Anda di halaman 1dari 28

MAKALAH

TENTANG UU AGRARIA PASAL 34

DISUSUN OLEH :
Nama : Risatul Fadhilah
NPM : 2022010461095
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Tanah dalam arti hukum memiliki peranan yang sangat penting dalam kehidupan manusia
karena dapat menentukan keberadaan dan kelangsungan hubungan dan perbuatan hukum, baik
dari segi individu maupun dampak bagi orang lain. Untuk mencegah masalah hak atas tanah tidak
sampai menimbulkan konflik kepentingan dalam masyarakat perlu adanya peraturan, penguasaan
dan penggunaan tanah atau dengan kata lain disebut dengan hukum tanah.
Dalam pelaksanaan ketentuan tersebut maka Undang-undang No.5 Tahun 1960 Tentang
Peraturan Dasar Pokok Agraria yang selanjutnya disebut dengan (UUPA). Dengan adanya UUPA
sejak saat itu Indonesia telah memiliki Hukum Agraria Nasional yang merupakan warisan
kemerdekaan setelah pemerintahan kolonial Belanda.1
Di dalam konsiderans Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar
Pokok Agraria, menegaskan peranan kunci tanah, bahwa bumi, air dan ruang angkasa
mempunyai fungsi yang amat penting untuk membangun masyarakat yang adil dan makmur.
Dalam konteks ini, penguasaan dan memiliki hak atas tanah terutama tertuju pada perwujudan
keadilan dan kemakmuran dalam pembangunan masyarakat.
Di dalam konsep hukum perdata, hak sesama subjek hukum harus diakomodasi oleh
subjek hukum yang lain. Pelanggaran hak subjek hukum yang lain akan menciptakan
kewajiban-kewajiban tertentu bagi pihak yang melanggar. 2Namun dalam UUPA diatur
mengenai larangan atas kepemilikan atas tanah hak milik bagi warga Asing yang telah diatur
dan merujuk kepada asas nasionalisme yaitu sebagai berikut: “Hanya Warga Negara Indonesia
yang mempunyai hak milik atas tanah atau yang boleh mempunyai hubungan dengan bumi dan
ruang angkasa dengan tidak membedakan antara laki-laki dengan wanita serta sesama warga
negara Indonesia baik asli maupun keturunan”.3
Tanah merupakan kebutuhan hidup manusia yang sangat mendasar. Manusia hidup dalam
melakukan aktivitas diatas tanah sehingga setiap saat manusia selalu berhubungan dengan tanah,
dapat dikatakan hampir semua kegiatan hidup manusia baik secara langsung maupun tidak
langsung selalu memerlukan tanah. Tanah memiliki peran yang sangat penting artinya dalam
kehidupan Bangsa Indonesia ataupun dalam pelaksanaan pembangunan nasional yang
diselenggarakan sebagai upaya berkelanjutan untuk mewujudkan masyarakat yang adil dan
makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945. Pada saat manusia mati masih
membutuhkan tanah untuk penguburannya sehingga begitu pentingnya tanah bagi kehidupan
manusia, maka setiap orang akan selalu berusaha memiliki dan menguasainya.

1
Tri Budiarto. Problematikaa Agraria, Melalui;< https://m.kompasiana.com >, diakses pada hari
rabu, 29 Maret 2017 pukul 12.30
2
Muladi, Hak Asasi Manusia- Hakekat, konsep & implikasinya dalam persepktif hukum &
masyarakat, PT Refia Aditama, Bandung, 2009, hlm.160
3
Rani Nuraeni, Pengertian dan Asas-asas Hukum Agraria, Melalui; < https: // raninuraeni379.
wodpress.com> diakses pada hari rabu, 29 Maret 2017 pukul 12.30
Hak atas tanah merupakan suatu hak yang dimiliki oleh pemegang hak untuk
menggunakan serta mengambil manfaat dari suatu tanah tersebut. Hak atas tanah yang
diatur pada Pasal 16 ayat (1) Undang-Undang No.5 tahun 1960 tentang Peraturan
Dasar Pokok-Pokok Agraria memberikan hak kepemilikan atas tanah oleh negara
kepada orang-perorang atau badan hukum dengan bentuk tanah hak milik, hak guna
bangunan, hak guna usaha, hak pakai, hak sewa, hak untuk membuka tanah, hak
memungut hasil hutan.4
Penguasaan yuridis dilandasi hak dengan dilindungi oleh hukum dan
umumnya memberi kewenangan kepada pemegang hak untuk menguasai
secara fisik tanah yang dihaki. Penguasaan dalam arti yuridis adalah
penguasaan yang beraspek perdata maupun publik, dan dengan adanya
penguasaan atas tanah maka perlu adanya penguatan dalam menguasainya
yaitu dengan Hak Milik Hak Guna Usaha (HGU), Hak Pakai (HGP), atau Hak
Guna Bangunan (HGB) yang akan menjadi pondasi bagi orang atau lembaga
yang menguasai tanah.
Berdasarkan bagian kedua (ketentuan konversi) Pasal 1 Undang-Undang
Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA),
disebutkan bahwa, “ Hak eigendom atas tanah yang ada pada mulai berlakunya
undang-undang ini (UUPA) sejak saat tersebut menjadi hak milik, kecuali jika
yang mempunyai tidak mempunyai syarat sebagai yang tersebut dalam Pasal
21”.
Pasal 21

(1) Hanya warganegara Indonesia dapat mempunyai hak milik


(2) Oleh Pemerintah ditetapkan badan-badan hukum yang dapat mempunyai hak milik
dan syarat-syaratnya.
(3) Orang asing yang sudah berlakunya undang-undang ini memperoleh hak milik
karena pewarisan tanpa wasiat atau percampuran karena perkawinan, demikian pula
warganegara Indonesia yang mempunyai hak milik dan setelah berlakunya undang-
undang ini kehilangan kewarganegaraannya wajib melepaskan hak itu dalam jangka
waktu satu tahun sejak diperolehnya hak tersebut atau hilangnya kewarganegaraan
itu. Jika sesudah jangka waktu tersebut lampau hak milik itu tidak dilepaskan, maka
hak tersebut hapus karena hukum dan tanahnya jatuh pada negara, dengan
ketentuan bahwa hak- hak pihak lain yang membebaninya tetap berlangsung.
(4) Selama seseorang di samping kewarganegaraan Indonesianya mempunyai
kewarganegaraan asing maka ia tidak dapat mempunyai tanah dengan hak milik dan
baginya berlaku ketentuan dalam ayat (3) Pasal ini.

Pasal 20 ayat (1) berbunyi sebagai berikut:

“hak milik adalah hak turun-temurun, terkuat dan terpenuh yang dapat dipunyai orang

atas tanah, dengan mengingat ketentuan dalam Pasal 6”.

Pasal 6 berbunyi sebagai berikut:

“semua hak atas tanah mempunyai fungsi sosial”.

Pasal 34 UU No.5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria

4
Wikipedia, Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan, Melalui;< http://id.m.wikipedia.org,>
diakses pada hari rabu, 29 Maret 2017 pukul 12.35
berbunyi sebagai berikut;

Hak Guna Usaha hapus karena:


a. Jangka waktunya berakhir;
b. Dihentikan sebelum jangka waktunya berkahir karena sesuatu syarat yang tidak
dipenuhi;
c. Dilepaskan oleh pemegang haknya sebelum jangka waktu berakhir;
d. Dicabut untuk kepentingan umum;
e. Diterlantarkan;
f. Tanahnya musnah;
g. Ketentuan dalam Pasal 30 ayat (2).

Pasal 30 ayat (2) berbunyi sebagai berikut:

“Orang atau badan hukum yang mempunyai hak guna usaha dan tidak lagi
memenuhi syarat-syarat sebagai yang tersebut dalam ayat (1) Pasal ini dalam
jangka waktu satu tahun wajib melepaskana atau mengalihkan hak itu kepada
pihak lain yang memenuhi syarat. Ketentuan ini berlaku juga terhadap pihak
yang memperoleh hak guna usaha, jika ia tidak memenuhi syarat tersebut. Jika
hak guna usaha tidak dilepaskan atau dialihkan dalam jangka waktu tersebut
maka hak itu hapus karena hukum, dengan ketentuan bahwa hak-hak pihak lain
akan diindahkan, menurut ketentuan-ketentuan yang ditetapkan dengan
Peraturan Pemerintah.”

