B. Transaksi Tanah
Filosofi adat tentang tanah, yaitu asas-asas pokok yang merupakan pandangan
hidup masyarakat Indonesia tentang tanah. Pandangan hidup itu bila didefinisikan
dapat menjadi dasar-dasar pokok pandangan hidup yang bersumber pada tradisi
dan kebiasaan yang masih dipatuhi masyarakat tentang yang patut dan adil
dalam hubungan pengguna serta pemilikan tanah. Dari rumusan ini tampak bahwa
hakikat dari pandangan hidup ini, yakni pada arti dan makna “hubungan” antara
manusia dengan tanahnya. Dalam hal ini hubungan merupakan sesuatu yang tetap
pemilikan atas tanah merupakan hal yang berubah-ubah dan dapat dilembagakan
Konsep adat didasarkan pada hubungan antara manusia dengan tanah yang
makhluk hidup, namun ia berjiwa. Dalam suasana seperti ini, hubungan manusia
sebagai manusia saja, akan tetapi juga makhluk-makhluk gaib. Maka hubungan dan
pertalian di antara manusia dengan tanah diyakini sama dengan hubungan dan
hubungan yang terjadi dalam masyarakat, baik antara subjek hukum dan subjek
hukum, maupun subjek dengan benda yang diatur oleh hukum dan menimbulkan
akibat hukum, yakni hak dan kewajiban. Hubungan antara tanah dan masyarakat yang
1
kehidupan tanah dijadikan lahan produksi makanan maupun minuman. Sebagai tempat
a. Pendirian Desa
hubungan religio magis desa dan tanah, tumbuh hak persekutuan, yaitu hak
ulayat.
disertai pembayaran kontan dari pihak lain pada saat itu juga. Penyerahan
(Indonesia), “Adol, sade” (Jawa). Transaksi jual ada tiga jenis, yaitu:
pada orang Jawa disebut “adol sende”, pada orang Sunda disebut “ngajual
akad” atau “gade”, pada orang Batak disebut “dondon” atau “sindor”. Istilah-
beding van werder inkoop” (menjual dengan syarat untuk membeli kembali),
istilah ini muncul karena salah pengertian tentang istilah jual dalam kata jual
gadai menurut hukum adat. Perkataan jual menurut hukum adat berarti
menyerahkan (over dragen) jadi tidak identik dengan dengan perkataan verkoop
pertama terikat pada suatu jangka waktu, yang berarti bilamana jangka waktu
2
telah lewat, maka pihak kedua menjadi pemilik tanah yang bersangkutan,
sedangkan dalam lembaga jual gadai tidaklah demikian halnya. Jual gadai tidak
hukum seseorang dengan tanah kepunyaan orang lain, yang telah menerima
uang gadai dari padanya. Selama uang gadai belum dikembalikan, tanah
tersebut dikuasai oleh pemegang gadai. Selama itu, hasil tanah seluruhnya
menjadi hak pemegang gadai. Pengembalian uang gadai atau yang lazim
penebusan”.
sejumlah uang secara tunai sebagai uang gadai dengan ketentuan bahwa
berpindah lagi kepada milik tanah. Di samping itu, penyerahan hak gadai
3
dikenal dengan pindah gadai, pindah akad, pindah gade, limpah gade, ganti
Dalam gadai (gadai tanah) terdapat 2 (dua) pihak, yaitu pihak pemilik
tanah pertanian tersebut sebagai pemberi gadai dan pihak yang menyerahkan
golongan masyarakat yang mampu (kaya). Hak gadai (gadai tanah) pertanian
Semula lembaga ini diatur atau tunduk pada hukum adat tentang
tanah dan pada umumnya dibuat tidak tertulis. Kenyataan ini selaras dengan
sistem dan cara berfikir hukum adat yang sifatnya sangat sederhana. Hak gadai
(gadai tanah) dalam hukum adat harus dilakukan di depan kepala desa atau
desa atau kepala adat. Hak gadai (gadai tanah) hanya dilakukan oleh pemilik
tanah dan pihak yang memberikan uang gadai dan dilakukan secara tidak
tertulis.
