KPU bersama dengan Bawaslu dan DKPP menjalankan satu kesatuan fungsi
penyelenggaraan Pemilu
■ Lembaga Penunjang (Auxiliary) tetapi Bersifat Tetap
– Diatur dalam Konstitusi
– Menjalankan tugas secara berkesinambungan
■ Bersifat Mandiri dan Independen
– Berada di luar cabang kekuasaan yudikatif, eksekutif dan legislatif
– Bebas dari pengaruh pihak manapun dalam melaksanakan tugas dan
wewenangnya (Ps 7 ayat 3 UU 7/2017)
■ Bersifat nasional
– Wilayah kerjanya meliputi seluruh wilayah NKRI
– KPU Pusat berkedudukan di ibu kota negara
– KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota adalah penyelenggara Pemilu di masing-
masing tingkatan yang berkedudukan di ibu kota Provinsi/Kabupaten/Kota
■ Berkedudukan sebagai lembaga non struktural (Ps 8 ayat 4 UU 7/2017)
– apa itu? lihat penjelasan UU 7/2017
ASAS DAN PRINSIP
■ Asas Penyelenggaraan Pemilu § Prinsip Penyelenggaraan Pemilu
• Langsung • Mandiri
• Umum • Jujur
• Adil
• Bebas
• Berkepastian Hukum
• Rahasia • Tertib
• Jujur • Terbuka
• Adil • Proporsional
• Profesional
• Akuntabel
• Efektif; dan
• Efisien
TUGAS KOMISI PEMILIHAN UMUM
■ Merencanakan program dan anggaran serta menetapkan jadwal;
■ Menyusun tata kerja KPU, KPU Provinsi, KPU Kabupaten/Kota, Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK),
Panitian Pemungutan Suara (PPS), Kelompok Penyelenggaraan Pemungutan Suara (KPPS), PPLN dan
KPPSLN
■ Menyusun Peraturan KPU untuk setiap tahapan Pemilu
■ Mengoordinasikan, menyelenggarakan, mengendalikan dan memantau semua tahapan Pemilu
■ Menerima daftar pemilih dari KPU Provinsi
■ Memutahirkan data pemilih berdasarkan data Pemilu terakhir dengan memperhatikan data
kependudukan (Kerjasama dengan Kemendagri)
■ Membuat berita acara dan sertifikat rekapitulasi hasil penghitungan suara serta wajib
menyerahkannya kepada saksi Peserta Pemilu dan Bawaslu
■ Mengumumkan calon terpilih serta membuat BA
■ Menindaklanjuti dengan segera putusan Bawaslu atas temuan dan laporan adanya dugaan
pelanggaran atau sengketa Pemilu
■ Sosialisasi penyelenggaraan Pemilu kepada masyarakat
■ Melakukan evaluasi dan membuat laporan setiap tahapan penyelenggaraan Pemilu
■ Melaksanakan tugas lain dalam penyelenggaraan Pemilu sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan
WEWENANG KOMISI PEMILIHAN UMUM
■ Menetapkan tata kerja unsur pelaksana yang ada di bawahnya
■ Menetapkan Peraturan KPU untuk setiap tahapan Pemilu
■ Menetapkan peserta pemilu, yang didahului dengan verifikasi faktual dan administratif (ubi lex non
distinguit, nec nos distinguere debemus) – bdk. Putusan MK 53/PUU-XV/2017
■ Menetapkan dan mengumumkan hasil rekapitulasi penghitungan suara dengan membuat berita
acara penghitungan suara dan sertifikat hasil penghitungan suara
■ Menerbitkan Keputusan KPU untuk mengesahkan hasil Pemilu dan mengumumkannya – hasil inilah
yang bisa menjadi obyek sengketa PHPU di Mahkamah Konstitusi
■ Menetapkan dan mengumumkan perolehan kursi anggota DPR, DPRD Provinsi dan DPRD
Kabupaten/Kota untuk setiap Partai Politik peserta pemilu
■ Membentuk KPU Provinsi, KPU Kabupaten/Kota dan PPLN
■ Mengangkat dan memberhentikan anggota KPU Provinsi, KPU Kabupaten/Kota dan PPLN
■ Menjatuhkan sanksi administratif kepada anggota KPU Provinsi, KPU Kabupaten/Kota. PPLN dan
Sekretariat Jenderal KPU yang melakukan tindakan yang mengganggu penyelenggaraan Pemilu –
didahului dengan Putusan Bawaslu