Melihat rujukan kepada Undang-undang yang mengatur tentang


hapusnya hak guna usaha dengan tujuan untuk menegakan peraturan dan
melidungi pihak yang memiliki hak dan kewajiban agar patuh terhadap
peraturan yang ada maka setiap pihak atau lembaga yang terkait harus
senantiasa mengikuti ketentuan yang telah diatur dalam Undang-undang.
Penguasaan atas tanah di Desa Nagrak Kecamatan Ciater Kabupaten
Subang Jawa Barat terdapat tanah dengan luas sekitar 23.800, 500 Ha yang
mulai dikontrak sekitar Tahun 1996 atas nama PTPN yang sebelumnya
penguasaan dengan status pinjam pakai oleh Swapradja yang sampai saat ini
belum dikembalikan karena diduga tanah tersebut disalah gunakan. Sekitar
tahun 1974- 1976 dibagi-bagikan oleh bapak R.H.A Syamsudin (Bupati
Subang periode 1967- 1978) ke kerabat terdekat, pejabat-pejabat Subang dan
pejabat provinsi Jawa Barat, sebagian besar di kontrakan ke PTP XXX,
sampai terbitnya HGU atas nama PTP XXX yang dikeluarkan atas dasar
Surat Keputusan Menteri Dalam Negeri dengan jangka waktu HGU selama-
lamanya 25 (dua puluh lima) Tahun dimulai dari sekitar tahun 1979 sampai
mati HGUnya pada tanggal 31 Desember 2002.
Setelah tanah dalam penguasaan PTP XXX sekitar Tahun 1979 dikontrakan kembali
kepada ke PTP XI, PTP XII, dan PTP XIII, sekitar 1996 diambil alih menjadi atas nama PTPN
VIII (Persero) dan HGUnya telah mati pada tanggal 31 Desember 2002 sesuai dengan Pasal 8
Peraturan Pemerintah No. 40 tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, dan Hak
Atas Tanah. Apabila dilihat secara aspek yuridis terhitung sejak tanggal 1 januari 2003 sampai
sekarang (PTPN VIII) sudah tidak lagi memiliki hak untuk menjalankan usaha diatas tanah ex
HGU (hak yang telah berakhir) maka segala kegiatan usaha PTPN VIII diatas tanah HGU telah
bertentangan dengan Psala 46 ayat (1) UU nomor 18 tahun 2004 tentang perkebunan.
Pemilik tanah yang sah atas nama M.Fatkhi Esmar yang menjadi ketua Yayasan Al Fatkhi
Foundation atau Presiden komisariat PT. Subang Membangun dengan bukti surat kepemilikan
tanahnya KIKITIR PADJEG BUMI tahun 1937, akte Eigendom Verponding No.2044 Tahun
1938, SK Menteri Agraria No.72/ Ka tanggal 12 April 1961, dan izin Menteri Agraria/ Panitia
Tanggal 5 April 1961 No.91/ M.B/ 61 tentang pembuatan sertifikat dan telah terbit sebagian
sertifikat SHM tahun 1971 atas nama Zaenal Asikin (Kakek kandung M.Fatkhi Esmar) seluas
25.215,620 Ha.
Induk Desa Nagrak Kecamatan Ciater Kabupaten Subang, (asal tanah ex P&T LAND/
Pamanukan & Tjiasem/ Hak Erfpacht atau tanah kontrak yang berakhir kontraknya Tahun 1949
dan telah kembali kepada pemilik asal/ Eigendom No.2044 Hak Milik Zanal Asikin) meminta
kepada ex PTPN untuk segera mengembalikan kepada pemilik tanah yang sah atas nama
M. Fatkhi Esmar yang sesuai bukti surat kepemilikan tanah.5
Dengan adanya surat kepemilikan yang sah dan diakui secara hukum maka HGU
yang diberikan Kementrian Dalam Negeri pada tahun 1978 kepada PTP XXX dengan
diberikannya HGU dinyatakan batal demi hukum jika M. Fatkhi sebagai pemilik yang sah
belum menerima ganti rugi tanpa terkecuali sesuai dengan pernyataan yang sah dalam
kutipan salinan surat keputusan Menteri Agraria pada tanggal 12 April 1961, perlu
adanya kepastian hukum sesuai dengan tujuan hukum itu sendiri untuk mendapatkan
solusi yang baik bagi para pihak yang bersangkutan.6

B. Rumusan Masalah
Latar belakang di atas dapat mengetahui beberapa rumusan masalah:

1. Bagaimana duduk permasalahan hak atas tanah ex eigendom verponding

2044 dihubungkan dengan Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA)?

2. Bagaimana peraturan perundang-undangan mengatur kepastian hak atas tanah di

hubungkan dengan ex eigendom 2044 di Desa Nagrak Kecamatan Ciater Kabupaten

Subang?

