Anda di halaman 1dari 9

SENGKETA TANAH ADAT DESA PATI DAN DESA KAIWATU DALAM

PERSPEKTIF TEORI HUKUM HAK ASASI MANUSIA


TUGAS HUKUM ADAT

DOSEN PENGASUH :
DR.BARZAH LATUPONO SH.,MH.

NAMA: FIRMA RIZA AKSAMILANI SOUMENA


NIM: 201821376

PROG.STUDI ILMU HUKUM


FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS PATTIMURA
AMBON
2019
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam konteks kepulauan, maluku memiliki beribu-ribu pulau dengan perbedaan
kebiasaan dalam komunitas masing-masing. Kebiasaan-kebiasaan ini yang selanjutnya
dijadikan pegangan dalam bermasyarakat atau dijadikan pedoman dalam bertingkah laku
pada suatu komunitas tertentu. Kebiasaan-kebiasaan ini disebut hukum adat dalam kerangka
hukum nasional sedangkan komunitas ini disebut masyarakat hukum adat atau disebut juga
dengan istilah “masyarakat tradisional” atau the indigenous people, dalam kehidupan sehari-
hari lebih sering dan popular disebut dengan istilah “masyarakat adat”.
Masyarakat hukum adat adalah komunitas manusia yang patuh pada peraturan atau
hukum yang mengatur tingkah laku manusia dalam hubungannya satu sama lain baik berupa
keseluruhan dari kebiasaan dan kesusilaan yang benar-benar hidup karena diyakini dan
dianut, jika dilanggar pelakunya mendapat sanksi dari penguasa adat.
Masyarakat adat, awal mulanya hidup nomaden (berpindah-pindah). Sehingga
mengakibatkan semua tanah yang digarap menjadi milik bersama dan menggarapnya pun
dengan cara gotong royong (komunal) pula. Sampai mereka hidup menetap, sifat komunal
masih melekat. Untuk mencapai tujuan kemakmuran rakyat, diperlukan campur tangan
penguasa yang kompeten dalam urusan tanah.
Sebagai salah satu unsur esensial pembentuk negara, tanah memegang peran vital
dalam kehidupan dan penghidupan bangsa pendukung negara yang bersangkutan, lebih-lebih
yang corak agrarisnya berdominasi.
Konsep tanah dalam hokum adat juga di anggap merupakan benda berjiwa yang tidak
boleh di pisahkan persekutuannya dengan manusia . tanah dan manusia, meskipun berbeda
wujud dan jati diri, namun merupakan suatu kesatuan yang saling mempengaruhi dalam
jalinan susunan keabadian tata alam (cosmos), besar (macro cosmos), dan kecil (micro
cosmos). Tanah dipahami secara luas meliputi semua unsur bumi, air, udara, kekayaan alam,
serta manusia sebagai pusat, maupunroh-roh di alam supranatural yang terjalin secara
menyeluruh dan utuh.
Dalam konteks wilayah kepulauan, provinsi maluku merupakan salah satu dari
beberapa provinsi kepulauan yang tersebar di indonesia juga memiliki masyarakat adat
dengan wilayahnya masing-masing. Wilayah-wilayah ini kemudian dipertegas dengan
ditetapkannya batas-batas wilayah sesuai dengan kesepakatan komunitas-komunitas tertentu.
Misalnya, sengketa tanah adat antara desa pati dan desa kaiwatu di kecamatan moa,
kabupaten maluku barat daya yang sampai saat ini belum menemukan solusi.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas maka permasalahan yang ingin dikaji dalam
penulisan ini ialah “ bagaimana sengketa tanah adat desa pati dan desa kaiwatu dalam
perspektif teori hukum hak asasi manusia ? “

C. Tujuan penulisan
Tujuan penulisan makalah ini ialah :
1. Mengkaji dan menganalisis hubungan sengketa tanah adat desa pati dan desa kaiwatu
dengan teori hukum dan hak asasi manusia;
BAB II
PEMBAHASAN

A. Kasus Posisi

Dapat dijelaskan kronologi dalam sengketa tanah adat antara desa pati dan desa kaiwatu
sebagai berikut :
- Bahwa desa kaiwatu menyatakan bahwa wilayah sengketa ini merupakan milik mereka,
mengingat lebih dari 300 tahun leluhur mereka sudah menempati wilayah tersebut.
Selain itu, bagi mereka, wilayah ini sudah menjadi tanah perjanjian leluhurnya sehingga
mereka tidak boleh melepaskan tanah tersebut begitu saja. Selain itu, pihak desa
kaiwatu bersedia menghibahkan tanah sengketa tersebut kepada pihak desa pati jika
mereka mengakui bahwa tanah yang isengketakan ialah milik pihak desa kaiwatu;
- Bahwa di sisi lain, desa pati membantah penyataan tersebut dan menolak tawaran pihak
desa kaiwatu serta menyatakan bahwa tanah yang disengketakan merupakan milik desa
pati sebab tanah tersebut bagian dari wilayah petuanan atau hak ulayat desa pati dan
tanah tersebut akan di sasi secara adat oleh desa pati;
- Bahwa setelah mengeluarkan pernyataan yang tidak dapat diterima oleh pihak masing-
masing, kedua desa tersebut bersitegang dan hampir melakukan tindakan-tindakan yang
tidak diinginkan namun dicegah oleh pemerintah setempat.
- Bahwa kedua desa sudah dipertemukan oleh pemerintah daerah untuk menyelesaikan
persoalan tersebut secara kekeluargaan, namun upaya ini tidak menghasilkan solusi
yang baik.

