Anda di halaman 1dari 7

MAKALAH

Administrasi Pertanahan
“Mengenai Sengketa Pertanahan Di Indonesia”
Di
S
U
S
U
N
Oleh :
Nama : Eka Reskiana
Nim : 041355027
Jurusan : Administrasi Pemerintahan Desa

 
 
PENDAHULUAN

Tanah merupakan kebutuhan hidup manusia yang sangat mendasar. Manusia hidup serta melakukan
aktivitas di atas tanah sehingga setiap saat manusia selalu berhubungan dengan tanah dapat
dikatakan hampir semua kegiatan hidup manusia baik secara langsung maupun tidak
langsung selalu memerlukan tanah. Pemilikan tanah diawali dengan menduduki suatu wilayah yang
oleh masyarakat adat disebut sebagai tanah komunal (milik bersama). Khususnya diwilayah
pedesaan, tanah ini diakui olehhukum adat tak tertulis baik berdasarkan hubungan keturunan
maupun wilayah. Seiring dengan perubahan pola sosial ekonomi dalam setiap masyarakat tanah milik
bersama masyarakat adat ini secara bertahap dikuasai oleh anggota masyarakat melalui
penggarapan yang bergiliran. Sistem pemilikan individual kemudian mulai dikenal didalam
sistem pemilikan komunal. Situasi ini terus berlangsung didalam wilayah kerajaan dan
kesultanan sejak abad ke lima dan berkembang seiring kedatangan colonial Belanda pada
abad ke tujuh belas yang membawa konsep hukum pertanahan mereka.Tanah mempunyai peranan
yang besar dalam dinamika pembangunan, maka didalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 33 ayat
3 disebutkan bahwa Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai
oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar- besar kemakmuran rakyat. Selama masa
penjajahan Belanda, pemilikan tanah secara perorangan menyebabkan dualisme hukum
pertanahan, yaitu tanah-tanah dibawah hukum Adat dan tanah-tanah yang tunduk kepada
hukum Belanda. Menurut hukum pertanahan colonial, tanah bersama milik adat dantanah
milik adat perorangan adalah tanah dibawah penguasaan Negara.Hak individual atastanah,
seperti hak milik atas tanah, diakui terbatas kepada yang tunduk kepada hukum barat.Hak milik ini
umumnya diberikan atastanah-tanah diperkotaan dan tanah perkebunan di pedesaan. Dikenal
pula beberapa tanah instansi pemerintah yang diperoleh melalui penguasaan.Mencuatnya kasus-kasus
sengketa tanah di berbagai tempat, khususnya di Indonesia beberapa waktu terakhir seakan kembali
menegaskan kenyataan bahwa selama 62 tahun Indonesiamerdeka, negara masih belum
bisa memberikan jaminan hak atas tanah kepada rakyatnya.Persoalan sengketa tanah
mengenai hak Milik tak pernah reda. Masalah tanah bagi manusiatidak ada habis-habisnya
karena mempunyai arti yang amat penting dalam penghidupan dan berlakunya Undang-
Undang Pokok Agraria berlaku bersamaan dua perangkathukum tanah di Indonesia
(dualisme). Satu bersumber pada hukum adat disebut hukum tanahadat dan yang lain
bersumber pada hukum barat disebut hukum tanah Barat.Dengan berlakunya hukum agraria yang bersifat
nasional (UU No. 5 Tahun 1960)makat erhadap tanah-tanah dengan hak barat maupun tanah-
tanah dengan hak adat harus dicarikan padanannya di dalam UUPA. Untuk dapat masuk kedalam
sisem dari UUPA diselesaikan dengan melalui lembaga konversi. Setelah adanya UUPA masih
saja ada masalah yang lingkupnya pada hakatas tanah, seharusnya ada suatu peraturan
yang menjelaskan lebih jelasdan mengikat mengenai hak atas tanah.Undang-undang
pertanahan tersebut diharapkan secepatnya dibuat dan diundangkan agar dapat
memberikan kepastian hukum dan jaminan perlindungan hukum kepemilikan dan penguasaan hak
atas tanah.
KAJIAN PUSTAKA