3. Bagaimana para pihak dapat menyelesaikan sengketa hak atas tanah yang semula

merupakan hak eigendom verponding?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui duduk permasalahan hak atas tanah ex eigendom verponding 2044
dihubungkan dengan Peraturan Dasar Pokok-Pokok (UUPA).
2. Untuk mengetahui peraturan perundang-undangan mengatur kepastian hak atas tanah
di hubungkan dengan ex eigendom verponding 2044 di Desa Nagrak Kecamatan
Ciater Kabupaten Subang.
3. Untuk mengetahui para pihak dapat menyelesaikan sengketa hak atas tanah yang
semula merupakan hak eigendom verponding.
D. Kegunaan penelitian
Berdasarkan tujuan penelitian yang telah dipaparkan di atas, maka kegunaan penelitian ini
adalah agar tercapainya tujuan penelitian serta bermanfaat secara teoritis dan praktis
dalam hal sebabagai berikut:
1. Kegunaan Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi pengembangan ilmu
pengetahuan dibidang hukum pada umumnya, terutama pada hukum tanah khususnya. Selain
itu dapat memberikan sumbangsih pemikiran baik berupa perbendaharaan konsep, metode
proposisi ataupun pengembangan teori- teori dalam studi hukum dan masyarakat. Serta
memberikan pengetahuan baik secara teori maupun praktek dan peran Perseroan Teerbatas
Perkebunan Nasional VIII (PTPN VIII) dalam menyelesaikan hak atas tanah.
2. Kegunaan Praktis
5
Ibid
6
Wawancara pribadi penulis dengan Yudha Nurul Huda sebagai Dewan Komite Nasional pada hari senin 13
Maret 2017 jam 12.30 di Kantor Komite Nasional Penyelamat Aset Negara (KOMNASPAN)
Diharapkan agar karya ilmiah dan penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan masukan bagi
Masyarakat, Perseroan Terbatas Perkebunan Nusantara VIII, dan M.Fatkhi Esmar dalam
rangka pelaksanaan Pasal 20 Undang-Undang Nomor 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar
Pokok-Pokok Agraria.

E. Kerangka pemikiran
Permasalahan ini perlu adanya suatu landasan teori dari para ahli yang menjadi
penguat, dan ada teori yang dapat digunakan untuk melihat secara luas apa yang
sebenarnya menjadi tujuan hukum dan digunakan teori keadilan yang menjadi penguat
dalam permasalahan ini. Pandangan Kasen, hukum adalah sebuah sistem norma. Norma
adalah penekanan aspek “seharusnya” atau de sollen, dengan menyatakan beberapa
peraturan tentang apa yang harus dilakukan. Norma-norma adalah produk dan aksi
manusia yang deliberatif. Undang-undang aturan-aturan yang bersifat umum menjadi
pedoman bagi individu bertingkah laku dalam bermasyarakat, baik dalam hubungan
dengan sesama individu maupun dalam hubungannya dengan masyarakat. Aturan-aturan
menjadi batasan bagi asyarakat dalam membebani atau melakukan tindakan terhadap
individu dan dan adanya aturan dan pelaksanaannya menimbulkan kepastian hukum.
Tujuan hukum yang mendekati realitas adalah kepastian hukum dan
kemanfaatan hukum. Kaum positivisme lebih menekankan pada kepastian
hukum, sedangkan kaum fungsionalisme mengutamakan kemanfaatan hukum,
dan sekiranya dapat dikemukakan bahwa “summum ius, summa injuria,
summa lex, summa crux” yang artinya adalah hukum yang keras dapat
melukai, kecuali keadilan yang dapat menolongnya dengan demikian
kendatipun keadilan bukan merupakan tujuan hukum satu-satunya akan tetapi
tujuan hukum yang paling substantif adalah kepastian hukum.7
Roscoe Pound memiliki pendapat mengenai hukum yang menitik
beratkan pada kedisiplinan dengan teorinya yaitu “Law as a tool of social
enginering” (bahwa hukum adalah alat untuk memperbaharui atau merekayasa
masyarakat). Menurut Roscoe Pound bahwa hukum adalah keseluruhan azas-
azas dan kaedah- kaedah yang mengatur masyarakat, termasuk didalamnya
lembaga dan proses untuk mewujudkan hukum itu kedalam kenyataan.
Pemikirannya Sama seperti Mochtar kusumaatmadja dan kedua ahli hukum ini
memiliki pandangan yang sama terhadap hukum.8
Untuk dapat memenuhi peranannya Roscoe Pound membuat
penggolongan atas kepentingan-kepentingan yang harus dilindungi oleh
hukum, yaitu sebagai berikut:9
1. Kepentingan umum (Public Interest).
2. Kepentingan Negara sebagai Badan Hukum.
3. Kepentingan negara sebagai penjaga kepentingan masyarakat.
4. Kepentingan masyarakat (Social Interest).
5. Kepentingan akan kedamaian dan ketertiban.
6. Perlindungan lembaga-lembaga sosial.
7. Pencegahan kemerosotan akhlak.
8. Pencegahan pelanggaran hak.
9. Kesejahteraan sosial.
10. Kepentingan pribadi (Private Interest).
7
Dominikus Rato, filasafat hukum mencari; memahami; memahami hukum, Laskbang Pressindo,
Yogyakarta, 2010, hlm.59
8
Lili Rasjidi dan Ira Thania Rasjidi, Dasar-dasar filsafat dan teori hukum, PT Citra Aditya Bakti,
Bandung, 2007, hlm. 66.
9
Andriansyah_D.S Roscoe Pound: Law A Tool Of Social Enginering & Sociological
Jurisprudince,Melalui:< https://bllowrian.wordpress.com>, diakses pada hari minggu, 21 Mei 2017
pukul 23.20
11. Kepentingan individu.
12. Kepentingan keluarga.
13. Kepentingan hak milik.

Pasal 20 (hak milik) dan Pasal 34 (hak guna usaha) Undang-undang Nomor 5
tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria berbunyi sebagai
berikut;
Pasal 20 (1) berbunyi sebagai berikut:
“hak milik adalah hak turun-temurun, terkuat dan terpenuh yang dapat dipunyai
orang atas tanah, dengan mengingat ketentuan dalam Pasal 6”.

Pasal 6 berbunyi sebagai berikut:


“semua hak atas tanah mempunyai fungsi sosial”.

Pasal 34 berbunyi sebagai berikut:


Hak Guna Usaha hapus karena:
a. Jangka waktunya berakhir;
b. Dihentikan sebelum jangka waktunya berkahir karena sesuatu syarat yang tidak
dipenuhi;
c. Dilepaskan oleh pemegang haknya sebelum jangka waktu berakhir;
d. Dicabut untuk kepentingan umum;
e. Diterlantarkan;
f. Tanahnya musnah;
g. Ketentuan dalam Pasal 30 ayat (2).

Pasal 30 (2) berbunyi sebagai berikut:


“Orang atau badan hukum yang mempunyai hak guna usaha dan tidak lagi
memenuhi syarat-syarat sebagai yang tersebut dalam ayat 1 Pasal ini dalam
jangka waktu satu tahun wajib melepaskan atau mengalihkan hak itu kepada
pihak lain yang memenuhi syarat. Ketentuan ini berlaku juga terhadap pihak
yang memperoleh hak guna usaha, jika ia tidak memenuhi syarat tersebut. Jika
hak guna usaha tidak dilepaskan atau dialihkan dalam jangka waktu tersebut
maka hak itu hapus karena hukum, dengan ketentuan bahwa hak-hak pihak lain
akan diindahkan, menurut ketentuan- ketentuan yang ditetapkan dengan
Peraturan Pemerintah.”

Dalam Peraturan Pemerintah No.40 Tahun 1996 yang mengatur tentang


Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai Atas Tanah BAB II
Pasal 3 (1) berbunyi sebagai berikut:
(1) Pemegang Hak Guna Usaha yang tidak lagi memenuhi syarat sebagaimana dimaksud
Pasal 2, dalam jangka waktu satu tahun wajib melepaskan atau mengalihkan Hak
Guna Usaha itu kepada pihak lain yang memenuhi syarat.

