Anda di halaman 1dari 10

Nama: Albert Bonar Tua Tambunan

No.Absen: 35

NIM: 042011133114

Ekonomi Moneter

1.Undang- Undang yang mengatur tentang Bank Sentral sejak pertama berdiri hingga
Sekarang

Bank Sentral di Indonesia sudah didirikan oleh Belanda pada tahun 1882 yang diberi nama De
Javasche Bank yang terus berkembang hingga kini menjadi Bank Indonesia (BI) Adapun
perundang-undangan yang mengatur mengenai Bank Sentral sejak awal beridirinya adalah

a. Undang-Undang De Javasche Bank Wet

Undang-Undang De Javasche Bank ini dikeluarkan pada tahun 1922 yang memberikan De
Javasche Bank wewenang untuk mengedarkan uang.

b. UUD 1945 Pasal 23

Yang berisi ketentuan hukum pembentukan bank sirkulasi yang pada waktu itu diberi nama Bank
Negara Indoneisa

c. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1953

Pemerintah RI menerbitkan UU Nomor 11 Tahun 1953 pada tanggal 1 Juli yang berisi peresmian
Bank Indonesia. Undang-Undang ini kemudian menggantikan De Javasche Bank Wet tahun
1922. Sejak saat itu, Bank Indonesia resmi menjadi Bank Sentral Republik Indonesia.

d. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1968

Mengatur mengenai ketentuan Bank Indonesia sebagai pengemban tugas sentral dan juga BI
tidak lagi memiliki fungsi menyalurkan kredit komersial, namun berperan sebagai agen
pembangunan serta pemegang kas negara.

e. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999

Undang-undang ini berisi mengenai penetapan pemerintah terhadap Bank Indonesia yaitu sebagai
Lembaga independent dan juga menetapkan fungsi tujuan Bank Indoneisa yaitu untuk
memelihara kestabilan nilai rupiah, dan menghapuskan tujuan sebagai agen pembangunan.
f. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2004

Undang-Undang ini berisi tentang penegasan terhadap kedudukan bank sentral yang independen,
penyempurnaan pengaturan tugas dan wewenang, dan penataan fungsi pengawasan Bank
Indonesia.

g. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2009

Undang-Undang ini mengatur tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU No.2


Tahun 2008 tentang perubahan kedua atas UU No.23/1999 tentang Bank Indonesia dan
menetapkan peran Bank Indonesia dalam fungsinya sebagai lender of the last resort.

h. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011

Undang-Undang ini mengatur tentang Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang mengalihkan fungsi
pengaturan dan pengawasan perbankan dari Bank Indonesia ke OJK. Undang-Undang ini
membagi ruang lingkup pengaturan hak dan wewenang OJK serta Bank Indonesia dalam
mikroprudensial dan makroprudensial demi terciptanya stablitas keuangan.

2.Tugas dan fungsi Bank Sentral berdasarkan UUD

Berdasarkan UU No 3 Tahun 2004 Tugas Bank Indonesia adalah

a. menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter;


b. mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran; dan
c. mengatur dan mengawasi bank

Sedangkan fungsinya, Bank Indonesia memiliki 10 fungsi resmi yang diatur oleh undang-undang
antara lain

1. Penerbit uang yang sah untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.

2. Perumus dan pelaksana kebijakan moneter.

3. Penyedia jasa perbankan dan sebagai pengelola pinjaman pemerintah.

4. Kustodian dari cadangan bank umum dan pembantu penyelesaian akhir transaksi kliring
antarbank.
5. Penjaga keutuhan sistem keuangan dan pada beberapa situasi ekonomi juga bertindak
sebagai an emergency lender of last resort serta pengawas kehati-hatian perbankan.

6. Pelaksana dari kebijakan pemerintah di bidang nilai tukar dan sebagai kustodian dari
cadangan devisa negara, serta membantu negara dalam mengelola cadangan devisa.

7. Perumus dan pelaksana kebijakan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi di suatu


negara, terutama di negara berkembang. Selain itu, bank sentral juga sering mendapat mandat untuk
memperkuat pembangunan ekonomi.

8. Penasihat pemerintah terkait kebijakan ekonomi karena dipandang memiliki keahlian


mengenai hal-hal yang berkaitan dengan bidang ekonomi dan keuangan.

9. Lembaga keuangan yang berpartisipasi dalam kerja sama pengaturan moneter


internasional.

10. Lembaga keuangan yang memiliki hubungan erat dengan pemerintah, sehingga
memungkinkan untuk mendapat tugas lain, seperti memberi layanan perbankan kepada publik dan
memberikan perlindungan terhadap nasabah.

3. Tugas Bank Sentral sebelum adanya Otoritas Jasa Keuangan (OJK)

1. Menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter

Sebagai otoritas moneter, Bank Indonesia menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter
untuk mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah. Arah kebijakan didasarkan pada sasaran laju
inflasi yang ingin dicapai dengan memperhatikan berbagai sasaran ekonomi makro lainnya, baik
dalam jangka pendek, menengah, maupun panjang.Implementasi kebijakan moneter ini dilakukan
dengan menetapkan sasaran operasional, yaitu uang primer (base money). Sebagaimana kita
melakukan suatu pekerjaan, pasti kita membutuhkan alat untuk mempermudah terlaksananya
pekeriaan tersebut.

Demikian pula dengan Bank Indonesia. Untuk melaksanakan tugas di bidang moneter, Bank
Indonesia punya alat-alat canggih yang dikenal dengan piranti moneter, Piranti moneter tersebut
adalah, Operasi Pasar Terbuka, penentuan tingkat diskonto, dan penetapan cadangan wajib minimum
bagi perbankan (reserve requirements).
Berkaitan dengan peranannya di bidang moneter ini, Bank Indonesia juga menentukan kebijakan
nilai tukar, mengelola cadangan devisa, dan berperan sebagai lender of the last resort. Dalam
melaksanakan fungsinya sebagai lender of the last resort, Bank Indonesia dapat memberikan kredit
atau pembiayaan kepada bank yang mengalami kesulitan likuditas jangka pendek yang disebabkan
oleh terjadinya mismatch dalam pengelolaan dana dengan tetap memperhatikan kriteria-kriteria yang
telah ditetapkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku dalam UU No. 23 Tahun 1999.

2. Mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran.

Selain tugasnya di bidang moneter dan perbankan, tugas Bank Indonesia lain yang tidak kalah
pentingnya adalah menyelenggarakan sistem pembayaran. Antara lain dengan jalan memperluas,
memperlancar, dan mengatur lalu lintas pembayaran giral dan menyelenggarakan kliring antar
bank.Program pengembangan sistem pembayaran nasional yang telah dikembangkan, antara lain,
Sistem Kliring Elektronik Jakarta (SKEJ), Penetapan Jadwal Kliring T + 0, Bank Indonesia Layanan
Informasi dan Transaksi antar Bank secara Elektronis (BILINE), Sistem Real Time Gross Settlement
(RTGS), dan Sistem Transfer Dana dalam US dollar di Indonesia.

Bank Indonesia terus berupaya meningkatkan efisiensi sistem pembayaran nasional dan
memperkuat sistem pengawasan (oversight) sistem pengawasan dengan mewujudkan perlindungan
konsumen sistem pembayaran di Indonesia.

Di samping itu, terkait dengan tugasnya dalam bidang sistem pembayaran, Bank Indonesia
merupakan satu-satunya lembaga yang berwenang mengeluarkan dan mengedarkan uang rupiah serta
mencabut, menarik uang tersebut dari peredaran. Di sini Bank Indonesia memiliki hak tunggal dalam
mengeluarkan uang kertas dan uang logam. Bank Indonesia harus tetap menjaga uang selalu tersedia
dalam jumlah yang cukup, dalam komposisi pecahan yang sesuai, pada waktu yang tepat, dan dalam
kondisi yang baik sesuai dengan kebutuhan.

3. Mengembangkan sistem perbankan dan sistem perkreditan yang sehat dengan melakukan
pembinaan dan pengawasan terhadap perbankan.

Hingga akhir September 2000 terdapat 153 bank umum dan 7771 Bank Perkreditan Rakyat
(BPR) yang beroperasi di Indonesia. Sebagai pembina dan pengawas perbankan, Bank Indonesia
bertindak seperti layaknya seorang "bapak" kepada "anak"nya.Dalam melaksanakan tugas
pembinaan dan pengawasan perbankan, tugas Bank Indonesia sebagai "Bapak" adalah mengarahkan
bagaimana agar tercipta perbankan yang sehat serta bermanfaat bagi perekonomian masyarakat.
Untuk mencapai tujuan tersebut, Bank Indonesia menetapkan peraturan, memberikan dan
mencabut izin atas kelembagaan atau kegiatan usaha tertentu dari bank, melaksanakan pengawasan
atas bank, dan mengenakan sanksi terhadap bank sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang
berlaku. Di bidang pengawasan, Bank Indonesia melakukan pengawasan langsung (on site
supervision) maupun tidak langsung (off-site supervision). Pengawasan langsung dilakukan baik
dalam bentuk pemeriksaan secara berkala maupun sewaktu-waktu bila diperlukan. Pengawasan tidak
langsung dilakukan melalui penelitian, analisis, dan evaluasi terhadap laporan yang disampaikan
oleh bank. Sebagai upaya membangun kembali kepercayaan masyarakat terhadap sistem keuangan
dan perekonomian Indonesia setelah terjadinya krisis, Pemerintah dan Bank Indonesia telah
menempuh langkah restrukturisasi perbankan yang komprehensif sejak tahun 1998.

Bank Indonesia selaku bank sentral berdasarkan Undang-Undang No. 23 Tahun 1999 adalah
lembaga negara yang independen. Dalam kapasitasnya sebagai bank sentral, Bank Indonesia
mempunyai satu tujuan tunggal, yaitu mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah. Untuk
mencapai tujuannya tersebut, tentu saja kegiatan yang dilakukan Bank Indonesia tidak sama dengan
yang dilakukan oleh bank pada umumnya.

Oleh karena itu Bank Indonesia berpegang pada 5 independency yaitu

1. Independensi kelembagaan (Institutional Independence)


2. Independensi sasaran akhir (Goal Indpendence)
3. Independensi Instrumen (Instrument Independence)
4. Independensi Personal (Personal Independence)
5. Independensi Keuangan (Financial Independence)

4.Kebijakan Moneter dan Makroprudensial

Kebijakan moneter adalah proses penyusunan, pengumuman, dan pelaksanaan rencana tindakan
yang diambil oleh bank sentral, dewan mata uang, atau otoritas moneter kompeten lainnya dari suatu
negara yang mengontrol jumlah uang dalam suatu perekonomian dan penyalurandi mana uang baru
itu disediakan.

Kebijakan moneter terdiri dari pengelolaan jumlah uang beredar dan suku bunga. Tujuannya adalah
untuk memenuhi makroekonomi seperti pengendalian inflasi, konsumsi, pertumbuhan, dan likuiditas.
Hal ini dicapai dengan tindakan seperti memodifikasi suku bunga, membeli atau menjual obligasi
pemerintah, mengatur nilai tukar mata uang asing (valas), dan mengubah jumlah uang yang harus
disimpan oleh bank sebagai cadangan.

Tujuannya adalah untuk mensejahterahkan rakyat dengan cara menaikan perekonomian Indonesia,
meminimalisirkan pengangguran serta mengatur mata uang dalam satu negara. Tetapi tidak selalu
terpaku dengan satu tujuan karena tujuan kebijakan moneter tidak statis, namun bersifat dinamis
karena selalu disesuaikan dengan kebutuhan perekonomian suatu negara.

 Inflasi

Kebijakan moneter dapat menargetkan tingkat inflasi. Tingkat inflasi yang rendah dianggap sehat
bagi perekonomian sebuah negara. Namun, jika inflasi sudah sangat tinggi, kebijakan moneter
diharapkan dapat mengatasi masalah ini.

 Nilai tukar mata uang

Dengan menggunakan otoritas fiskal, bank sentral dapat mengatur nilai tukar antara mata uang
domestik dan asing. Sebagai contoh, bank Indonesia dapat meningkatkan jumlah uang beredar
dengan mengeluarkan lebih banyak uang cetak. Dalam kasus seperti itu, mata uang negara tersebut
menjadi lebih murah dibandingkan dengan mata uang negara lain.

 Memperbaiki neraca perdagangan kerja masyarakat

Meningkatkan ekspor dan mengurangi impor dari luar negeri yang masuk ke dalam negeri atau


sebaliknya. Dengan cara ini maka persaingan produk dalam negeri akan bersaing dan pastinya akan
mempunyai kualitas sehingga dapat di ekspor ke luar negeri.

Adapaun instrumen-instrumen kebijakan moneter antara lain

1. Kebijakan Operasi Pasar Terbuka

Kebijakan ini diambil oleh bank sentral untuk mengurangi atau menambah jumlah uang yang sedang
beredar di masyarakat dengan cara melakukan pembelian atau penjualan Sertifikat Bank Indonesia
(SBI) atau dengan melakukan pembelian atau penjualan surat berharga yang dijual di pasar modal.

2. Kebijakan Diskonto
Diskonto adalah kebijakan pemerintah dalam mengurangi atau menambah jumlah uang beredar
dengan cara mengubah diskonto bank umum. Jika bank sentral memperhitungkan jumlah uang
beredar telah melebihi kebutuhan atau terjadi gejala inflasi, maka bank sentral mengeluarkan
keputusan untuk menaikkan suku bunga. Dengan menaikkan suku bunga akan merangsang keinginan
orang untuk menabung.

3. Kebijakan Cadangan Kas

Lebih lanjut, bank sentral dapat membuat peraturan untuk menaikkan atau menurunkan cadangan
kas. Bank umum yang menerima uang dari nasabah dalam bentuk giro, tabungan, deposito, sertifikat
deposito, dan jenis tabungan lainnya. Ada persentase tertentu dari uang yang disetorkan nasabah dan
tidak boleh dipinjamkan.

4. Penyesuaian tingkat suku bunga

Tingkat diskonto adalah suku bunga yang dikenakan oleh bank sentral kepada bank untuk
pinjaman jangka pendek. Sebagai contoh, jika bank sentral meningkatkan tingkat diskonto, maka
biaya pinjaman untuk bank meningkat.

Kebijakan Makroprudensial kebijakan yang ditujukan untuk meningkatkan ketahanan sistem


keuangan dan untuk mengantispasi resiko sistemik yang timbul akibat keterkaitan antar institusi dan
kecenderungan institusi keuangan untuk mengikuti siklus ekonomi sehingga memperbesar risiko
sistemik.

Instrumen-instrumen kebijakan makroprudensial antara lain

A.Countercyclical Buffer (CCB)

CCB adalah tambahan modal yang berfungsi sebagai penyangga (buffer) untuk mengantisipasi
kerugian apabila terjadi pertumbuhan kredit dan/atau pembiayaan perbankan yang berlebihan
(excessive credit growth) sehingga berpotensi mengganggu stabilitas sistem keuangan.  Risiko ini
terkait dengan perilaku prosiklikalitas penyaluran kredit perbankan, yakni cenderung meningkat saat
periode ekonomi ekspansi (boom) dan melambat pada periode ekonomi kontraksi (bust). CCB perlu
diimplementasikan di Indonesia karena adanya perilaku prosiklikalitas, yang ditunjukkan oleh antara
pertumbuhan kredit dan pertumbuhan ekonomi yang berbanding lurus.  Tambahan modal yang wajib
dibentuk bank pada periode ekspansi dapat digunakan ketika bank menghadapi tekanan saat ekonomi
sedang kontraksi, sehingga keberlanjutan fungsi intermediasi bank diharapkan tetap dapat terjaga.
B.. Rasio Loan to Value atau Financing to Value (LTV/FTV)
rasio antara nilai kredit/pembiayaan yang diberikan oleh Bank Umum Konvensional maupun
Syariah terhadap nilai agunan, berupa properti pada saat pemberian kredit/pembiayaan berdasarkan
hasil penilaian terkini. Sedangkan Uang Muka Kredit/Pembiyaan Kendaraan Bermotor adalah
pembayaran di muka sebesar persentase tertentu dari nilai harga kendaraan bermotor yang sumber
dananya berasal dari debitur atau nasabah.  Dalam perkembangan terkini, salah satu risiko yang
dihadapi di sistem keuangan adalah peningkatan harga aset properti. Salah satu tujuan dari kebijakan
LTV/FTV adalah untuk menjaga stabilitas sistem keuangan dan memitigasi risiko sistemik yang
berasal dari peningkatan harga properti. Kebijakan LTV/FTV juga bertujuan sebagai instrumen
makroprudensial untuk mendorong fungsi intermediasi perbankan yang seimbang dan berkualitas
dalam mendukung pertumbuhan ekonomi nasional dengan tetap menjaga stabilitas sistem keuangan.
Instrumen kebijakan Makroprudensial ini bersifat countercyclical dan dapat disesuaikan dengan
perubahan kondisi ekonomi dan keuangan.
C. Rasio Intermediasi Makroprudensial (RIM) dan Rasio Intermediasi Makroprudensial
Syariah (RIM Syariah)
merupakan instrumen makroprudensial yang ditujukan pada pengelolaan fungsi intermediasi
perbankan agar sesuai dengan kapasitas dan target pertumbuhan perekonomian serta tetap menjaga
prinsip kehati-hatian Kebijakan RIM/RIM Syariah mengakomodasi adanya keberagaman bentuk
intermediasi perbankan dengan memasukkan investasi bank pada surat berharga. RIM/RIM Syariah
juga mendorong terciptanya fungsi intermediasi yang seimbang dan berkualitas, sehingga dapat
mencegah dan mengurangi risiko dan perilaku perbankan yang cenderung prosiklikal. Instrumen
kebijakan Makroprudensial ini bersifat countercyclical dan dapat disesuaikan dengan perubahan
kondisi ekonomi dan keuangan.
D.Penyangga Likuiditas Makroprudensial (PLM) dan Penyangga Likuiditas Makroprudensial
Syariah (PLM Syariah)
PLM merupakan cadangan likuiditas minimum dalam Rupiah yang wajib dipelihara oleh BUK dan
BUS dalam bentuk surat berharga dalam Rupiah yang dapat digunakan dalam operasi moneter, yang
besarnya ditetapkan oleh Bank Indonesia sebesar persentase tertentu dari DPK BUK dan BUS dalam
Rupiah. 

PLM dan PLM Syariah juga memiliki fitur fleksibilitas, yang berarti pada kondisi tertentu surat
berharga tersebut dapat digunakan untuk transaksi repo kepada Bank Indonesia dalam Operasi Pasar
Terbuka sebesar persentase tertentu dari DPK BUK dan BUS dalam Rupiah. Kebijakan PLM/PLM
Syariah diharapkan mengatasi permasalahan prosiklikalitas likuiditas serta menjadi instrumen
makroprudensial berbasis likuiditas yang berlaku untuk seluruh bank. PLM wajib dipenuhi oleh
Bank Umum Konvensional dan Unit Usaha Syariah, sedangkan PLM Syariah wajib dipenuhi oleh
Bank Umum Syariah.

E.Pinjaman Likuiditas Jangka Pendek (PLJP)


PLJP adalah pinjaman dari Bank Indonesia kepada Bank untuk mengatasi kesulitan Likuiditas
Jangka Pendek yang dialami oleh Bank. Sedangkan Pembiayaan Likuiditas Jangka Pendek Syariah
(PLJPS) adalah pembiayaan berdasarkan prinsip syariah dari Bank Indonesia kepada Bank untuk
mengatasi Kesulitan Likuiditas Jangka Pendek yang di alami oleh Bank. Kesulitan likuiditas jangka
pendek adalah keadaan yang dialami Bank yang disebabkan oleh terjadinya arus dana masuk yang
lebih kecil dibandingkan dengan arus dana keluar dalam rupiah yang dapat membuat Bank tidak
dapat memenuhi kewajiban GWM
SUMBER

https://www.bi.go.id/id/tentang-bi/sejarah-bi/Default.aspx

https://www.bi.go.id/id/fungsi-utama/stabilitas-sistem-keuangan/instrumen-
makroprudensial/default.aspx

https://www.ekonomi-holic.com/2012/06/5-macam-independensi-bank-central.html
https://lps.go.id/uu_23_1999
https://review.bukalapak.com/finance/bank-sentral-111616

https://www.merdeka.com/jateng/mengenal-tujuan-bank-sentral-beserta-tugasnya-yang-perlu-diketahui-
kln.html?page=4

https://www.wartaekonomi.co.id/read334529/apa-itu-kebijakan-moneter?page=2

Anda mungkin juga menyukai