hak yang memberi wewenang kepada seseorang yang mempunyai hak untuk mempergunakan atau
mengambil manfaat atas tanahtersebut. Hak atas tanah berbeda dengan hak penggunaan atas tanah. Ciri
khas dari hak atastanah adalah seseorang yang mempunyai hak atas tanah berwenang untuk
mempergunakan atau mengambil manfaat atas tanah yang menjadi haknya. Hak-hak atas tanah yang
dimaksud ditentukan dalam pasal 16 jo pasal 53 UUPA, antara lain:
1. Hak Milik 
2. Hak Guna Usaha
3. Hak Guna Bangunan
4. Hak Pakai
5. Hak Sewa
6. Hak Membuka Tanah
7. Hak Memungut Hasil Hutan
8. Hak-hak lain yang tidak termasuk dalam hak-hak tersebut di atas yang ditetapkan oleh undang-undang
serta hak-hak yang sifatnya sementara sebagaimana disebutkan dalam pasal 53.
Dalam pasal 16 UU Agraria disebutkan adanya dua hak yang sebenarnya bukan merupakan hak atas tanah
yaitu hak membuka tanah dan hak memungut hasil hutan karena hak-hak itu tidak memberi wewenang
untuk mempergunakan atau mengusahakan tanah tertentu. Namun kedua hak tersebut tetap
dicantumkan dalam pasal 16 UUPA sebagai hak atas tanah hanya untuk menyelaraskan sistematikanya
dengan sistematika hukum adat. Kedua hak tersebut merupakan
pengejawantahan(manifestasi) dari hak ulayat. Selain hak-hak atas tanah yang disebut dalam pasal
16,dijumpai juga lembaga-lembaga hak atas tanah yang keberadaanya dalam Hukum Tanah Nasional diberi
sifat ³sementara´. Hak-hak yang dimaksud antara lain :1. Hak gadai,
2. Hak usaha bagi hasil,
3. Hak menumpang,
4. Hak sewa untuk usaha pertanian.

Hak-hak tersebut bersifat sementara karena pada suatu saat nanti sifatnya akan dihapuskan.
Oleh karena dalam prakteknya hak-hak tersebut menimbulkan pemerasan oleh golongan ekonomi kuat
pada golongan ekonomi lemah (kecuali hak menumpang).Hal ini tentu saja tidak sesuaidengan asas-
asas Hukum Tanah Nasional (pasal 11 ayat1). Selain itu, hak-hak tersebut juga bertentangan dengan
jiwa dari pasal 10 yang menyebutkan bahwa tanah pertanian pada dasarnya harus dikerjakan dan sendiri
secara aktif oleh orang yang mempunyai hak. Sehingga apabila tanah tersebut digadaikan maka yang akan
mengusahakan tanah tersebut adalah pemegang hak gadai. Hak menumpang dimasukkan dalamhak-hak
atas tanah dengan eksistensi yang bersifat sementara dan akan dihapuskan karena UUPA menganggaphak
menumpang mengandung unsur feodal yang bertentangan dengan asas dari hukum agraria Indonesia.
Dalam hak menumpang terdapat hubungan antara pemilik tanahdengan orang lain yang
menumpang di tanah si A, sehingga ada hubungan tuan dan budaknya. Feodalisme masih mengakar kuat
sampai sekarang diIndonesia yang oleh karena Indonesia masih dikuasai oleh berbagai rezim.
Sehingga rakyat hanya menunngu perintah dari penguasa tertinggi. Sultan syahrir dalam diskusinya
dengan Josh Mc. Tunner, pengamat Amerika(1948) mengatakan bahwa feodalisme itu
merupakan warisan budaya masyarakat Indonesia yang masih rentan dengan pemerintahan
diktatorial. Kemerdekaan Indonesia dari Belanda merupakan tujuan jangka pendek. Sedangkan
tujuan jangka panjangnya adalah membebaskan Indonesia dari pemerintahan yang sewenang-wenang dan
mencapai kesejahteraan masyarakat.Pada saat itu, Indonesia baru saja selesai dengan
pemberontakan G 30 S/PKI.Walaupun PKI sudah bisa dieliminir pada tahun1948 tapi
ancaman bahaya totaliter tidak bisa dihilangkan dari Indonesia. Pasal 16 UUPA tidak menyebutkan
hak  pengelolaan yang sebetulnya hak atas tanah karena pemegang hak pengelolaan itu mempunyai hak
untuk mempergunakan tanah yang menjadi haknya. Dalam UUPA,hak-hak atas tanah dikelompokkan
sebagai berikut :

