DOSEN PENGASUH :
DR.BARZAH LATUPONO SH.,MH.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas maka permasalahan yang ingin dikaji dalam
penulisan ini ialah “ bagaimana sengketa tanah adat desa pati dan desa kaiwatu dalam
perspektif teori hukum hak asasi manusia ? “
C. Tujuan penulisan
Tujuan penulisan makalah ini ialah :
1. Mengkaji dan menganalisis hubungan sengketa tanah adat desa pati dan desa kaiwatu
dengan teori hukum dan hak asasi manusia;
BAB II
PEMBAHASAN
A. Kasus Posisi
Dapat dijelaskan kronologi dalam sengketa tanah adat antara desa pati dan desa kaiwatu
sebagai berikut :
- Bahwa desa kaiwatu menyatakan bahwa wilayah sengketa ini merupakan milik mereka,
mengingat lebih dari 300 tahun leluhur mereka sudah menempati wilayah tersebut.
Selain itu, bagi mereka, wilayah ini sudah menjadi tanah perjanjian leluhurnya sehingga
mereka tidak boleh melepaskan tanah tersebut begitu saja. Selain itu, pihak desa
kaiwatu bersedia menghibahkan tanah sengketa tersebut kepada pihak desa pati jika
mereka mengakui bahwa tanah yang isengketakan ialah milik pihak desa kaiwatu;
- Bahwa di sisi lain, desa pati membantah penyataan tersebut dan menolak tawaran pihak
desa kaiwatu serta menyatakan bahwa tanah yang disengketakan merupakan milik desa
pati sebab tanah tersebut bagian dari wilayah petuanan atau hak ulayat desa pati dan
tanah tersebut akan di sasi secara adat oleh desa pati;
- Bahwa setelah mengeluarkan pernyataan yang tidak dapat diterima oleh pihak masing-
masing, kedua desa tersebut bersitegang dan hampir melakukan tindakan-tindakan yang
tidak diinginkan namun dicegah oleh pemerintah setempat.
- Bahwa kedua desa sudah dipertemukan oleh pemerintah daerah untuk menyelesaikan
persoalan tersebut secara kekeluargaan, namun upaya ini tidak menghasilkan solusi
yang baik.
B. Pengertian
Menurut hukum adat yang dapat mempunyai hak atas tanah bukan hanya orang
perseorangan, melainkan juga persekutuan hukum. Hak persekutuan hukum atas tanah ini
biasanya disebut hak pertuanan atau hak ulayat.
Hak ulayat merupakan hak penguasaan atas tanah tertinggi dalam hukum adat. Dari
hak ulayat, karena proses individualisasi dapat lahir hak-hak perorangan (hak individual).
Istilah hak ulayat disebut oleh van vollen hoven sebagai beschikkingrecht, oleh soepomo
disebut hak pertuanan, teer haar mengistilahkannya sebagai hak pertuanan, dan masyarakat
minang menyebutnya dengan kosa kata ulayat.
Menurut purnadi purbacaraka, hak ulayat adalah hak atas tanah yang dipegang oleh
seluruh anggota masyarakat hukum adat secara bersama-sama (komunal). Dengan hak ulayat
ini, masyarakat hukum adat yang bersangkutan menguasai tanah tersebut secara menyeluruh.
Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa hak ulayat adalah hak masyarakat hukum adat
terhadap tanah di wilayahnya berupa wewenang menggunakan dan mengatur segala sesuatu
yang berhubungan dengan tanah lingkungan wilayahnya di bawah kepemimpinan kepala
adat.
Subyek hak ulayat adalah masyarakat hukum adat, yang di dalamnya ada anggota
masyarakat hukum adat dan ada pula ketua dan para tetua adat.para anggota masyarakat
hukum adat secara bersama-sama memiliki hak yang bersifat keperdataan atas wilayah adat
tersebut.ter haar mengatakan bahwa anggota masyarakat hukum adat dapat mempergunakan
hak pertuanannya dalam arti memungut keuntungan dari tanah itu, tentu seizin ketua adat.
Hak mempergunakan ini jika berlangsung lama dan terus menerus menjadi cara yang
menjadikan bagian dari hak ulayat sebagai hak individual. Hal itu yang disebut sebagai
proses individualisasi hak ulayat.
B. Saran
Menyikapi hal ini maka saya dapat memberikan saran sebagai berikut :
1. Pemerintah harus lebih giat untuk menjadi mediator penyelesaian sengketa tanah
antara kedua desa tersebut;
2. Dilakukan penjagaan keamanan oleh pihak polri terhadap kedua desa tersebut;
3. Perlu adanya sosialiasi secara berkala dari pemerintah kepada kedua desa tersebut
tentang ham, dampak-dampak konflik, dan hak-hak masyarakat adat.
DAFTAR PUSTAKA
https://www.academia.edu/10170256/contoh_makalah_sengketa_tanah
DAFTAR ISI
LEMBARAN JUDUL
DAFTAR ISI
BAB I.PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penulisan
BAB II.PEMBAHASAN
A. Kasus Posisi
B. Pengertian
C. Konsep Hukum Nasional Dan Konsep Ham
BAB III.PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA