Pada masa itu aturan-aturan atau hukum-hukum yang berlaku didasarkan pada
ketentuan Pasal II Aturan Peralihan UUD 1945, yaitu :
Hukum Barat yang tertuang dalam Buku II KUH Perdata, khusus mengenai
tanah, Agrarische Wet 1870, Agrarische Besluit dengan S 1870-118 tentang
Domein Verklaring;
Hukum Adat tentang Tanah.
dasar politik agararia nasional yang tertuang dalam Pasal 33 (3), yaitu “Bumi, air dan
kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasasi negara, dan digunakan untuk
sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”.
Berdasarkan UU No. 13 Tahun 1948 yang mencabut Stb. 1918 No. 20, dan
ditambah dengan UU No. 5 Tahun 1950 secara tegas menghapus lembaga
konversi di Karesidenan Surkarta dan Yogyakarta.
Canon adalah uang yang wajib dibayar oleh pemegang hak erpacft setiap
tahunnya kepada negara, sedangkan cijn adalah uang yang wajib dibayar oleh
pemegang konsesi perusahaan perkebunan besar. Berdasarkan UU No. 78
Tahun 1957 ditetapkan bahwa selambat-lambatnya 5 tahun sekali uang wajib
tahunan ini harus ditinjau kembali.
Larangan dan Penyelesaian Soal Pemakaian Tanah Tanpa Izin
Hal ini diatur dalam UU No. 1 Tahun 1961 yang menyatakan bahwa
pemakaian tanah tanpa izin yang berhak atau kuasanya yang sah adalah
perbuatan yang dilarang dan diancam dengan hukuman pidana, tetapi tidak
selalu harus dilakukan penuntutan pidana.
Peraturan Perjanjian Bagi Hasil (Tanah Pertanian)
Berdasarkan UU No.2 Tahun 1960 tentang Perjanjian Bagi Hasil
mengaharuskan agar para pihak yang membuat perjanjian bagi hasil dibuat
secara tertulis, dengan maksud agar mudah mengawasi dan mengadakan
tindakan-tindakan terhadap perjanjian bagi hasil yang merugikan
penggarapnya.
Peralihan Tugas dan Wewenang Agraria
Setelah Indonesia merdeka hingga tahun 1955 urusan agraria berada di
lingkungan Kementerian Dalam Negeri. Berdasarkan Keputusan Presiden
Nomor 55 Tahun 1955 dibentuk Kementerian Agraria yang berdiri sendiri dan
terpisah dengan Menteri Dalam Negeri.
BAB IV
LAHIRNYA UNDANG-UNDANG POKOK AGRARIA
PENYUSUNAN UNDANG-UNDANG POKOK AGRARIA
sesuai dengan Pancasila dan UUD 1945 dimulai pada tahun 1948 dengan membentuk
kepanitiaan yang diberi tugas menyusun Undang-Undang Agraria. Setelah berjalan 12
tahu, baru pada tanggal 24 September 1960 Pemerintah berhasil membentuk Hukum
Agraria Nasional yang dituangkan dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960
Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria.
Panitia ini dibentuk dengan Penetapan Presiden Nomor 16 Tahun 1948pada tanggal
21 Mei 1948 berkedudukan di Yogyakarta. Panitia ini mengusulkan tentang asas-asas
yang akan menjadi dasar hukum agraria yang baru, yaitu :
dekrit presiden tanggal 5 Juli 1959 kita kembali pada undangundang Dasar
1945. berhubung rancangan Sunaryo yang telah diajukan kepada DPR
beberapa waktu yang lalu disusun berdasarkan UUDS 1950, maka dengan
surat Presiden tanggal 23 Maret 1960 rancangan tersebut ditarik kembali dan
disesuaikan dengan UUD 1945.
sebagai tujuan hukum agraria nasional dimuat dalam penjelasan umum UUPA, yaitu :
Tujuan utama diundangkannya nya UUPA ini merupakan kebalikan dari ciri hukum
agraria kolonial, yaitu hukum agraria kolonial disusun berdasarkan tujuan dan sendi-
sendi dari pemerintahan jajahan yang ditunjukkan untuk kepentingan keuntungan,
kesejah kesejahtera dan kemakmuran bagi pemerintah Hindia Belanda, orang-orang
Belanda dan Eropa lainnya.