1. Hak atas tanah yang bersifat tetap, terdiri dari :

 Hak Milik.
 Hak Guna Usaha.
 Hak Guna Bangunan.
 Hak Pakai.
 Hak Sewa Tanah Bangunan.
 Hak Pengelolaan.

2. Hak atas tanah yang bersifat sementara, terdiri dari :

 Hak Gadai.
 Hak Usaha Bagi Hasil.
 Hak Menumpang.
 Hak Sewa Tanah Pertanian.

 
PENCABUTAN HAK ATAS TANAH Maksud dari pencabutan hak atas tanah adalah pengambilan tanah
secara paksa oleh negara yang mengakibatkan hak atas tanah itu hapus tanpa yang bersangkutan
melakukan pelanggaran atau lalai dalam memenuhi kewajiban hukum tertentu dari pemilik
hak atas tanah tersebut. Menurut Undang-undang nomor 20 tahun 1961 tentang pencabutan
hak atas tanah dan benda-benda diatasnya hanya dilakukan untuk kepentingan umum termasuk
kepentingan bangsa dan negara serta kepentingan bersama milik rakyat merupakan wewenang
Presiden RI setelah mendengar  pertimbangan apakah benar kepentingan umum mengharuskan hak
atas tanah itu harus dicabut, pertimbangan ini disampaikan oleh Menteri Dalam Negeri,
Menteri Hukum dan HAM, serta menteri lain yang bersangkutan. Setelah
Presiden mendengar  pertimbangan tersebut, maka Presiden akan mengeluarkan Keputusan
Presiden yang didalamnya terdapat besarnya ganti rugi untuk pemilik tanah yang haknya dicabut tadi.
Kemudian jika pemilik tanah tidak setuju dengan besarnya ganti rugi, maka ia bisa mengajukan keberatan
dengan naik banding pada pengadilan tinggi.
sebelum ada peraturan-peraturan yang baru, sementara ketentuan yang sudah ada dianggap masih
berlaku.Hak-hak tersebut adalah:
 Hak Usaha Bagi Hasil 

, berasal dari hukum adat ³hak menggarap´, yaitu hak seseorang untuk mengusahakan pertanian diatas
tanah milik oranglain dengan perjanjian bahwahasilnya akan dibagi bagi kedua belah pihak berdasarkan
perjanjian. Diatur dalam Undang-Undang No.2 tahun 1960tentang perjanjian bagi hasil, Permenag No. 8
tahun 1964, Inpres No.13tahun 1980.
 Hak Gadai

berasal dari hukum adat ³Jual Gadai´, yaitu penyerahansebidang tanah oleh pemilik kepada
pihak lain dengan membayar uangkepada pemilik tanah dengan perjanjian, bahwa tanah
itu akandikemalikan apabila pemilik mengembalikan uang kepada pemegangtanah. Hal itu diatur
lebih lanjut dalam Undang-Undang No.56/ Prp/ 1960tentang penetapan luas tanah pertanian, pasal 7 :
³Barangsiapamenguasai tanah pertanian dengan hak gadai, sudah berlangsung 7 tahunatau lebih, wajjib
mengembalikan tanah itu kepada pemiliknya dalamwaktu sebulan stelah tanaman selesai
dipanen. Dengan tidak ada hakuntuk menuntut pembayaran uang tebusan.

 Hak Menumpang 

, yaitu hak yang mengizinkan seseorang untukmendirikan serta untuk menempati rumah diatas tanah
pekarangan oranglain dengan tidak membayar kepada pemilik  pekarangan tersebut, sepertihak
pakai, tetapi sifatnya sangat lemah, karena setiap saat pemilik dapatmengambil
kembali tanahnya.
 Hak Sewa Tanah Pertanian

, bersifat sementara karena berkaitan denganpasal 10 ayat 1UUPA yang menghendaki setiap
orang atau badan hukumyang mempunyai suatu hak atastanah pertanian. Pada asasnyadiwajibkan
mengerjakan atau mengusahakan sendiri secaraaktif dengancara mencegah
cara pemerasan.Tujuan dari reformasi agraria yang hendak dicapai oleh UUPA dapat dilihat didalam
konsidern UUPA yang merumuskan tujuannya sebagai berikut:

1. Meletakkan dasar-dasar bagi penyusunan hukum agraria nasional yangakan merupakan alat untuk
membawa kemakmuran, kebahagiaan, dankeadilan bagi negara dan rakyat, terutama rakyat
tani dalam rangkamasyarakat adil dan makmur;

2. Meletakkan dasar-dasar untuk mengadakan kesatuan dan kesederhanaanhukum pertanahan;


3. Meletakkan dasar-dasar untuk memberikan kepastian hukum mengenaihak-hak atas tanah bagi
rakyat seluruhnya.Dalam pembangunan, peranan tanah untuk  pemenuhan berbagai
keperluan akan meningkat baik sebagai tempat bermukim maupununtuk kegiatan
usaha.Sehubungan dengan itu akan meningkat pula kebutuhan mengenai jaminan kepastianhukum di
bidang pertanahan. Pendaftaran tanah, sebagai pelaksanaan Pasal 19 Undang-Undang Nomor
5 Tahun 1960 merupakan salah satu upaya pemerintah untuk memberikan jaminan kepastian hukum.

Jaminan kepastian hukum tersebut meliputi : jaminan kepastian hukum mengenai orang atau
badan hukum yang menjadi pemegang hak (subyek hak atastanah); jaminan kepastian hukum mengenai
letak, batas, dan luas suatu bidang tanah(obyek hak atas tanah); dan jaminan kepastian
hukum mengenai hak-hak atas tanahnya.Jaminankepastian hukum mengenai obyek hak atas tanah
sangat erat kaitannya dengan kegiatan pengukuran dan pemetaan tanah yang menghasilkan data fisik. Data
fisik yang dihasilkan dari pengukuran bidang-bidang tanah tersebutkemudian dipetakan ke
dalam Peta Dasar Pendaftaran ataupun Peta Pendaftaran.

Selama ini, masalah pertanahan khususnya yang terkait dengan kegiatan pengukuran dan
pemetaan tanah sangat mudah terjadi. Salah satu penyebab permasalahantersebut adalah
banyaknya peta yang digunakan oleh suatu kantor pertanahan untuk memetakan bidang-bidang
tanah yang terdaftar sehingga kepastian letak suatu persil atau bidang tanah menjadi tidak
terjamin. Permasalahan tersebut dapat diatasi apabila adakepastian data mengenai bidang-
bidang tanah yang terdaftar pada kantor pertanahan. Untuk menciptakan kepastian
mengenai bidang-bidang tanah yang terdaftar tersebut harus dibangun satu sistem peta
pendaftaran secara tunggal.Dengan peta tunggal, setiap bidang tanah yang terdaftar hanya akan
dipetakan padasatu peta untuk satu wilayah dalam lokasi yang bersangkutan.