Pemberi gadai dikenal juga dengan pemilik tanah atau penjual gadai,
sedangkan pemegang gadai dikenal dengan pemilik uang atau pembeli gadai.
Pemegang gadai tidak dapat memaksa pemberi gadai untuk menebus tanahnya.
tanah sebagai jaminan utang. Gadai tanah tidak terdiri dari dua perjanjian,
mengenal “wanprestatie” atau ingkar janji, jadi bila janji menebus sudah terakhir
tidak ditebus oleh pemberi gadai, sedang pemegang gadai perlu uang, maka
4
pemegang gadai dapat diberi izin oleh pemberi gadai untuk mengoperkan
dibuat atas kesepakatan kedua belah pihak, antara penggadai dan pembeli
gadai, disaksikan kepala adat atau persekutuan hukum atau kampung atau
pemegang gadai atau pembeli gadai jika di kemudian hari ada sanggahan. Di
tua-tua adat (penghulu), terutama jual tanah pusak (milik kerabat atau kaum).
Perbedaan antara hak gadai (gadai tanah) dan gadai menurut hukum
perdata barat (pand), yakni pada hak gadai (gadai tanah) terdapat satu
oleh orang yang memberikan uang gadai, sedangkan gadai menurut hukum
perdata barat (pand) terdapat dua perbuatan hukum yang berupa perjanjian
Persamaan antara pand dan gadai tanah dalam hukum adat adalah sama-sama
1) Hak gadai (gadai tanah) jangka waktunya terbatas, artinya pada suatu
waktu akan hapus. Hak gadai (gadai tanah) berakhir jika dilakukan
tidak dapat dipaksa untuk menebusnya. Hak untuk menebus itu tidak hilang
tanah meninggal dunia, hak untuk menebus beralih kepada ahli waris;
gadai. Jika, pemegang gadai meninggal dunia, maka hak tersebut berpindah
5
3) Hak gadai (gadai tanah) dapat dibebani dengan hak-hak tanah yang
hasilkan tanahnya kepada pihak lain. Pihak lain itu bisa pihak ketiga, tetapi
dapat juga pemilik tanah sendiri. Pemegang gadai bahkan berwenang juga
untuk menggadaikan tanahnya itu kepada pihak ketiga tanpa perlu meminta
“dialihkan” kepada pihak ketiga, dalam arti bahwa hubungan gadai yang
semula menjadi putus dan digantikan dengan hubungan gadai yang baru
doorverpanden);
5) Hak gadai (gadai tanah) tidak menjadi hapus, jika hak atas tanahnya
7) Sebagai lembaga, hak gadai (gadai tanah) pada waktunya akan dihapus.
karena itu, maka di dalam UUPA, hak gadai dimasukkan dalam golongan
hak-hak atas tanah yang sifatnya sementara. Yang harus diusahakan supaya
6
pemerasan (vide Pasal 53 UUPA). Hak gadai itu baru dapat dihapuskan (artinya
dilarang), jika sudah dapat disediakan kredit yang mencukupi keperluan para
petani.
menurut ketentuan dalam UUPA, dalam waktu singkat akan dihapus karena
tentang Penetapan Luas Tanah Pertanian. Dalam Pasal 16 ayat (1) huruf h
sifatnya sementara, artinya dalam waktu yang akan datang akan diusahakan
pembeli gadai setiap tahunnya ternyata jauh lebih besar dari pada bunga yang
pantas dari uang pembeli gadai dahulu. Dalam ketentuan Pasal 7 Peraturan
7
tahun atau lebih harus dikembalikan kepada pemiliknya tanpa pembayaran
uang tebusan adalah bersifat memaksa dan tidak dapat dilunakkan hanya
yang ada selesai dipanen, dengan membayar uang tebusan yang besarnya
Transaksi menjual atau jual lepas dikenal juga dengan istilah Adol Plas
(Pati atau Bogor), menjual lepas (Jambi atau Riau). Menurut Cornelis van
Vollenhoven, Jual Lepas adalah jual lepas sebidang tanah atau perairan ialah
penyerahan benda itu dihadapan orang-orang yang ditunjuk oleh hukum adat
menyebut jual beli tanah menurut hukum adat ini sama dengan jual mutlak, jual
lepas, jual lepas mutlak, atau jual lepas tangan, yaitu merupakan penyerahan
Penyerahan sebidang tanah milik seseorang kepada orang lain (sedesa) untuk
“Secara tunai” tidak harus diartikan “lunas”, walaupun harus dibayar sebagian
sudah dapat dikatakan tunai. 3 (tiga) unsur jual lepas yang dilakukan dalam satu
tahapan, yaitu:
1) Unsur perjanjian;
Ketiga unsur ini berjalan seketika (dilakukan dalam satu tahap). Dan
semua benda langsung beralih seketika. Unsur perjanjian adalah riil, tunai,
kontan dan disaksikan oleh kepala adat. Dalam jual lepas, terdapat campur
8
tangan kepala adat, yang merupakan syarat mutlak, karena kepala adat atau
hukum tentang tanah. Jual lepas dilakukan pada kepala adat dengan 2 (dua)
(sudah dikatakan tunai menurut hukum adat). Namun, jika dibayar Rp 100.000,-
ini disebut uang panjer atau tanda ikatan, atau dalam ilmu perikatan disebut
dengan uang uang panjar atau down payment. Jadi, harus dibedakan antara
tunai dan panjer, jika pembeli yang membatalkan jual lepas, uang panjer tidak
kembali, namun jika penjual yang membatalkan, maka uang panjer harus
dikembalikan.
membeli dan menjual. Permufakatan itu dapat diikat atau tidak diikat dengan
panjer, yaitu pembayaran sejumlah kecil oleh yang akan membeli kepada yang
permufakatan demikian itu masih belum merupakan tindakan hukum jual beli.
Permufakatan itu juga tidak memberikan hak menuntut penyerahan yang nyata
sebidang tanah milik seseorang kepada orang lain untuk sementara waktu
tunai yang dibayar di muka, untuk jangka waktu tertentu sudah berakhir,
Bentuk transaksi seperti ini di Jawa disebut adol tahunan, oyodan, trowongan,
9
hasil gadai. Bentuk ini mirip dengan ngajual tutung atau ngajual paeh duit di
Jawa Barat.
menanami dan memetik hasil serta berbuat dengan tanah itu seakan-akan
dinamakan sewa tahunan. Cara seperti ini mirip dengan kebiasaan di Jawa,
yaitu dapat menyewa tanah 4 (empat) kali dalam setahun, dengan memberikan
ngajuel paeh duit atau ngajual tutung yang artinya sama dengan dondon susut.
Literatur dari: 1. Hajati et al, Sri, Buku Ajar Hukum Adat, (Jakarta: Prenadamedia Group,
2018), h. 145-162.
2. Pide, Suriyaman Mustari, Hukum Adat Dahulu, Kini dan Akan Datang,
TUGAS!
- Alan Budi Pratama Putra menggadaikan tanah kepada Ismail Huzain selama 5
(lima) tahun dengan uang gadai sebesar Rp 280.000,- Berapa uang tebusan yang
harus dibayar oleh Alan Budi Pratama Putra pada Ismail Huzain pada akhir masa
gadai? Jelaskan!
- Tugas dikerjakan dan dikumpulkan dengan format portable document format (.pdf)
melalui media aplikasi WhatsApp Group kelas, terakhir pada Senin, 10 Mei 2021
10