Anda di halaman 1dari 12

HUKUM AGRARIA I

RIZKI NUR ALFIN

202010110311572

nuralfinrizki@gmail.com

1.Sejarah Hukum Agraria pada masa kolonial sampai sekarang


Hukum Agraria Kolonial

Dari segi masa berlakunya, hukum agraria di Indonesia dibagi menjadi dua yaitu:

1. Hukum Agraria Kolonial Hukum agraria ini berlaku scbelum indonesia merdeka bahkan berlaku
scbclum diundangkannya UUPA yaitu tanggal 24 September 1960.
2. Hukum Agraria Nasional Hukum agraria ini berlakunya sctelah diundangkannya UUPA, yaitu
tanggal 24 September 1960.

Hukum Agraria Kolonial mempunyai 3 ciri yang dimuat dalam konsideran UUPA dibawah perkataan
"menimbang" huruf b, c, dan d serta dimuat dalam penjclasan umum angka I UUPA, yaitu:

 IIukum agraria yang masih berlaku saat ini sebagian tersusun berdasarkan tujuan dan sendi-sendi
dari pemerintah jajahan dan sebagian dipengaruhi olehnya, hingga bertcntangan dcngan
kepcntingan rakyat dan ncgara didalam menyclesaikan revolusi nasional sckarang ini serta
pcmbangunan scmesta.
 Ilukum agraria tersebut mempunyai sifat dulisme, dengan berlakunya hukum adat, disamping
hukum agraria yang didasarkan atas hukum barat.
 Bagi rakyat asli hukum agraria penjajahan itu tidak mcnjamin kcpastian hukum."

Beberapa kelenluan yang menunjukkan bahwa hukum dan kebijaksanaan agrariayang berlaku scbelum
indoncsia merdcka disusun berdasarkan tujuan dan scndi-scndi pemerinlahan hindia belanda, dapal
dijelaskan sebagai berikul:

1. Pada masa terbentuknya VOC (Vaenigde Oost Indische Compagnie). Beberapa kebijaksanaan
politik pertanian yang sangat menindas rakyat indonesia yang telah ditetapkan oleh VOC, antara
lain:
 Continge nten
Pajak atas hasil tanah pertanian harus discrahkan kepada pcnguasa kolonial. Petani harus
menyerahkan scbagian dari hasil perlaniannya kepada kompeni tanpa dibayar scpeser pun.
 Vaplichte leveranten
leveranten Suatu bentuk ketentuan yang diputuskan oleh kompeni dengan para raja
tentang kewajiban menyerahkan seluruh hasil panen dengan pembayaran yang harganya
juga sudah ditetapkan sccara sepihak. Dengan ketcentuan ini, rakyat tani benar- benar
tidak bisa berbuat apa-apa. Mercka tidak berkuasa atas apa yang mereka hasilkan.
 Roeendiensten
Kebijaksanaan ini dikenal dengan kerja rodi, yang dibebankan kepada rakyat indonesia yang
tidak mempunyai tanah pertanian.
2. Pada masa Pemerintah Gubernur Hcrman Willem Dcandles (1800-1811) Kebijaksanaan yang
ditcntukan olch Gubcrnur ini adalah menjual tanah-tanah rakyat indonesia kepada rakyat cina,
arab maupun bangsa belanda sendiri. Tanah yang dijual terscbut discbut dengan lanah partikelir.
Tanah partikclir adalah tanah cigendom yang mempunyai sifat dan corak istimewa. Yang
membedakan dengan tanah eigendom lainnya adalah adanya hak-hak kepada pemiliknya yang
bersifat kencgaraan yang discbut landheerlijke rechten atau hak pertuanan. Hak pertuanan
misalnya:
 Hak untuk mengangkat atau mengesahkan pemilikan serta memberhentikan kepala-kepala
kampung/desa,
 Hak untuk menuntut kerja paksa (rodi) atau memungut uang pengganti kerja paksa dari
penduduk.
 Hak untuk mengadakan pungutan-pungutan baik yang berupa uang maupun hasil pertanian
dari penduduk,
 Hak untuk mendirikan pasar-pasar,
 Hak untuk memungut biaya pemakaian jalan dan penyeberangan,
 Hak untuk mengharuskan penduduk tiga hari sekali memotong rumput bagi keperluan tuan
tanah, sehari dalam seminggu untuk menjaga rumah atau gudang-gudangnya dan
sebagainya.
3. masa Pemerintahan Gubernur Thomas Stamford Raffles (1811-1816) Kebijakan yang telah
ditetapkan oleh Gubernur Thomas Stamford Raffles adalah landrent atau pajak tanah. Beberapa
ketentuan yang berkaitan dengan pajak tanah dapat dijelaskan sebagai berikut:
 Pajak tanah tidak langsung dibebankan kepada para petani pemilik tanah, tetapi ditugaskan
okh kepala desa. Para kcpala desa diberi kckuasaan untuk menetapkan jumlah sewa yang
wajib dibayar oleh tiap petani.
 Kepala desa diberi kekuasaan penuh untuk mengadakan perubahan pada pemilikan tanah
oleh para petani.
 Praktik pajak tanah menjungkirbalikkan hukum yang mengatur pemilikan tanah rakyat
sebagai akibat besarnya kekuasaan kepala desa.
4. Pada masa Pemerintahan Gubernur Johancs Van den Bosch. Pada tahun 1830 Gubernur
Johanes Van den Bosch menetapkan kebijakan pertanahan yang dikenal dengan sistem tanam
paksa atau Cultuur Stelsel. Dalam sistem tanam paksa ini, petani dipaksa untuk menanam suatu
jenis tanaman tertentu yang secara langsung maupun tidak langsung yang dibutuhkan oleh
pasar internasional. Hasil pertanian tersebut diserahkan kepada pemerintah kolonial tanpa
mendapat imbalan apapun, sedangkan pada rakyat yang tidak mempunyai tanah pertanian
wajib menyerahkan tenaga kerjanya yaitu seperlima bagian dari masa kerjanya atau 66 hari
untuk satu tahunnya.
5. Pada masa berlakunya Agrarische Wet Stb. 1870 No. Dengan berlakunya Agrarische Wet, politik
monopoli (politik kolonial konservatif) dihapuskan dan diganti dengan politik libcral yaitu
pemerintah tidak ikut mencampuri dibidang usaha, pengusaha diberikan kesempatan dan
kebebasan mengembangkan usaha dan modelnya dibidang pertanian di Indonesia. Agarischc
Wet menipakan hasil dari rancangan Wet (undang-undang) yang diajukan oleh mentri jajahan de
wall. Agrarische Wet di undangkan dalam stb. 1870 No 55, sebagai tambahan ayat-ayat baru
pada pasal 62 RR Stb. 1854 No. 2. Semula RR terdiri dari 3 ayat, dengan tambahan 5 ayat baru
(ayat 4 sampai dengan ayat 8) oleh Agrarische Wet, maka pasal 62 RR kemudian menjadi pasal
51 IS, Stb. 1925 No. 447. Isi pasal 51 IS adalah sebagai berikut:
 Gubernur jendral tidak boleh menjual tanah.
 Dalanm tanah di atas tidak termasuk tanah-tan ah yang tidak luas, yang diperuntukkan bagi
perluasan kota dan desa seta pembangunan kegiatan- kegiatan usaha.
 Gubernur jendral dapat menyewakan tanah menurut ketentuan-ketentuan yang ditetapkan
dengan ordonansi.
 Menurut ketentuan yang ditetapkan oleh ordonansi, diberikan tanah dengan hak Erfpacht
selama tidak lebih dari 75 tahun.
 Gubernur Jendral menjaga jangan sampai terjadi pemberian tanah yang melanggar hak-hak
rakyat pribumi.
 Gubernr Jendral tidak boleh mengambil tanah-tanah kepunyaan rakyat asal pembukaan
hutan yang dipergunakan untuk keperluan sendiri, demikian juga tanah-tanah sebagai
tempat penggembalaan umum atau atas dasar lain merupakan kepunyaan desa, kecuali
untuk kepentingan umum berdasarkan pasal 133 atau untuk keperluan penanaman
tanaman-tanaman yang diselenggarakan atas perintah penguasa menunut peraturan-
peraturan yang bersangkutan, semuanya dengan pemberian ganti kerugian yang layak.
 Tanah-tanah yang dipunyai oleh orang-orang pribumi dengan hak pribadi yang turun-
temurun (hak milik adat) atas permintaan pemiliknya yang sah dapat diberikan kepadanya
dengan hak eigendom, dengan pembatasan-pembatasan yang diperlukan sebagai yang
ditetapkan dengan ordonansi dan dicantumkan dalam surat cigendomnya, yaitu mengenai
kewajibanya terhadap negara dan desa yang bersangkutan, demikian juga mengenai
wewenangnya untuk menjualnya kepada bukan pribunmi.
 Persewaan atau serah pakai tanah oleh orang-orang pribumi kepada non pribumi dilakukan
menurut ketentuan yang diatur dengan ordonansi.
6. Pada masa berlakunya Agrarische Besluit Stb. 1870 No. 118 Ketentuan-ketentuan Agrarische
Wet pelaksanaanya diatur lebih lanjut dalam peraturan dan keputusan. Agrarische Besluit terdiri
atas tiga, yaitu:
 Pasal -7 tentang hak atas tanah
 Pasal8 -8b tentang pelepasan tanah, dan
 Pasal 19-20 tentang peraturan campran.

