Anda di halaman 1dari 7

RINGKASAN MATERI SELAMA PERKULIAHAN TATAP MUKA DAN ONLINE

U1 HUKUM AGRARIA

NAMA : MUHAMMAD NABILNAUFAL


NIM : D1A021520

A. Lingkup Agraria berdasarkan perspektif Undang-Undang nomor 5 tahun 1960


UU Agraria No 5 tahun 1960 penting dipahami karena indonesia merupakan
negara agraris yang mayoritas penduduknya bergantung pada sektor pertanian,
pengolahan lahaan, dan pemanfaatan sumber daya alam. Lahan atau tanah menjadi
sangat penting dalam kecamata hukum karena berkaitan dengan hak kepemilikan,
pengolahan atau pemanfaat tanah.
Karena itulah diperlukan sebuah sistem yang mengatur bagaimana masyarakat
bisa memanfaatkan tanah dan sumber daya alam dengan sebaik-baiknya. Hal ini
penting dilakukan agar tidak timbul konflik kepentingan di masyarakat serta
menjamin kepastian hukum bagi masyarakat. Sitem dan dasar hukum pemanfaatan
lahan telah di ataur dalam UU No 5 Tahun 1960 atau disebut juga UU Agraria.
Sebelum menbahas lebeh lanjut terkait UU pokok Agraria, berikut ini merupakan
poin-poin penting yang akan menjadi pokok pembahasan.
1. Mengenal UU pokok Agraria
Dalam rangka terbentuknya masyarakat yang adil dan makmur, pemerintah
berusaha menjaga sumber daya, khususnya yang meliputi pemanfaatan lahan
melalui UU No 5. Hal ini dilakukan agar pemanfaatan lahan memberikan manfaat
bagi kepentingan bersama dan tidak dikuasai oleh satu pihak saja. Berikut ini akan
dijelaskan lebih lanjut mengenai pokok-pokok yang menjadi pembahasan utama
dalam UU No 5 tentang agraria di bawah ini.
a. Diatur dalam UU No 5 tahun 1960
Undang-undang ini secara resmi diberi nama UU No 5 Tahun 1960 tentang
Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria, yang mengatur mengenai tentang hak-
hak atas tanah, air, dan udara. Hal tersebut juga meliputi aturan dasar dan
ketentuan penguasaan, pemilikan, penggunaan atau pemanfaatan sumber daya
agraria nasional di Indonesia, pendaftaran tanah, ketentuan-ketentuan pidana
dan ketentuan peralihan. Lebih lanjut, UU No 5 Tahun 1960 adalah penegasan
bahwa penguasaan dan pemanfaatan atas tanah, air, dan udara harus dilakukan
berdasarkan asas keadilan dan kemakmuran bagi pembangunan masyarakat
yang adil dan makmur. Hal tersebut sejalan dengan UUD 1945 Pasal 33 Ayat 3
yang berbunyi “Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya
dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran
rakyat”.
b. Apa Itu Pokok Agraria
Jika kita melihat UU No 5 Tahun 1960 dengan cermat, sebenarnya UU No
5 yang juga dikenal dengan undang-undang Agraria tersebut tidak hanya
mengatur tanah dalam artian sempit. UU No 5 atau undang undang Agraria
mengatur sumber daya alam agraria secara umum juga mengatur jenis-jenis hak
atas tanah. Hal ini seperti yang termaktub dalam pasal 16 ayat 1 bahwa jenis-
jenis itu antara lain hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan, hak pakai,
hak sewa, hak membuka tanah, hak memungut hasil hutan, dan hak-hak lain.
Jika melihat ketentuan Pasal 16 tersebut, maka jenis-jenis hak atas tanah
dikategorikan menjadi tiga antara lain:
2. Manfaat UU Pokok Agraria Bagi Pemilik Properti
UU No 5 Tahun 1960 memberikan aturan bagi pemanfaatan tanah khususnya
bagi pemilik properti. (Sumber: Pexels.com) Saat berbicara tentang UU Pokok
Agraria dalam masalah properti, tentu saja UU No 5 ini sangat bermanfaat sekali
karena aturan ini mengatur tentang jenis hak terkait tanah. Adapun lima hak yang
mencakup dalam urusan properti yaitu hak milik, hak guna bangunan, hak guna
usaha, hak pakai, dan hak pengelolaan. Seperti contohnya rumah sebagai hunian
pribadi wajib memiliki sertifikat baik hak milik atau hak guna bangunan. Jika
dengan sertifikat yang resmi.. Dengan memiliki kelima jenis hak tersebut, maka
pemilik properti akan memiliki jaminan hukum dan kebebasan untuk mengelola
propertinya. Misalnya Hak Guna Bangunan (HGB) yang memberikan kewenangan
kepada individu atau kelompok untuk mendirikan dan mempunyai bangunan atas
tanah yang bukan miliknya sendiri.
3. Dasar dan Ketentuan Pokok UU No 5 Tahun 1960
UU No 5 Tahun 1960 memiliki dasar dan ketentuan pokok menyesuaikan
dengan kondisi masyarakat Indonesia. Dalam proses pembaharuan UU No 5 tahun
1960, terdapat beberapa pertimbangan yang menjadi acuan atau dasar peresmian
undang-undang agraria. Salah satunya adalah dengan memperhatikan kondisi dan
karakteristik pemanfaatan lahan oleh masyarakat Indonesia. Berikut ini merupakan
dasar dan ketentuan pokok yang melahirkan UU No 5 tahun 1960.

 Kondisi masyarakat Indonesia dimana kontribusi perekonomian Indonesia yang


berciri khas agraria meliputi pemanfaatan bumi, air, dan udara sebagai anugerah
Tuhan YME, perlu dijaga kelestariannya untuk kepentingan bersama dan
membentuk masyarakat yang adil dan makmur.
 Hukum agraria yang sebelumnya berlaku, disusun dan dipengaruhi dari
peninggalan hukum-hukum penjajah yang tidak sesuai dengan pandangan
bangsa dan bertentangan dengan kepentingan rakyat secara luas.
 Terdapatnya unsur dualisme pada undang-undang sebelum UU No 5, yang
meliputi hukum adat dan hukum agraria.
 Tidak adanya kepastian hukum bagi masyarakat luas

4. Hal yang Diatur dalam UU No 5 Tahun 1960


UU No 5 Tahun 1960 mengatur hak milik tanah, hak guna, dan hak
pemanfaatan tanah lainnya. Melalui peresmian UU No 5 tahun 1960, terdapat dasar
hukum kuat yang mengatur tentang hal-hal pemanfaatan tanah. Hak-hak atas tanah
yang diatur pada UU No 5 meliputi hak milik tanah, hak guna usaha, hak guna
bangunan, hak pakai, hak sewa, hak pembukaan tanah, dan hak memungut hasil
hutan. Melalui aturan hak pemanfaatan tanah tersebut, seluruh tanah yang
dimanfaatkan wajib memiliki sertifikat sebagai bukti sah pemanfaatannya. Dalam
proses pendaftaran pemanfaatan atas tanah, secara umum harus melalui tiga proses.
Proses tersebut meliputi pengukuran dan pembukuan tanah, pendaftaran hak-hak,
dan pemberian bukti hak yang biasanya berbentuk sertifikat sebagai bukti sah.
Seluruh proses pengurusan pemanfaatan tanah sebagian besar dilakukan terpusat di
Badan Pertanahan Nasional (BPN).
5. Fakta UU No 5 Tahun 1960
UU No 5 Tahun 1960 memberikan kejelasan hukum bagi kepemilikan rumah
susun Dari uraian tentang UU No 5 tentang Pokok Agraria di atas, agar lebih
sederhana, berikut ini merupakan rangkuman uraian beberapa fakta tentang UU No
5 tahun 1960 yang sangat bermanfaat bagi pemilik properti. Simak ulasan berikut
ini.
1) UU Pokok Agraria Sebagai Landasan Tentang UU Rumah Susun
Dengan berdasar UU No 5 tahun 1960, Undang-undang No 16 Tahun 1985
tentang Rumah Susun ditetapkan. Dalam UU tersebut diatur bahwa hak milik
atas rumah susun adalah perseorangan atau badan hukum yang memenuhi syarat
sebagai pemegang hak atas tanah. Sementara hak milik atas satuan rumah susun
adalah hak milik atas satuan yang bersifat perseorangan dan terpisah.
Kepemilikan tersebut dibuktikan dengan penerbitan sertifikat hak milik atas
satuan rumah susun. Kegiatan pemeliharaan atau pengelolaan rumah susun
harus dilakukan oleh pengelola berbadan hukum, kecuali untuk rumah susun
umum, rumah susun khusus, dan rumah susun negara. Pengelola diperbolehkan
menerima sejumlah biaya yang dibebankan kepada pemilik dan penghuni secara
adil dan proporsional.
2) UU Pokok Agraria sebagai Landasan Pasal 385 KUHP Tentang
Penyerobotan Tanah
Kasus penyerobotan tanah bukan barang baru lagi di Indonesia. Dalam UU
Pokok Agraria pasal 24 telah disebutkan “Penggunaan tanah milik oleh bukan
pemiliknya dibatasi dan diatur dengan peraturan perundangan.” Hal inilah yang
menjadi landasan Pasal 385 KUHP untuk menindak kasus pidana penyerobotan
tanah. Pasal 385 ayat 1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)
mengancam pelaku penyerobotan tanah dengan dengan ancaman pidana paling
lama empat tahun. Ini berlaku bagi siapa saja yang secara melawan hukum,
menjual, mengelola, menukarkan, menghibahkan dan lain-lain suatu hak tanah
yang bukan hak miliknya.
3) UU Pokok Agraria Sebagai Landasan PP 24 Tahun 1997 Tentang
Pendaftaran Tanah
UU Pokok Agraria Pasal 19 termaktub tentang pendaftaran tanah sesuai
dengan ketentuan-ketentuan yang diatur dengan Peraturan Pemerintah. Pasal ini
kemudian melahirkan PP 24 Tahun 1997 yang mengatur tentang pendaftaran
tanah. Pendaftaran tanah dilakukan untuk menjamin kepastian hukum dan
perlindungan hukum bagi pemilik hak atas suatu tanah. Kegiatan ini dilakukan
