pembagian tanah publik (ager publicus). Hukum agraria dengan mudah dilanggar bahkan secara diam-diam diabaikan. Hukum agraria awalnya sangat dikenal adalah Rogations Licinian yang dikeluarkan oleh Caius Licinius Calvus Stolo pada tahun 377 SM. LANJUTAN Sekitar tahun, 233 SM, Caius Flaminius berhasil menetapkan beberapa tanah publik kepada warga miskin. Upaya serius berikutnya untuk memperbaiki situasi yang semakin sulit adalah Undang-Undang Sempronian pada tahun 133 SM yang dirancang oleh Tiberius Gracchus Sempronius. UU ini mengadopsi ketentuan Rogations Licinian . Sebuah komisi dibentuk untuk melaksanakan hukum (namun tidak efektif) Dekrit Domitianus PA D A Z A M A N P E R A N C I S ( 1 7 8 9 )
Menghacurkan sistem penguasaan tanah feodal
Pada tahun 1870 John Stuart Mill membentuk Land
Tenure Reform Association Revolusi prancis tahun 1789 adalah proses perubahan fundamental dalam penataan tanah. PADA ZAMAN KOLONIAL
Adanya dualisme aturan
Timbul aturan yang “pluralistik”
Pembahasan mengenai sejarah penguasaan hak atas tanah di
Indonesia akan dimulai dari tonggak sejarah pada tahun 1811 pada waktu Indonesia dipengaruhi oleh pikiran Raffles dengan teori domein nya. LANJUTAN 1. tonggak pertama (1811) Tujuan Raffles dalam menata system administrasi pertanahan dengan system domain yaitu ingin mnenerapkan system pajak bumi seperti apa yang digunakan oleh inggris di india. Raffles menarik kesimpulan bahwa semua tanah adalah milik raja atau pemerintah. Dengan pegangan ini, dibuatlah system penarikan pajak bumi (yang dikenal dengan istilah belanda Landrente ). System ini mewajibkan setiap petani membayar pajak sebesar 2/5 dari hasil tanah garapannya. Teori Raffles ini ternyata mempengaruhi politik agrarian selama sebagian besar abad ke-19. LANJUTAN 2. Tonggak kedua (1830) Pada tahun 1830 pemerintahan belanda di Indonesia di pimpin oleh gubenur jenderal Van den Bosch mempopulerkan sebuah konsep penguasaan tanah Cultuurstelsel atau yang lazim di sebut system tanam paksa. Adapuntujuan yang ingin dicapai dari diadakannya system tanam paksa ini adalah untuk menolong Negara belanda yang keadaan keuagannya dalam LANJUTAN 3. Tonggak ketiga (1848) Dalam tonggak kedua diatas telah dijelaskan mengenai monopolinya pemerintahan jajahan belanda atas tanah dan hasil dari perkebunannya sehingga menimbulkan kecemburuan dari kaum pemilik modal dari aliran liberal yang ada di parlemen. Kaum liberal memetik kemenangan pertama dengan di setujuinya perubahan terhadap undang-undang dasar belanda. LANJUTAN Undang-undang yang dimaksud dalam perubahan undang-undang dasar belanda tersebut selesai pada tahun 1854, yaitu dengan dikeluarkannya Regelings Regelment (RR)1845. Salah satunya ayat dari pasal 62 RR yang menyebutkan bahwa Gubernur jenderal boleh menyerahkan tanah dengan ketentuan- ketentuan yang akan ditetatpkan dengan ordonasi. LANJUTAN 1865 Menteri jajahan frans van de Putte, seorang liberal mengajukan rencana undang-undang (RUU). Isi rencana undang-undang ini antara lain adalah gubernur jenderal akan memeberikan hak erpacht selama 99 tahun; hak pribumi diakui sebagai hak mutlak (eigendom) ; dan tanah komunal diajdikan hak milik perorangan eigendom. RUU ditolak oleh Thorbeck dan Menteri Frans jatuh LANJUTAN Tonggak Keempat (1870)
Menteri jajahan De Waal mengajukan RUU yang akhirnya diterima oleh
parlemen. Isinya teridiri dari 5 ayat. Ke 5 ayat ini kemudian ditambahkan kepada 3 ayat dari pasal 62 RR tesebut, sehingga menjadi 8 ayat Pasal 62RR dengan 8 ayat ini kemudian menjadi atau dijadikan pasal 51 dari Indische Staatstegeling (IS). Inilah yang disebut Agrarische Wet 1870 yang diundangkan dalam lembaga Negara (staatsblaad) NO. 55, 1870 . LANJUTAN 5. Tonggak kelima (1960)
lahir undang-undang nomor 5 tahun 1960 tentang
peraturan dasar pokok-pokok agraria. ZAMAN KEMERDEKAAN . Dengan proklamasi kemerdekaan, bangsa Indonesia memutuskan hubungan dengan hukum agraria kolonial sekaligus berupaya membentuk hukum agraria nasional. Sambil menunggu terbentuknya hukum agraria nasional diberlakukanlah Pasal II Aturan Peralihan Undang-Undang Dasar 1945 LANJUTAN
Sejak pengakuan kedaulatan oleh Belanda atas negara Indonesia, barulah pemerintah mulai menata kembali pendudukan tanah. Untuk itu, maka dikeluarkanlah Undang-undang Nomor 8 Tahun 1954 tentang Penyelesaian soal Pemakaian Tanah Perkebunan oleh Rakyat LANJUTAN Pemerintah Indonesia pada dasarnya melakukan upaya menyesuaikan Hukum Agraria kolonial dengan keadaan dan kebutuhan setelah Indonesia merdeka. Dengan demikian pemerintah mengeluarkan UUPA NO 5 TAHUN 1960. TERIMAKASIH SUMBER : HUKUM AGRARIA SUPRIADI, S.H., M.HUM.