Asas ini ditemukan dalam pasal 1 ayat(1), ayat (2), dan ayat (3) UUPA, yaitu :
Kesatuan wilayah Indonesia adalah kesatuan tanah air dari seluruh rakyat
Indonesia memiliki sifat komunalisitik,, artinya semua tanah yang ada
dalam wilayah negara Republik Indonesia merupakan tanah bersama
rakyat Indonesia yang bersatu sebagai bangsa Indonesia. Tanah bagi
bangsa Indonesia mempunyai sifat religius, artinya semua tanah yang ada
dalam wilayah negara Republik Indonesia merupakan karunia Tuhan Yang
Maha Esa. hubungan antara bangsa Indonesia dan Bumi Air beserta ruang
yang ada di atasnya adalah bersifat abadi. ini berarti bahwa selama rakyat
Indonesia yang bersatu sebagai bangsa Indonesia masih ada dan selama
bumi air dan ruang angkasa Indonesia itu masih ada pula maka dalam
keadaan yang bagaimanapun tidak ada sesuatu kekuasaan yang akan
dapat memutuskan atau meniadakan hubungan tersebut.
b. Asas pada Tingkatan Tertinggi, Bumi, Air, Ruang Angkasa dan Kekayaan
Asas ini ditemukan dalam Pasal 2 ayat (1) UUPA : (1) Atas dasar ketentuan
dalam pasal 33 ayat (3) Undang-undang Dasar dan hal-hal sebagai yang
dimaksud dalam pasal 1, bumi, air dan ruang angkasa, termasuk kekayaan
alam yang terkandung didalamnya itu pada tingkatan tertinggi dikuasai oleh
Negara, sebagai organisasi kekuasaan seluruh rakyat. Negara sebagai
organisasi kekuasaan seluruh rakyat bertindak selaku badan penguasa pada
tingkatan tertinggi memiliki kewenangan :
Asas ini ditemukan dalam Pasal 6 UUPA : Semua hak atas tanah mempunyai
fungsi sosial. Hak atas tanah apapun yang ada pada seseorang, tidaklah dapat
dibenarkan bahwa tanahnya itu digunakan Kan atau tidak digunakan
sematamata demi kepentingan pribadinya, apalagi kalau hal itu merugikan
masyarakat. penggunaan Tanah itu harus disesuaikan dengan keadaan dan
sifat haknya. sehingga bermanfaat bagi kesejahteraan dan kebahagiaan yang
mempunyai nya maupun bagi masyarakat dan negara. Asas fungsi sosial juga
ditemukan dalam Pasal 18 UUPA : Untuk kepentingan umum, termasuk
kepentingan bangsa dan Negara serta kepentingan bersama dari rakyat, hak-
hak atas tanah dapat dicabut, dengan memberi ganti kerugian yang layak dan
menurut cara yang diatur dengan Undang-undang.
e. Asas Hanya Warga Negara Indonesia yang mempunyai Hak Milik Atas Tanah
Asas ini ditemukan dalam Pasal 9 ayat (1) UUPA : (1) Hanya warga-negara Indonesia
dapat mempunyai hubungan yang sepenuhnya dengan bumi, air dan ruang angkasa,
dalam batas-batas ketentuan pasal 1 dan 2. Hak milik tidak dapat dimiliki oleh orang
asing dan pemindahan hak milik kepada orang asing dilarang dengan ancaman batal
demi hukum. orang asing hanya dapat mempunyai hak atas tanah dengan hak pakai
dan hak sewa untuk bangunan yang luas dan jangka waktu yang terbatas. demikian
pula badanbadan hukum pada prinsipnya tidak dapat mempunyai tanah hak milik.
Pertimbangan untuk melarang badan hukum mempunyai hak milik ialah karena
badan hukum tidak perlu mempunyai hak milik tetapi cukup hak lain (HGU, HGB, Hak
Pakai dll) Kecuali badan hukum yang bergerak di dalam lapangan sosial dan
keagamaan sepanjang anaknya diusahakan untuk usaha dalam lapangan sosial dan
keagamaan itu.
Asas ini ditemukan dalam Pasal 9 ayat (2) UUPA, yaitu : Tiap-tiap warganegara
Indonesia, baik laki-laki maupun wanita mempunyai kesempatan yang sama untuk
memperoleh sesuatu hak atas tanah serta untuk mendapat manfaat dari hasilnya,
baik bagi diri sendiri maupun keluarganya. Hak atas tanah yang diperoleh adalah
semua hak atas tanah yang meliputi hak milik, hak guna usaha, hak guna Usaha, hak
pakai, hak sewa untuk bangunan. manfaat dan hasil yang diperoleh dari hak atas
tanah tidak hanya
dirasakan oleh dirinya sendiri pada tapi keluarganya juga dapat memperolehnya.