Hukum agraria kolonial mempunyai sifat dulisme hukum, yaitu dcnganberlakunya hukum agraria yang
berdasarkan atas hukum adat, disamping hukum agraria yang didasarkan atas hukum barat. Sifat
dualisme hukum tersebut meliputi bidang- bidang yaitu:

 Hukum
Pada saal yang sama berlaku macam-macam hukum agraria, yailu hukum agraria barat, hukum
agraria adat, hukum agraria swapraja, hukum agraria administratif, dan hukum agraria
antargolongan.
 Hak atas tanah
Pada saat yang sama berlaku macam-macam hak atas tanah yang berbeda hukumnya yaitu
a. Hak atas tanah yang tunduk pada hukum agraria barat yang diatur dalam KUH Perdata,
misalnya hak eigendom, hak opstal, hak erfecht.
b. Hak atas tanah yang tunduk pada hukum agraria adat daerah masing-masing yang disebut
tanah-tanah hak adat, misalnya tanah yasan, tanah kas desa, tanah bengkok, tanah ganjaran,
tanah kuburan, tanah pengembalaan (tanah pangonan).
c. Hak atas tanah yang merupakan ciptaan pemeintah swapraja, mialnya Grant Sultan
(semacam hak milik adat yang diberikan oleh pemerintah swapraja kusus bagi kaula swapraja,
didaftar di kantor pejabat swapraja).
d. Hak-hak atas taah yang merupakan ciptaan pemerintah hindia belanda, misalnya hak
Agarische Eigendom ( tanah milik adat yang dilundukkan dirinya pada hukum agraria barat).
 Hak jaminan atas tanah
Beberapa Hak jaminan alas tanah pada nasa berlakunya hukum agraria kolonial, yaitu:
a. Lembaga Hypotheek diperuntukkan bagi hak-hak atas tanah yang tunduk pada hukumk barat,
yaitu hak eigendom, hak opstal, dan hak erfpecht, yang diatur dalam pasal 162 sampai
dengan pasal 1332 KUH Perdata.
b. Lembaga Credictverband diperuntukkan bagi tanah-tanah yang tunduk pada hukum adat.
c. Lembaga jonggolan di jawa, di bali disebut Makantah dan di batak discbut Tahan, dalam
hubunganya dengan ulang-piulang dikalangan masyarakat, dimana pihak debitur
menyerahkan tanahnya sehagai jaminan utang kepada kreditur
 Pendaftaran tanah
Berdasarkan Overschrjving Ordonnantie Stb. I834 No. 27, pendaftaran tanah dilakukan oleh
kantor pendaftaran tanah atas tanah-tanah yang tunduk pada hukum barat dan pendaftaran
tanah ini menghasilkan tanda bukti berupa sertifikat yang diberikan kepada pemegang haknya.
Hukum agraria kolonial bagi rakyat indoncsia asli tidak menjamin kepastian hukum. Tidak adanya
jaminan kepastian hukum dalam bidang hukum agraria bagi rakyat Indonesia asli discbabkan olch
dua hal yaitu:
 Dari Segi Perangkat Hukum
Bagi orang-orang yang tunduk pada hukum barat, perangkat hukumnya tertulis, yaitu diatur
dalam KUH Perdata, scdangkan bagi rakyat indoncsia asli berlaku hukum agraria adat, yang
perangkat hukumnya tidak tertulis, yang terdapat dalam kebiasaan-kcbiasuan masyarakat
yang berlaku scbagai hukum. 2. Dari Segi Pendafaran Tanah.
 Dari Segi Pendafaran Tanah.
Untuk tanah-lanah yang tunduk pada hukum barat, misalnya hak cigendon, hak opstal, hak
erfpacth dilakukan pendaftaran tanah dengan tujuan memberikan jaminan kepastian hukum
dan menghasilkan tanda bukti yang berupa sertifikat.

