DIBUAT OLEH :
1
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI................................................................................................ i
i
BAB I
PEMBAHASAN
1
(menggunakan politik opportunity), maka Heren 17 (pejabat di Negeri Belanda yang
mengurus Negara-negara jajahan Belanda) mengeluarkan perintah kepada
Jenderal yang memimpin daerah jajahannya masing-masing untuk menerapkan
hukum Belanda di Negara jajahan (Indonesia) tepatnya yaitu pada tanggal 1 Maret
1621 yang baru dilaksanakan pada tahun 1625 yaitu pada pemerintahan De
Carventer yang sebelumnya mengadakan penelitian dulu dan akhirnya sampai
pada suatu kesimpulan bahwa di Indonesia masih ada hukum adat yang hidup.
Oleh karena itu, Carventer memberikan tambahan bahwa hukum itu disesuaikan
sehingga perlu 4 kodifikasi hukum adat yaitu: 1. Tahun 1750 Untuk keperluan
Lanrad (pengadilan) di Serang dengan kitab hukum “MOGHARRAR” yang
mengatur khusus pidana adat (menurut Van Vollenhoven kitab tersebut berasal dari
hukum adat). 2. Tahun 1759 Van Clost Wijck mengeluarkan kitab yaitu
“COMPEDIUM” (pegangan/ ikhtisar) yang terkenal dengan Compedium Van Clost
Wijck mengenai Undang-Undang Bumi Putera di lingkungan kerator Bone dan Goa.
3. COMPENDIUM FREIZER Tentang Peraturan Hukum Islam mengenai nikah,
talak, dan warisan. 4. HASSELAER Beliau berhasil mengumpulkan buku-buku
hukum untuk para hakim di Cirebon yang terkenal dengan PAPAKEM CIREBON.
Pencatatan hukum adat oleh orang luar negeri diantaranya: a. Robert Padtbrugge
(1679) Ia seorang gubernur Ternate yang mengeluarkan peraturan tentang adat
istiadat Minahasa. b. Francois Valetijn (1666-1727) Yang menerbitkan suatu
ensiklopedia tentang kesulitan-kesulitan hukum bagi masyarakat. Periodesasi
hukum adat pada masa penjajahan Belanda terbagi dalam: a. Jaman Daendels
(1808-1811) Beranggapan bahwa memang ada hukum yang hidup dalam
masyarakat adat tetapi derajatnya lebih rendah dari hukum eropa, jadi tidak akan
mempengaruhi apa-apa sehingga hukum eropa tidak akan mengalami perubahan
karenanya. b. Jaman Raffles (1811-1816) Pada zaman ini Gubernur Jenderal dari
Inggris membentuk komisi MACKENZIE atau suatu panitia yang tugasnya
mengkaji/meneliti peraturanperaturan yang ada di masyarakat, untuk mengadakan
perubahan-perubahan yang pasti dalam membentuk pemerintahan yang
dipimpinnya. Setelah terkumpul hasil penelitian komisi ini yaitu pada tanggal 11
Pebruari 1814 dibuat peraturan yaitu regulation for the more effectual
Administration of justice in the provincial court of Java yang isinya : 1. Residen
menjabat sekaligus sebagai Kepala Hakim 2. Susunan pengadilan terdiri dari : a.
Residen’s court b. Bupati’s court c. Division court 3. Ada juga Circuit of court atau
pengadilan keliling 4. Yang berlaku adalah native law dan unchain costum untuk
Bupati’s court dan untuk Residen (orang Inggris) memakai hukum Inggris. c. Zaman
Komisi Jenderal (1816-1819) Pada zaman ini tidak ada perubahan dalam
perkembangan hukum adat dan tidak merusak tatanan yang sudah ada. d. Zaman
Van der Capellen (1824) Pada zaman ini tidak ada perhatian hukum adat bahkan
merusak tatanan yang sudah ada. e. Zaman Du Bush Pada zaman ini sudah ada
2
sedikit perhatian pada hukum adat, yang utama dalam hukum adat ialah hukum
Indonesia asli. f. Zaman Van den Bosch Pada zaman ini dikatakan bahwa hukum
waris itu dilakukan menurut hukum Islam serta hak atas tanah adalah campuran
antara peraturan Bramein dan Islam. g. Zaman Chr. Baud. Pada zaman ini sudah
banyak perhatian pada hukum adat misalnya tentang melindungi hak-hak ulayat.
Pada tahun 1918 putera-putera Indonesia membuat disertasi mengenai hukum adat
di Balai Perguruan Tinggi di Belanda, antara lain: 1. Kusumaatmadja tahun 1922
yang menulis tentang wakaf 2. Soebroto tahun 1925 yang menulis tentang sawah
vervavding (gadai sawah) 3. Endabumi tahun 1925 yang menulis tentang Bataks
grondenrecht (hukum tanah suku Batak) 4. Soepomo tahun 1927 yang menulsi
tentang Vorstenlands grondenrecht (hak tanah di kerajaan-kerajaan). Adapun
penyelidikan tentang hukum adat di Indonesia dilakukan oleh: 1. Djojdioeno/
Tirtawinata yang menulis tentang Hukum Adat privat Jawa Tengah 2. Soepomo
yang menulis tentang Hukum Adat Jawa Barat 3. Hazairin yang membuat
disertasinya tentang “Redjang”.
