PAREPARE
2002
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas Berkat, Rahmat dan
Karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas pembuatan makalah ini guna melengkapi
tugas yang dibebankan oleh dosen, yaitu Dosen Pembimbing Hukum Agraria di Sekolah Tinggi
Ilmu Hukum (STIH) Amsir Parepare. Di samping itu, saya juga mengucapkan terimakasih
kepada semua pihak yang telah membantu kami dalam menyelesaian makalah ini.
Tujuan pembuatan makalah ini adalah untuk menyelesaikan tugas Hukum Agraria. Di
samping itu juga dapat bermanfaat untuk para pembaca guna mendapatkan wawasan dan
Dari hati yang terdalam kami mengucapkan permintaan maaf atas kekurangan makalah
ini, karena kami tahu makalah yang kami buat ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena
itu, kami berharap kritikan, saran, dan masukan yang membangun dari pembaca guna
penyempurnaannya ke depan.
Akhir kata kami ucapkan terimakasih dan semoga makalah ini bermanfaat sesuai dengan
fungsinya. Amin.
Penulis
Judul
Kata Pengantar.....................................................................................................................i
Daftar Isi..............................................................................................................................ii
Bab. I. Pendahuluan
B. Rumusan Masalah..............................................................................................1
A. Kesimpulan .......................................................................................................
B. Saran .................................................................................................................
Daftar Pustaka.............................................................................................................
A. Sejarah Hukum Agraria Sebelum Dan Sesudah UUPA
telah terdapat penguasaan dan pemilikan tanah yang diatur sesuai dengan ketentuan
hukum adat yang berlaku dalam masyarakat tersebut. Ketentuan yang mengatur
mengenai penguasaan atas tanah yang terdapat dalam masyarakat bercirikan “tidak
tertulis”.
hukum agraria yang dibawah dari belanda menggeser kedudukan dari hukum
agraria yang telah diakui dan ditaati oleh masyarakat adat tersebut. Oleh karena itu,
terdapat di Indonesia diatur oleh dua peraturan, yaitu peraturan adat tentang tanah
yang tunduk pada hukum adat dan peraturan tanah yang tunduk pada hukum
belanda, misalnya hak postal, hakerpacht,dan hak eigendom. Dengan adanya kedua
Selain kedua peraturan mengenai hukum tanah yang berada di Indonesia diatas,
atad tanah yang berlaku didalamnya, seperti grant Sultan. Dengan adanya tiga
peraturan mengenai hak-hak atas tanah tersebut, timbullah “pluralistik” hak atas
tanah yang terdapat di Indonesia. Menurut Boedi Harsono bahwa dengan adanya
hak-hak tanah adat, hak atas tanah ciptaan Pemerintah Swapraja, hak atas tanah
ciptaan Pemerintah Belanda, bisa kita sebut tanah hak Indonesia, yang cakupan
pengertian lebih luas dari tanah-tanah hak adat.(Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia,
Pembahasan mengenai sejarah penguasaan hak atas tanah Indonesia akan dimulai
dari tonggak sejarah pada tahun 1811 pada waktu Indonesia dipengaruhi oleh pikiran
Raffles dengan teori domeinnya. Namun untuk lebih lengkapnya akan diuraikan secara
Pada zaman ini, penguasaan hak atas tanah lebih diposisikan sebagai alat untuk
menarik pajak bumi demi kepentingan pemerintah jajahan Belanda. Dalam sejarah,
pengalaman di India tersebut, sehingga pada tahun 1811 Raffles membentuk penitia
atau pemerintah. Dengan pegangan ini, dibuatlah system penarikan pajak bumi
(yang dikenal dengan istilah Belanda Landrente). System ini mewajibkan setiap
petani membayar pajak sebesar 2/5 (dua perlima) dari hasil tanah garapannya. Teori
Raffles ini ternyata mempunyai politik agraria selama sebagian besar abad ke-19
(ibid., hlm. 6-7)
tanah pada zaman ini, ditandai dengan kembalinya Indonesia ke tangan pemerintah
jajahan Belanda yang kurang lebih 19 tahun berada ditangan Inggris. Pada tahun
1830 pemerintahan Belanda di Indonesia dipimpin oleh Gubernur Jendral Van den
yang lazim disebut system Tanam Paksa. Adapun tujuan yang ingin dicapai dari
diadakannya system tanam paksa ini adalah untuk menolong negeri belanda yang
Van dan Bosch dalam menjelaskan system tanam paksa ini, tetap mengacu
pada teori yang dilakukan oleh Raffles sebelumnya, yaitu tanah adalah milik
kepada desa meminjamkan kepada petani. Atas dasar ini, isi pokok Cultuurstelsel
adalah bahwa pemilik tanah tidak usah lagi membayar Landrente tanaman tertentu
yang dikehendaki oleh pemerintahan seperti nilai, kopi, tembakau, the, tebu dan
Eropa). Hasil politik tanam paksa ini ternyata demikian melimpahnya bagi
pemerintahan Belanda sehingga menimbulkan iri hati bagi kaum pemilik modal
pemerintahan jajahan Belanda atas tanah dan hasil dari perkebunannya sehingga
menimbulkan kecemburuan dari kaum pemilik modal dari aliran liberal yang ada
diparlemen. Wakil-wakil dalam parlemen mununtut agar bisa turut campur dalam
urusan tanah jajahan yang sampai saat itu hanya dipegang oleh raja dan mentri
Belanda tersebut selesai pada tahun 1854, yaitu dengan dikeluarkannya Regerings
Reglement (RR) 1845. Salah satu ayat pada Pasal 62 RR menyebutkan bahwa
ditetapkan dengan ordonasi. Tujuan utama gerakan kaum liberal di bidang agraia
itu adalah (1) agar pemerintah memberikan pengakuan terhadap penguasa tanah
oleh pribumi sebagai hak milik mutlak (eigendom), untuk memungkinkan penjualan
dan penyewaan. Sebab, tanah-tanah dibawa hak komunal ataupun kekuasaan adat
tidak dapat dijual atau disewakan keluar, dan (2) agar dengan asas domein itu
pemerintah memberikan kesempatan kepada pengusaha swasta untuk dapat
menyewa tanah jangka panjang dan murah (yaitu erpacht). (Ibid., hlm: 7-8)
Jatuhnya mentri jajahan Frans vande Putte, karena dianggap terlalu tergesa-
pemerintah lalu mengadakan suatu penelitian tentang hak-hak penduduk Jawa atas
tanah yang dilakukan di 808 desa diseluruh jawa. Laporan penelitian ini terbit
dalam tiga jilid pada tahun 1876, 1880, dan 1896, dengan judul Eindresume van het
Eindresume).
dibidang agraria yang dibuat oleh pemerintah jajahan, baik belanda maupun inggris
Tahun !960 memulai suatu proses yang panjang, yaitu dimulai panitia Yogya pada
tahun 1948; panitia Jakarta (1951), panitia Soewahjo (1956), rancangan Soenario
Kehadiran hukum tanah Belanda menggeser keberadaan hukum tanah adat yang telah
tanah yang terdapat di Belanda, yaitu Agrarische Wet. Agrarische Wet ini dibuat di
Belanda tahun 1870 dan diundangkan dalam S 1870-55 tahun 1870 sebagai
Tahun1845. Regering Reglement ini semula hanya terdiri atas 3 ayat, kemudian
sebagai berikut.
b) Dalam larangan diatas tidak termasuk tanah-tanah yang tidak luas, yang
kegiatan usaha.
desa.
b. Tujuan Agrarische Wet
swasta untuk dapat berkembang di Hindia Belanda. Bentuk hak yang diberikan oleh
merupakan hak keberadaan yang memberikan kewenangan yang paling luas kepada
pihak lain. Pemegang hak erpacht boleh menggunakan semua kewenangan yang
c. Agrarisce Besluit
lebih lanjut oleh beberapa peraturan dan keputusan, diantaranya adalah agrarische
tersebut dimuat sebuah pernyataan asas yang sangat penting bagi perkembangan
dan pelaksanaan Hukum Tanah Administratif Hindia Belanda. Asas tersebut dinilai
kurang menghargai, bahkan memerkosa hak-hak rakyat atas tanah yang bersumber
pada hukum adat. Dalam ketentuan asas tersebut dinyatakan bahwa: “… semua
tanah yang pihak lain tidak dapat membuktikan kebagai hak eigendomnya, adalah
domein (milik) Negara”. Ketentuan yang terdapat dalam asas tersebut lazim disebut
verklaring berfungsi:
a) Sebagai landasan hukum bagi pemerintah untuk memberikan tanah dengan hak-
hak berat yang diatur dalam KUH Perdata, seperti erpacht, hak opstal, dan lain-
penerima tanah;
Muhammad Hatta atas nama bangsa Indonesia sebagai tanda terbentuknya Negara
Kesatuan RI sebagai suatu bangsa yang merdeka. Dari segi Yuridis, Proklamasi
kemerdekaan merupakan saat tidak berlakunya hukum kolonial dan saat mulai
mengandung arti bahwa bangsa Indonesia terbebas dari penjajahan bangsa asing dan
RI memiliki dua arti penting bagi penyusunan Hukum Agraria nasional, yaitu
Kolonial, dan kedua, bangsa Indonesia sekaligus menyusun Hukum Agraria nasional.
Agraria kolonial dengan keadaan dan kebutuhan setelah Indonesia Merdeka, yaitu:
a) Menggunakan kebijakan dan Tafsiran baru
dengan memakai tafsir yang baru pula yang sesuai dengan jiwa Pancasila dan
Berdasarkan UU No.13 tahun 1948 yang mencabut Stb. 1918 No.20, dan
ditambah dengan UU No.5 tahun 1950, yang secara tegas dinyatakan bahwa
Partikelir, 24 januari 1958, hak-hak pemilik tanah partikelir atas tanahnya dan
hak-hak pertuanannya hapus dan tanah bekas tanah partikelir itu karena
Pasal 8a dan 8b serta pasal 15a dan 15b oleh Undang Undang Darurat
No.6 tahun 1951. Undang Undang Darurat ini kemudian ditetapkan menjadi
hak kebendaan.
f) Peraturan dan tindakan mengenai tanah-tanah perkebunan
Dalam UU No.78 tahun 1957 tentang perubahan canon dan cijn atas hak-
hak erfpacht dan konsesi guna perubahan perkebunan besar ditetapkan bahwa
kembali.
atau kuasanya diatur oleh Undang-Undang No.51 Prp Tahun 1960. Undang-
penggarapnya.
j) Peralihan tugas dan wewenang agraria
didaerah.
hukum agraria nasional, adalah faktor normal, faktor material, faktor ideal, faktor
agraria modern, dan faktor ideologi politik. Faktor-faktor tersebut dapat dijelaskan
sebagai berikut:
a) Faktor Formal
Republik Indonesia Serikat (KRIS) dan pasal 2 aturan Peralihan UUD 1945.
