Anda di halaman 1dari 5

Jonathan Mario Antonio

Hukum Agraria Reguler C/NPM 2006473402


UTS Hukum Agraria

1. Nomor 1
a. Pada masa kolonial Belanda, terjadi dualisme dan pluralisme dalam hukum
tanah yang berlaku. Hal ini berkaitan dengan Pasal 131 IS yang membagi
masyarakat ke dalam 3 golongan yaitu golongan Eropa, Timur Asing, dan
Bumiputera. Untuk golongan Eropa dan Timur Asing, berlaku hukum Barat
sedangkan untuk golnogan Bumiputera, berlaku hukum adat. Artinya terdapat
2 sistem hukum yang berlaku yaitu hukum Barat dan hukum Adat. Namun, di
samping itu juga ada ketentuan hukum pelengkap seperti hukum tanah
swapraja, administrasi, dan antar golongan.
b. Yang dimaksud oleh Prof. Boedi Harsono adalah kebijakan domein verklaring
yang diberlakukan berdasarkan Pasal 51 IS Agrarische Wet. Kebijakan ini
mensyaratkan apabila terdapat tanah milik rakyat yang kepemilikannya tidak
dapat dibuktikan melalui sertifikat, maka tanah tersebut menjadi milik
pemerintah kolonial. Karena mayoritas masyarakat bumiputera saat itu masih
menganut hukum adat dan belum memiliki sertifikat kepemilikan tanah yang
jelas, pemerintah Belanda dapat dengan sangat mudah mengambil alih tanah
milik Bumiputera dan dikatakan “memperkosa hak-hak rakyat pribumi”.
2. Nomor 2
a. Politik pertanahan nasional pada dasarnya adalah mengenai bagaimana tujuan
penggunaan dan pemanfaatan tanah di Indonesia. Dasar hukum dari politik
tanah nasional terletak pada Pasal 33 ayat 3 UUD 1945 yang menyebutkan
bahwa “Bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya
dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran
rakyat.” Ketentuan ini menegaskan bahwa negara bukan lagi sebagai pemilik
tanah namun hanya penguasa dan kemudian tanah beserta sumber daya lainnya
harus dimanfaatkan untuk kemakmuran rakyat bersama.
b. UUPA bertujuan untuk menciptakan unifikasi hukum agraria di Indonesia.
Sejak berlakunya UUPA pada 1960, maka ditegaskan bahwa segala peraturan
hukum tanah kolonial (yang bersifat pluralistik) dinyatakan tidak berlaku
lagi dan UUPA itu sendiri menjadi sumber hukum tanah nasional yang
utama. Untuk memperbaiki kondisi hukum tanah pada masa kolonial yang
Jonathan Mario Antonio
Hukum Agraria Reguler C/NPM 2006473402
cenderung menyengsarakan rakyat pribumi, pembentukan UUPA didasarkan
pada hukum tanah adat yang dahulu berlaku bagi golongan Bumiputera. UUPA
juga kemudian mengkonversikan hak-hak atas tanah yang sebelumnya sudah
ada menjadi sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UUPA untuk menciptakan
suatu kepastian hukum bagi pemegang hak tersebut.
3. Nomor 3
a. Hak Bangsa Indonesia diatur dalam Pasal 1 UUPA yang didalamnya terdapat
beberapa poin. Hak Bangsa Indonesia menyebut bahwa wilayah Indonesia yang
meliputi tanah, air, dan lainnya semua merupakan karunia Tuhan YME.
Kedua, yang menjadi subjek dari Hak Bangsa Indonesia adalah seluruh
rakyat Indonesia secara bersama. Ketiga, hubungan antara Bangsa Indonesia
dan segala kekayaan alamnya merupakan hubungan yang bersifat abadi. Oleh
karena itu, dikatakan bahwa Hak Bangsa Indonesia adalah HPAT tertinggi.
b. Berikutnya, pengaturan mengenai Hak Menguasai Negara ada pada Pasal 2
UUPA. Hak ini menyebutkan bahwa negara memiliki wewenang untuk
menguasai wilayah dan kekayaan alam Indonesia. Hubungannya dengan Hak
Bangsa Indonesia terletak pada Pasal 2 ayat 1 UUPA, dimana disebutkan bahwa
jika pada Hak Bangsa Indonesia, wilayah Indonesia adalah milik seluruh rakyat
Indonesia secara komunal, maka pada Hak Menguasai Negara, negara sebagai
suatu organisasi kekuasaan seluruh rakyat dan organisasi kekuasaan
tertinggi berwenang untuk menguasai wilayah tersebut dan kemudian
memanfaatkannya selaras dengan ketentuan Pasal 33 ayat 3 UUD 1945.
c. Sebelum berlakunya UUPA, kedudukan negara terhadap tanah di Hindia
Belanda adalah sebagai pemilik tanah. Dalam hal ini, negara bertindak
sebagai badan hukum perdata. Setelah berlakunya UUPA, kedudukan negara
diubah dari pemilik menjadi penguasa tanah sesuai ketentuan Pasal 33 ayat
3 UUD 1945 dan diwujudkan melalui Hak Menguasai Negara. Maka itu, negara
harus memanfaatkan tanah untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Dari
situ juga terjadi perubahan istilah dari sebelumnya “Tanah Milik Negara”
menjadi “Tanah Negara”.
4. Nomor 4
a. Istilah “Menggunakan tanah” sebagaimana disebutkan dalam UUPA artinya
memberikan hak dan kewenangan bagi pemegang Hak Perorangan atas Tanah
Jonathan Mario Antonio
Hukum Agraria Reguler C/NPM 2006473402
tersebut untuk mendapatkan manfaat dan hasil dari tanah tersebut baik bagi
diri sendiri ataupun orang lain selama tidak bertentangan dengan kepentingan
umum dan ketentuan hukum yang berlaku.
b. Dalam Pasal 6 UUPA disebutkan bahwa semua hak atas tanah memiliki
fungsi sosial. Hal ini didasarkan pada hukum tanah adat yang mengenal tanah
terlantar. Maka dari itu, tanah harus dimanfaatkan untuk pemilik hak tersebut
ataupun bagi masyarakat disesuaikan dengan jenis hak yang dimilikinya.
c. Perbedaan pokoknya terletak pada penguasaan fisik dari tanah tersebut. Pada
Hak Tanggungan, kreditur tidak menguasai tanah yang dijadikan jaminan
secara fisik, tetapi kreditur memegang bukti kepemilikan tanah tersebut. Pada
Hak Gadai, kreditur berhak untuk menguasai dan mengambil manfaat dari tanah
yang dijadikan jaminan sampai dilakukannya pelunasan hutang oleh debitur.
d. Perbedaan Hak Pakai Umum dan Khusus terdapat pada subjek pemegangnya
serta jangka waktunya. Pada Hak Pakai Umum, yang menjadi subjeknya
adalah WNI, WNA di Indonesia, badan hukum Indonesia, dan badan hukum
asing yang berkedudukan di Indonesia. Kemudian jangka waktunya dibatasi
selama 25 tahun tapi dapat diperpanjang untuk 20 tahun lagi, setelah itu dapat
diperbaharui haknya. Pada Hak Pakai Khusus, yang menjadi subjeknya adalah
instansi pemerintahan, perwakilan negara asing di Indonesia, perwakilan badan
internasional, dan badan keagamaan/sosial. Untuk itu, jangka waktunya tidak
terbatas.
e. Karena, hak atas tanah sekunder dianggap rentan terhadap terjadinya
pemerasan dan kekerasan oleh salah satu belah pihak. Contohnya pada Hak
Menumpang, dimana pemilik tanah dapat sewaktu-waktu mengambil alih tanah
miliknya dan mengusir pemilik Hak Menumpang tersebut. Oleh karena itu,
perlu untuk dibatasi jangka waktunya untuk mencegah kekerasan tersebut.
f. Landreform dijadikan sebagai dasar pembangunan hukum tanah adalah selaras
dengan tujuan dilaksanakannya landreform itu sendiri yaitu untuk
menciptakan suatu unifikasi hukum tanah dan didasarkan pada sebesar-
besarnya kemakmuran rakyat dan kepastian hukum. Landreform ingin
menegaskan bahwa penggunaan tanah di Indonesia haruslah dilakukan secara
adil sehingga semua rakyat dapat merasakan manfaatnya. Hal ini kemudian
Jonathan Mario Antonio
Hukum Agraria Reguler C/NPM 2006473402
dijewantahkan dalam berbagai program landreform seperti redistribusi tanah,
larangan penguasaan tanah lebih dari batas maksimum, dan lainnya.
5. Nomor 5
a. Tidak, berdasarkan Pasal 35 UU No 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, yang
menjadi harta bersama adalah harta yang diperoleh oleh suami istri selama
dilangsungkannya perkawinan apabila tidak ada perjanjian pisah harta yang
disepakati sebelumnya. Dalam kasus, Sopiyanah membeli sebidang tanah