Segala usaha bersama dalam lapangan agraria harus didasarkan atas kepentingan
bersama dalam rangka kepentingan nasional dan pemerintah berkewajiban
mencegah adanya organisasi dan usaha-usaha perseorangan dalam lapangan agraria
yang bersifat monopoli swasta.
g. Asas Tanah Pertanian Harus Dikerjakan atau Diusahakan Secara Aktif oleh
Pemiliknya Sendiri dan Mencegah Cara-Cara yang Bersifat Pemerasan. Asas ini
ditemukan dalam Pasal 10 ayat (1) UUPA, yaitu : Setiap orang dan badan
hukum yang mempunyai sesuatu hak atas tanah pertanian pada azasnya
diwajibkan mengerjakan atau mengusahakannya sendiri secara aktif,
Asas ini ditemukan dalam Pasal 2 ayat (2) huruf a UUPA : Hak menguasai dari Negara
termaksud dalam ayat (1) pasal ini memberi wewenang untuk : a. mengatur dan
menyelenggarakan peruntukan, penggunaan, persediaan dan pemeliharaan bumi, air
dan ruang angkasa tersebut. Asas ini juga ditemukan dalam Pasal 14 (1) UUPA :
Dengan mengingat ketentuan-ketentuan dalam pasal 2 ayat (2) dan (3) , pasal 9 ayat
(2) serta pasal 10 ayat (1) dan (2) Pemerintah dalam rangka sosialisme Indonesia,
membuat suatu rencana umum mengenai persediaan, peruntukan dan penggunaan
bumi, air dan ruang angkasa serta kekayaan alam yang terkandung didalamnya:
a. untuk keperluan Negara,
b. untuk keperluan peribadatan dan keperluan suci lainnya, sesuai
dengan dasar Ketuhanan Yang Maha Esa;
c. untuk keperluan pusat-pusat kehidupan masyarakat, sosial,
kebudayaan dan lain-lain kesejahteraan;
d. untuk keperluan memperkembangkan produksi pertanian,
peternakan dan perikanan serta sejalan dengan itu;
e. untuk keperluan memperkembangkan industri, transmigrasi dan
pertambangan.
i. Asas Kesatuan Hukum
Asas ini ditemukan dalam Diktum UUPA di bawah perkataan “Dengan Mencabut”
ditetapkan bahwa UUPA mencabut Agrarische Wet stb. 1879 No. 65, Agrarische
Besluit Stb. 1870 No. 118 yang memuat Domein Verklaring, Koninkelijk Besluit Stb.
1872 No. 117, dan Buku II Burgelijk Wetboek sepanjang mengenai bumi, air dan
kekayaan alam yang terkandung didalamnya, kecuali ketentuan-ketentuan mengenai
hypotheek yang masih berlaku. Asas ini juga ditemukan dalam Pasal 5 UUPA : Hukum
agraria yang berlaku atas bumi, air dan ruang angkasa ialah hukum adat, sepanjang
tidak bertentangan dengan kepentingan nasional dan Negara, yang berdasarkan atas
persatuan bangsa, dengan sosialisme Indonesia serta dengan peraturan-peraturan
yang tercantum dalam Undang-undang ini dan dengan peraturan perundangan
lainnya, segala sesuatu dengan mengindahkan unsur-unsur yang bersandar pada
hukum agama.
Asas ini ditemukan dalam Pasal 19 ayat (1) UUPA : Untuk menjamin kepastian hukum
oleh Pemerintah diadakan pendaftaran tanah diseluruh wilayah Republik Indonesia
menurut ketentuan-ketentuan yang diatur dengan Peraturan Pemerintah. Asas
Perlindungan Hukum ditemukan dalam Pasal 18 UUPA : Untuk kepentingan umum,
termasuk kepentingan bangsa dan Negara serta kepentingan bersama dari rakyat,
hak-hak atas tanah dapat dicabut, dengan memberi ganti kerugian yang layak dan
menurut cara
Asas ini ditemukan dalam Pasal 44 ayat (1) UUPA : Seseorang atau suatu badan
hukum mempunyai hak sewa atas tanah, apabila ia berhak mempergunakan tanah-
milik orang lain untuk keperluan bangunan, dengan membayar kepada pemiliknya
sejumlah uang sebagai sewa. Dalam hak sewa untuk bangunan ada pemisahan secara
horizontal antara pemilik tanah dengan pemilik bangunan yang ada di atasnya yaitu
tanahnya mirip pemilik tanah sedangkan bangunan yang mirip menyewa tanah.
Bab 6
Yaitu hak atas tanah yang berasal dari tanah Negara. Macam-macam hak atas tanah
ini adalah
hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan atas tanah Negara, hak pakai atas
tanah Negara.
Yaitu hak atas tanah yang berasal dari tanah pihak lain.
Macam-macam hak atas tanah ini adalah hak guna bangunan atas tanah hak milik,
hak pakai atas
tanah hak pengelolaan, hak pakai atas tanah hak milik, hak sewa untuk bangunan, hak
gadai
(gadai tanah), hak usaha bagi hasil (perjanjian bagi hasil), hak menumpang, dan hak
sewa tanah
pertanian.