B. Pengertian

Menurut hukum adat yang dapat mempunyai hak atas tanah bukan hanya orang
perseorangan, melainkan juga persekutuan hukum. Hak persekutuan hukum atas tanah ini
biasanya disebut hak pertuanan atau hak ulayat.
Hak ulayat merupakan hak penguasaan atas tanah tertinggi dalam hukum adat. Dari
hak ulayat, karena proses individualisasi dapat lahir hak-hak perorangan (hak individual).
Istilah hak ulayat disebut oleh van vollen hoven sebagai beschikkingrecht, oleh soepomo
disebut hak pertuanan, teer haar mengistilahkannya sebagai hak pertuanan, dan masyarakat
minang menyebutnya dengan kosa kata ulayat.
Menurut purnadi purbacaraka, hak ulayat adalah hak atas tanah yang dipegang oleh
seluruh anggota masyarakat hukum adat secara bersama-sama (komunal). Dengan hak ulayat
ini, masyarakat hukum adat yang bersangkutan menguasai tanah tersebut secara menyeluruh.
Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa hak ulayat adalah hak masyarakat hukum adat
terhadap tanah di wilayahnya berupa wewenang menggunakan dan mengatur segala sesuatu
yang berhubungan dengan tanah lingkungan wilayahnya di bawah kepemimpinan kepala
adat.
Subyek hak ulayat adalah masyarakat hukum adat, yang di dalamnya ada anggota
masyarakat hukum adat dan ada pula ketua dan para tetua adat.para anggota masyarakat
hukum adat secara bersama-sama memiliki hak yang bersifat keperdataan atas wilayah adat
tersebut.ter haar mengatakan bahwa anggota masyarakat hukum adat dapat mempergunakan
hak pertuanannya dalam arti memungut keuntungan dari tanah itu, tentu seizin ketua adat.
Hak mempergunakan ini jika berlangsung lama dan terus menerus menjadi cara yang
menjadikan bagian dari hak ulayat sebagai hak individual. Hal itu yang disebut sebagai
proses individualisasi hak ulayat.