Politik Agraria Kolonial

Politik Agraria yang dimaksut disini adalah kebijaksanaan agraria. Politik agraria adalah garis besar
kebijaksanaan yang dianut oleh negara dalam usaha memelihara, mengawetkan, memperuntukkan,
mengusahakan, mengambil manfaat, mengunus dan membagi tanah dan sumber alam lainnya
temasuk hasilnya untuk kepentingan kescjahteraan rak yat dan negara, yang bagi ncgara Indoncsia
berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945.

Dasar Politik Agraria Kolonial adalah prinsip dagang, yaitu mendapat hasil bumi?bahan menlah
dengan harga yang serendah mungkin, kemudian dijual dengan harga yang setinggi-tingginya.
Tujuanya adalah tidak lain mencari keuntungan yang sebesar-besarnya bagi diri pibadi penguasa
kolonial yang merangkap sebagai pengusaha. Keuntungan ini juga dinikmati oleh pengusaha
belanda dan pengusaha eropa. Sebaliknya bagi rakyat indonesia menimbulkan penderitaan yang
sangat mendalam.

Politik agraria kolonial dimuat dalam Agrarische Wet Stb. 1870 No. 55, yang berisi dua maksud yaitu
memberikan kesempatan kepada perusahaan-perusahaan pertanian swasta untuk berkembang di
dunia hindia bclanda, disamping itu melindungi hak-hak rakyat indonesia atas tanahnya.Ada dua
macam tujuan poitik Agraria kolonial yang di jelmakan dalam Agrarische Wet, yaitu:

1. Tujuan primer
Memberikan kesempatan kepada pihak swasta (asing) mendapatkan bidang tanah yang luas
dari pemerintah pada waktu yang cukup lama dengan uang sewa (canon) yang murah.
Disamping itu untuk memungkinkan orang asing (bukan bumi putera) menyewa atau mendapat
hak pakai atas tanah langsung dari orang bumi putera, menurut peraturan-peraluran yang
ditctapkan dengan ordonansi. Maksutnya adalah memungkinkan berkembangnya perusahaan
pertanian swasta asing.
2. Tujuan sekunder
Melindungi hak penduduk bumi putera atas tanahnya, yaitu:
a. Pemberian tanah dengan cara apapun tidak boleh mendesak hak bumi putera,
b. Pemerintah hanya boleh mengambil tanah bumi putera apabila diperlukan untuk
kepcntingan umum atau unuk tanaman-tanamwn yang diharuskan darni pihak atasan
dengan memberi ganti rugi,
c. Bumi putera diberi kesempatan mendapat hak atas tanah yang kuat yaitu hak eigendom
bersyarat (agrarischc eigendom),
d. Diadakan peraluran sewa-menyewa antara bumi putera degan bukan bumi putera.

Dalam perjalanan berlakunya Agarische Wrt terjadi penyimpangan terhadap tujuan sekundernya,
yaitu adanya penjualan tanah-tanah milik orang bumi putera langsung kepada orang-orang belanda
atau eropa lainnya. Untuk memberikan perlindunga hukumn terhadap tanah-tanah milik orang bumi
putera dari pembelian orang-orang beanda atau cropa lainnya, pcmerintah mengcluarkan
kebijaksanaan berupa grond vervreemdingsverbod Stb. 1875 No 179.

Yang dimaksud dengan grond vervrecmdingsverbod adalah hak milik (adat) atas tanah tidak dapat
dipindahkan oleh orang-orang indonesia asli dan oleh karena itu semua perjanj ian yang betujuan
untuk memindah kan hak terse but, baik secara langsung maupun tidak langsung adalah batal karena
hukum. yang belum dibuka, maka pemerintah hindia belanda menetapkan domein negara dibagi
menjadi dua macam yaitu:

1. Vij Landsdomein (tanah negara yang bebas), artinya diatas tanah tetsebut tidak ada hak-hak bumi
putera.
2. Onvrij Lansdomein, artinya diatas tanah tersebut sudah ada hak-hak penduduk bumi putera
maupun desa.

Dalam politik agraria kolonial, pernyataan domcin digunakan untuk kepcrluan:

a. Memberi hak atas tanah seperti yang diatur dalam Burgerlijk Webock.
b. Memberi hak-hak atas tanah menurut hukum adat.
c. Untuk mempertahankan hak pemerintah karena siapa saja yang mengaku mcmpunyai hak
eigendom harus dapat membuktikan haknya. Jadi bukan pemerintah yang harus membuktikan
hak atas tanah tersebut.