KESIMPULAN

 Hak atas tanah adalah hak yang memberi wewenang kepada seseorang yangmempunyai
hak untuk mempergunakan atau mengambil manfaat atas tanahtersebut. Di
dalam pelaksanaannya banyak terdapat masalah-masalah akibat ketidaktahuan atau
ketidakmengertian masyarakattanah.Masalah tanah bagi manusia seperti tidak ada habisnya
karena tanahmempunyai arti yangsangat penting dalam penghidupan manusia Oleh karena
itu sangat penting bagi kita untuk mengetahui dan mengerti mengenai hak-hak atas tanah
agar kejadian-kejadian persengketaan tanah.
 Sengketa tanah dan sumber-sumber agraria pada umumnya sepertinya merupakan
konflik laten dan pihak-pihak yang bersengketa pun sebagian besar kalaupun tidak bisa disebut,hampir
seluruhnya bukan hanya individual, namun melibatkan tataran komunal maka boleh
dibayangkan bagaimana hebatnya bom waktu yang akan meledak jika kasus-kasus sengketa tanah
tersebut tidak segera mendapatkan penanganan dan penyelesaian yang layak dan
yang berpihak pada kepentingan rakyat.Ada 3 (tiga) faktor penyebab sering munculnya
masalah sengketa tanah, diantaranya yaitusistem administrasi pertanahan terutama dalam
hal sertifikasi tanah yang tidak beres,distribusi kepemilikan tanah yang tidak merata dan
legalitas kepemilikan tanah yang semata-mata didasarkan pada bukti formal (sertifikat) tanpa
memperhatikan produktivitas tanah.Berdasarkan Ketetapan MPR No. IX/2001 tentang
Pembaharuan Agraria danPengelolaan Sumber Daya Alam, Undang-undang Nomor 5 Tahun
1960 tentang Pokok Agraria, Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, dan
Keppres No.34 Tahun 2003 tentang Kebijakan Nasional di Bidang Pertanahan, pada
dasarnyamemberi kewenangan untuk menjalankan reforma agraria yang besar kepada
pemerintahdaerah untuk menuntaskan masalah-masalah agraria secara serius.
Rekomendasi
Banyaknya permasalahan pertanahan yang melibatkan masyarakat dengan masyarakat, masyarakat
dengan perusahaan maupun masyarakat dengan pemerintah yang kerap berujung pada
dirugikannya salah satu pihak dirasakan perlu dilakukan penyelesaian sengketa alternatif
(PSA). Saat ini di Indonesia belum ada langkah PSA, selama ini permasalahan sengketa
pertanahan selalu di selesaikan di pengadilan dimana biasanya dalam proses pengadilan
tersebut membutuhkan waktu yang cukup lama, biaya cukup mahal dan tidak bisalangsung di
eksekusi. Sehingga sebelum berkas perkara masuk ke pengadilan perlu dibuat mekanisme PSA.
Diantaranya membuat lembaga mediasi dan membuat arbitrase pertanahan,dimana
lembaga mediasi bertugas mempertemukan pihak-pihak bersengketa, sedangkan arbitrase
mempunyai tugas untuk melakukan penyelesaian di luar pengadilan tetapi berkas.

Daftar Pustaka

 Harsono,Boedi,2008, Hukum Agraria Indonesia ,HimpunanPeraturan-peraturan


Hukum Tanah, Djambatan,Jakarta
 Catatan kuliah Hukum Agraria Harsono, Boedi, 2008,Hukum Agraria Indonesia,
Sejarahpembentukan Undang-undang Pokok Agraria, isi dan
pelaksanaannya, Djambatan, Jakarta
 Perangin, Effendi, 1986, 401Pertanyaan dan JawabanTentang Hukum Agraria

Anda mungkin juga menyukai