1. Ketentuan mengenai hak milik disebutkan dalam Pasal 16 ayat (1) huruf a UUPA.
3. Definisi Hak Milik (Pasal 20 Ayat 1 UUPA) > Merupakan hak turun temurun, terkuat
dan
terpenuh yang dapat dipunyai orang atas tanah dengan mengingat ketentuan dalam
pasal 6
• Turun-temurun artinya hak milik atas tanah dapat berlangsung terus selama
pemiliknya
masih hidup dan pemiliknya meninggal dunia, maka hak miliknya dapat dilanjutkan
oleh
• Terkuat, artinya hak milik atas tanah lebih kuat bila dibandingkan dengan hak atas
tanah
yang lain, tidak mempunyai batas waktu tertentu, mudah dipertahankan dari
gangguan
• Terpenuh, artinya hak milik atas tanah memberi wewenang kepada pemiliknya
paling luas
bila dibandingkan dengan hak atas tanah yang lain, dapat menjadi induk bagi hak atas
tanah yang lain, tidak berinduk pada hak atas tanah yang lain, dan penggunaan tanah
lebih
HAK MILIK
• Perseorangan > Hanya warga Negara Indonesia yang dapat mempunyai hak milik
(Pasal 21
ayat (1) UUPA)
Hak milik atas tanah terjadi dengan jalan pembukaan tanah (pembukaan hutan) atau
terjadi
Hak milik atas tanah yang terjadi disini berasal dari tanah Negara. Hak milik atas tanah
ini
terjadi kerena permohonan pemberian hak milik atas tanah oleh pemohon dengan
memenuhi
HAK MILIK
Hak milik atas tanah ini terjadi karena undang-undanglah yang menciptakannya
sebagaimana
yang diatur dalam Pasal 1, Pasal II, dan pasal III dan pasal VII ayat(1) Ketentuan-
ketentuan
Konversi UUPA.
• karena ditelantarkan
• karena subjek haknya tidak memenuhi syarat sebagai subyek hak milik atas tanah
• kerena peralihan hak yang mengakibatkan tanahnya berpindah kepada pihak lain
tidak memenuhi syarat sebagai subjek hak milik atas tanah.
HAK MILIK
1. Ketentuan mengenai Hak guna usaha disebutkan dalam Pasal 16 ayat 1 huruf b
UUPA.
2. Definisi HGU (PASAL 28 AYAT 1 UUPA) > HAK GUNA USAHA adalah hak untuk
mengusahakan tanah yang dikuasai langsung oleh Negara, dalam jangka waktu
sebagaimana tersebut dalam Pasal 29, guna perusahaan pertanian, perikanan atau
3. Luas Hak Guna Usaha > perseorangan luas minimal 5 hektar dan luas maksimal 25
hektar
Sedangkan Badan hukum luas minimal 5 hektar dan luas maksimal ditetapkan oleh
kepala
Badan Pertanahan nasional (pasal 28 ayat 2 UUPA jo. Pasal 5 PP No. 40 tahun 1996)
4. Subjek Hak Guna Usaha (Pasal 30 UUPA jo. Pasal 2 PP No. 40 tahun 1996)
5. Asal Tanah Hak Guna Usaha adalah Tanah Negara, Terjadinya Hak Guna Usaha
dengan
penetapan pemerintah.
Pertama kali paling lama 35 tahun diperpanjang 25 tahun dan diperbaharui 25 tahun
7. Kewajiban pemegang hak guna usaha (pasal 12 ayat 1 PP No. 40 tahun 1996,
pemegang
• Mengusahakan sendiri tanah hak guna usaha engan baik sesuai dengan kelayakan
usaha berdasarkan criteria yang ditetapkan oleh instansi
teknisi
• Membangun dan memelihara prasarana lingkungan dan fasilitas tanah yang ada
dalam lingkungan areal hak guna usaha
• Memelihara kesuburan tanah, mencegah kerusakan sumber daya alam dan menjaga
kelestarian kemampuan lingkungan hidup sesuai dengan
• Menyampaikan laporan tertulis setiap akhir tahun mengenai penggunan hak Guna
Usaha
• Menyerahkan kembali tanah yang diberikan dengan Hak guna Usaha kepada Negara
sesudah Hak Guna Usaha tersebut hapus
• Menyerahkan sertifikat hak guna usaha yang telah hapus kepada kepala kantor
pertanahan
8. Hak Pemegang Hak Guna Usaha > Berdasarkan Pasal 14 PP No. 40 tahun 1996
Pemegang hak guna usaha berhak menguasai dan mempergunakan tanah yang
diberikan dengan hak guna usaha untuk melaksanakan usaha
dibidang pertanian, perkebunan, perikanan, dan atau peternakan
• Ditelantarkan
• tanahnya musnah
10. Menurut Pasal 17 PP 40 tahun 1996 faktor-faktor penyebab hapusnya hak guna
usaha dan berakibat tanahnya menjadi tanah Negara adalah:
• dibatalkan oleh pejabat yang berwenang sebelum jangka waktunya berakhir karena
tidak dipenuhinya kewajiban-kewajiban pemegang hak atau
• tanahnya ditelantarkan
• tanahnya musnah
• pemegang hak guna usaha tidak memenuhi syarat sebagai pemegang hak guna
usaha.