Menurut Imam Soctiknjo, struktur agraria warisan penjajah scbagai hasil politik agraria apabila:

a. Dipandang dari sudut hukumnya tidak ada kesatuan hukum.


 Ada dua macam hukum (dualisme hukum), yaitu hukum barat yang dibawa dan diberlakukan
di hindia belanda (indoncsia) olch pihak penjajah belanda dan hukum adat penduduk bumi
putera,
 Hukum adat di indonesia itu beraneka warna, agak berbeda di berbagai daerah (pluralisme)
yang dibiarkan terus berlaku selama dianggap tidak bertentangan dengan politik agraria
penjajah.
 Ada hak ciptaan baru yang bukan hukum adat tapi juga bukan hukum barat, yaitu hak agraris
cigendom.
b. Dilihat dari subjeknya tidak ada kesamaan status subjek
 Ada pemegang hak orang bumi putera, ada yang bukan orang bumi putera yang sistem
hukumnya berbeda,
 Yang bukan orang bumi putera yaitu:
1. Orang asing Bangsa Ewpa/Barat
2. Orang Keturunan Asing.
3. Orang Timur Asing
c. Dilihat dari yang menguasai-memiliki tanah, tidak ada keseimban gan dalam hubungan antara
manusia dengan tanah.
 Ada golongan besar manusia (petani) yang tidak mempunyai tanah atau yang mempunyai
tanah yang sangat sempit.
 Di lain pihak ada golongan kecil manusia (pengusaha, pengusaha asing, tuan tanah. pemilik
tanah partikelir) yang memiliki'yang menguasai tanah luas.
d. Dilihat dari sudut penggunaan tanah tidak ada keseimbangan dalam penggunaan tanah
 Tanah di jawa dan madura hapir semua sudah dibuka'diusahakan,
 Di luar jawa, madura, dan bali masih ada tanah luas yang belum dibuka'diusahakan.
e. Dilihat dari sudut terib hukum tidak ada tertib hukum.
 Penjajajah jepang mengambil tanah rakyat atau tanah/rumah orang asing yang menguasai
atau ditangkap, tanpa ambil pusing soal hak yang ada diatasnya.
 Rakyat sendiri juga menduduki tanah perkebunan, perkarangan bahkan rumah orang asing
bekas penjajah yang mengungsi sccara tidak sah

Hukum agraria pada masa kemerdekaan

1. Proklamasi kemerdekaan 17 agustus 1945


2. Bangsa indonesia memperoleh kedaulatan
3. Pendudukan tanah oleh masyarakat sangat komplek
4. Karena adanya masyarakat yang ingin dan brusaha menduduki tanah dalam waktu yang singkat

Implikasinya setelah indonesia merdeka,

 indonesia melakukan penataan kembali atas kebijakan penduduk tanah oleh rakyat
a. Melakukan pendataan kembali luas serta jumlah penduduk yang mengusahakan tanah-
tanah perkebunan untuk usaha pertanian
b. Pendudukan tanah perkebunan yang hampir dialami oleh semua perkebunan lamat laun
akan menghambat usaha pembangunan kembali suatu cabang produksi yang penting bagi
negara serta memperlambat pesatnya kemajuan produksi hasil-hasil perkebunan yang
sangat diperlukan
c. Pemakaian tanha-tanha perkebunan yangberlokasi didaerah pegunungan tersebut
dikhawatirkan akan menimbulkan bahaya erosi dan penyerapan air
d. Pemakaian tanha-tanah oleh rakyat di beberapa daerah menimbulkan ketegangan dan
kekeruhan yang membahayakan keamanan dan ketertiban umum

OKI,dikeluarkan uu no.8 1945 tentang penyelesaian soal pemakaman tanah perkebunan oleh rakyat

 Tahap 1
 Adanya kesepakatan terlebih dahulu antar pemilik perkebunan dengan penggaran untuk
penyelesaian masalah mengenai pemakaian tanah perkebunan
 Tahap 2
 Jika upaya dalam tahap 1 tidak berhasil. Maka diabuat kebijakan sendiri dengan tetap
memperhatikan:
1. Kepentingan rakyat dan pendudukan, serta letak dari perkebunan yang bersangkutan
2. Kedudukan perusahaan perkebunan di dalam susunan perekonomian negara

