Anda di halaman 1dari 5

Pertemuan V

Tugas Belajar Mandiri

Kerjakan Tugas ini dengan penuh tanggung jawab, materi ini akan menjadi bekal

saudara untuk menjawab pertanyaan ujian akhir semester.

Carilah dan pelajari Materi terkait pokok bahasan berikut :

1. Pengertian Hukum Agraria menurut UU Pokok Agraria No. 5 Tahun 1960, Arti

Luas dan Sempit;

2. Definisi Hukum Agraria menurut para sarjana, Prof. Utrecht, Prof. Subekti, Prof

Budi Harsono;

3. Politik dan Sejarah Hukum Agraria;

4. Sejarah Pembentukan Undang-undang Pokok Agraria;

5. Perkembangan Aturan Agraria pasca Omnibus Law.

1. a. Hukum Agraria memiliki arti yang sempit dan luas, Hukum Agraria
dalam arti luas adalah suatu kelompok pelbagai hukum yang mengatur
Hak-Hak penguasaan atas Sumber-Sumber Alam Indonesia yang meliputi:
Hukum Pertanahan yaitu bidang hukum yang mengatur Hak-Hak
Pengaturan atas tanah. Dasar Hukumnya UU No. 5 Tahun 1960. Hukum
Pengairan yaitu bidang hukum yang mengatur Hak-Hak atas air. Dasar
hukumnya UU No. 11 Tahun 1974. Hukum Pertambangan yaitu bidang
hukum yang mengatur Hak-Hak penguasaan atas bahan galian. Dasar
hukumnya UU No. 15 Tahun 1967. Hukum Kehutanan yaitu bidang hukum
yang mengatur Hak-Hak Penguasaan atas Hutan dan Hasil Hutan. Hukum
Perikanan yaitu bidang hukum yang mengatur Hak-Hak Penguasan atas
ikan dan lain-lain dan perairan darat lain.

b. Hukum Agraria dalam arti sempit yaitu Hukum Agraria yang hanyalah
mencakup Hukum Pertanahan yaitu Bidang Hukum yang mengatur Hak-
Hak Penguasaan atas tanah.
2. Pengertian Agraria Menurut Para Ahli

1. Mr. Boedi Harsono


Mengungkapkan jika hukum agraria adalah sebuah kaidah hukum yang
mengatur mengenai bumi, air dalam batas tertentu juga ruang angkasa
serta kekayaan alam yang terdapat di dalam bumi, baik dalam bentuk
tertulis maupun tidak tertulis.
2. Drs. E. Utrecht SH
Menurutnya hukum agraria dikatakan sebagai hukum istimewa
memungkinkan pejabat administrasi bertugas mengurus permasalahan
tentang agraria untuk melakukan tugas mereka.
3. Subekti
Hukum agraria adalah keseluruhan daripada ketentuan hukum, baik hukum
perdata, maupun hukum tata negara maupun pula hukum tata usaha
negara yang mengatur hubungan-hubungan antara orang dan badan
hukum.
.4. Budi Harsono
Hukum agraria adalah keseluruhan dari ketentuan hukum, ada yang tertulis
dan ada pula yang tidak tertulis, semua objek pengaturan yang sama,
yakni tentang hak-hak penguasaan atas tanah sebagai lembaga-lembaga
hukum dan sebagai hubungan hukum konkret.

3. 1. Sejarah Pengaturan Hak atas Tanah di Indonesia

Sejarah pengaturan hak atas tanah di indonesia akan dimulai dari tonggak sejarah pada
tahun 1811 pada waktu Indonesia dipengaruhi pikiran Reffles dengan teori domeinnya.
Namun untuk lebih lengkapnya akan diuraikan secara rinci dibawah ini.[14]

1) Tahun 1811

Pada zaman ini, pengusaan hak atas tanah lebih diposisikan sebagai alat untuk menarik
pajak bumi demi kepentingan pemerintahan jajahan Belanda. Setelah pemerintahan belanda
menguasai pertanahan di Indonesia selanjutnya digantikan oleh pemerintahan jajahan
Inggris, administrasi pertanahan mulai ditata. Salah seorang penggagas perbaikan
administrasi pertanahan adalah Reffles. Tujuan Reffles menata sistem administrasi
pertanahan yaitu ingin menerapkan sistem penarikan pajak bumi seperti apa yang
dipergunakan Inggris di India. Di India, pemerintah kolonial Inggris menarik pajak bumi
melalui sistem pengelolaan agraria yang sebenarnya merupakan warisan dari sistem
pemerintahan kekaisaran Mughal (1526-1707).