■ Menetapkan kantor akuntan publik untuk mengaudit dana kampanye Pemilu dan mengumumkan
laporan sumbangan dana kampanye Pemilu
■ Melaksanakan wewenang lain dalam penyelenggaraan Pemilu sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan
KEWAJIBAN KOMISI PEMILIHAN UMUM
■ Melaksanakan semua tahapan penyelenggaraan Pemilu secara tepat waktu
■ Memperlakukan peserta Pemilu secara adil dan setara
■ Menyampaikan semua informasi Penyelenggaraan Pemilu kepada masyarakat
■ Melaporkan pertanggungjawaban penggunaan anggaran sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan
■ Mengelola, memelihara dan merawat arsip/dokumen serta melaksanakan penyusutannya berdasarkan
jadwal retensi arsip yang disusun KPU dan Arsip Nasional Republik Indonesia
■ Mengelola barang inventaris KPU sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
■ Menyampaikan laporan periodik mengenai tahapan penyelenggaraan pemilu kepada Presiden dan DPR
dengan tembusan kepada Bawaslu
■ Membuat berita acara pada setiap rapat pleno KPU yang ditandatangani Ketua dan Anggota KPU
■ Menyampaikan laporan penyelenggaraan Pemilu kepada Presiden dan DPR dengan tembusan kepada
Bawaslu paling lambat 30 hari setelah pengucapan sumpah/janji Pejabat
■ Melaksanakan Putusan Bawaslu mengenai sanksi atas pelanggaran administratif dan sengketa proses
Pemilu
■ Menyediakan data hasil Pemilu secara nasional
■ Melakukan pemutakhiran dan memelihara data pemilih secara berkelanjutan (dengan mempertimbangkan
data kependudukan)
■ Melaksanakan Putusan DKPP
■ Melaksanakan kewajiban lain sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan
LEMBAGA PENYELENGGARA PEMILU

KPU Menyelenggarakan Pemilu

BAWASLU Pengawasan penyelenggaraan Pemilu, termasuk pencegahan dan


penindakan terhadap pelanggaran pemilu dan sengketa proses pemilu

DKPP Menangani pelanggaran kode etik Penyelenggara Pemilu

Terdiri dari unsur Bawaslu, Kepolisian dan Kejaksaan


GAKKUMDU
yang bertugas menangani Tindak Pidana Pemilu
JENIS-JENIS SENGKETA PEMILU
Ada beberapa jenis sengketa dan pelanggaran pemilu :
a. Pelanggaran Administratif
■ Pelanggaran terhadap tata cara, prosedur, atau mekanisme administrasi
pelaksanaan Pemilu
■ Diselesaikan oleh Bawaslu (termasuk Bawaslu Provinsi dan Kab/Kota) melalui
Putusan Bawaslu, dan KPU wajib menindaklanjutinya melalui Keputusan KPU
■ Keputusan KPU dapat berupa sanksi administratif pembatalan calon dan pasangan
calon
■ Keputusan KPU terkait pembatalan bisa diajukan upaya hukum ke Mahkamah Agung
yang putusannya bersifat final dan mengikat
b. Sengketa Proses
■ Sengketa antar peserta Pemilu dan sengketa antara penyelenggara pemilu dengan
peserta pemilu sebagai akibat dikeluarkannya Keputusan KPU (termasuk KPU
Provinsi/Kabupaten/Kota)
■ Diselesaikan oleh Bawaslu (termasuk Bawaslu Provinsi dan Kabupaten/Kota) yang
putusannya bersifat final dan mengikat, kecuali untuk sengketa karena verifikasi
parpol peserta pemilu, dan penetapan daftar calon/pasangan calon
■ Obyek sengketa yang dikecualikan dapat diajukan ke PTUN, yang putusannya
bersifat final dan mengikat (tidak dapat diajukan upaya hukum lain)
JENIS-JENIS SENGKETA PEMILU
c. Sengketa/Perselisihan Hasil
■ Obyek sengketa adalah Keputusan KPU tentang Penetapan Hasil Rekapitulasi Penghitungan
Perolehan Suara – diajukan pembatalan oleh peserta pemilu
■ Kewenangan memeriksa dan mengadili ada pada Mahkamah Konstitusi