meliputi pengukuran perpetaan dan pembukuan tanah, pendaftaran hak-hak atas
tanah dan peralihan hak-hak, serta pemberian sertifikat tanah sebagai alat bukti
yang kuat dan sah.
4) UU Pokok Agraria Sebagai Rujukan Reforma Agraria
Seperti diketahui bahwa UU Pokok Agraria ini diterbitkan pada tahun
1960, yaitu 15 tahun setelah Indonesia merdeka. UU ini diberlakukan saat
kepemimpinan presiden pertama RI yaitu Ir. Soekarno. Tentu saja dalam
perkembangannya, UU ini memerlukan banyak perluasan dan penambahan agar
tetap relevan dengan situasi, kondisi, dan perubahan zaman.
Konflik agraria dan gesekan yang terjadi di masyarakat karena
permasalahan tanah seringkali terjadi. Karenanya pemerintah mencanangkan
Reforma Agraria sebagai salah satu Program Prioritas Nasional. Reforma
agraria bertujuan untuk membangun Indonesia dari pinggir serta meningkatkan
kualitas hidup dengan tiga cara, yaitu menata struktur agraria dari timpang
menjadi adil bagi seluruh masyarakat. Kedua, menyelesaikan konflik dalam
bidang agraria, Dan ketiga membuat masyarakat lebih sejahtera setelah reforma
agraria diimplementasikan.
Reforma Agraria ini dikelompokkan menjadi tiga sektor yaitu yaitu
legalisasi aset, redistribusi tanah dan perhutanan sosial. Hal ini sesuai dengan
Lampiran Peraturan Presiden Nomor 2 Tahun 2005 tentang Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2015-2019 Untuk memastikan
legalitas tanah yang akan Anda beli, manfaatkan jasa jasa Pejabat Pembuat Akta
Tanah untuk memeriksa keabsahan sertifikat.
5) UU Pokok Agraria dan Kaitannya Dengan UU No 26 Tahun 2008 Tentang
Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional
Undang-undang Pokok Agraria merupakan aturan dasar yang mengatur
mengenai tentang hak-hak atas tanah, air, dan udara sehingga sangat penting
dilakukan perencanaan kegiatan-kegiatan penggunaan atas tanah, air dan udara
secara tertib, efektif, dan efisien. Atas dasar itulah diterbitkan UU No 26 Tahun
2008 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional Atas dasar itulah
diterbitkan UU No 26 Tahun 2008 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah
Nasional dengan tujuan untuk mewujudkan ruang wilayah nasional yang aman,
nyaman, produktif dan berkelanjutan. Ini juga bertujuan untuk mewujudkan
keterpaduan perencanaan dan pemanfaatan ruang darat, ruang laut, dan ruang
udara.
6) Undang-Undang Perlindungan Konsumen
Berkaitan dengan kredit perumahan, masih terdapat banyak konsumen yang
merasa dilanggar haknya terkait pembiayaan, baik pembiayaan bank maupun
non-bank. Sengketa tentang perumahan dan pelanggaran hak konsumen ini
seringkali terjadi dalam proses jual beli. Undang-Undang Perlindungan
Konsumen Pasal 24 menyebutkan bahwa pelaku usaha yang menjual barang
atau jasa bertanggung jawab atas tuntutan ganti rugi atau gugatan konsumen jika
terjadi perubahan barang atau tidak sesuai dengan contoh, mutu, dan komposisi.
Undang-undang Perlindungan Konsumen akan menjadi rujukan saat
terjadi sengketa antara konsumen dan pengembang. Jika terjadi ketidaksesuaian
biaya angsuran, contoh, mutu dan komposisi perumahan dari kesepakatan
semula, maka pihak pengelola perumahan bertanggung jawab atas tuntutan ganti
rugi atau gugatan konsumen. Secara pidana, konsumen juga berhak melaporkan
pengembang nakal yang memperdagangkan rumah tidak sesuai dengan janji
yang dinyatakan dalam label, etiket, keterangan, iklan, atau promosi penjualan.
Ini tercantum dalam UU Perlindungan Konsumen Pasal 8 ayat 1.
Demikian ulasan mengenai UU No 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar
Pokok-pokok Agraria. Semoga ulasan ini bermanfaat bagi Anda yang bergerak
di bisnis properti, juga bagi Anda yang ingin mengajukan kredit perumahan.
Pengetahuan tentang undang-undangan dan landasan hukum akan membantu
Anda jika menemui permasalahan terkait properti, hak kepemilikan rumah,
lahan, atau bangunan.