Setelah Inggris benar-benar menguasai Indonesia, maka dengan berbekal pengalaman di


India tersebut, Raffles lebih hati-hati menerapkan secara penuh pengalaman di India
tersebut,sehingga pada tahun 1811 Raffles membentuk panitia penyelidikan yang diketuai
oleh Mackenzie dengan tugas melakukan penyelidikan statistik mengenai keadaan agraria.
Berdasarkan hasil penyelidikan, Raffles menarik kesimpulan bahwa semua tanah adalah milik
raja atau pemerintah. Dengan pegangan ini, dibuatlah sistem penarikan pajak bumi ( yang
dikenal dengan istilah Belanda Landrente) sistem ini mewajibkan setiap petani membayar
pajak sebesar 2/5 dari hasil tanah garapannya. Teori Raffles ternyata mempengaruhi politik
agraria selama sebagian besar abad ke-19.

2) Tahun 1830

Tonggak sejarah perkembbangan hukum agraria, khusunya pengaturan hak atas tanah pada
zaman ini, ditandai dengan kembalinya Indonesia kepada tangan jajahan Belanda yang
kurang lebih 19 tahun berada di tangan Inggris. Pada tahun 1830 pemerintah Belanda di
Indonesia dipimpin oleh Gubernur Jendral Van Den Bosh yang mempopulerkan sebuah
konsep penguasaan tanah cultuurstelsel atau yang lazim disebut sistem Tanah Paksa.
Adapun tujuan yang ingin dicapai dari diadakannya sistim tanam paksa ini adalah untuk
menolong negeri Belanda yang keuangannya dalamkeadaan buruk.

Van Den Bosh dalam menjalankan sistem tanam paksa ini, tetap mengacu kepada teori yang
dilakukan oleh Raffles sebelumnya, yaitu tanah adalah milik pemerintah, para kepala desa
dianggap menyewa kepada pemerintah, dan selanjutnya kepala desa meminjamkan kepada
petani. Atasdasarini, isi pokok cultuurstelsel adalah bahwa pemilik tanah tidak usah lagi
membayar 2/5 dari hasil, tetapi 1/5 dari tanahnya harus ditanami dengan tanaman tertentu
yang dikehendaki oleh pemerintah seperti kopi dan lain-lain, kemudian harus diserahkan
kepada pemerintah (untuk exspor ke Eropa). Hasil politik tanam paksa ini ternyata demikian
melimpahnya bagi pemerintah Belanda sehingga menimbulkan iri hati bagi kaum pemilik
modal swasta.

3) Tahun 1848

Dalam tahun 1830 diatas telah dijelaskan mengenai monopolinya pemerintahan jajahan
Belanda atas tanah dan hasil dariperkebunannya sehingga menimbulkan kecemburuan dari
kaum pemilik modal dari aliran liberal yang ada diparlemen. Wakil-wakil dalam parlemen
menuntut agar bisa turut campur dalam tanah jajahan yang sampai saat itu hanya dipegang
oleh raja dan menteri tanah jajahan. Terjadilah pergolakan antara mereka dengan golongan
konservatif pendukung cultuurstelsel. Namun demikian, dengan kegigihan dalam
memperjuangkan tuntutan tersebut, kaum liberal memetik kemenangan pertama dengan
disetujui perubahan terhadap Undang-Undang Dasar Belanda. Yaitu dengan adanya
ketentuan didalamnya yang menyebutkan bahwa pemerintah di tanah jajahan harus diatur
dengan Undang-Undang.

