Anda di halaman 1dari 4

Sejarah Perkembangan Politik Hukum Agraria Di Indonesia

A. Hukum Agraria Sebelum Kemerdekaan

1. Agrarische Wet 1870


Agrarische wet 1870 adalah undang-undang yang dibuat di negeri Belanda pada tahun
1870. Agrarische wet lahir atas desakan pengusaha besar swasta, hal ini dikarenakan pada sejak
tahun 1830 tengah giat-giatnya dilaksanakan culture stelsel (peraturan tanam paksa), dimana
kemungkinan pengusaha swasta untuk memperoleh tanah perkebunan dalam jumlah besar sangat
terbatas. Sementara politik monopoli Negara dalam pengusahaan tanaman-tanaman ekspor, bagi
pengusaha-pengusaha swasta yang belum memiliki tanah sendiri yang luas dengan hak eigendom
dengan sebutan “tanah patikelir” tidak ada kemungkinan untuk memperoleh tanah yang
diperlukannya dengan hak yang kuat dan dalam jangka waktu yang cukup lama. Satu-satunya yang
boleh dilakukan hanya dengan menyewa tanah dari pemerintah. Persewaan tanah boleh diadakan
dengan jangka waktu paling lama 20 tahun, kecuali untuk tanaman kelapa yang jangka waktunya
boleh sampai 40 tahun.

Tambahan Agrarische Wet tahun 1870 sebagai berikut:

a. Menurut ketentuan yang ditetapkan dengan ordonasi, diberikan tanah dengan hak erfpacht
selama waktu tidak lebih dari tujuh puluh lima tahun
b. Gubernur Jenderal menjaga jangan sampai terjadi pemberian tanah yang melanggar hak-
hak rakyat pribumi
c. Gubernul Jenderal tidak boleh mengambil tanah-tanah kepunyaan rakyat atas pembukaan
hutan yang digunakan untuk keperluan sendiri
d. Tanah-tanah yang dipunyai oleh orang-orang pribumi dengan hak pakai pribadi yang turun
menurun
e. Persewaan atau serahpakai tanah oleh orang-orang pribumi kepada non pribumi dilakukan
menurut ketentuan yang diatur dengan ordonasi.

Tujuan Agrarische Wet yang utama adalah untuk membuka kemungkinan dan memberikan
jaminan hukum kepada para pengusaha agar dapat berkembang di Hindia Belanda. Untuk
mewujdkan tujuan tersebut maka ada beberapa kebijakan pemerintah, yaitu:

1
a. Pengusaha-pengusaha swasta tersebut diberikan untuk membuka tanah-tanah hutan untuk
perkebunan besar dengan erfpacht berjangka waktu sampai 75 tahun, dan hak ini dapat
dibebani dengan hypotheek sehingga terbuka kemungkinan pengusaha untuk mendapat
kredit dengan jaminan hak atas tanah tersebut.
b. Membuka kemungkinan menggunakan tanah kepunyaan rakyat atas dasar sewa bagi
perusahaan-perusahaan kebuh besar tanah datar, terutama perusahaan gula dan tembakau.

2. Agrarische Besluit
Agrarische Besluit (Koninklijke Besluait) S 1870-118 ini hanya berlaku untuk Jawa dan
Madura. Hal pokok yang sangat penting dalam pelaksanaan Hukum Administratif Hindia Belanda
adalah pernyataan “domein verklaring” yang merupakan asas yang tertuang dalam Pasal 1
Agrarische Besluit, yang mengatakan: “bahwa semua tanah yang pihak lain tidak dapat
membuktikan sebagai hak eigendom-nya adalah domein (milik) Negara.

Fungsi domein verklaring dalam praktik pelaksanaan perundang-undangan pertanahan


adalah:

a. Sebagai landasan hukum bagi Pemerintah yang mewakili Negara sebagai pemilik tanah
untuk memberikan tanah dengan hak-hak barat yang diatur dalam KUHPerdata, seperti hak
erfpacht, hak postal, dan lain-lainnya
b. Di bidang pembuktian pemilikan.

3. Hukum tanah yang dualistik


Akibat dari politik hukum pertanahan Hindia Belanda, maka hukum pertanahan berstruktur
ganda dan dualistic yaitu di satu pihak berlaku Hukum Tanah Adat yang bersumber pada Hukum
Adat dan di lain pihak berlaku Hukum Tanah Barat yang pokok-pokok ketentuannya terdapat
dalam buku II KUHPerdata yang merupakan hukum tertulis. Dengan demikian di bidang
pengusaan dan pemilikan tanah, terdapat perbedaan hukum yang berlaku. Untuk golongan Eropa
dan yang dipersamakan dengan itu dan golongan Timur Asing berlaku Hukum Tanah Barat yang
berdasarkan ketentuan yang terdapat dalam Buku ke II KUHPerdata. Sedangkan untuk golongan
Bumi Putera berlaku Hukum Tanah Adat yang bersumber pada Hukum Adat.