Pasal Aturan Peralihan UUD ͳͻͶͷ, mengakui keberadaan hukum adat, yang yang
menyatakan Dzsegala badan negara dan peraturan yang masih berlaku selama
belum diadakan yang baru menurut Undang-Undang Dasardz. Dalam Konstitusi
Republik )ndonesia Serikat Konstitusi R)SȌ juga mengatur mengenai hukum adat
antara lain dalam Pasal ayat Ȍ tentang hakim adat dan hakim agama, Pasal ayat
tentang pengadilan adat, dan Pasal ayat Ȍ tentang aturan hukum adat yang
menjadi dasar hukuman. Dalam Pasal ayat Ȍ Undang-Undang Dasar Sementara
UUDS, juga terdapat penjelasan mengenai dasar berlakunya hukum adat. Pasal
tersebut menjelaskan bahwa, segala keputusan pengadilan harus berisi alasan-
alasannya dan dalam perkara hukuman menyebut aturan-aturan Undang-Undang
dan aturan-aturan hukum adat yang dijadikan dasar hukuman itu. Tap Majelis
Permusyawaratan Rakyat Sementara Nomor )/MPRS/, memberikan pengakuan
badi hukum adat, yaitu: a. Asas pembinaan hukum nasional supaya sesuai dengan
(aluan Negara dan berlandaskan hukum adat. b. Dalam usaha homogenitas di
bidang hukum supaya diperhatikan kenyataan yang hidup dalam masyarakat. c.
Dalam penyempurnaan Undang-Undang (ukum Perkawinan dan waris, supaya
diperhatikan faktorfaktor agama, adat, dll. Kemudian juga, dalam penyusunan
Undang-undang Nomor ͷ Tahun ͳͻͲ tentang Undang-undang Pokok Agraria
ȋUUPAȌ, juga berdasarkan pada azas hukum adat. Undangundang tersebut juga
mengakui keberadaan hukum adat, seperti pengakuan terhadap keberadaan hak
ulayat. Pasal ͷ UUPA menyatakan: Dz(ukum agraria yang berlaku atas bumi, air
dan ruang angkasa ialah hukum adat, sepanjang tidak bertentangan dengan
3
kepentingan nasional dan Negara, yang berdasarkan atas persatuan bangsa,
dengan sosialisme )ndonesia serta dengan peraturan-peraturan yang tercantum
dalam Undangundang ini dan dengan peraturan perundangan lainnya, segala
sesuatu dengan mengindahkan unsur-unsur yang bersandar pada hukum
agamadz. Pasal ͵ Undang-Undang Nomor ͳͻ Tahun ͳͻͶ tentang Ketentuan-
Ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman memberikan pengakuan bahwa, Dz(ukum
yang dipakai oleh kekuasaan kehakiman adalah hukum yang berdasarkan
Pancasila, yakni yang sidatnya berakar pada kepribadian bangsadz. Seterusnya,
dalam Pasal ayat ȋʹȌ yang menjelaskan bahwa berlakunya hukum tertulis dan
hukum tidak tertulis. Peraturan perundang-undangan tersebut dengan nyata
menyebutkan keberadaan dalam keberlakuan hukum adat dalam masyarakat
)ndonesia. Setelah amandemen ke-dua Undang-Undang Dasar UUD , Pasal ͳͺB
ayat ȋʹȌ menjadi dasar pengakuan hukum adat dalam konstitusi Negara )ndonesia,
yaitu: DzNegara mengakui dan menghormati kesatuankesatuan masyarakat hukum
adat berserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan
perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik )ndonesia, yang
diatur dalam undang-undangdz.
"Negara sudah mengakui dan menghormati kesatuan masyarakat adat beserta hak
tradisional sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat.
Pada prinsipnya UUD telah menjamin," kata Akil Mochtar, di Palangka "Negara
sudah mengakui dan menghormati kesatuan masyarakat adat beserta hak
tradisional sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat.
Pada prinsipnya UUD telah menjamin," kata Akil Mochtar, di Palangka Raya, Sabtu
(28/5).
Menurut dia, selain mendapat jaminan UUD, masyarakat adat juga mendapat
perubahan keempat dari UUD 1945 yang juga memberikan jaminan konstitusional
terhadap kebudayaan Indonesia, termuat dalam Pasal 32 UUD 1945.
4
"Dengan demikian masyarakat hukum adat memiliki basis konstitusional untuk
mempertahankan hak-haknya sebagai dimuat dalam pasal-pasal tersebut.
Walaupun beberapa kalangan justru melihatnya sebagai pembatasan hak
masyarakat adat," kata dia lagi.
Menurut Akil, untuk melindungi hak masyarakat adat ditempuh dengan sistem
ketatanegaraan di Indonesia, melalui pengujian perundang-undangan terhadap
UUD 1945 untuk membuktikan penguatan di lapangan.
"Bila ditinjau dari perspektif perjalanan sejarah perkembangan hak asasi manusia,
baik di level internasional maupun nasional, pengakuan dan penghormatan
terhadap masyarakat hukum adat semakin menguat," katanya menegaskan.
Kemudian, sambung dia, secara formal mulai dari tingkat konversi internasional
konstitusi, undang-Undang hingga peraturan daerah (Perda) sampai sekarang
persatuan masyarakat adat semakin kuat dan dihormati.