2. 1. Asas kenasionalan asas ini tercermin dalam ketentuan pasal satu

UUPA yang menentukan bahwa seluru wilaya indonesia adalah kesatuan tanah
air dari seluru rakyat indonesia, yang bersatu sebagai bangsa indonesia, seluruh
bumi air dan ruang angkasa, termasuk kekayaan alam yang terkandung di
dalamnya dalam wilaya republik indonesia sebagai karunia tuhan yang maha esa
adalah bumi, air dan ruang angkasa bangsa indonesia dan merupakan kekayaan
nasional. Bahwa hubungan antara bangsa indonesia dan bumi, air serta ruang
angkasa adalah hubungan yang versita abadi.
2. asas kekuasaan negara. Asas ini tercermin dalam ketentuan pasal 2 ayat (1),
(2) dan (3) UUPA, yaitu antara lain dikatakan bahwa negara tidak perluh
dantidak pada tempatnya sebagai pemilik tanah, negara sebagai organisasi
kekuasaan dari seluruh rakyat (bangsa) pada tingkatan yang tertinggi untuk
mencapai sebesar-besarnya kemakmuran rakyat indonesia.

3. asas pengakuan terhadap hak ulayat, asas ini tercermin dalam ketentuan pasal
3 UUPA yang menentukan bahwa hak ulayat dari ketentuan-ketentuan hukum
adat, akan menundukkan hak pada tempat yang sewajarnya dengan syarat, bahwa
hak ulayat tersebut sepanjang kenyataannya masih ada dan harus sesuai dengan
kepentingan nasional dan negara serta tidak boleh bertentangan dengan peraturan
perudang-undangan lain yang lebih tinggi.

4. asas semua hak atas tanah. Asa ini tercermin dalam ketentuan pasal 6 UUPA
yang menentukan bahwa semua hak atas tanah berfungsi sosial, dari ketentuan ini
berarati bahwa hak atas tanah apa pun yang ada pada seseorang tidaklah dapat di
benarkan. Bahwa tanahnya itu akan di pergunakan (tidak dipergunakan) semata-
mata untuk kepentingan pribadinya, apa lagi kalau hal itu menimbulkan kerugian
bagi masyarakat. Pengunaan tanah harus sesuai dengan keadaannya dan sifat dari
haknya. Sehingga bermanfaat baik bagi kesejahteraan dan kebahagiaan yang
mempunyai maupun bermanfaat pula bagi masyarakat dan negara.

5. asas kebangsaan. Asal ini tercermin dalam ketentuan pasal 9 jo. Pasal 21 ayat
(1) dinyatakan bahwa hanya warga negara indonesia yang dapat mempunyai hak
milik atas tanah, selanjutnya dalam pasal 26 ayat (2) dinyatakan bahwa
perpindahan hak milik kepada kepada orang asing dilarang. Namun kepada orang
asing tersebut dapat mempunyai tanah dengan hak pakai pasal (42), demikian
pula bagi badan-badan hukum hanya untuk badan hukum yang ditunjuk oleh
pemerintah yang dapat mempunyai hak milik. Sedangkan lainnya dapat
mempunyai hak-hak lainnya (hak guna usaha, hak guna bangunan dan hak pakai).

Anda mungkin juga menyukai