tanah bekas hak guna usaha tersebut kepada Negara dalam batas waktu yang
ditetapkan
diberikan ganti rugi yang bentuk dan jumlahnya diatur lebih lanjut dengan keputusan
presiden
• jika bekas pemegang hak guna usaha lalai dalam memenuhi kewajiban tersebut ,
maka
bangunan dan benda-benda yang ada diatas tanah bekas hak guna usaha dibongkar
oleh
USAHA :
1. Ketentuan mengenai hak Guna bangunan disebutkan dalam Pasal 1 ayat 1 huruf c
UUPA.
2. Pengertian Hak Guna Bangunan (Pasal 35 UUPA) > Hak guna bangunan yaitu hak
untuk
mendirikan dan mempunyai bangunan atas tanah yang bukan miliknya sendiri,
dengan
jangka waktu paling lama 30 tahun dan dapat diperpanjang untuk jangka waktu paling
lama
20 tahun
• Pasal 37 UUPA menegaskan hak guna bangunan terjadi pada tanah yang dikuasai
• Pasal 21 PP No.40 tahun 1996 menegaskan tanah yang dapat diberikan dengan hak
guna
bangunan adalah tanah Negara, tanah hak pengelolaan atau tanah hak milik.
4. Subjek hak Guna Bangunan Pasal 36 UUPA jo Pasal 21 PP No. 40 tahun 1996 :
Hak guna bangunan ini terjadi dengan keputusan pemberian hak yang diterbitkan
oleh BPN
berdasarkan pasal 4, pasal 9 dan pasal 14 PERMEN Agraria / kepala BPN No.3 tahun
1999
dan prosedur terjadinya HGB ini diatur dalam Pasal 32 sampai dengan Pasal 48
Permen
Hak guna bangunan ini terjadi dengan keputusan pemberian hak usul pemegang hak
pengelolaan yang diterbitkan oleh BPN berdasarkan pasal 4, PERMEN Agraria / kepala
BPN
No.3 tahun 1999 dan prosedur terjadinya HGB ini diatur dalam Permen agrarian
/Kepala BPN
Hak guna bangunan ini terjadi dengan pemberian oleh pemegang hak milik dengan
akta
6. Jangka Waktu Hak Guna Bangunan sebagaimana ketentuan Pasal 26 sampai dengan
pasal
Hak guna bangunan ini berjangka waktu untuk pertama kali 30 tahun dapat
diperpanjang
untuk jangka waktu paling lama 20 tahun dan dapat diperbaharui untuk jangka waktu
paling
lama 30 tahun
Hak guna bangunan ini berjangka waktu untuk pertama kali 30 tahun dapat
diperpanjanguntuk jangka waktu paling lama 20 tahun dan dapat diperbaharui untuk
jangka
Hak guna bangunan ini berjangka waktu paling lama 30 tahun, tidak dapat
diperpanjang
jangka waktu. Namun atas kesepakatan antara pemilik tanah dengan pemegang hak
guna
bangunan dapat diperbaharui dengan pemberian hak guna bangunan yang baru
dengan akta
yang dibuat PPAT dan wajib didaftarkan pada Kantor pertanahan kabupaten /kota
setempat
7. Kewajiban Pemegang Hak Guna Bangunan (Pasal 30 dan Pasal 31 PP No.40 Tahun
1996)
• memelihara dengan baik tanah dan bangunan yang ada diatasnya serta menjaga
lingkungan hidup
• menyerahkan kembali tanah yang diberikan dengan hak guna bangunan kepada
Negara, pemegang hak pengelolaan atau pemegang hak milik sesudah hak guna
bangunan dihapus
• menyerah kan hak guna bangunan yang telah dihapus kepada kepala kantor
pertanahan
• membagi jalan keluar atau jalan air atau kemudahan lain bagi pekarangan atau
bidang
• dihentikan sebelum jangka waktunya berakhir kerena suatu syarat tidak dipenuhi
• Ditelantarkan
• tanahnya musnah
• Ditelantarkan