■ KPU menjadi Pihak Termohon dalam Sengketa PHPU di MK
■ Putusan MK bisa memerintahkan Pemungutan Suara Ulang dan Penghitungan Suara Ulang,
dan KPU wajib menindak lanjuti Putusan MK
d. Tindak Pidana Pemilu
■ Laporan dugaan tindak pidana pemilu melalui Bawaslu, yang diteruskan kepada
GAKKUMDU
■ Penyelidikan, penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan tindak pidana pemilu menggunakan
KUHAP kecuali ditentukan lain
■ Penyelidik dan penyidik harus telah mengikuti pelatihan khusus
■ Pengadilan sampai Pengadilan Tinggi saja, dan jika berkaitan dengan perolehan suara maka
harus sudah diputus selambat-lambatnya 5 hari sebelum KPU menetapkan hasilnya
■ Ketentuan Tindak Pidana Pemilu lihat Bab II (Ps 448-554) UU 7/2017
e. Pelanggaran Kode Etik
■ Menjadi tugas dan wewenang DKPP
■ Memeriksa dan mengadili pelanggaran kode etik oleh penyelenggara pemilu (KPU dan Bawaslu)
PRODUK HUKUM KPU
§ Peraturan KPU
§ Pelaksanaan peraturan perundang-undangan
§ Jika berkaitan dengan pelaksanaan tahapan pemilu, wajib berkonsultasi dengan DPR
dan Pemerintah melalui rapat dengar pendapat
§ Jika bertentangan dengan UU Pemilu dilakukan pengujian ke Mahkamah Agung
§ Keputusan KPU
§ Beschikking, yang konkret dan individual
§ Dapat digugat ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN)
§ Surat Edaran KPU
§ Beleidsregel/Peraturan Kebijakan
§ Mengikat secara langsung untuk internal (lingkupan KPU) dan secara tidak langsung
kepada masyarakat luas
§ Dapat digunakan sebagai pelaksanaan dari Keputusan KPU
ORGANISASI DAN KEANGGOTAAN
■ Persyaratan (Ps 21 UU 7/2017)
– WNI
– Memiliki pengetahuan dan keahlian yang berkaitan dengan penyelenggaraan pemilu
– Mengundurkan diri dari keanggotaan parpol, dari jabatan publik/pemerintahan, dari keanggotaan
ormas
– Bersedia tidak menduduki jabatan politik dan jabatan publik lain selama menjadi anggota
– Tidak berada dalam ikatan perkawinan dengan sesama penyelenggara pemilu
– dll
■ Pengangkatan (Ps 22 sd Ps 36 UU 7/2017)
– Untuk KPU Pusat, Presiden membentuk Tim Seleksi berjumlah 11 orang dengan memperhatikan
keterwakilan perempuan 30% melalui Keputusan Presiden
– Tim Seleksi mengumumkan pendaftaran calon, melakukan seleksi, dan menetapkan 14 nama calon
dalam rapat pleno untuk disampaikan kepada Presiden
– Presiden mengajukan ke DPR
– Pemilihan anggota KPU di DPR berdasarkan hasil uji kelayakan dan kepatutan
– DPR menetapkan 7 nama calon terpilih, jika kurang dari itu maka DPR meminta Presiden
mengajukan calon lain
– Presiden mengesahkan dan melantik calon terpilih
– Untuk KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota maka pembentukan tim seleksi melalui KPU Pusat,
tanpa melalui DPR atau DPRD
PEMBERHENTIAN ANGGOTA
■ Pemberhentian Antar Waktu
– Meninggal dunia
– Berhalangan tetap
– Diberhentikan dengan tidak hormat
■ Pemberhentian Tidak Dengan Hormat
– Tidak lagi memenuhi syarat, melanggar sumpah jabatan dan kode etik, tidak
melaksanakan tugas kewajiban tanpa alasan yang sah selama 3 bulan berturut
turut, dipidana penjara karena melakukan tindak pidana pemilu dan tindak
pidana lainnya, dll
– Kecuali karena alasan dipidana penjara harus melalui verifikasi DKPP
■ Implikasi Pemberhentian
– Penggantian Antar Waktu (diganti calon anggota nomor urut berikutnya
berdasarkan hasil pemilihan)
– Jika terbukti tidak bersalah melakukan tindak pidana berdasarkan Putusan