Untuk mengantisipasi adanya rakyat atau penduduk yang kembali untuk menguasai tanah
perkebunan

 Antisipasi 1
 Adanya pencabutan dan pembatalan hak atas tanah perkebunan
 Antisiapsi 2
 Ancaman hukuman terhadap mereka yang melanggar atau tanpa izin memakai tanah
perkebunan
 Antisipasi 3
 Ketentuan pengosongan

2.asas hukum agraria

1. Asas Kebangsaan
Menurut Pasal 1 ayat (1) UUPA, seluruh wilayah Indonesia adalah kesatuan tanah, air dari seluruh
rakyat Indonesia, yang bersatu sebagai bangsa Indonesia dan seluruh bumi, air dan ruang
angkasa, termasuk kekayaan alam yang terkandung di dalamnya sebagai karunia Tuhan Yang
Maha Esa dan merupakan kekayaan nasional Indonesia.
2. Asas Tingkatan yang Tertinggi, Bumi, Air, Ruang Angkasa dan Kekayaan Alam yang Terkandung di
dalamnya Dikuasai oleh Negara
Asas ini didasari pada Pasal 2 ayat (1) UUPA. Sesuai dengan pendirian tersebut, perkataan
“dikuasai” di sini bukan berarti dimiliki, akan tetapi adalah pengertian yang memberikan
wewenang kepada Negara sebagai organisasi kekuasaan bangsa Indonesia pada tingkatan yang
tertinggi untuk:
 Mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan, persediaan dan pemeliharaan
bumi, air, ruang angkasa dan kekayaan alam;
 Menentukan dan mengatur hak dan kewajiban yang dapat dipunyai atas bumi, air, ruang
angkasa dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya yang ditimbulkan dari hubungan
kepentingan orang dan unsur agraria itu;
 Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan antara orang-orang dan perbuatan-
perbuatan hukum terkait bumi, air, ruang angkasa dan kekayaan alam yang terkandung di
dalamnya.
3. Asas Mengutamakan Kepentingan Nasional dan Negara berdasarkan atas Persatuan bangsa
daripada Kepentingan Perseorangan dan Golongan
Dapat dilihat dalam Pasal 3 UUPA. Sekalipun hak ulayat (tanah bersama menurut hukum adat)
masih diakui keberadaannya dalam sistem Hukum Agraria Nasional, akan tetapi karena
pelaksanaannya berdasarkan asas ini, maka untuk kepentingan pembangunan, masyarakat hukum
adat tidak dibenarkan untuk menolak penggunaan tanah untuk pembangunan dengan dasar hak
ulayatnya. Sehingga Negara memiliki hak untuk membuka tanah secara besar-besaran, misalnya
untuk kepentingan transmigrasi, areal pertanian baru dan alasan lain yang merupakan
kepentingan nasional.
4. Asas Semua Hak Atas Tanah Mempunyai Fungsi Sosial
Asas ini tertulis dalam Pasal 6, berarti bahwa hak atas tanah apapun yang ada pada seseorang,
tidak dapat dibenarkan bila digunakan (atau tidak dipergunakan) semata-mata untuk kepentingan
pribadinya, terutama apabila hal tersebut menimbulkan kerugian bagi masyarakat.
5. Asas Hanya Warga Negara Indonesia yang Dapat Mempunyai Hak Milik atas Tanah
Asas ini dapat ditemui dalam Pasal 21 ayat (1) UUPA.Hak milik adalah hak tertinggi yang dapat
dimiliki individu dan berlaku selamanya. Hak milik tidak dapat dipunyai oleh orang asing. Asas ini
tidak mencakup warga negara Indonesia yang menikah dengan orang asing. Karena saat menikah
terjadi percampuran harta, sehingga pasangan warga negara Indonesia yang memiliki hak milik
akan kehilangan haknya. Untuk mengatasi hal tersebut dapat dibuat perjanjian pra-nikah yang
menyatakan pemisahan harta.
6. Asas Persamaan bagi setiap Warga Negara Indonesia
Sesuai dengan Pasal 9 ayat (2) bahwa tiap warga negara Indonesia, baik laki-laki maupun
perempuan mempunyai kesempatan yang sama untuk memperoleh suatu hak atas tanah serta
untuk mendapat manfaat dan hasilnya, baik bagi diri sendiri maupun keluarganya.
7. Asas Tanah Pertanian Harus Dikerjakan atau Diusahakan secara Arif oleh Pemiliknya Sendiri dan
Mencegah Cara-cara Bersifat Pemerasan
Asas ini terdapat pada Pasal 10 ayat (1) UUPA. Munculnya kegiatan land reform atau agrarian
reform, yaitu perombakan mengenai pemilikan dan penguasaan tanah. Sehingga tanah yang
dimiliki atau dikuasai seseorang tetapi tidak digunakan sebagaimana mestinya dapat digunakan
untuk hal-hal yang bermanfaat
8. Asas Tata Guna Tanah/Penggunaan Tanah Secara Berencana
Hal ini tertulis dalam Pasal 14 ayat (1) UUPA. Untuk mencapai apa yang menjadi cita-cita bangsa
dan Negara Indoensia dalam bidang agraria, perlu adanya suatu rencana mengenai peruntukan,
penggunaan dan persediaan bumi, air, dan ruang angkasa untuk berbagai kepentingan hidup
rakyat dan Negara. Rencana ini dibuat dalam bentuk Rencana Umum yang meliputi seluruh
wilayah Indonesia, yang kemudian dirinci lebih lanjut menjadi rencana-rencana khusus tiap
daerah
9. Asas Pendaftaran Tanah
Pasal 19.
1. Untuk menjamin kepastian hukum oleh Pemerintah diadakan pendaftaran tanah diseluruh
wilayah Republik Indonesia menurut ketentuan-ketentuan yang diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
2. Pendaftaran tersebut dalam ayat (1) pasal ini meliputi:
 pengukuran perpetaan dan pembukuan tanah;
 pendaftaran hak-hak atas tanah dan peralihan hak-hak tersebut;
 pemberian surat-surat tanda bukti hak, yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat.
3. Pendaftaran tanah diselenggarakan dengan mengingat keadaan Negara dan masyarakat,
keperluan lalu-lintas sosial ekonomi serta kemungkinan penyelenggaraannya, menurut
pertimbangan Menteri Agraria.
4. Dalam Peraturan Pemerintah diatur biaya-biaya yang bersangkutan dengan pendaftaran
termaksud dalam ayat (1) diatas, dengan ketentuan bahwa rakyat yang tidak mampu
dibebaskan dari pembayaran biaya-biaya tersebut.

3.hak atas tanah menurut UUPA

1. Hak milik
Hak milik adalah hak turun-temurun, terkuat dan terpenuh yang dapat dipunyai orang atas tanah,
dengan mengingat ketentuan dalam pasal 6 yang menyebutkan bahwa Semua hak atas tanah
mempunyai fungsi sosial. Hak milik ini dapat beralih dan dialihkan kepada pihak lain.
Terkait dengan siapa yang dapat memperoleh hak milik ini dalam Pasal 21 UUPA dijelaskan
bahwa:
a. Hanya warganegara Indonesia dapat mempunyai hak milik.
b. Oleh Pemerintah ditetapkan badan-badan hukum yang dapat mempunyai hak milik dan
syarat-syaratnya.
c. Orang asing yang sesudah berlakunya Undang-undang ini memperoleh hak milik karena
pewarisan tanpa wasiat atau percampuran harta karena perkawinan, demikian pula
warganegara Indonesia yang mempunyai hak milik dan setelah berlakunya undang-undang ini
kehilangan kewarganegaraannya wajib melepaskan hak itu dalam jangka waktu satu tahun
sejak diperolehnya hak tersebut atau hilangnya kewarganegaraan itu. Jika sesudah jangka
waktu tersebut lampau hak milik itu tidak dilepaskan, maka hak tersebut hapus karena hukum
dan tanahnya jatuh pada negara, dengan ketentuan bahwa hak-hak pihak lain yang
membebaninya tetap berlangsung.
d. Selama seseorang di samping kewarganegaraan Indonesianya mempunyai kewarganegaraan
asing maka ia tidak dapat mempunyai tanah dengan hak milik dan baginya berlaku ketentuan
dalam ayat 3 pasal ini.
2. Hak Guna Usaha
Hak guna usaha adalah hak untuk mengusahakan tanah yang dikuasai langsung oleh Negara,
dalam jangka waktu sebagaimana tersebut dalam pasal 29, guna perusahaan pertanian, perikanan
atau peternakan. Hak guna usaha diberikan atas tanah yang luasnya paling sedikit 5 hektar,
dengan ketentuan bahwa jika luasnya 25 hektar atau lebih harus memakai investasi modal yang
layak dan tehnik perusahaan yang baik, sesuai dengan perkembangan zaman. Hak guna usah
dapat beralih dan dialihkan kepada orang lain. Hak ini diberikan selama jangka waktu 25 tahun,
jika memang diperlukan khusus bagi Perusahaan dapat berlangsung selama 35 Tahun, jangka
waktu yang diberikan untuk perpanjangan hak paling lama adalah 25 Tahun.
Dalam Pasal 29 UUPA dijelaskan bahwa yang dapat memiliki hak guna usaha adalah:
 warganegara Indonesia;
 badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia.
 Orang atau badan hukum yang mempunyai hak guna usaha dan tidak lagi memenuhi syarat-
syarat sebagai yang tersebut dalam ayat 1 pasal ini dalam jangka waktu satu tahun wajib
melepaskan atau mengalihkan hak itu kepada pihak lain yang memenuhi syarat. Ketentuan ini
berlaku juga terhadap pihak yang memperoleh hak guna usaha, jika ia tidak memenuhi syarat
tersebut. Jika hak guna usaha yang bersangkutan tidak dilepaskan atau dialihkan dalam jangka
waktu tersebut maka hak itu hapus karena hukum, dengan ketentuan bahwa hak-hak pihak
lain akan diindahkan, menurut ketentuan-ketentuan yang ditetapkan dengan Peraturan
Pemerintah.
3. Hak Guna Bangunan
Hak guna bangunan adalah hak untuk mendirikan dan mempunyai bangunan- bangunan atas
tanah yang bukan miliknya sendiri, dengan jangka waktu paling lama 30 tahun. Jangka waktu
tersebut dapat diperpanjang selama 20 Tahun. Hak ini dapat beralih dan dialihkan.
Yang dapat memiliki hak guna bangunan adalah
 warganegara Indonesia;
 badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia.
Orang atau badan hukum yang mempunyai hak guna bangunan dan tidak lagi memenuhi
syaratsyarat yang tersebut dalam ayat 1 pasal ini dalam jangka waktu 1 tahun wajib melepaskan
atau mengalihkan hak itu kepada pihak lain yang memenuhi syarat. Ketentuan ini berlaku juga
terhadap pihak yang memperoleh hak guna bangunan, jika ia tidak memenuhi syarat-syarat
tersebut. Jika hak guna bangunan yang bersangkutan tidak dilepaskan atau dialihkan dalam jangka
waktu tersebut, maka hak itu hapus karena hukum, dengan ketentuan, bahwa hak-hak pihak lain
akan diindahkan, menurut ketentuan-ketentuan yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
4. Hak Pakai
Hak pakai adalah hak untuk menggunakan dan/atau memungut hasil dari tanah yang dikuasai
langsung oleh Negara atau tanah milik orang lain, yang memberi wewenang dan kewajiban yang
ditentukan dalam keputusan pemberiannya oleh pejabat yang berwenang memberikannya atau
dalam perjanjian dengan pemilik tanahnya, yang bukan perjanjian sewa menyewa atau perjanjian
pengolahan tanah, segala sesuatu asal tidak bertentangan dengan jiwa dan ketentuan-ketentuan
Undang-undang.
Hak Pakai dapat diberikan dengan cara :
 Selama jangka waktu tertentu atau selama tanahnya digunakan untuk keperluan tertentu;
 Dengan Cuma-Cuma, dengan pembayaran atau pemberian jasa berupa apapaun;
5. Hak Sewa
Seseorang atau suatu badan hukum mempunyai hak sewa atas tanah, apabila ia berhak
mempergunakan tanah milik orang lain untuk keperluan bangunan, dengan membayar kepada
pemiliknya sejumlah uang sebagai sewa. Pembayarannya dapat dilakukan dengan cara kontak
atau diangsur. Yang dapat mempunyai hak sewa adalah:
6. Hak membuka tanah dan hak memungut hasil hutan.
Hak membuka tanah dan memungut hasil hutan hanya dapat dipunyai oleh warganegara
Indonesia dan diatur dengan Peraturan Pemerintah. Dengan mempergunakan hak memungut
hasil hutan secara sah tidak dengan sendirinya diperoleh hak milik atas tanah itu.
7. Hak-hak lain
Hak-hak lain adalah hak yang tidak termasuk dalam hak-hak tersebut diatas yang akan ditetapkan
dengan undang-undang serta hak-hak yang sifatnya sementara sebagai yang disebutkan dalam
pasal 53.

Anda mungkin juga menyukai