• tanahnya musnah
• pemegang hak guna bangunan tidak memenuhi syarat sebagai pemegang hak guna
bangunan
perjanjian pemberian hak guna bangunan antara pemegang hak guna bangunan
dengan
12. Akibat Hapusnya Hak Guna Bangunan (pasal 36 PP No.40 tahun 1996)
• hapusnya hak guna bangunan atas tanah Negara mengakibatkan tanah menjadi
tanah
Negara
• hapusnya hak guna bangunan atas tanah hak pengelolaan mengakibatkan tanahnya
• hapusnya hak guna bangunan atas tanah hak milik mengakibatkan tanahnya
kembali
12. Konsekuensi Pemegang Hak Guna Bangunan atas Hapusnya Hak Guna Bangunan
(Pasal
• apabila hak guna bangunan hapus dan tidak dapat diperpanjang atau diperbaharui,
bekas pemegang hak wajib
dalam keadaan kosong selambat-lambatnya dalam waktu satu tahun sejak hapusnya
hak guna bangunan
• apabila bangunan, tanaman, dan benda-benda tersebut diatas diperlukan, maka
kepada pemegang baik pemegang hak
guna bangunan diberikan ganti rugi yang bentuk dan jumlahnya diatur lebih lanjut
dengan keputusan presiden
guna bangunan
• jika bekas pemegang hak guna bangunan lalai dalam memenuhi kewajiban
tersebut , maka bangunan dan benda-benda
yang ada diatas tanah bekas hak guna bangunan dibongkar oleh pemerintah atas
biaya pemegang hak guna bangunan
• apabila hak guna bangunan atas tanah hak pengelolaan atau atas tanah hak milik
hapus , maka bekas pemegang hak
memenuhi ketentuan yang sudah disepakati dalam perjanjian penggunaan tanah hak
pengelolaan atau perjanjian hak guna bangunan atas tanah hak milik
1. Ketentuan hak pakai disebutkan dalam Pasal 16 ayat 1 huruf d UUPA secara khusus
2. Definisi Hak pakai menurut pasal 41 ayat 1 UUPA adalah hak untuk menggunakan
dan
atau memungut hasil dari tanah yang dikuasai langsung oleh Negara atau tanah milik
orang lain, yang memberi wewenang dan kewajiban yangditentukan dalam keputusan
dengan pemilik tanahnya yang bukan perjanjian sewa menyewa atau perjanjian
pengolaha tanah, segala sesuatu asal tidak bertentangan dengan jiwa dan ketentuan
UUPA
3. Subyek Hak Pakai (Menurut Pasal 42 UUPA)
Indonesia
HAK PAKAI
• Menurut pasal 41 ayat 1 UUPA menyebutkan bahwa asal tanah hak pakai adalah
tanah
yang dikuasai langsung oleh Negara atau tanah milik orang lain
• Menurut pasal 41 PP No. 40 tahun 1996 menyebutkan tanah yang dapat diberikan
dengan hak pakai adalah tanah Negara, tanah hak pengelolaan atau tanah hak milik.
HAK PAKAI
Hak pakai ini diberikan dengan keputusan pemberian hak oleh Badan Pertanahan
Nasional. Hak pakai ini terjadi sejak keputusan pemberian hak pakai didaftarkan
kepada
kepala Kantor pertanahan Kabupaten/kota setempat untuk dicatat dalam buku tanah
dan
Hak pakai ini diberikan dengan keputusan pemberian hak pakai oleh BPN berdasarkan
usul pemegang hak pakai. Hak pakai ini terjadi sejak keputusan pemberian hak pakai
Hak pakai ini terjadi dengan pemberian tanah oleh pemilik tanah dengan akta yang
dibuat PPAT. Akta PPAT ini wajib didaftarkan ke kantor Pertanahan Kabupaten/Kota
HAK PAKAI
Pasal 41 ayat 2 UUPA tidak menentukan secara tegas berapa lama jangka waktu hak
pakai.