Pengadilan, maka harus diaktifkan kembali melalui Keputusan Presiden (untuk
anggota KPU) dan Keputusan KPU (untuk anggota KPU
Provinsi/Kabupaten/Kota)
PEMILU 2024 BAGAIMANA?
■ Putusan MK Nomor 14/PUU-XI/2013 – pemilu serentak konstitusional
■ Putusan MK Nomor 55/PUU-XVII/2019, menyediakan beberapa pilihan untuk pemilu serentak
– Pemilu serentak sekaligus, satu kali dalam lima tahun untuk semua posisi publik (pemilu
dan pilkada serentak) – pemilu 7 kotak
– Pemilu serentak hanya untuk seluruh jabatan legislatif (pusat dan daerah), kemudian
disusul pemilu serentak untuk eksekutif (pusat dan daerah) – clustered concurrent election
– Pemilu serentak dengan pemilu sela berdasarkan tingkatan – pemilu nasional dan pemilu
lokal atau concurrent election with mid-term election
– Pemilu serentak tingkat nasional dan tingkat lokal yang waktunya dibedakan secara
interval – mis. Pemilu nasional dulu, tahun berikutnya pemilu lokal region Sumatera, tahun
berikutnya region Jawa dst (model concurrent election with regional-based concurrent
elections)
– Pemilu serentak tingkat nasional yang kemudian diikuti pemilu serentak di masing-masing
Provinsi – concurrent election with flexible concurrent local elections
– Pemilu serentak untuk memilih anggota DPR, DPD, DPRD, serta Presiden dan Wapres
kemudian diikuti setelah selang waktu tertentu dengan pemilu eksekutif bersamaan untuk
satu Provinsi yang jadwalnya tergantung dari siklus pemilu lokal di masing-masing Provinsi
PEMILU 2024
■ Diatur melalui Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 3 Tahun 2022
TERIMA KASIH
Pertemuan XI
Valerianus B. Jehanu
SEJARAH
■ Amanat reformasi (1998), respons terhadap kekuasaan Orde Baru – Korupsi, Kolusi,
Nepotisme yang tersentralisasi ke keluarga presiden dan orang terdekatnya
■ Dampak korupsi sangat serius, bahkan bersifat disintegratif yang mengikis solidaritas
kebangsaan (Mochtar Pabottinggi, 2009)
■ Dalam konteks penegakan hukum sangat minim profesionalisme, kompetensi,
independensi dan imparsialitas – In many countries, especially in the lower judiciary,
corruption is sadly a way of life (Michael Kirby)
■ Problema korupsi politik berbarengan dengan korupsi peradilan, ada faktor resiprokal
ketika penegakan hukum anti korupsi harus melalui lembaga penegak hukum (yang
juga korup)
■ Perlu extra ordinary action, perlu independent commission untuk menangani extra
ordinary crime
■ Sebelum ada KPK sudah ada Komisi Pemeriksa Kekayaan Pejabat Negara (KPKPN)
tetapi dianggap wewenangnya tidak memenuhi kriteria ordinary action tadi, diperlukan
lembaga penegak hukum dengan wewenang luas dalam pemberantasan korupsi –
KPKN kemudian menjadi bagian integral dalam bidang pencegahan di KPK
DASAR HUKUM
■ Ketetapan MPR Nomor XI/MPR/1998 tentang Penyelenggaraan Negara yang
Bersih dan Bebas KKN
■ UU Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan
Bebas KKN
■ UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001
■ UU Nomor 15 Tahun 2002 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 25 Tahun
2003 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang
■ UU Nomor 30 Tahun 2002 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 19 Tahun
2019 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi
BEBERAPA PUTUSAN MK TERKAIT KELEMBAGAAN KPK
Ada beberapa uji materiil yang mempersoalkan kelembagaan KPK, terutama yang berkaitan dengan sifatnya
sebagai lembaga negara independen.
■ Putusan MK Nomor 012-016-019/PUU-IV/2006
Independensi dan bebasnya KPK dari pengaruh kekuasaan manapun adalah dalam melaksanakan
tugas dan wewenangnya
■ Putusan MK Nomor 19/PUU-V/2007
KPK adalah lembaga negara yang bersifat independen, yang dalam melaksanakan tugas dan
wewenangnya bebas dari intervensi kekuasaan manapun, termasuk independence agencies lain
■ Putusan MK Nomor 37-39/PUU-VIII/2010
KPK adalah lembaga negara yang bersifat independen, yang dalam melaksanakan tugas dan
wewenangnya bebas dari kekuasaan manapun
■ Putusan MK Nomor 5/PUU-IX/2001
KPK adalah lembaga negara yang independen
■ Putusan MK Nomor 36/PUU-XV/2017 – menguji UU MD3
Secara tekstual jelas, bahwa KPK adalah organ atau lembaga yang termasuk eksekutif dan pelaksana
UU di bidang penegakan hukum, maka KPK bisa di angket oleh DPR
■ Putusan MK Nomor 70/PUU-XVII/2019 – menguji UU KPK hasil revisi
Menyatakan Pasal 1 angka (3) inkonstitusional bersyarat sepanjang tidak dimaknai KPK adalah
lembaga negara dalam rumpun kekuasaan eksekutif yang dalam melaksanakan tugas
pemberantasan Tipikor bersifat independen dan bebas dari pengaruh kekuasaan manapun
KEDUDUKAN KPK
■ UU Nomor 30 Tahun 2002
– Komisi Pemberantan Korupsi adalah lembaga negara yang dalam melaksanakan
tugas dan wewenangnya bersifat independen dan bebas dari pengaruh kekuasaan
manapun (Pasal 3)
– Pegawai KPK bukan Aparatur Sipil Negara – sesuai dengan konsep lembaga negara
independen, dalam hal rekrutmen pegawai maka diatur dengan Keputusan KPK (Pasal
24 ayat 3)
– Berkedudukan di ibu kota negara dan wilayah kerjanya mencakup seluruh wilayah
NKRI (Pasal 19 ayat 1) dan dapat membentuk kantor perwakilan di daerah provinsi
(Pasal 19 ayat 2)
■ UU Nomor 19 Tahun 2019
– Komisi Pemberantasan Korupsi adalah lembaga negara dalam rumpun kekuasaan
eksekutif yang dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya bersifat independent
dan bebas dari pengaruh kekuasaan manapun (Pasal 3)
– Pegawai KPK adalah aparatur sipil negara sebagaimana dimaksud dalam peraturan
perundang-undangan mengenai aparatur sipil negara (Pasal 1 angka 6)
– Diadakan Dewan Pengawas yang dipilih oleh Presiden (Bab VA) – untuk melakukan
penyadapan wajib mendapat izin tertulis dari Dewan Pengawas (Pasal 12B)
– Berkedudukan di ibu kota negara dan wilayah kerjanya mencakup seluruh wilayah
NKRI (Pasal 19)
TUGAS KPK
Pasal 6 UU Nomor 19 Tahun 2019
a. tindakan-tindakan pencegahan sehingga tidak terjadi Tindak Pidana
Korupsi;
b. koordinasi dengan instansi yang berwenang melaksanakan Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi dan instansi yang bertugas melaksanakan pelayanan
publik;
c. monitor terhadap penyelenggaraan pemerintahan negara;
d. supervisi terhadap instansi yang berwenang melaksanakan Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi;
e. penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan terhadap Tindak Pidana Korupsi;
dan
f. tindakan untuk melaksanakan penetapan hakim dan putusan pengadilan
yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.
WEWENANG KPK - PENCEGAHAN
Pasal 7 UU Nomor 19 Tahun 2019
a. melakukan pendaftaran dan pemeriksaan terhadap laporan harta kekayaan
penyelenggara negara;
b. menerima laporan dan menetapkan status gratifikasi;
c. menyelenggarakan program pendidikan anti korupsi pada setiap jejaring
pendidikan;
d. merencanakan dan melaksanakan program sosialisasi Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi;
e. melakukan kampanye anti korupsi kepada masyarakat; dan
f. melakukan kerja sama bilateral atau multilateral dalam Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi.
WEWENANG KPK - KOORDINATIF
Pasal 8 UU Nomor 19 Tahun 2019
Dalam melakukan koordinasi dengan instansi yang berwenang melaksanakan
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan instansi yang bertugas melaksanakan
pelayanan publik, KPK berwenang:
a. mengoordinasikan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan dalam
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi;
b. menetapkan sistem pelaporan dalam kegiatan Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi;
c. meminta informasi tentang kegiatan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
kepada instansi yang terkait;
d. melaksanakan dengar pendapat atau pertemuan dengan instansi yang
berwenang dalam melakukan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi;
e. meminta laporan kepada instansi berwenang mengenai upaya pencegahan
sehingga tidak terjadi Tindak Pidana Korupsi.”
WEWENANG KPK - MONITORING
Pasal 9 UU Nomor 19 Tahun 2019
Dalam melakukan monitor terhadap penyelenggaraan pemerintahan negara,
KPK berwenang:
a. melakukan pengkajian terhadap sistem pengelolaan administrasi di semua
lembaga negara dan lembaga pemerintahan;
b. memberi saran kepada pimpinan lembaga negara dan lembaga
pemerintahan untuk melakukan perubahan jika berdasarkan hasil
pengkajian, sistem pengelolaan administrasi tersebut berpotensi
menyebabkan terjadinya Tindak Pidana Korupsi;
c. melaporkan kepada Presiden Republik Indonesia, Dewan Perwakilan Rakyat
Republik Indonesia, dan Badan Pemeriksa Keuangan, jika saran Komisi
Pemberantasan Korupsi mengenai usulan perubahan tidak dilaksanakan.
WEWENANG KPK - SUPERVISI
Pasal 10 UU Nomor 19 Tahun 2019
Dalam melaksanakan supervisi terhadap instansi yang berwenang
melaksanakan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, KPK berwenang
melakukan pengawasan, penelitian, atau penelaahan terhadap instansi yang
menjalankan tugas dan wewenangnya yang berkaitan dengan Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi.

Pasal 10 A UU Nomor 19 Tahun 2019


Dalam melaksanakan wewenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10, KPK
berwenang mengambil alih penyidikan dan/atau penuntutan terhadap pelaku
Tindak Pidana Korupsi yang sedang dilakukan oleh kepolisian atau kejaksaan –
dan kepolisian/kejaksaan wajib menyerahkan tersangka dan seluruh berkas
perkara paling lama 14 hari sejak permintaan
WEWENANG KPK
PENYELIDIKAN, PENYIDIKAN DAN PENUNTUTAN
Dalam melaksanakan tugas, KPK berwenang melakukan penyelidikan,
penyidikan dan penuntutan terhadap tindak pidana korupsi yang :
■ Pasal 11 UU Nomor 30 Tahun 2002
– Melibatkan aparat penegak hukum, penyelenggara negara, dan orang
lain yang ada kaitannya dengan Tindak Pidana Korupsi yang dilakukan
oleh aparat hukum atau penyelenggara negara;
– Mendapat perhatian yang meresahkan masyarakat; dan/atau
– Menyangkut kerugian negara paling sedikit 1 Milyar
■ Pasal 11 UU Nomor 19 Tahun 2019
– Melibatkan aparat penegak hukum, penyelenggara negara, dan orang
lain yang ada kaitannya dengan Tindak Pidana Korupsi yang dilakukan
oleh aparat hukum atau penyelenggara negara; dan/atau
– Menyangkut kerugian negara paling sedikit 1 Milyar
WEWENANG KPK
PENYELIDIKAN, PENYIDIKAN DAN PENUNTUTAN
■ Berwenang melakukan penyadapan, setelah mendapat izin tertulis dari
Dewan Pengawas – dengan perubahan ini masih independen kah?
■ Wewenang terkait tugas penyidikan diatur dalam Pasal 12 ayat 2 UU
19/2019
■ Dalam melaksanakan penuntutan harus melalui koordinasi sesuai
ketentuan peraturan perundang-undangan (Pasal 12 A UU 19/2019)
■ Penyelidik dan penyidik melaporkan penyadapan kepada Pimpinan KPK
secara berkala dan setelah selesai dipertanggung jawabkan kepada
Pimpinan KPK + diberitahukan kepada Dewan Pengawas (bdk Putusan MK
70/PUU-XVII/2019)
■ Penyidik melakukan penggeledahan dan penyitaan atas izin tertulis Dewan
Pengawas
KEWAJIBAN KPK
Pasal 15 UU Nomor 19 Tahun 2019

■ Pemberian perlindungan terhadap saksi atau pelapor;


■ Memberikan informasi, memberikan bantuan untuk memperoleh
data yang berkaitan dengan hasil penuntutan Tipikor yang
ditangani KPK;
■ Menyusun laporan tahunan dan menyampaikan kepada
Presiden, DPR dan BPK;
■ Menegakkan sumpah jabatan;
■ Menjalankan tugas, tanggung jawab dan wewenangnya;
■ Menyusun kode etik pimpinan dan Pegawai KPK
UNSUR KPK
Komisi Pemberantasan Korupsi terdiri atas :
a. Dewan Pengawas yang berjumlah 5 (lima) orang
• Mengawasi pelaksanaan tugas dan wewenang KPK
• Memegang jabatan selama 4 tahun dan dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama untuk
1 kali masa jabatan
• Tugasnya diatur dalam Pasal 37B UU 19/2019
• Dapat membentuk organ pelaksana pengawas
• Ketua dan anggota Dewas diangkat dan ditetapkan oleh Presiden
b. Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi yang terdiri dari 5 (lima) orang Anggota Komisi
Pemberantasan Korupsi
• Pimpinan KPK merupakan pejabat negara (Pasal 21 ayat 3 UU 19/2019)
• Pimpinan KPK bersifat kolektif kolegial, dengan ada ketua yang merangkap anggota
• Memegang jabatan selama 4 tahun dan dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama untuk
1 kali masa jabatan
c. Pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi
• Pegawai KPK adalah Aparatur Sipil Negara
• Pegawai KPK merupakan anggota Korps Profesi Pegawai ASN (Pasal 24 ayat 2 UU 19/2019)
