Anda di halaman 1dari 13

BANK & LEMBAGA KEUANGAN

NAMA : KETUT WIDIA PUTRI

NIM : 019 2 0003

PRODI/SEMESTER : MANAJEMEN C/IV

UNIVERSITAS PANJI SAKTI

2021/2022
BAB VII

Bank Indonesia (BI) adalah bank sentral Republik Indonesia sesuai Pasal 23D Undang-Undang


Dasar Negara Republik Indonesia (UUD) dan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 Tentang Bank
Indonesia[1]. Sebelum dinasionalisasi sesuai Undang-Undang Pokok Bank Indonesia pada 1 Juli
1953, bank ini bernama De Javasche Bank (DJB) yang didirikan berdasarkan Oktroi pada masa
pemerintahan Hindia Belanda.[2] Sebagai bank sentral, BI mempunyai tujuan tunggal, yaitu mencapai
dan memelihara kestabilan nilai rupiah. Kestabilan nilai rupiah ini mengandung dua dimensi, yaitu
kestabilan nilai mata uang terhadap barang dan jasa domestik (inflasi), serta kestabilan terhadap
mata uang negara lain (kurs).[3]
Untuk mencapai tujuan tersebut BI didukung oleh tiga pilar yang merupakan tiga bidang tugasnya.
Ketiga tugas ini adalah:

1. menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter;


2. mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran; serta
3. mengatur dan mengawasi perbankan (tugas ini masih berlaku pasca-UU OJK namun
difokuskan pada aspek makroprudensial dalam rangka menjaga stabilitas sistem keuangan
di Indonesia).[4][5]
Ketiga tugas tersebut dijalankan secara terintegrasi agar tujuan mencapai dan memelihara
kestabilan nilai rupiah dapat dicapai secara efektif dan efisien. Setelah tugas mengatur dan
mengawasi perbankan secara mikroprudensial dialihkan kepada Otoritas Jasa Keuangan, tugas BI
dalam mengatur dan mengawasi perbankan tetap berlaku, namun difokuskan pada
aspek makroprudensial sistem perbankan[5].
BI juga menjadi satu-satunya lembaga yang memiliki hak untuk mengedarkan uang di Indonesia.
Dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya BI dipimpin oleh Dewan Gubernur yang diketuai
oleh seorang Gubernur Bank Indonesia. Sejak 24 Mei 2018, Perry Warjiyo menjabat
sebagai Gubernur BI menggantikan Agus Martowardojo.
Pendirian Bank Indonesia didahului oleh proses nasionalisasi De Javasche Bank NV (DJB) yang
dilakukan pada Desember 1951 berdasarkan Undang-Undang (UU) Nomor 24 Tahun 1951 Tentang
Nasionalisasi De Javasche Bank NV.[6][7] Setelah DJB dinasionalisasi, Republik Indonesia mendirikan
Bank Indonesia berdasarkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1953 Tentang Penetapan Undang-
Undang Pokok Bank Indonesia yang disahkan pada 19 Mei 1953, diumumkan 2 Juni 1953, dan
mulai berlaku pada 1 Juli 1953.[7] Tanggal berlakunya UU tersebut diperingati juga sebagai hari lahir
Bank Indonesia. Selain itu, di dalam UU tersebut dinyatakan bahwa Bank Indonesia didirikan untuk
bertindak sebagai bank sentral Indonesia.[7]
Dalam perjalanannya, peran bank Indonesia mengalami perubahan sesuai dengan dinamika
ekonomi, sosial dan politik baik nasional maupun global. Sejalan dengan itu, UU yang menjadi dasar
hukum eksistensi Bank Indonesia mengalami pergantian dan penyempurnaan. UU saat ini yang
menjadi dasar hukum Bank Indonesia adalah UU Nomor 23 Tahun 1999 Tentang Bank Indonesia
(yang telah beberapa kali mengalami penyempurnaan, terakhir dengan UU No. 6 Tahun 2009).
Tidak hanya pada tataran UU, perubahan mendasar juga terjadi pada tataran konstitusional.
Amandemen Keempat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945),
menyisipkan satu pasal baru, 23D, yang berbunyi, " Negara memiliki suatu bank sentral yang
susunan, kedudukan, kewenangan, tanggung jawab dan independensinya diatur dengan Undang-
Undang

Status dan Kedudukan Bank Indonesia


Sebagai Lembaga Negara yang Independen
Babak baru dalam sejarah Bank Indonesia sebagai Bank Sentral yang independen dimulai ketika
sebuah undang-undang baru, yaitu Undang-Undang No. 23/1999 tentang Bank Indonesia,
dinyatakan berlaku pada tanggal 17 Mei 1999. Undang-undang ini memberikan status dan
kedudukan sebagai suatu lembaga negara independen dan bebas dari campur
tangan pemerintah ataupun pihak lainnya. Sebagai suatu lembaga negara yang independen, Bank
Indonesia mempunyai otonomi penuh dalam merumuskan dan melaksanakan setiap tugas dan
wewenangnya sebagaimana ditentukan dalam undang-undang tersebut. Pihak luar tidak dibenarkan
mencampuri pelaksanaan tugas Bank Indonesia, dan Bank Indonesia juga berkewajiban untuk
menolak atau mengabaikan intervensi dalam bentuk apapun dari pihak manapun juga. Untuk lebih
menjamin independensi tersebut, undang-undang ini telah memberikan kedudukan khusus kepada
Bank Indonesia dalam struktur ketatanegaraan Republik Indonesia. Sebagai Lembaga negara yang
independen kedudukan Bank Indonesia tidak sejajar dengan Lembaga Tinggi Negara. Disamping
itu, kedudukan Bank Indonesia juga tidak sama dengan Departemen, karena kedudukan Bank
Indonesia berada di luar Pemerintah. Status dan kedudukan yang khusus tersebut diperlukan agar
Bank Indonesia dapat melaksanakan peran dan fungsinya sebagai otoritas moneter secara lebih
efektif dan efisien.
Sebagai Badan Hukum
Status Bank Indonesia baik sebagai badan hukum publik maupun badan hukum perdata ditetapkan
dengan undang-undang. Sebagai badan hukum publik Bank Indonesia berwenang menetapkan
peraturan-peraturan hukum yang merupakan pelaksanaan dari undang-undang yang mengikat
seluruh masyarakat luas sesuai dengan tugas dan wewenangnya. Sebagai badan hukum perdata,
Bank Indonesia dapat bertindak untuk dan atas nama sendiri di dalam maupun di luar pengadilan.

Tujuan dan Tugas Bank Indonesia


Dalam kapasitasnya sebagai bank sentral, Bank Indonesia mempunyai satu tujuan tunggal, yaitu
mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah. Kestabilan nilai rupiah ini mengandung dua
aspek, yaitu kestabilan nilai mata uang terhadap barang dan jasa, serta kestabilan terhadap mata
uang negara lain. Aspek pertama tercermin pada perkembangan laju inflasi, sementara aspek kedua
tercermin pada perkembangan nilai tukar rupiah terhadap mata uang negara lain. Perumusan tujuan
tunggal ini dimaksudkan untuk memperjelas sasaran yang harus dicapai Bank Indonesia serta
batas-batas tanggung jawabnya. Dengan demikian, tercapai atau tidaknya tujuan Bank Indonesia ini
kelak akan dapat diukur dengan mudah.
Tiga Pilar Utama
Untuk mencapai tujuan tersebut Bank Indonesia didukung oleh tiga pilar yang merupakan tiga
bidang tugasnya. Ketiga bidang tugas ini adalah:

 Menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter.


 Mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran, serta
 Menjaga stabilitas sistem keuangan.

Pengaturan dan Pengawasan Bank


Dalam rangka tugas mengatur dan mengawasi perbankan, Bank Indonesia menetapkan peraturan,
memberikan dan mencabut izin atas kelembagaan atau kegiatan usaha tertentu dari bank,
melaksanakan pengawasan atas bank, dan mengenakan sanksi terhadap bank sesuai dengan
ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
Dalam pelaksanaan tugas ini, Bank Indonesia berwenang menetapkan ketentuan-ketentuan
perbankan dengan menjunjung tinggi prinsip kehati-hatian.
Berkaitan dengan kewenangan di bidang perizinan, selain memberikan dan mencabut izin usaha
bank, Bank Indonesia juga dapat memberikan izin pembukaan, penutupan dan pemindahan kantor
bank, memberikan persetujuan atas kepemilikan dan kepengurusan bank, serta memberikan izin
kepada bank untuk menjalankan kegiatan-kegiatan usaha tertentu.
Di bidang pengawasan, Bank Indonesia melakukan pengawasan langsung maupun tidak langsung.
Pengawasan langsung dilakukan baik dalam bentuk pemeriksaan secara berkala maupun sewaktu-
waktu bila diperlukan. Pengawasan tidak langsung dilakukan melalui penelitian, analisis dan
evaluasi terhadap laporan yang disampaikan oleh bank.

Upaya Restrukturisasi Perbankan


Sebagai upaya membangun kembali kepercayaan masyarakat terhadap sistem keuangan
dan perekonomian Indonesia, Bank Indonesia telah menempuh
langkah restrukturisasi perbankan yang komprehensif. Langkah ini mutlak diperlukan guna
memfungsikan kembali perbankan sebagai lembaga perantara yang akan mendorong pertumbuhan
ekonomi, disamping sekaligus meningkatkan efektivitas pelaksanaan kebijakan moneter.
Restrukturisasi perbankan tersebut dilakukan melalui upaya memulihkan kepercayaan masyarakat,
program rekapitalisasi, program restrukturisasi kredit, penyempurnaan ketentuan perbankan, dan
peningkatan fungsi pengawasan bank.

Otoritas Moneter
Sebagai bank sentral, Bank Indonesia mempunyai wewenang untuk memutuskan dan
melaksanakan kebijakan moneter yang tepat. Kebijakan itu bisa berupa Open Market
Operation, Discount Policy, Sanering, dan Selective Credit.

Sistem Pembayaran
Menjaga stabilitas nilai tukar rupiah adalah tujuan Bank Indonesia sebagaimana diamanatkan
Undang-Undang No. 23 tahun 1999 tentang Bank Indonesia. Untuk menjaga stabilitas rupiah itu
perlu disokong pengaturan dan pengelolaan akan kelancaran Sistem Pembayaran Nasional (SPN).
Kelancaran SPN ini juga perlu didukung oleh infrastruktur yang handal (robust). Jadi, semakin lancar
dan hadal SPN, maka akan semakin lancar pula transmisi kebijakan moneter yang bersifat time
critical. Bila kebijakan moneter berjalan lancar maka muaranya adalah stabilitas nilai tukar.
BI adalah lembaga yang mengatur dan menjaga kelancaran SPN. Sebagai otoritas moneter, bank
sentral berhak menetapkan dan memberlakukan kebijakan SPN. Selain itu, BI juga memiliki
kewenangan memeberikan persetujuan dan perizinan serta melakukan pengawasan (oversight) atas
SPN. Menyadari kelancaran SPN yang bersifat penting secara sistem (systemically important), bank
sentral memandang perlu menyelenggarakan sistem settlement antar bank melalui infrastruktur BI-
Real Time Gross Settlement (BI-RTGS).
Selain itu masih ada tugas BI dalam SPN, misalnya, peran sebagai penyelenggara
sistem kliring antarbank untuk jenis alat-alat pembayaran tertentu. Bank sentral juga adalah satu-
satunya lembaga yang berhak mengeluarkan dan mengedarkan alat pembayaran tunai seperti uang
rupiah. BI juga berhak mencabut, menarik hingga memusnahkan uang rupiah yang sudah tak
berlaku dari peredaran.
Berbekal kewenangan itu, BI pun menetapkan sejumlah kebijakan dari komponen SPN ini. Misalnya,
alat pembayaran apa yang boleh dipergunakan di Indonesia. BI juga menentukan standar alat-alat
pembayaran tadi serta pihak-pihak yang dapat menerbitkan dan/atau memproses alat-alat
pembayaran tersebut. BI juga berhak menetapkan lembaga-lembaga yang dapat menyelenggarakan
sistem pembayaran. Ambil contoh, sistem kliring atau transfer dana, baik suatu sistem utuh atau
hanya bagian dari sistem saja. Bank sentral juga memiliki kewenangan menunjuk lembaga yang
bisa menyelenggarakan sistem settlement. Pada akhirnya BI juga mesti menetapkan kebijakan
terkait pengendalian risiko, efisiensi serta tata kelola (governance) SPN.
Di sisi alat pembayaran tunai, Bank Indonesia merupakan satu-satunya lembaga yang berwenang
untuk mengeluarkan dan mengedarkan uang Rupiah serta mencabut, menarik dan memusnahkan
uang dari peredaran. Terkait dengan peran BI dalam mengeluarkan dan mengedarkan uang, Bank
Indonesia senantiasa berupaya untuk dapat memenuhi kebutuhan uang kartal di masyarakat baik
dalam nominal yang cukup, jenis pecahan yang sesuai, tepat waktu, dan dalam kondisi yang layak
edar (clean money policy). Untuk mewujudkan clean money policy tersebut, pengelolaan
pengedaran uang yang dilakukan oleh Bank Indonesia dilakukan mulai dari pengeluaran uang,
pengedaran uang, pencabutan dan penarikan uang sampai dengan pemusnahan uang.
Sebelum melakukan pengeluaran uang Rupiah, terlebih dahulu dilakukan perencanaan agar uang
yang dikeluarkan memiliki kualitas yang baik sehingga kepercayaan masyarakat tetap terjaga.
Perencanaan yang dilakukan Bank Indonesia meliputi perencanaan pengeluaran emisi baru dengan
mempertimbangkan tingkat pemalsuan, nilai intrinsik serta masa edar uang. Selain itu dilakukan
pula perencanaan terhadap jumlah serta komposisi pecahan uang yang akan dicetak selama satu
tahun kedepan. Berdasarkan perencanaan tersebut kemudian dilakukan pengadaan uang baik
untuk pengeluaran uang emisi baru maupun pencetakan rutin terhadap uang emisi lama yang telah
dikeluarkan.
Uang Rupiah yang telah dikeluarkan tadi kemudian didistribusikan atau diedarkan di seluruh wilayah
melalui Kantor Bank Indonesia. Kebutuhan uang Rupiah di setiap kantor Bank Indonesia didasarkan
pada jumlah persediaan, keperluan pembayaran, penukaran dan penggantian uang selama jangka
waktu tertentu. Kegitan distribusi dilakukan melalui sarana angkutan darat, laut dan udara. Untuk
menjamin keamanan jalur distribusi senantiasa dilakukan baik melalui pengawalan yang memadai
maupun dengan peningkatan sarana sistem monitoring.
Kegiatan pengedaran uang juga dilakukan melalui pelayanan kas kepada bank umum maupun
masyarakat umum. Layanan kas kepada bank umum dilakukan melalui penerimaan setoran dan
pembayaran uang Rupiah. Sedangkan kepada masyarakat dilakukan melalui penukaran secara
langsung melalui loket-loket penukaran di seluruh kantor Bank Indonesia atau melalui kerjasama
dengan perusahaan yang menyediakan jasa penukaran uang kecil.
Lebih lanjut, kegiatan pengelolaan uang Rupiah yang dilakukan Bank Indonesia adalah
pencabutan uang terhadap suatu pecahan dengan tahun emisi tertentu yang tidak lagi berlaku
sebagai alat pembayaran yang sah. Pencabutan uang dari peredaran dimaksudkan untuk
mencegah dan meminimalisasi peredaran uang palsu serta menyederhanakan komposisi dan emisi
pecahan. Uang Rupiah yang dicabut tersebut dapat ditarik dengan cara menukarkan ke Bank
Indonesia atau pihak lain yang telah ditunjuk oleh Bank Indonesia.
Sementara itu untuk menjaga menjaga kualitas uang Rupiah dalam kondisi yang layak edar di
masyarakat, Bank Indonesia melakukan kegiatan pemusnahan uang. Uang yang dimusnahkan
tersebut adalah uang yang sudah dicabut dan ditarik dari peredaran, uang hasil cetak kurang
sempurna dan uang yang sudah tidak layak edar. Kegiatan pemusnahan uang diatur melalui
prosedur dan dilaksanakan oleh jasa pihak ketiga yang dengan pengawasan oleh tim Bank
Indonesia (BI).

Dewan Gubernur BI
Dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya Bank Indonesia dipimpin oleh Dewan Gubernur.
Dewan ini terdiri atas seorang Gubernur sebagai pemimpin, dibantu oleh seorang Deputi Gubernur
Senior sebagai wakil, dan sekurang-kurangnya empat atau sebanyak-banyaknya tujuh Deputi
Gubernur. Masa jabatan Gubernur dan Deputi Gubernur selama-lamanya lima tahun, dan mereka
hanya dapat dipilih untuk sebanyak-banyaknya dua kali masa tugas.

Pengangkatan dan Pemberhentian Dewan Gubernur


Gubernur dan Deputi Gubernur Senior diusulkan dan diangkat oleh Presiden dengan
persetujuan DPR. Sementara Deputi Gubernur diusulkan oleh Gubernur dan diangkat
oleh Presiden dengan persetujuan DPR. Anggota Dewan Gubernur Bank Indonesia tidak dapat
diberhentikan oleh Presiden, kecuali bila mengundurkan diri, berhalangan tetap, atau melakukan
tindak pidana kejahatan.

Pengambilan keputusan
Sebagai suatu forum pengambilan keputusan tertinggi, Rapat Dewan Gubernur (RDG)
diselenggarakan sekurang-kurangnya sekali dalam sebulan untuk menetapkan kebijakan umum di
bidang moneter, serta sekurang-kurangnya sekali dalam seminggu untuk melakukan evaluasi atas
pelaksanaan kebijakan moneter atau menetapkan kebijakan lain yang bersifat prinsipil dan strategis.
Pengambilan keputusan dilakukan dalam Rapat Dewan Gubernur, atas dasar prinsip musyawarah
demi mufakat. Apabila mufakat tidak tercapai, Gubernur menetapkan keputusan akhir.

Para Gubernur Bank Indonesia


Artikel utama: Daftar Gubernur Bank Indonesia
Sejak dibentuk, orang-orang yang terpilih sebagai Gubernur BI, sebagai berikut:

 2018- Sekarang Perry Warjiyo


 2013-2018 Agus Martowardojo
 2010-2013 Darmin Nasution
 2009-2010 Darmin Nasution (Pelaksana tugas)
 2009 Miranda Gultom (Pelaksana tugas)
 2008-2009 Boediono
 2003-2008 Burhanuddin Abdullah
 1998-2003 Syahril Sabirin
 1993-1998 Sudrajad Djiwandono
 1988-1993 Adrianus Mooy
 1983-1988 Arifin Siregar
 1973-1983 Rachmat Saleh
 1966-1973 Radius Prawiro
 1963-1966 T. Jusuf Muda Dalam
 1960-1963 Mr. Soemarno
 1959-1960 Mr. Soetikno Slamet
 1958-1959 Mr. Loekman Hakim
 1953-1958 Mr. Sjafruddin Prawiranegara
BAB VIII dan IX

Pengertian Otoritas Jasa Keuangan (OJK)


Otoritas Jasa Keuangan (OJK) adalah lembaga Negara yang dibentuk
berdasarkan Undang-undang Nomor 21 Tahun 2011 yang berfungsi
menyelenggarakan sistem pengaturan dan pengawasan yang terintegrasi
terhadap keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa keuangan baik di sektor
perbankan, pasar modal, dan sektor jasa keuangan non-bank seperti
Asuransi, Dana Pensiun, Lembaga Pembiayaan, dan Lembaga Jasa
Keuangan lainnya.

Secara lebih lengkap, OJK adalah lembaga independen dan bebas dari
campur tangan pihak lain yang mempunyai fungsi, tugas, dan wewenang
pengaturan, pengawasan, pemeriksaan dan penyidikan sebagaimana
dimaksud dalam Undang-undang Nomor 21 tersebut.

Tujuan Dibentuk OJK


OJK dibentuk dengan tujuan agar keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa
keuangan:

 Terselanggara secara teratur, adil, transparan dan akuntabel.


 Mampu mewujudkan sistem keuangan yang tumbuh secara
berkelanjutan dan stabil.
 Dan mampu melindungi kepentingan konsumen dan masyarakat.

Fungsi OJK
OJK mempunyai fungsi menyelenggarakan sistem pengaturan dan
pengawasan yang terintegrasi terhadap keseluruhan kegiatan disektor jasa
keuangan.

Tugas Dan Wewenang


OJK mempunyai tugas melakukan pengaturan dan pengawasan terhadap
kegiatan jasa keuangan di sektor perbankan, sektor pasar modal dan sektor
IKNB. OJK melaksanakan tugas pengaturan dan pengawasan terhadap:

 Kegiatan jasa keuangan di sektor perbankan.


 Kegiatan jasa keuangan di sektor pasar modal.
 Dan kegiatan jasa keuangan di sektor perasuransian, dana pensiun,
lembaga pembiayaan dan lembaga jasa keuangan lainnya.

Wewenang OJK
Untuk melaksanakan tugas pengaturan, OJK mempunyai wewenang yaitu:

 Menetapkan peraturan pelaksanaan undang-undang ini.


 Menetapkan peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan.
 Menetapkan peraturan dan keputusan OJK.
 Menetapkan peraturan mengenai pengawasan di sektor jasa keuangan.
 Menetapkan kebijakan mengenai pelaksanaan tugas OJK.
 Menetapkan peraturan mengenai tata cara penetapan perintah tertulis
terhadap lembaga jasa keuangan dan pihak tertentu.
 Menetapkan peraturan mengenai tata cara penetapan pengelola
statuter pada lembaga jasa keuangan.
 Menetapkan struktur organisasi dan infrastruktur, serta mengelola,
memelihara dan menatausahakan kekayaan dan kewajiban.
 Dan menetapkan peraturan mengenai tata cara pengenaan sanksi
sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan di sektor jasa
keuangan.

Peran Otoritas Jasa Keuangan (OJK)


Setiap lembaga atau perusahaan yang didirikan pasti mempunyai visi, misi,
dan tujuan yang ingin dicapai. Visi merupakan cita-cita yang ingin dicapai oleh
suatu lembaga. Kemudian untuk mencapai visi lembaga atau perusahaan
haruslah menetapkan suatu misi. Setelah visi dan misi ditetapkan maka
selanjutnya adalah menetapkan tujuan pencapaian yang diharapkan.
Visi Otoritas Jasa Keuangan (OJK) adalah menjadi lembaga pengawas jasa
industri jasa keuangan yang terpercaya, melindungi kepentingan konsumen
dan masyarakat, dan mampu mewujudkan industri jasa keuangan menjadi
pilar perekonomian nasional yang berdaya saing global serta dapat
memajukan kesejahteraan umum.

Misi yang diemban OJK dalam mencapai visinya adalah :

 Mewujudkan terselenggaranya seluruh kegiatan di dalam sektor jasa


keuangan secara teratur, adil, transparan dan akuntabel
 Mewujudkan sistem keuangan yang tumbuh secara berkelanjutan dan
stabil
 Melindungi kepentingan masyarakat dan konsumen

Sedangkan tujuan OJK adalah agar keseluruhan kegiatan jasa keuangan:

 Terselenggara secara teratur, adil, transparan dan akuntabel


 Mampu mewujudkan sistem keuangan yang tumbuh secara
berkelanjutan dan stabil
 Mampu melindungi kepentingan konsumen dan masyarakat

Selain memiliki visi, misi dan tujuan OJK juga mempunyai fungsi, tugas dan
wewenang yang telah ditentukan menurut undang-undang. Adapun fungsi,
tugas, dan wewenang OJK adalah:

 Fungsi OJK berfungsi menyelenggarakan sistem


pengaturan dan pengawasan yang terintegrasi
terhadap keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa
keuangan
 Tugas OJK melaksanakan tugas pengaturan dan
pengawasan terhadap kegiatan jasa keuangan, yaitu:
2. Perbankan
3. Pasar modal
4. Asuransi
5. Dana pensiun
6. Lembaga pembiayaan
7. Pegadaian
8. Lembaga pinjaman
9. Lembaga pembiayaan ekspor Indonesia
10. Perusahaan pembiayaan sekunder perumahan
11. Penyelenggara program jaminan sosial, pensiun dan
kesejahteraan

 Wewenang OJK adalah:


 Tugas pengaturan

Merupakan peraturan pelaksanaan undang-undang OJK, peraturan


perundang-undangan di sektor jasa keuangan, peraturan dan keputusan OJK,
peraturan mengenai pengawasan di sektor jasa keuangan, kebijakan
mengenai pelaksanaan tugas OJK, peraturan mengenai tata cara penetapan
perintah tertulis terhadap lembaga jasa keuangan dan pihak tertentu,
peraturan mengenai tata cara pengelola statuter, struktur organisasi dan
infrastruktur, serta pengaturan mengenai tata cara pengenaan sanksi.

 Tugas pengawasan

OJK menetapkan kebijakan operasional pengawasan, melakukan


pengawasan, pemeriksaan penyidikan, pelrindungan, konsumen, dan
tindakan lain terhadap lembaga jasa keuangan, pelaku dan/ atau penunjang
kegiatan jasa keuangan, penunjukan dan pengelolaan pengguna statuter,
memberikan perintah tertulis kepada lembaga jasa keuangan atau pihak lain,
menetapkan sanksi administrative terhadap pelaku pelanggaran peraturan
perundang-undangan di sektor jasa keuangan, termasuk kewenangan
perizinan kepada lembaga jasa keuangan.

Dasar Pembentukan Otoritas Jasa Keuangan (OJK)


Otoritas Jasa Keuangan (OJK) adalah suatu bentuk unifikasi pengaturan dan
pengawasan sektor jasa keuangan, di mana sebelumnya kewenangan 
pengaturan dan pengawasan dilaksanakan oleh Kementerian keuangan,
Bank Indonesia dan Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan
(Bapepam-LK).

Pembentukan OJK didasarkan kepada tiga landasan yaitu:

1. Landasan Filosofis

Mewujudkan perekonomian nasional yang mampu tumbuh dengan stabil dan


berkelanjutan, menciptakan kesempatan kerja yang luas dan seimbang
disemua sektor perekonomian, serta memberikan kesejahteraan secara adil
kepada seluruh rakyat Indonesia.

2. Landasan Yuridis
3. Pasal 34 UU no. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia
4. UU no. 6 Tahun 2009 tentang penetapan Perppu No. 2 Tahun 2008
tentang perubahan kedua atas Undang-Undang no.23 tahun 1999
tentang bank Indonesia.
5. Landasan Sosiologis
6. Globalisasi dalam sistem keuangan dan pesatnya kemajuan dibidang
teknologi dan informasi serta inovasi finansial telah menciptakan sistem
keuangan kompleks, dinamis, dan saling terkait antar subsektor
keuangan baik dalam hal produk maupun kelembagaan.
7. Adanya lembaga jasa keuangan yang memiliki hubungan kepemilikan 
diberbagai subsektor keuangan (konglomerasi) menambah
kompleksitas transaksi dan interaksi antar lembaga jasa keuangan di
dalam sistem keuangan.

Struktur Otoritas Jasa Keuangan (OJK)


Setiap pembentukan suatu organisasi pasti sudah dilengkapi dengan struktur
organisasi di dalamnya.Seperti diketahui bahwa organisasi merupakan tempat
atau wadah untuk melaksanakan suatu kegiatan.Sedangkan struktur
organisasi  merupakan bagan atau kompenen yang ada dalam suatu
organisasi.Tiap kompenen memiliki  tugas,tanggung jawab dan wewenang
masing-masing.
Demikian juga dengan Otoritas Jasa Keuangan memiliki struktur organisasi
terdiri atas:

1. Dewan Komisioner OJK


2. Pelaksana Kegiatan Operasional

Struktur Dewan Komisioner terdiri atas:

1. Ketua merangkap anggota;


2. Wakil ketua sebagai Ketua  Komite Etik merangkap anggota;
3. Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan merangkap anggota;
4. Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal merangkap anggota;
5. Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian,Dana Pensiun,Lembaga
Pembiayaan, dan Lembaga Jasa Keuangan lainnya merangkap
anggota;
6. Ketua Dewan Audit merangkap anggota;
7. Anggota yang membidangi Edukasi dan Perlindungan Konsumen;
8. Anggota Ex-officio dari Bank Indonesia yang merupakan anggota
Dewan Gubernur Bank Indonesia; dan
9. Anggota Ex-officio dari Kementerian Keuangan yang merupakan
pejabat setingkat Eselon I kementerian

Pelaksana kegiatan operasional terdiri atas:

1. Ketua Dewan Komisioner memimpin bidang Manajemen Strategis I;


2. Wakil Ketua Dewan Komisioner memimpin bidang Manajemen Strategis
II;
3. Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan memimpin bidang Pengawasan
Sektor Perbankan;
4. Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal memimpin bidang
Pengawasan Sektor Pasar Modal;
5. Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian,Dana Pensiun,Lembaga
Pembiayaan,dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya memimpin bidang
Pengawasan Sektor IKNB;
6. Ketua Dewan Audit memimpin bidang Audit Internal dan Manajemen
Risiko; dan
7. Anggota Dewan Komisioner bidang Edukasi  dan Perlindungan
Konsumen memimpin bidang Edukasi  dan Perlindungan Konsumen.

Anda mungkin juga menyukai