Kehidupan manusia tidak terlepas dari kebenaran dan kesalahan, namun


dari kedua keadaan tersebut akan menjadikan perubahan terhadap sikap atau
perilaku manusia untuk kedepannya. Roda kehidupan terus berputar dan di
seimbangi dengan paradigma berfikir dalam menjalankan kehidupan yang lebih
baik.
Penyalahgunaan hak dalam hukum tanah sangatlah besar dampak yang
dapat dirasakan, dan dengan adanya KUHPer, Peraturan Dasar Pokok-Pokok
Agraria (UUPA), Peraturan Pemerintah dan peraturan-peraturan yang lainnya
yang berhubungan dengan hukum tanah yang akan menjadi pembatas dari
segala kekeliruan yang akan merugikan diri sendiri ataupun orang lain, dengan
adanya hukum atau peraturan akan merubah pola fikir dalam melihat secara
moral atau tingkahlaku, karena dalam diri manusia terdapat jiwa agamis yang
tidak bisa dipisahkan.
Hak milik adalah hak turun temurun, terkuat dan terpenuh yang dapat
dimiliki orang atas tanah (dengan ketentuan bahwa semua hak atas tanah
mempunyai fungsi sosial). Turun temurun artinya dapat diwariskan oleh ahli
waris yang empunya hak. Dan ini berarti bahwa hak milik tidak ditentukan
jangka waktunya. Terkuat artinya bahwa hak ini tidak mudah hapus, terpenuh
menunjuk pada luasnya wewenang yang diberikan kepada subyek yang
memiliki hak milik itu.10 Subyek Hak Milik yang dapat mempunyai tanah Hak
milik menurut UUPA dan peraturan pelaksanaannya adalah sebagai berikut:
1. Perseorangan
WNI, baik pria maupun wanita, tidak berwarganegara rangkap (Pasal 9, 20 ayat 1 UUPA).
2. Badan-badan hukum tertentu
Badan-badan hukum yang dapat mempunyai Hak Milik atas tanah, yaitu bank- bank yang
didirikan oeh negara, koperasi pertanian,badan keagamaan dan badan sosial (Pasa 21 ayat (2)
UUPA).
Terjadinya Hak Milik atas tanah dapat terjadi melalui 3 (tiga) cara sebagaimana disebutkan
dalam Pasal 22 UUPA yaitu sebagai berikut:
1. Hak Milik atas tanah yang terjadi menurut Hukum Adat.
2. Hak Milik atas tanah terjadi karena Penetapan Pemerintah.
3. Hak Milik atas tanah terjadi karena Undang-undang.
Hapusnya Hak Milik diatur dalam Pasal 27 UUPA yang menetapkan faktor-
faktor penyebab hapusnya Hak Milik atas tanah sebagai berikut:
1. Tanahnya jatuh kepada Negara, contohnya:
a. Karena pencabutan hak berdasarkan Pasal 18 UUPA.
b. Dilepaskan secara sukarela oleh pemiliknya.
c. Dicabut untuk kepentingan umum.
d. Tanahnya diterlantarkan
e. Subyek haknya tidak memenuhi syarat sebagai subyek Hak Milik atas tanah
(Pasal 21 (3)).
f. Peralihan hak yang mengakibtkan tanahnya berpindah kepada pihak lain
yang tidak memenuhi syarat sebagai subyek Hak Milik atas tanah (Pasal 26
(2)).11
2. Tanahnya musnah (karena bencana alam).
Hak Guna Usaha adalah Hak untuk mengusahakan tanah yang dikuasai oleh
negara, meliputi bidang pertanian, perkebunan, perikanan dan peternakan yang luas
minimum 5 (lima) hektar untuk perorangan dan luas maksimum 25 (dua puuh lima)
hektar untuk badan usaha.12 Menurut Pasal 29 pada Undang-Undang yang sama Hak
Guna Usaha diberian waktu paling lama 25 (dua puluh lima) tahun atau untuk
perusahaan tertentu dapat diberikan Hak Guna Usaha untuk waktu paling lama 35
tahun.12
Luas tanah Hak Guna Usaha adalah untuk perseorangan luas
minimalnya 5 (lima) hektar dan maksimalnya 25 (dua puluh lima) hektar.
Sedangkan untuk badan hukum luas minimalnya 5 hektar dan maksimalnya
ditetapkan oleh kepala Badan Pertanahan Nsional (Pasal 28 ayat (2) UUPA jo.
Pasal 5 PP No.40 Tahun 1996).13
Sebelum terbitnya Undang-Undang Nomor 5 tahun 1960 pengertian
10
Elise Sulistini dan Rudy Erwin, Perkara-Perkara Perdata, Bina Aksara, Jakarta, 1987, hlm.
133.
11
Damang, Hak Guna Usaha, Melalui;< www. negarahukum.com,> diakses pada hari rabu tanggal
12 April 2017 pukul 14.35.
12
Muljadi, Kartini dan Gunawan Wijaya. Hak-hak atas tanah, kencana prenada media group,
2007, hlm. 29.
13
Urip Santoso, Hukum Agraria & hak-hak atas tanah, Kencana Prenada Media Group, 2005,
hlm. 99.
tanah negara ditemukan dalam peraturan pemerintah Nomor 8 tahun 1953
(L.N. 1953, No. 14, T.L.N. No. 362). Dalam peraturan pemerintah tersebut
tanah negara dimaknai sebagai tanah yang dikuasai penuh oleh negara.
Substansi dari pengertian tanah negara ini adalah tanah-tanah memang bebas
dari hak-hak yang melekat diatas tanah tersebut , apakah hak barat maupun
adat (vrij landsomein). Dengan terbitnya UUPA tahun 1960, pengertian tanah
negara ditegaskan bukan dikuasai penuh akan tetapi merupakan tanah yang
dikuasai langsung oleh Negara.14
Hak Guna Usaha ada hal yang terjadi karena konversi, yang dimaksud
dengan konversi adalah perubahan hak atas tanah sehubungan dengan
berlakunya UUPA. Ha-hak atas tanah yang ada sebelum berlakunya UUPA
diubah menjadi hak-hak atas tanah yang ditetapkan dalam UUPA. (Pasal 16
UUPA).15
Hak-hak yang lama yang dikonversi menjadi hak guna usaha adalah:
1. Hak Erfpacht untuk perusahaan kebun besar yang masih berlaku pada tannggal
24 September 1960, tanpa dipersoalkan apakah pihak empunya memenuhi syarat atau
tidak. Jangka waktunya sama dengan sisa hak Erpacht tersebut, tetapi paling lama
20 tahun terhitung sejak tanggal 24 September 1960 (Pasal III ketentuan konversi).
2. Hak milik (adat) dan hak lainnya yang sejenis sebagai yang disebutkan dalam Pasal
II ketentuan konversi, jika tanah pertanian, tanah perikanan, atau tanah peternakan
dan yang empunya tidak memenuhi syarat umum mempunyai tanah dengan hak
milik yang ditetapkan dalam Pasal 21. Hak Guna Usaha yang berasal dari Hak Milik (adat)
dan hak lainnya itu berjangka 20 tahun, sesuai dengan ketentuan mengenai konversi hak
eigindom dalam Pasal 1 ayat (3) ketentuan-ketentuan konversi.
Menurut hukum hak asasi manusia internasional, suatu negara tidak boleh secara sengaja
mengabaikan hak-hak dan kebebasan-kebebasan. Sebaliknya negara diasumsikan memiliki
kewajiban positif untuk melindungi secara aktif dan memastikan terpenuhinya hak-hak dan
kebebasan-kebebasan. 16Dasar hukum yang diterapkan dalam kasus penyalah gunaan hak atas
tanah maka pihak yang bersangkutan wajib dengan secara sadar mengembalikan asal muasal
hak atas tanah yang telah mempunyai ketetapan hukum dengan mengembalikan hak rakyat
yaitu kepada M.Fatkhi sebagai pemilik tanah tersebut.

Metode Penelitian
Penulisan ini metode yang digunakan oleh penulis adalah metode deskriptif- analisis
yaitu menggambarkan dan menjelaskan peraturan perundang-undangan yang ada dengan
kaitannya terhadap teori yang ada dan praktek pelaksanaannya di masyarakat terhadap
permasalahan yang telah dijelaskan diatas.17
Dengan menggunakan pendekatan yang bersifat yuridis normatif. Pendekatan Yuridis
Normatif adalah pendekatan yang dilakukan berdasarkan bahan hukum utama dengan
cara menelaah teori-teori, konsep-konsep, asas-asas hukum serta peraturan perundaang-
undangan18.
1. Jenis Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis data kualitatif yaitu data
yang dikumpulkan berupa jawaban atas pertanyaan penelitian yang diajukan terhadap

14
Hal ini telah dijelaskan dalam Penjelasan Umum II (2) UUPA yang secara jelas meyatakan prinsip
untuk mencapai apa yang ditentukan dalam Pasal 33 ayat 3 Undang-Undang Dasar tidak perlu dan tidaklah
pula dalam tempatnya, bahwa bangsa Indonesia ataupun Negara bertindak sebagai pemilik tanah
15
Efendi Perangin, Hukum Agraria di Indonesia suatu telaah dari sudut pandang Praktisi Hukum,
Rajawali, Jakarta, 1998, hlm. 145
16
Rhona K.M Smith, at.al., Huum Hak Asasi Manusia, PUSHAM UII, Yogyakarta, 2008, hlm.
40.
17
Roni Hanitijo, Metodologi Penelitian Hukum danJurumetri, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1994,
hlm. 97-98.
18
Sedarmayanti dan syarifuddin hidayat, metodelogi penelitian, CV Mandar Maju, Bandung, 2002,
hlm.23
masalah yang dirumuskan dan menjadi tujuan. 19Yaitu dalam hal kedudukan hak atas
tanah, kendala hak atas tanah, dan upaya penyelesaian hak atas tanah di Desa Nagrak
Kecamatan Ciater Kabupaten Subang dihubungkan dengan Pasal 20 UU No.5 tahun
1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA)
2. Sumber Data
a. Sumber data primer adalah data yang diperoleh dengan langsung dari sumber di
lapangan melalui masyarakat daerah yang menjadi tempat penelitian.
b. Sumber data sekunder terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder
dan bahan hukum tersier.20
c. Sumber data tersier adalah suatu kumpulan dan kompilasi sumber primer dan

sumber sekunder.

1. Bahan Hukum primer

Bahan hukum primer merupakan data yang bersumber pada bahan

hukum yang diperoleh langsung dan mempunyai kekuatan mengikat secara

yuridis.23 Diantaranya adalah:

a. Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 33 ayat (3).

b. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPer)

c. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-

Pokok Agraria.

d. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak

Guna Bangunan dan Hak Guna Pakai Atas Tanah.

e. Kutipan Salinan Surat Keputusan Menteri Agraria tahun 1961.

f. Salinan Surat Keputusan Mentri Dalam Negeri tahun 1978.