Undang-Undang yang dimaksud dalam perubahan Undang-Undang Belanda tersebut selesai


pada tahun 1854, yaitu dengan dikeluarkanya regerings reglement(RR) 1845. Salah satu ayat
dari pasal 62 RR menyebutkan bahwa Gurbernur Jendral boleh menyewakan tanah dengan
ketentuan-ketentuan yang akan ditetapkan dengan ardonansi. Tujuan utama gerakan kaum
liberal dibidang agraria itu adala (1) agar pemerintah memberikan pengakuan terhadap
penguasaan tanah oleh pribumi sebagai hak milik mutlak (eigendom), untuk memungkinkan
perjualan dan penyewaan. Sebab, tanah-tanah dibawah hak komunal ataupun kekuasaan
adat tidak dapat dijual atau disewakan keluar, dan (2) agar dengan asas domein itu,
pemerintah memberikan kesempatan kepada penguasa swasta untuk dapat menyewa tanah
jangka panjang dan murah ( yaitu erpacht).

4) Tahun 1870\

Jatuhnya Mentri Jajahan Frans Van de Putte, karena dianggap terlalu tergesa-gesa
memberikan hak eigendom kepada pribumi. Adapun seluk beluk agraria di Indonesia belum
diketahui benar-benar.

5) Kelima 1960

Pemerintah menyadari sepenuhnya bahwa peraturan perundang-undangan dibidang agraria


yang dibuat oleh pemerintah jajahan, baik Belanda maupun Inggris sangat tidak berpihak
kepada rakyat Indonesia. Perhatian pemerintah terhadap pengaturan mengenai agraria
dimulai sejak 1948 dengan dibentuknya agraria panitia agraria. Setelah 15 tahun merdeka
melalui proses yang panjang barulah lahir UU No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar
Pokok-Pokok Agraria.

5. Perkembangan Aturan Agraria pasca Omnibus Law.


Dengan mempertimbangkan hak pengelolaan yang tidak menyimpang hak menguasai
dari negara. Selain itu, pembentukan bank tanah yang tidak menyimpang reforma
agraria dengan tujuan, pertama, menjamin tujuan dan kepentingan yang dirumuskan
dalam UUD 1945 Pasal 33 beserta dengan amendemennya. Kedua, mendukung
pembangunan wilayah yang berkelanjutan. Ketiga, mengendalikan perkembangan
wilayah secara efesien dan efektif. Keempat, mengendalikan penguasaan tanah secara
adil dan wajar dalam melaksanakan pembangunan dan berfungsi sebagai 1) land
keeper, 2) land warrantee, 3) land purchaser dan development, 4) land valuer, 5) land
distributor, dan 6) land management. Hal tersebut bermanfaat untuk 1) mengendalikan
keseimbangan antara kebutuhan tanah untuk pembangunan dan persediaan, 2)
mengendalikan mekanisme pasar tanah yang menjamin efesiensi dan rasionalitas
harga, 3) mengefesienkan dan menjamin nilai tanah secara wajar dan adil, 4)
memadukan kebijakan strategi, implementasi, dan evaluasi yang berkaitan dengan
tanah. Melalui omnibus law Cipta Kerja dalam bidang agraria bagi perusahaan dan
investor di sektor agraria, diharapakan dapat memberi perlindungan dan juga
pemenuhan hak-hak rakyat atas sumber daya agraria yang terjamin dalam Pasal 33
ayat (3) UUD 1945. Misalnya, di Kota Batam, konfl ik agraria khususnya atas tanah dan
lahan di Kampung Tua/Nelayan menjadi salah satu permasalahan utama. Untuk itu,
agar meminimalisasi benturan peraturan perundang– undangn dalam bidang agraria
dengan sinkronisasi kebijakan antara sektor demi terwujudnya peraturan perundang–
undangan yang berkaitan dengan penguasaan, pemilikan penggunaan dan pengelolaan
sumber–sumber alam, dan dapat menyelesaikan konflik– konflik agraria. Dengan
mendorong investasi serta menyederhanakan regulasi dan perizinan yang ditempus
dengan harmonisasi sektoral. Oleh karena itu, dengan omnibus law Cipta Kerja dalam
bidang agraria, diharapakan tetap menjunjung tinggi dan memperhatikan berbagai asa
hukum nasional agar konsisten terhadap Pancasila dan UUD 1945 serta asas
persatuan, kesatuan kebangsaan, kemitraan, dan nondiskriminasi. Semoga.

Anda mungkin juga menyukai