DIKTAT
Oleh;
BAHORI,SH.MH.
Dosen Tetap
1
Hukum pidana pada periode ini banyak dipengaruhi oleh
agama dan kepercayaan masyarakat. Agama mempunyai
peranan dalam pembentukan hukum pidana di masa itu.
Pidana potong tangan yang merupakan penyerapan dari
konsep pidana Islam serta konsep pembuktian yang harus
lebih dari tiga orang menjadi bukti bahwa ajaran agama Islam
mempengaruhi prakti hukum pidana tradisional
pada masaitu.
2
Di samping hukum pidana adat mengalami persentuhan
dengan agama yangdipeluk oleh mayoritas penduduk,
karakteristik lainnya adalah bahwa pada umumnya hukum
pidana adat tidak berwujud dalam sebuah peraturan yang
tertulis. Aturan-aturan mengenai hukum pidana ini dijaga
secara turun-memurun melalui cerita, perbincangan, dan
kadang-kadang pelaksanaan hukum pidana di wilayah yang
bersangkutan Namun, di beberapa wilayah adat di Nusantara,
hukum adat yang terjaga ini telah diwujudkan dalam bentuk
tulisan, sehingga dapat dibaca oleh khalayak umum. Sebagai
contoh dikenal adanya Kitab Kuntara Raja Niti yang berisi
hukum adat Lampung, Simbur Tjahaja yang berisi hukum
pidana adat Sumatera Selatan, dan Kitab Adigama yang berisi
hukum pidana adat Bali.
3
Agar tidak terjadi kesenjangan peraturan, maka
dikeluarkan proklamasi 19 Agustus 1816, Stbl. 1816 Nomor 5
yang mengatakan bahwa untuk sementara waktu semua
peraturan-peraturan bekas pemerintah Inggris tetap
dipertahankan. Pada umumnya masih berlaku Statuta Betawi,
dan untuk orang pribumi hukum adat pidana masih diakui
asal tidak bertentangan dengan asas-asas hukum yang diakui
dan perintah-perintah, begitu pula undang-undang dari
pemerintah.
4
berlaku di Indonesia terdiri hanya atas 2 buku, sedangkan
Code Penal terdiri atas 4 buku.
5
Belanda terus berusaha mengadakan perubahan-perubahan,
juga mengusahakan KUHP nasional, tetapi tidak berhasil,
kecuali perubahan-perubahan sebagian-sebagian. Pidana
sistem sel yang brlaku dengan undang-undang 28 Juni 1851
Stbl 68 diperluas dengan undang-undang 29 Juni 1854 Stbl
102, pidana badan dihapus, jumlah pidana mati
dikurangi,sejumlahkejahatan dijadikan kejahatan ringan (wan
bedrijf), pidana terhadap percobaan
Dengan KB tanggal 28 September 1870 dibentuklah Panitia
Negara yang menyelesaikan rancangan pada tahun 1875.
Pada tahun 1879 Menetri Smidtmengirim rancangan tersebut
ke Tweede Kamer. Diperdebatkan didalam diperingan
dibanding dengan delik selesai.Kemudian, 17 September 1870
Stbl 162 pidana mati dihapus.
7
dari pada materiel. Ide unifikasi bukan hal yang baru.
Statuta Betawi 1642 dan ketentuan pidana interimair 1848
berlaku untuk semua golongan penduduk. Sebenarnya kedua
WvS 1866 dan 1872 tersebut juga hampir sama, yang kedua
merupakan salinan dari yang pertama kecuali sistem
pidananya. Tetapi perbedaan antara kedua golongan
penduduk, yaitu golongan Eropa dan Bumiputera-Timur Asing
mewarnai juga perumusan-perumusan delik di dalam WvS
tersebut, misalnya pasal 284 (mukah = overspel) bagi laki-laki
hanya belaku bagi golongan Eropa (yang tinduk pada Pasal 27
BW).
9
D. Masa Kemerdekaan-sekarang
1. Tahun 1945-1949
10
bahwa proklamasi adalah awal pendobrakan sistem tata
hukum kolonial menjadi sistem tata hukum nasional
bukanlah hal yang mudah dan secara cepat dapat
diwujudkan. Ini berarti bahwa membentuk sistem
tata hukum nasional perlu pembicaraan yang lebih matang
dan membutuhkan waktu yang lebih lama dari pada
sekedar memproklamasikan diri sebagai bangsa yang
merdeka. Oleh karena itu, untuk mengisi kekosongan
hukum (rechts vacuum) karena hukum nasional belum
dapat diwujudkan, maka UUD 1945 mengamanatkan dalam
Pasal II Aturan Peralihan agar segala badan negara dan
peraturan yang ada masih langsung berlaku, selama belum
diadakan yang baru menurut Undang Undang Dasar ini.
Ketentuan ini menjelaskan bahwa hukum yang dikehendaki
untuk mengatur penyelenggaraan negara adalah peraturan
-peraturan yang telah ada dan berlaku sejak masa
Indonesia belum merdeka.Sambil menunggu adanya tata
hukum nasional yang baru, segala peraturan hukum yang
telah diterapkan di Indonesia sebelum kemerdekaan
diberlakukan sementara.
2. Tahun 1950-1959
14
ketentuan Republik Indonesia sendiri, selama dan sekedar
peraturan peraturan dan ketentuan-ketentuan itu tidak
dicabut, ditambah ataudiubah oleh undang-undang dan
ketentuan-ketentuan tata usaha atas kuasa Undang
Undang Dasar ini. Dengan adanya ketentuan Pasal 142 UUD
Sementara ini maka hukum pidana yang berlaku pun masih
tetap sama dengan masa-masa sebelumnya, yaitu Wetboek
van Strafrecht (Kitab Undang-undang Hukum Pidana).
Namun demikian, permasalahan dualisme KUHP yang
muncul pada tahun 1945 sampai akhir masa berlakunya
UUD Sementara ini diselesaikan dengan dikeluarkannya UU
Nomor 73Tahun 1958 tentang Menyatakan Berlakunya UU
Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana
untuk Seluruh Wilayah Republik Indonesia dan Mengubah
Undang-undang Hukum Pidana.
17