tersebut pada tahun 2007 dan kemudian baru menikah dengan Jackie Cheung
pada tahun 2010 sehingga tanah milik Sopiyanah menjadi harta bawaan dan
bukan harta bersama dalam perkawinannya.
b. Tidak, sama seperti sebelumnya, berdasarkan Pasal 35 UU Perkawinan, maka
tanah warisan tersebut dapat dianggap sebagai harta bawaan. Maka dari itu
setelah diwariskan, tanah tersebut hanya akan menjadi milik Sopiyanah secara
pribadi dan bukan termasuk dalam harta bersama dalam perkawinannya.
c. Tidak, karena keseluruhan tanah sawah tersebut baik yang di Indramayu
ataupun di Sumba adalah harta bawaan milik Sopiyanah pribadi dan tidak
termasuk harta bersama. Akibatnya, apabila terjadi perceraian antara Sopiyanah
dengan Jackie Cheung, maka tanah-tanah tersebut akan tetap menjadi milik
Sopiyanah dan tidak harus dibagi kepada suami istri sebagaimana Pasal 37 UU
Perkawinan.
d. Apabila Sopiyanah menjadi WNA, maka berlaku ketentuan Pasal 21 ayat 3
UUPA. Pasal ini menyebutkan apabila terdapat WNA yang memperoleh hak
milik atas tanah melalui warisan tanpa wasiat atau percampuran harta dalam
perkawinan, maka WNA tersebut diberikan waktu 1 tahun untuk
melepaskan haknya ataupun melepaskan kewarganegaraan asingnya.
Apabila tidak dilepaskan dalam 1 tahun tersebut, maka negara berhak untuk
mengambil alih tanah tersebut.
6. Nomor 6:
a. Hak Guna Bangunan, karena PT. Griya Jaya Bangun hendak untuk melakukan
pembangunan rumah sederhana di atas tanah tersebut. Dari segi legal capacity,
PT. Griya Jaya Bangun sebagai sebuah badan hukum Indonesia juga berwenang
untuk memiliki HGB. Untuk itu sesuai dengan Pasal 35 UUPA, jangka waktu
Jonathan Mario Antonio
Hukum Agraria Reguler C/NPM 2006473402
kepemilikan HGB adalah selama 30 tahun, dan dapat diperpanjang selama 20
tahun, dan kemudian dapat diperbaharui kembali haknya.
b. Selama terdapat persetujuan antara kedua belah pihak, maka HGB atas tanah
tersebut dapat untuk diperjualbelikan. Ketentuan ini diatur dalam Pasal 35
ayat 3 UUPA yang menyebut bahwa HGB dapat beralih dan dialihkan kepada
pihak lain termasuk di dalamnya melalui transaksi jual beli.
c. Tidak, karena tanah milik Pak Hardi tersebut berstatus Hak Milik. Berdasarkan
Pasal 21 ayat 1 UUPA, Hak Milik hanya berhak dimiliki oleh WNI secara
pribadi dan bukan badan hukum.
d. Apabila jual beli tersebut terlanjut terjadi, jual beli menjadi batal demi hukum
dan kemudian tanahnya akan jatuh kepada negara. Hal ini diatur dalam Pasal 26
ayat 2 UUPA.
e. Ya, PT. Griya Jaya Bangun sebagai suatu badan hukum Indonesia dapat
melakukan jual beli Hak Pakai karena sesuai ketentuan Pasal 42 UUPA, Hak
Pakai diperuntukkan bagi WNI, WNA di Indonesia, badan hukum Indonesia,
dan badan hukum asing yang berkedudukan di Indonesia. Namun, terdapat
ketentuan tambahan yang harus diperhatikan mengingat tanah ini adalah milik
instansi pemerintahan yang berarti adalah tanah yang dikuasai langsung oleh
negara. Untuk itu berlaku pula ketentuan Pasal 43 ayat 1 UUPA, dimana
pengalihan Hak Pakai atas tanah dapat dilakukan apabila terdapat izin dari
pejabat yang berwenang terlebih dahulu.
f. Tidak, karena pada Pasal 28 ayat 1 UUPA, disebutkan bahwa HGU adalah hak
untuk mengusahakan tanah hanya dalam 3 bidang yaitu pertanian, peternakan,
dan perikanan. Dalam kasus ini, PT. Griya Jaya Bangun merupakan suatu
perusahaan developer dimana bisnisnya bergerak pada bidang properti dan
mereka pun hendak membangun perumahan. Oleh karena itu, karena tidak
sesuai dengan maksud dan tujuan HGU pada Pasal 28 ayat 1 tersebut, PT. Griya
Jaya Bangun tidak berhak membangun perumahan di atas tanah tersebut.

Anda mungkin juga menyukai