2. Bahan Hukum sekunder

Bahan hukum sekunder yaitu bahan yang memberikan penjelasan

mengenai bahan hukum primer.24 Bahan hukum sekunder yang digunakan

diantaranya adalah literatur-literatur yang relevan dengan topik yang dibahas,

buku-buku hukum, hasil penelitian, jurnal hukum dan artikel ilmiah.

19
Soejono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Universitas Indonesia Press, Jakarta, 1986,
hlm. 52.
20
Ibid, hlm. 23.
3. Bahan hukum tersier
23
Zainuddin Ali, Metode Penelitian Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, 2009, hlm. 47.
24
Bambang Sunggono, Metode Penelitian Hukum, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2010, hlm.
114
Bahan hukum tersier yaitu bahan yang memberikan petunjuk maupun

penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder.25 Bahan hukum tersier

atau bahan hukum penunjang mencakup bahan yang dapat memberikan

petunjuk-petunjuk dan penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder,

diantaranya yaitu kamus umum, kamus hukum, dan ensiklopedia.

4. Teknik Pengumpulan data

a. Studi Kepustakaan
Studi Kepustakaan yaitu suatu teknik pengumpulan data dengan cara mengumpulkan
dokumen-dokumen termasuk peraturan perundang-undangan, bahan-bahan bacaan, dan
bahan pustaka lainnya yang berkaitan dengan pembahasan penelitian. Cara ini dimaksud
untuk mencari konsepsi-konsepsi, teori-teori, atau pendapat yang berhubungan dengan
pokok permasalahan.
b. Penelitian Lapangan
1) Wawancara
Wawancara adalah proses tanya jawab dalam penelitian yang berlangsung secara lisan
dengan dua orang atau lebih bertatap muka mendengarkan secara langsung informasi-
informasi atau keterangan- keterangan yang berkaitan dengan masalah dan tujuan
penelitian. Yaitu wawancara dengan perwakilan dari Komite Nasional Penyelamat Aset
Negara (KOMNASPAN), Pengurus dari Perseroan Terbatas Perkebunan Nasional
VIII (PTPN VIII) ciater Subang dan pihak-pihak yang terkait yang berkaitan dengan
permasalahan yang sedang dikaji guna dapat memberikan penyelesaian dari
permasalahan.
2) Observasi
Observasi adalah pengumpulan data dimana penelitian mengadakan pengamatan
terhadap gejala-gejala subjek yang diteliti.
5. Metode Analisis Data
Penelitian ini menggunakan metode analisis-kualitatif yaitu metode dan
teknik pengumpulan data memakai metode observasi yang berperan serta dalam
wawancara dan terbatas dengan beberapa respon dan lokasi yang terbatas.
Analisis kualitatif ini bertujuan untuk pengajuan terhadap data-data yang sifatnya
berdasarkan kualitas, mutu dan sifat yang nyata berlaku di tengah-tengah kehidupan
masyarakat.
Teknik Analisis data merupakan suatu proses pengorganisasian dan mengurutkan data
pada suatu pola kategori dan satuan. Data-data yang diperoleh melalui studi pustaka
yang dikumpulkan, diurutkan, dan diorganisasikan dalam satu pola, kategori dan
satuan uraian dasar.28 Data yang sudah dikumpulkan kemudian secara umum dianalisis
melalui langkah-langkah sebagai berikut :
a) Mengkaji semua data yang terkumpul dari berbagai sumber baik primer

maupun sekunder mengenai hapusnya hak guna usaha dengan jangka waktu

yang telah berakhir sesuai dengan Surat Keputusan Menteri Dalam Negeri

yang dihubungkan dengan Pasal 20 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960

tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria.

b) Menginventarisir seluruh data dalam satuan-satuan sesuai dengan masalah

yang diteliti mengenai hapusnya hak guna usaha dengan jangka waktu yang

telah berakhir sesuai dengan Surat Keputusan Menteri Dalam Negeri yang

dihubungkan dengan Pasal 20 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang

Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria.

c) Menghubungkan data dengan teori yang sudah dikemukan dalam kerangka

pemikiran tentang hapusnya Hak Guna Usaha yang sesuai dengan Surat

keputusan dari Menteri Dalam Negeri.

d) Menarik kesimpulan dari data yang dianalisis dengan memperhartikan rumusan

mengenai hapusnya Hak Guna Usaha yang sesuai dengan Surat keputusan dari

Menteri Dalam Negeri yang dihubungan dengan Pasal 20 Undang-Undang

Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria.

Anda mungkin juga menyukai