2
B. Hukum Agraria Setelah Kemerdekaan Hingga Tahun 1960
Sejak bangsa Indonesia menyatakan kemerdekaannya pada tanggal 17 Agustus 1945, maka
mulai saat itu merupakan titik awal bagi perkembangan politik hukum bangsa Indonesia. Pada
tanggal 18 Agustus 1945 pemerintah Negara Indonesia membentuk UUD Negara sebagai dasar
konstitusional pelaksanaan pemerintah dan pelaksanaan pembangunan bangsa dan Negara di
berbagai bidang kehidupan, termasuk di dalamnya titik awal pembangunan hukum nasional kita.
Persoalan hukum agrarian di Negara sejak masa penjajahan hingga merdeka merupakan persoalan
yang sangat penting untuk mendapatkan perhatian yang utama bagi pemerintah Indonesia. Dimana
bahwa lebih kurang 80 persen penduduk bangsa Inonesia pada saat itu bermata pencaharian
pertanian, sementara tanah-tanah pertanian yang subuh dan tanah-tanah perkebunan yang sangat
luas dikuasai oleh segelintir orang, yaitu pengusa dan pengusaha. Sehingga timbul kesenjangan
yang lasu biasa. Maka pada masa kemerdekaan aturan hukum yang belaku didasarkan pada
ketentuan Pasal II Aturan peralihan UUD 1945 yaitu:
a. Hukum barat
b. Hukum adat tentang tanah

Berlakunya dua macam aturan hukum tersebut mengakibatkan tetap munculnya persoalan
antargolongan dan persoalan antar adat yang dimana menghambat pelaksanaan pembangunan.
Sehingga dengan demikian aturan-aturan hukum tersebut diupayakan disesuaikan dengan cita-cita
kemerdekaan dan amanat UUD 1945. Sehingga pemerintah Indonesia sedikit demi sedikit
melakukan penyesuaian aturan-aturan hukum tersebut dengan kondisi masyarakat dan bangsa
Indonesia yang merdeka dengan mempergunakan kebijakan dan tafsir baru. Beberapa aturan
hukum yang disesuaikan adalah sebagai berikut:

a. Hubungan antara domein verklaring dan hak rakyat atas tanahnya, khususnya hak ulayat
b. Negara bukan sebagai pemilik akan tetapi hanya diberi wewenang untuk menguasai
c. Penghapusan hak-hak konversi
d. Semua tanah milik raja, rakyat hanya sebagai pemakai dan wajib menyerahkan kepada
raja1/2 atau 2/3 hasil kepada raja

Pemerintah membuat perangkat-perangkat hukum guna menyelesaikan persoalan-


persoalan pertanahan yaitu pemberintah membuat UU No. 8 Tahun 1954 tentang Penyelesaian
Soal Pemakaian Tanah Perkebunan oleh Rakyat.

3
a. UU No. 19/1956 tentang Penentuan Perusahaan Pertanian/Perkebunan Milik Belanda yang
dikenakan Nasionalisasi
b. UU No. 28/1956 tentang Pengawasan terhadap Pemindahan Hak Atas Tanah Perkebunan
c. UU No. 29/1956 tentang Peraturan Pemerintah dan Tindaka-tindakan Mengenai Tanah
Perkebunan
d. Ketentuan lain yang menyangkut pemakaian tanah-tanah milik warga negara Belanda yang
kembali ke negerinya.

Selain itu, pemerintah membuat perangkat-perangkat hukum sampai melahirkan Undang-


undang No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar-Dasar Pokok Agraria. Lahirnya UUPA
merupakan era perombakan dan pembaruan di bidang hukum agraria di Indonesia. Dengan
lahirnya UUPA maka:

a. Menjamin adanya persamaan hak antara laki-laki dan perempuan dalam menguasai dan
memiliki tanah;
b. Pemerataan kesempatan untuk memperoleh hak atas tanah dengan jalan pembatasan
penguasaan dan pemilikan hak atas tanah oleh seseorang atau badan hukum;
c. Penentuan batas maksimum dan batas minimum pemilikan dan pengusaan tanah pertanian
dengan melaksanakan program landreform;
d. Diupayakan agar semua jenis hak atas tanah didaftarkan oleh pemerintah maupun
pemegang haknya guna memperoleh kepastian hukum dan hak dalam rangka perlindungan
hukum dan hak pemegang hak atas tanah ;
e. Melakukan konversi semua hak-hak atas tanah yang sebelum yang berdasarkan hukum
Barat dan hukum adat;
f. Melakukan pengaturan kembali system gadai tanah pertanian, system bagi hasil tanah
pertanian;
g. Larangan pengusaan tanah pertanian secara absentee, dan
h. Redistribusi tanah-tanah pertanian yang dikuasai oleh Negara kepada para petani yang
memiliki tanah kurang dari dua hektar.

Anda mungkin juga menyukai