Pasal ini hanya menentukan bahwa hak pakai dapat diberikan selama jangka waktu
tertentu
jangka waktu hak pakai diatur dalam pasal 45 sampai pasal 49:
Hak pakai ini berjangka waktu untuk pertama kali paling lama 25 tahun, dapat
diperpanjang untuk jangka waktu paling lama 20 dan dapat diperbaharui untuk jangka
waktu paling lama 25 tahun
Hak pakai ini berjangka waktu untuk pertama kali paling lama 25 tahun, dapat
diperpanjang untuk jangka waktu paling lama 20 dan dapat diperbaharui untuk jangka
Hak pakai ini diberikan untuk jangka waktu paling lama 25 tahun dan tidak dapat
diperpanjang lagi
HAK PAKAI
1996)
keputusan pemberiannya, atau perjanjian pemberian hak pakai atas tanah hak milik
• memelihara dengan baik tanah dan bangunan yang ada diatasnya serta menjaga
kelestarian lingkungan
hidup
• menyerahkan sertifikat hak pakai yang telah hapus kepada kepala kantor
pertanahan kabupaten/kota
setempat
• memberikan jalan keluar atau jalan air atau kemudahan lain bagi pekarangan atau
bidang tanah yang
HAK PAKAI
• menguasai dan mempergunakan tanah untuk jangka waktu yang tidak ditentukan
selama tanahnya
• dibatalkan oleh pejabat yang berwenang, pemegang hak pengelolaan atau pemilik
tanah sebelum
pemberian hak pakai antara pemegang hak pakai dengan pemilik tanah atau
perjanjian penggunaan
hak pengelolaan
• ditelantarkan
HAK PAKAI
10. Konsekuensi hapusnya pemegang hak pakai menurut pasal 57 PP No. 40 tahun
1996:
• apabila hak pakai atas tanah Negara hapus dan tidak diperpanjang dan diperbaharui
maka bekas
pemegang hak pakai wajib membongkar bangunan dan benda benda yang ada
diatasnya dan
• Dalam hal bangunan dan benda-benda tersebut masih diperlukan kepada bekas
pemegang hak pakai diberikan ganti rugi
• jika bekas pemegang hak pakai lalai dalam memenuhi kewajiban membongkar hak
pakai, maka bangunan dan benda-benda yang ada diatasnya dibongkar oleh
pemerintah atas biaya pemegang hak pakai
HAK PAKAI
1. Ketentuan disebutkan dalam pasal 16 ayat 1 huruf e UUPA, secara khusus diatur
dalam pasal 44 dan pasal
45 UUPA
2. Definisi Hak Sewa untuk Bangunan > Menurut pasal 44 ayat 1 UUPA Seseorang atau
suatu badan hukum
mempunyai hak sewa atas tanah, apabila ia berhak mempergunakan tanah milik
orang lain untuk keperluan
pemilik tanah kepada pihak lain(pemegang hak sewa bangunan) adalah tanah bukan
bangunan
Indonesia)
UUPA tidak mengatur secara tegas jangka waktu hak sewa untuk bangunan, jangka
waktu diserahkan kepada
kesepakatan antara pemilik tanah dengan pemegang hak sewa untuk bangunan
• dilepaskan oleh pemegang hak sewa untuk bangunan sebelum jangka waktunya
berakhir
• tanahnya musnah.
1. Menurut Boedi Harsono, HaK gadai (gadai tanah) adalah hubungan antara
seseorang dengan tanah
kepunyaan orang lain,yang telah menerima uang gadai daripadanya. Selama uang
gadai belum
dikembalikan, tanah tersebut dikuasai oleh pemegang gadai. Selama itu hasil tanah
seluruhnya menjadi
pemegang gadai. Pengembalian uang gadai atau lazim disebut penebusan tergantung
kepada kemauan
Hak gadai tanah terdapat satu perbuatan hukum yang berupa perjanjian penggarapan
tanah pertanian oleh
orang yang memberikan uang gadai, sedangkan gadai menurut hukum perdata
terdapat dua perbuatan
hukum yang berupa perjanjian pinjam meminjam uang sebagai perjanjian pokok dan
penyerahan benda
• hak gadai (gadai tanah) yang lamanya tidak ditentukan > Dalam hak gadai (gadai
tanah)tidak
ditentukan lamanya, maka pemilik tanah pertanian tidak boleh melakukan penebusan
sewaktu-waktu
• hak gadai (gadai tanah) yang lamanya ditentukan > Dalam hak gadai (gadai
tanah)ini. Pemilik tanah
baru dapat menebus tanahnya kalau jangka waktu yang diperjanjikan dalam hak gadai
(gadai tanah )
berakhir.
HAK ATAS TANAH YANG BERSIFAT SEMENTARA
• tanah yang digadaikan tidak bisa secara otomatis menjadi milik pemegang gadai bila
tidak ditebus
6. Menurut Boedi Harsono sifat dan ciri-ciri Hak gadai (gadai tanah):
• hak gadai (gadai tanah) jangka waktunya terbatas artinya pada suatu waktu akan
hapus
• hak gadai (gadai tanah ) tidak berakhir dengan meninggalnya pemegang gadai
• Hak gadai (gadai tanah) dapat dibebani dengan hak-hak tanah yang lain
• hak gadai (gadai tanah) dengan persetujuan pemilik tanahnya dapat dialihkan
kepada pihak ketiga,
dalam arti bahwa hubungan gadai yang semula menjadi putus dan digantikan dengan
hubungan gadai
yang baru antara pemilik dengan pihak ketiga (memindahkan gadai atau
doorverpanden)
• hak gadai (gadai tanah) tidak menjadi hapus jika hak atas tanahnya dialihkan kepada
pihak lain
• selama hak gadai (gadai tanah)nya berlangsung makaatas persetujuan kedua belah
pihak uang
yang digadaikan karena pemilik tanah tidak dapat menebus dalamjangka waktu yang
disepakati oleh
• tanahnya musnah
1. Definisi Bagi Hasil dalam Pasal 53 UUPA tidak memberikan pengertian apa yang
dimaksud hak usaha bagi
hasil.
2. Menurut boedi harsono, Hak usaha bagi hasil adalah hak seseorang atau badan
hukum (yang disebut
pemilik) dengan perjanjian bahwa hasilnya akan dibagi antara kedua belah pihak
menurut imbangan yang
telah disepakati.
Perjanjian bagi hasil harus dibuat secara tertulis di muka Kepala desa, disaksikan oleh
minimal dua orang saksi,
dan disahkan oleh camat setempat serta diumumkan dalam kerapatan desa yang
bersangkutan
• Agar pembagian hasil tanah antara pemilik dan penggarap dilakukan atas dasar yang
adil;
• Dengan terselenggaranya apa yang disebut pada a dan b diatas, maka bertambahlah
kegembiraan bekerja bagi para
petani penggarap, hal mana akan berpengaruh baik pada caranya memelihara
kesuburan dan mengusahakan tanahnya.
5. Sifat-sifat dan ciri-ciri Hak Usaha Bagi Hasil (Perjanjian Bagi hasil)
• Perjanjian bagi hasil tidak dapat dialihkan kepada pihak lain tanpa izin pemilik
tanahnya
• Perjanjian bagi hasil tidak hapus dengan berpindahnya hak milik atas tanah yang
bersangkutan kepada pihak lain
• Perjanjian bagi hasil tidak hapus jika penggarap meninggal dunia, tetapi hak itu
hapus jika pemilik tanahnya
meninggal dunia
• Perjanjian bagi hasil didaftar menurut peraturan khusus (diKantor Kepala desa)
• Sebagai lembaga perjanjian bagi hasil ini pada waktunya akan dihapus
Jangka waktu hak usaha bagi hasil hanya berlaku satu (1)tahun dan dapat
diperpanjang, akan tetapi perpanjangan jangka
waktunya tergantung pada kesediaan pemilik tanah, sehingga bagi penggarap tidak
ada jaminan untuk dapat menggarap
• Lamanya jangka waktu perjanjian bagi hasil untuk tanah sawah sekurang-kurangnya
3 tahun dan untuk tanah kering sekurangkurangnya 5 tahun
• Perjanjian tidak terputus karena pemindahan hak milik atas tanah yang
bersangkutan kepada pihak lain
• Jika penggarap meninggal dunia, maka perjanjian bagi hasil itu dilanjutkan oleh ahli
warisnya dengan hak dan kewajiban yang sama
belah pihak yang bersangkutan dan hal itu dilaporkan kepada kepala desa
• Berhak atas bagian hasil tanah yang ditetapkan atas dasar kesepakatan oelh kedua
belah pihak dan
• Menyerahkan tanah garapan kepada penggarap dan membayar pajak atas tanah
yang garapan yang
bersangkutan
Kewajiban penggarap
• Mengusahakan tanah tersebut dengan baik, menyerahkan bagian hasil tanah yang
menjadi hak pemilik tanah, memenuhi beban yang menjadi tanggungannya dan
menyerahkan kembali tanah garapannya kepada pemilik tanah dalam keadaan baik
setelah berakhirnya jangka waktu perjanjian bagi hasil
• adanya pelanggaran oleh penggarap terhadap larangan dalam perjanjian bagi hasil
• tanahnya musnah
2. Menurut Boedi harsono, Hak menumpang adalah hak yang memberi wewenang
kepada
seseorang untuk mendirikan dan menempati rumah diatas tanah pekarangan milik
orang lain.
• tidak mempunyai jangka waktu yang pasti karena sewaktu-waktu dapat dihentikan
pemilik tanah
• tidak dapat dialihkan kepada pihak lain yang bukan ahli warisnya
C. HAK MENUMPANG
• hak milik atas tanah yang bersangkutan dicabut untuk kepentingan umum
• tanah musnah
C. HAK MENUMPANG
1. UUPA tidak memberikan pengertian apa yang dimaksud dengan hak sewa tanah
pertanian
2. Menurut Boedi Harso, Hak sewa tanah pertanian adalah suatu perbuatan hukum
dalam bentuk
penyerahan penguasaan tanah pertanian oleh pemilik tanah kepada pihak lain
(penyewa)dalamjangka
waktu tertentu dan sejumlah uang sebagai sewa yang ditetapkan atas dasar
kesepakatan kedua belah
pihak.
3. Hak sewa tanah pertanian bisa terjadi dalam bentuk perjanjian yang tidak tertulis
atau tertulis yang
memuat unsure-unsur para pihak , objek, uang sewa, jangka waktu hak dan kewajiban
bagi pemilik
• hak sewanya dialihkan kepada pihak lain tanpa persetujuan dari pemilik tanah
kecuali hal itu
• tanahnya musnah