• Ketentuan mengenai tata cara pengangkatan Pegawai KPK dilaksanakan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan
PENGISIAN JABATAN DAN PEMBERHENTIAN
ANGGOTA KPK
■ Pengisian Jabatan ■ Pemberhentian
– Memenuhi syarat berdasarkan – Meninggal dunia
Pasal 29 UU 19/2019 – Berakhir masa jabatannya
– Presiden membentuk Panitia – Melakukan perbuatan tercela
Seleksi – Menjadi terdakwa karena melakukan tindak pidana
– Panitia Seleksi melakukan lain
pengumuman pendaftaran calon, – Berhalangan tetap atau terus menerus selama lebih
mengumumkan calon kepada dari 3 bulan dan tidak dapat melaksanakan tugasnya
publik, dan menentukan calon – Mengundurkan diri – sampai 5 tahun setelah mundur
pimpinan ke Presiden dilarang menduduki jabatan publik
– Presiden menyampaikan daftar – Dikenai sanksi berdasarkan UU 19/2019
calon ke DPR – Menjadi tersangka – pemberhentian sementara
– DPR melakukan pemilihan,
melakukan uji kelayakan, calon
■ Kekosongan Jabatan
terpilih disampaikan kembali ke
– Calon pengganti diusulkan Presiden dari daftar calon
Presiden untuk ditetapkan
yang tidak terpilih di DPR
– Anggota pengganti melanjutkan sisa masa jabatan
yang digantikan
– Anggota sementara diatur dalam UU Nomor 10/2015
HUBUNGAN DENGAN LN LAIN
■ KPK dengan Kepolisian dan Kejaksaan ■ KPK dengan DPR
– Penyelidik KPK dapat berasal dari Kepolisian, – Laporan Pertanggung Jawaban
Kejaksaan, Instansi Pemerintah dan/atau Tahunan
Internal KPK (Pasal 43 ayat 1 UU 19/2019) – Laporan Tindak Lanjut Monitoring
– Penyidik KPK dapat berasal dari Kepolisian, Pemberantasan Korupsi oleh LN Lain
Kejaksaan, PPNS dan Penyelidik KPK (Pasal – Melibatkan DPR dalam Konsultasi
45 ayat 1 UU 19/2019) Pemilihan Calon Dewan Pengawas
– Melaksanakan pendidikan di bidang KPK
penyelidikan dan penyidikan untuk para – Pemilihan calon pimpinan KPK
penyelidik/penyidik KPK berdasarkan usulan Presiden, yang
– Koordinasi, monitoring dan supervisi, melalui mekanisme uji kelayakan (fit
termasuk pengambil alihan penyidikan and propper test)
dan/atau penuntutan Tipikor yang ditangani
Kepolisian dan Kejaksaan
■ KPK dengan Presiden
■ KPK dengan BPK
– Laporan Pertanggung Jawaban Tahunan
– Laporan Pertanggung Jawaban
– Laporan Tindak Lanjut Monitoring Tahunan
Pemberantasan Korupsi oleh LN Lain
– Laporan Tindak Lanjut Monitoring
– Mengusulkan calon pimpinan KPK Pemberantasan Korupsi oleh LN Lain
– Pengangkatan dan Pemberhentian Pimpinan
KPK dan Dewan Pengawas KPK
TERIMA KASIH
SENGKETA KEWENANGAN
LEMBAGA NEGARA
Pertemuan XIII
Valerianus B. Jehanu
AMANDEMEN TIDAK LAGI CHECK AND BALANCES
UUD 1945 SUPREMASI MPR ANTAR LEMBAGA NEGARA
Tidak ada Lembaga Tertinggi Negara,
sehingga pengawasan terhadap Lembaga
Negara dilakukan melalui dua model
(menggunakan lembaga negara lain atau POTENSI
pengawasan internal)
SENGKETA

LEMBAGA NEGARA YANG LEMBAGA NEGARA YANG


DASAR HUKUM KEWENANGANNYA KEWENANGANNYA
• Pasal 24C ayat (1) DIBERIKAN UUD 1945 TIDAK DARI UUD 1945
UUD NRI 1945
• UU Mahkamah Dikecualikan untuk MA (terkait
Konstitusi kekuasaan kehakiman) dan
MK (nemo judex idoneus in
• Peraturan MK propria causa)
Nomor
08/PMK/2006
MAHKAMAH TIDAK JELAS
KONSTITUSI
menggunakan proses politik
(diselesaikan antar lembaga negara) atau
melalui perbaikan legislasi-regulasi
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai