Anda di halaman 1dari 7

Pendahuluan

Bertraksaksi adalah suatu hal yang lazim dalam kehidupan manusia hari ini, bahkan setiap
detik, ada berjuta-juta transaksi yang dilakukan oleh umat manusia. Ada banyak macam
transaksi yang mereka lakukan, mulai dari kebutuhan pokok (primer) hingga kebutuhan yang
bersifat tambahan (sekunder). Cara mereka bertransaksi pun beragam seperti sistem transaksi
jual beli, gadai, dan sewa.

Model transasksi secara umum berbeda dengan transaksi yang terjadi di masyarakat adat.
Transaksi yang dilakukan oleh masyarakat adat cenderung menggunakan kesepakatan yang
bersifat kekelurgaan dan berdasarkan rasa persaudaraan yang erat, sedangkan transaksi secara
umum lebih cenderung memandang keuntungan dari berbagai pihak. Fokus pembahasan
dalam makalah ini akan menjelaskan tentang transaksi tanah dalam hukum adat secara umum
dan transaksi tanah dalam hukum adat Jawa Timur secara khusus.

Rumusan masalah

a. Apa pengertian transaksi?


b. Apa saja jenis-jenis transaksi tanah dalam hukum adat?
c. Apa saja transaksi-transaksi yang Ada Hubungannya dengan Tanah?
d. Apa saja transaksi Tanah di Jawa Timur?

Tujuan Pembuatan Makalah

a. Untuk mengetahui pengertian transaksi


b. Untuk mengetahui jenis-jenis transaksi tanah dalam hukum adat
c. Untuk mengetahui transaksi-transaksi yang ada hubungannya dengan tanah
d. Untuk mengetahui transaksi-transaksi tanah di Jawa Timur
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Transaksi
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) arti dari transaksi adalah
persetujuan jual beli dalam perdagangan antara dua pihak. Adapun pengertian
transaksi menurut para ahli antara lain :
1. Menurut Skousen :
“Pertukaran barang dan jasa antara (baik individu, perusahaan-perusahaan
dan organisasi lain) kejadian lain yang mempunyai pengaruh ekonomi atas
bisnis.”
2. Menurut Indra Bastian :
“Transaksi adalah pertemuan antara dua belah pihak ( penjual dan Pembeli)
yang saling menguntungkan dengan adanya data/bukti/dokumen pendukung yang
dimasukkan kedalam jurnal setelah melalui pencatatan.”
3. Menurut Slamet Wiyono :
“Transaksi adalah suatu kejadian ekonomi atau keuangan yang melibatkan
paling tidak dua pihak( seseorang dengan seseorang atau beberapa orang
lainnya) yang saling melakukan pertukaran, melibatkan diri dalam perserikatan
usaha pinjam meminjam dan lain-lain atas dasar suka sama suka ataupun atas
dasar suatu ketetapan hokum/syariat yang berlaku.”

Jadi dapat disimpulkan transaksi tanah dalam hukum adat adalah suatu
perbuatan hukum yang dilakukan oleh sekelompok orang atau individu untuk
menguasai sebidang tanah yang dilakukan baik secara sepihak maupun secara dua
pihak sesuai dengan kebutuhan mereka.

B. Jenis Transaksi Tanah dalam Hukum Adat


Transaksi tanah dalam hukum adat pada hakikatnya terdiri dari dua aspek,
yaitu :
1. Transaksi tanah yang merupakan perbuatan hukum sepihak.
Transaksi tanah yang merupakan perbuatan hukum sepihak adalah suatu
perbuatan yang dilakukan untuk menguasai sebidang tanah dan tanah tersebut
tidak dikuasai oleh siapa pun. 1 Jenis - jenis dari transaksi sepihak antara lain :
a. Pendirian Suatu Desa
Sekelompok orang - orang mendiami suatu tempat tertentu
dan memuat perkampungan diatas tanah itu membuka tanah pertanian
mengubur orang-orang yang meninggal dunia di tempat itu dan
lain sebagainnya sehingga lambat laun tempat itu menjadi desa lambat laun
timbul hubungan religio-magis antara desa dan tanah tersebut tumbuh suatu
hubungan hukum antara desa dan tanah dimaksud tumbuh suatu hak atas
tanah itu bagi persekutuan yang bersangkutan yakni hak ulayat.
b. Pembukaan Tanah oleh Seorang warga Persekutuan
Warga persekutuan atau individu dengan ijin kepala desa membuka tanah
wilayaah persekutuan maka dengan menggarap tanah itu terjadi suatu hubungan
hukum dan sekaligus uga hubungan religi0-magisantara warga tersebut dengan tanah
dimaksud. lazimnya warga yang membuka tanah tersebut kemudian menempatkan
tanda-tanda pelarangan pada tanah yang ia kerjaakan.
Perbuatan hukum ini adalah bersifatat sepihak juga perbuatan ini berakibat
timbulnya hak bagi warga yang membuka tanah tersebut, yakni hak milik, hak
wenang pilih atas tanah yang bersangkutan.

2. Transaksi tanah yang merupakan perbuatan hukum dua pihak


Transaksi tanah yang merupakan perbuatan hukum dua pihak adalah
pengoperan atau penyerahan sebidang tanah yang disertai oleh pembayaran
kontan dari pihak lain pada saat itu juga kepada pihak penerima tanah dan
pembayaran tanah. Perbuatan hukum ini dalam hukum tanah disebut “transaksi
jual” dalam bahasa jawa disebut adol atau sade.
Transaksi jual ini menurut isinya dapat dibedakan menjadi tiga macam, yaitu
sebagai berikut :
a. Penyerahan tanah dengan pembayaran kontan disertai ketentuan bahwa yang
menyerahkan dapat memiliki kembali tanah tersebut dengan pembayaran
sejumlah uang (sesuai dengan pejanjian yang disepakati).2

1
Dewi Wulansari, “Hukum Adat Indonesia: Suatu Pengantar”, Bandung: PT Refika Aditama, 2014,
hlm. 89
2
Ibid;
b. Penyerahan tanah dengan pembayaran kontan tanpa syarat, jadi untuk
seterusnya atau selmanya dimiliki oleh pembeli tanah.
c. Penyerahan tanah dengan pembayaran tanah disertai perjanjian bahwa apabila
kemudian tidak ada perbuatan hukum lain, sesudah satu dua tahun atau dua
kali panen tanah itu kembali lagi kepada pemilik tanah semula yang dalam
bahasa jawa disebut “menjual tahunan,adok ayodan”.

Agar transaksi tanah sah, artinya dalam perbuatan hukum atau


mendapat perlindungan hukum, wajib dilakukan dengan bantuan kepada
persekutuan agar perbuatan hukum ini menjadi terang, dan atas bantuan kepala
perssekutuan lazimnya ia menerima uang saksi.3
Apabila transaksi ini di luar pengetahuan, maka transaksi tersebut tidak
diakui oleh hukum adat dan oleh karenanya pihak ketiga tidak terikat olehnya
serta oleh umum, si penerima tanah tidak diakui haknya atas tanah yang
bersangkutan, perbuatan ini dianggap perbuatan yang tidak terang. Pada
umumnya untuk transaksi- transaksi ini didibuatkan suatu akta yang
ditandatangani (cap jempol) oleh yang menyerahkan serta dibubuhi pula tanda
tangan kepala persekutuan dan saksi- saksi, akta ini adalah merupakan suatu
bukti. Lebih dalam lagi macam transaksi di atas disebut sebagai berikut :
1. Menjual gadai
Dalam hal ini yang menerima tanah berhak untuk mengerjakan tanah
serta untuk memungut hasil dari tanah itu dan ia hanya terikat oleh
janjinya bahwa tanah hanya dapat ditebus oleh yang menjual gadai bila ia
sangat membutuhkan uang, hanya dapat di tebus oleh yang menjual gadai,
bila ia sangat membutuhkan uang hanya dapat menjual lagi gadai tanah itu
kepada orang lain, tetapi tidak boleh menjual lepas tanah tesebut. Begitu
pula ia tidak meminta kembali uang yang diberikannya kepada yang
menjual gadai, tetapi dalam transaksi yang demikian biasanya disertai pula
dengan berbagai tambahan perjanjian seperti:
a. Jika tidak ditebus dalam masa yang dijanjikan maka tanah tersebut
menjadi milik yang membeli gadai.

3
http://achmedsyauqie.blogspot.com/2017/12/transaksi-tanah-yang-bersangkutan.html diakses pada 08
Mei 2019 pukul 14:16
b. Tanah tidak boleh ditebus selama satu tahun, dua atau beberapa tahun
dalam tangan pembeli gadai.
c. Pada umunnya tanah dikembalikan dalam keadaan seperti pada waktu
tanah itu diserahkan. transaksi- transaksi seperti ini kejadiannya
terdapat di seluruh indonesia.

2. Menjual lepas
Dalam hal ini yang membeli lepas memperoleh hak milik atas tanah
yang dibelinya, sedangkan pembayaran dilakukan di hadapan kepala
persekutuan
3. Menjual tahunan
Ini merupakan suatu bentuk menyewakan tanah. Transaksi tanah yang
seperti ini di luar jawa tidak begitu dikenal, mengenai lamanya waktu
transaksi ini tidak tentu.

C. Transaksi-transaksi yang Ada Hubungannya dengan Tanah


Dalam transaksi seperti iniyang menjadi obyeknya adalah bukan tanah, tetapi
hanya mempunyai hubungan dengan tanah seperti :
1. Di Jawa di sebut “maro”; Priangan “nengah”; Jawa “mertelu” atau dalam bahasa
Priangan kata lainnya disebut “jejuran” (Bagi Hasil).
Transaksi diatas terjadi apabila pemilik tanah memberi izin kepada orang lain
untuk mengerjakan tanahnya dengan perjanjian bahwa yang mendapat izin harus
memberikan sebagian hasil tanahnya kepada pemilik tanah. Dasar terjadinya
transaksi ini adalah karena pemilik tanah ingin memungut hasil dari tanahnya atau
ingin memanfaatkan tanahnya, tetapi ia tidak dapat mengerjakannya sendiri
dengan fungsi menjadikan tanah tersebut produktif tanpa pemilik mengerjakannya
sendiri.4 Dalam hal ini penggarap tanah tidak dapat menagih selama ia masih
diperbolehkan mengerjakan tanah yang bersangkutan.
2. Sewa

4
Dewi Wulansari. Op cit., hlm. 93
Sewa adalah suatu transaksi yang mengizinkan orang lain
mengerjakan/mengolah tanahnya atau untuk tinggal atau untuk tinggal di tanahnya
dengan membayar uang sewa yang tetap sesudah tiap panen atau sesudah tiap
bulan atau tiap tahunnya. Apabila pada transaksi sewa penyewa membayarkan
uang muka, lebih-lebih jika uang muka yang dibayar dimaksudkan untuk waktu
yang agak lama.
3. “Tanggungan” atau “jonggolan” di Jawa
Transaksi ini terjadi apabila seseorang yang berhutang janji kepada orang yang
memberi pinjaman, bahwa selama sebelum melunasi hutangnya ia tidak akan
mengadakan transaksi mengenai tanahnya kecuali dengan pemberi hutang. Jika
waktu yang dijanjikan sudah lampau dan utang tidak dapat dilunasi, maka tanah
yang dijadikan tanggungan wajib dikorbankan untuk melunasi hutangnya.
4.  “Numpang”  atau “magersari” di Jawa atau di Priangan disebut  “lindung”
Bentuk transaksi ini terjadi jika seorang pemilik tanah yang bertempat tinggal
ditanah itu memberi izin kepada orang lain untuk membuat rumah yang kemudian
ditempati olehnya diatas tanah yang dimaksud juga sekaligus menimbulkan satu
transaksi yang kemudian disebut “numpang”.
5. Memperduai atau sewa bersama-sama dengan gadai
Transaksi ini merupakan transaksi gabungan antara transaksi tanah dengan
transaksi yang berhubungan dengan tanah, dapat terjadi apabila si A yang
menerima tanah yang digadaikan, memberikan izin kepada B (pemilik tanah yang
menggadaikan tanah) untuk mengerjakan tanah tersebut dengan perjanjian
memperduai atau sewa.
6. Titip
Transaksi ini terjadi dimana suatu transaksi seorang memberi izin kepada
orang lain yang tidak berhak untuk menggunakan tanahnya, sekaligus memelihara
untuknya. Adapun penyebab terjadinya transaksi ini biasanya adalah:
a. Untuk sementara pemilik tanah meninggalkan tempat kediamannya
dimana tanah itu berada, sehingga tidak dapat menggunakan tanah
tersebut.
b. Tanah milik keluarga atau famili, karena tidak mungkin semua anggota
keluarga yang memiliki tanah tersebut mengerjakan dan memelihara tanah
dimaksud, maka oleh keluarga yang bersangkutan tanah itu dititipkan
kepada seorang anggota famili lain atau dapat juga kepada salah seorang
ahli waris.
D. Transaksi Tanah di Jawa Timur
Transaksi tanah di daerah Jawa Timur cenderung menggunakan sistem
transaksi tanah dua pihak. Jarang sekali ditemukan sistem transaksi tanah satu pihak
dikarenakan setiap tanah sudah ada pemiliknya.
Adapun transaksi yang berkaitan dengan tanah di Jawa Timur antara lain:
1. Transaksi Bagi Hasil
Transaksi ini terjadi dengan cara membagi hasil panen. Transaksi terjadi
apabila pemilik tanah memberi izin kepada orang lain untuk mengerjakan
tanahnya dengan perjanjian bahwa, yang menadapat izin harus memberikan
sebagian hasil panen kepada pemilik tanah. Transaksi bagi hasil di Madura
disebut sebagai “paronan” di luar Madura disebut “maro”.
2. Transaksi Sewa-menyewa
Sewa adalah suatu transaksi yang mengizinkan orang lain
mengerjakan/mengolah tanahnya atau untuk tinggal atau untuk tinggal di tanahnya
dengan membayar uang sewa yang tetap sesudah tiap panen atau sesudah tiap
bulan atau tiap tahunnya. Contoh : Rambe memiliki sebidang tanah yang
disewakan kepada Rizqo dengan harga sewa 500 ribu rupiah selama musim
tembakau. Maka, Rizqo tidak akan mendapatkan pembagian hasil panen dari
tembakau tersebut kecuali uang 500 ribu sebagai harga sewa.
3. Transaksi gadai
Dalam hal ini yang menerima tanah berhak untuk menggarap tanah serta untuk
memungut hasil dari tanah tersebut samapai batasa waktu yang telah ditentukan
atau samapai ditebus oleh orang yang menggadaikan. Transaksi seperti di Madura
disebut “Gadin” di Pacitan dan Ngawi “Nggaden”
4. Transaksi Tanggungan
Transaksi tersebut diistilahkan sebagai “janggolan”. Transaksi ini hampir
sama dengan sistem gadai, hanya saja barang jaminan tidak diserahkan kepada
orang yang memberikan pinjaman kecuali, pada batas waktu yang ditentukan si
peminjam tidak mampu membayar, maka barang yang menjadi jaminan tersebut
bisa diambil oleh si peminjam.

Anda mungkin juga menyukai