b) Faktor Material
ini dapat meliputi hukum, subjek maupun objeknya. Menurut hukumnya, yaitu
satu pihak yang berlaku Hukum Agraria Barat yang diatur dalam KUH Perdata
maupun Agrarische Wet, di pihak lain berlaku hukum agraria adat yang diatur
objeknya disatu pihak ada hak-hak atas tanah yang diperuntukkan bagi orang-
orang yang tunduk pada hukum barat, dipihak lain ada hak-hak atas tanah yang
c) Faktor Ideal
Dari faktor ideal (tujuan Negara) sudah tentu tujuan hukum agraria kolonial
tidak cocok dengan tujuan Negara Indonesia yang tercantum dalam alinea IV
Pembukaan UUD 1945 dan tujuan penguasaan bum, air, dan kekayaan alam yang
terkandung di dalamnya, seperti yang tercantum dalam Pasal 33 Ayat (3) UUD
1945
Lapangan Sosial
Lapangan Ekonomi
Masalnya adalah bagaimana penggunaan tanah itu harus diatur agar dapat
Lapangan Etika
Masalahya adalah bagaimana penggunaan tanah itu harus diatur agar
Negara lain sepanjang tidak bertentangan dengan pancasila UUD 1945. UUD
Panitia ini dibentuk dengan penetapan Presiden No. 16 Tahun 1948 tanggal
21 Mei 1948.
c) Panitia Soewahjo
d) Rancangan Soenarjo
e) Rancangan sadjarwo
UUD 1945. Berhubung rancangan Soenarjo yang telah diajukan kepada DPR
beberapa waktu yang lalu disusun berdasarkan UUDS 1950,maka dengan surat
UUPA merupakan pelaksanaan Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 sebagaimana yang
dinyatakan dalam pasal 2 ayat (1) UUPA,yaitu “Atas Dasar ketentuan dalam pasal 33
ayat (3) Undang-Undang Dasar dan hal-hal yang dimaksud dalam Pasal
itu pada tingkatan tertinggi yang dikuasai oleh Negara,sebagai organisasi kekuasaan
seluruh rakyat .” Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 merupakan landasan konstitusional
bagi pembentukan Politik dan Hukum Agraria Nasional,yang berisi perintah kepada
pembentukannya.
d) UUPA menempatkan jaminan kepastian Hukum melalui penyelenggaraan
a) Agrarische Wet Stb. 1870No. 55 sebagai yang termuat dalam pasal 51 IS Stb.1925
No.447.
khusus
c) Koninklijk Besluit (Keputusan Raja) tanggal 16 April 1872 No. 29 (Stb. 1872 No.
bagi Negara dan Rakyat,terutama rakyat tani dalam rangka masyarakat yang
Hukum pertahanan.
c) Meletakkan dasar-dasar untuk memberikan kepastian Hukum mengenai hak-hak
a) Asas Kenasionalan
e) Asas Hanya Warga Negara Indonesia Yang Mempunyai Hak Milik Atas Tanah.
g) Asas Tanah Pertanian Harus Dikerjakan atau Diusahakan Secara Aktif Oleh
Berbicara mengenai sifat dan ruang lingkup hukum agraria tidak dapat dilepsakandari
berbeda-beda dalam melihat sifat dan ruang lingkup pengaturan hukum agrarian.
Pada masa penjajahan Hindia Belanda politik hukum pertahanan pada jaman HB dengan
asas Domein dan Agrarische Wet ditujukan untuk kepentingan pemerintah jajahan dan kaula
Negara tertentu yang mendapat prioritas dan fasilitas dalam bidang penguasaan dan
penggunaan tanah sedangkan golongan bumi putra kurang mendapatkan perhatian dan
dengan orang,tampak adanya campur tangan pemerintah dalam masalah agrarian pada
mencapai sebesar-besarnya kemakmuran rakyat untuk menuju masyarakat adil dan makmur
berdasarkan pancasila dan UUD 45 (pasal 33 ayat 3,). Hukum agraria oleh pemerintah
dijadikan sebagai alat untuk menciptakan kemakmuran bagi seluruh Rakyat Indonesia
melalui kewenangan yang diberikan kepadanya untuk mengelolah sumber daya alam
nasional. Untuk itu maka pada tanggal 6 september 1960 diundangkanlah Undang-Undang
No.5 Tahun 1960 sebagai pelaksanaan ketentuan Pasal 33 ayat (3) UUD 1945.
Secara mendasar Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar pokok-
B) Hubungan hukum antara Negara sebagai organisasi kekuasaan seluruh rakyat Indonesia
a) Diterlantarkan
b) Dilepaskan
C) Hubungan antara orang baik sendiri-sendiri dan badan Hukum dengan Bumi,Air,Ruang
Yang dimaksud dengan hak atas tanah ialah: ”Hak yang memberikan wewenang untuk
mempergunakan permukaan bumi atau tanah yang bersangkutan demikian pula tubuh
bumi dan air serta ruang angkasa yang ada diatasnya,sekedar keperluan untuk keperluan
yang langsung berhubungan dengan penggunaan tanah itu, dalam batas-batas menurut