C. Konsep Hukum Nasional Dan Konsep HAM


Undang-undang pokok agaria (UUPA) terhadap hak ulayat, yaitu uu no 5 tahun 1960
(Ln 1960 Nomor 104) mengakui berlakunya hukum adat mengenai tanah, sebagaimana
dicantumkan dalam pasal 5 uupa yang berbunyi: “hukum agraria yang berlaku atas bumi, air,
dan ruang angkasa ialah hukum adat, sepanjang tidak bertentangan dengan kepentinagn
nasional dan negara, yang berdasarkan atas persatuan bangsa, dengan sosialisme indonesia
serta dengan peraturan-peraturan yang tercantum dalam undang-undang ini dan dengan
peraturan perundangan lainya, segala sesuatu dengan mengindahkan unsur-unsur yang
berdasarkan hukum agama”.
dengan demikian adanya hak ulayat dalam hukum agraria yang berdasarkan hukum
adat juga diakui oleh uupa, meskipun tidak dengan kebebasan yang sepenuhnya karena harus
memperhatikan kepentingan yang lebih tinggi, yaitu kepentingan bangsa dan negara.
Secara teoritis hak asasi manusia adalah hak yang melekat pada diri manusia yang
bersifat kodrati dan fundamental sebagai suatu anugerah allah yang harus dihormati, dijaga,
dan dilindungi. Hal ini mengandung beberapa pengertian yaitu :
1. Hak asasi manusia merupakan hak yang telah diberikan sejak seseorang masih dalam
kandungan. Misalnya hak untuk hidup dari janin yang masih dikandung.
2. Hak asasi merupakan hak kodrati, yang berarti bahwa hak tersebut bersifat permanen,
tidak dapat dihilangkan atau digantikan.
3. Hak asasi merupakan anugerah allah, berarti bahwa hak asasi diberikan oleh allah
yang menciptakan manusia dan hak itu tidak dapat dicabut oleh manusia selain allah.
4. Hak asasi harus dihormati, dijaga dan dilindungi, dalam hal ini hak asasi diberikan
oleh allah dengan syarat bahwa hak itu harus dijaga dan dilindungi oleh setiap
individu. Dalam kaitannya dengan individu maka hak asasi seharusnya lebih
dilindungi oleh negara karena negara terdiri dari sekumpulan individu yang
membentuk kelompok-kelompok.
Jika peristiwa di atas dikaitkan dengan makna teoretik hukum hak asasi manusia,
terlihat jelas bahwa hukum dan ham merupakan sesuatu yang masih dipertimbangkan oleh
individu maupun kelompok di kedua desa dalam penyelesaian sengketa tanah adat, karena
mereka lebih mengutamakan keselamatan masyarakat adat, dilihat dari cara penyelesaian
sengketa secara kekeluargaan dengan pemerintah sebagai mediator, meskipun hal ini belum
menghasilkan solusi yang baik bagi kedua belah pihak. Selanjutnya,sekalipun kedua desa
tersebut bersitegang dan hampir melakukan tindakan-tindakan yang dapat merugikan mereka
baik secara materiil dan imateriil, akan tetapi kedua desa merupakan desa tetangga, yang
dalam perkembangannya hingga kini, komunitasnya telah dianggap sebagai keluarga oleh
masing-masing pihak, karena ada individu-individu masyarakat desa kaiwatu yang bersepakat
untuk melakukan peristiwa hukum yaitu perkawinan, dengan individu-individu dari desa pati,
begitu juga sebaliknya.
Selain makna teoretik di atas, dalam perkembangannya konsep ham dapat dibagi
menjadi 4 bagian, yaitu :
1. Konsep ham asia, yang lebih memperhatikan adanya keseimbangan antara
kepentingan umum dan kepentingan individu;
2. Konsep ham eropa, hak dan kewajiban warga negara sama dengan hak dan kewajiban
individu, negara hanya mengatur sejauh itu tujuannya untuk melindungi kepentingan
individu;
3. Konsep ham inter-amerika, perhatian ham di negara-negara benua amerika adalah hak
individu;
4. Konsep ham afrika, berpijak pada kepentingan bersama atau kepentingan masyarakat.
Jika dikaitan dengan konsep ham diatas, maka dapat dijelaskan bahwa dalam
memperjuangkan tanah yang disengketakan, kedua desa lebih mengutamakan kepentingan
bersama atau kepentingan masyarakat adat secara komunal, dengan memikirkan kerugian-
kerugian yang timbul dari tindakan-tindakan yang dilakukan oleh individu maupun kelompok
atau desa. Oleh karena itu,kedua desa lebih sejalan dengan konsep ham afrika yang lebih
mengutamakan kepentingan bersama.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Masyarakat hukum adat adalah komunitas manusia yang patuh pada peraturan atau
hukum yang mengatur tingkah laku manusia dalam hubungannya satu sama lain baik
berupa keseluruhan dari kebiasaan dan kesusilaan yang benar-benar hidup karena
diyakini dan dianut, jika dilanggar pelakunya mendapat sanksi dari penguasa adat.
Hak ulayat merupakan hak penguasaan atas tanah tertinggi dalam hukum adat. Dari
hak ulayat, karena proses individualisasi dapat lahir hak-hak perorangan (hak individual).
Istilah hak ulayat disebut oleh van vollen hoven sebagai beschikkingrecht, oleh soepomo
disebut hak pertuanan, teer haar mengistilahkannya sebagai hak pertuanan, dan
masyarakat minang menyebutnya dengan kosa kata ulayat.
Undang-undang pokok agaria (UUPA) terhadap hak ulayat, yaitu uu no 5 tahun 1960
(Ln 1960 Nomor 104) mengakui berlakunya hukum adat mengenai tanah, sebagaimana
dicantumkan dalam pasal 5 uupa yang berbunyi: “hukum agraria yang berlaku atas bumi,
air, dan ruang angkasa ialah hukum adat, sepanjang tidak bertentangan dengan
kepentinagn nasional dan negara, yang berdasarkan atas persatuan bangsa, dengan
sosialisme indonesia serta dengan peraturan-peraturan yang tercantum dalam undang-
undang ini dan dengan peraturan perundangan lainya, segala sesuatu dengan
mengindahkan unsur-unsur yang berdasarkan hukum agama”.

B. Saran
Menyikapi hal ini maka saya dapat memberikan saran sebagai berikut :
1. Pemerintah harus lebih giat untuk menjadi mediator penyelesaian sengketa tanah
antara kedua desa tersebut;
2. Dilakukan penjagaan keamanan oleh pihak polri terhadap kedua desa tersebut;
3. Perlu adanya sosialiasi secara berkala dari pemerintah kepada kedua desa tersebut
tentang ham, dampak-dampak konflik, dan hak-hak masyarakat adat.
DAFTAR PUSTAKA

https://www.academia.edu/10170256/contoh_makalah_sengketa_tanah
DAFTAR ISI

LEMBARAN JUDUL
DAFTAR ISI
BAB I.PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penulisan
BAB II.PEMBAHASAN
A. Kasus Posisi
B. Pengertian
C. Konsep Hukum Nasional Dan Konsep Ham
BAB III.PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai