Anda di halaman 1dari 7

Muhammad al aziz alauddin

18.311.038

SEJARAH PERKEMBANGAN HUKUM PIDANA DI INDONESIA

Keterkaitan Antara Kode Penal di Prancis dengan Hukum Pidana di Indonesia

Code Penal prancis merupakan turunan dari KUHP karena Belanda pernah di jajah
oleh Prancis sejak tahun 1811 sampai tahun 1813 ketika raja prancisnya adalah Napoleon
Bonaparte. Code Penal tetap di berlakukan di belanda meskipun penjajahan di Perancis
sudah berakhir sejak tahun 1813 dikarnakan ditetapkan dalam Koninkrijk Besluit yang
menentukan bahwa sementara  code pelan di perancis masih tetap berlaku tanpa ada
perubahan-perubahan.kitab undang-undang hukum pidana nasional juga telah di usahakan
dibentuk oleh belanda, namun masih tetap mengalami kegagalan. Tatun 1870 Belanda
membentuk suatu panitia untuk merancang KUHP yang bersipat Nasional.
Tahun 1875 panitia berhasil membentuk dan menyelesaikan rancangan KUHP
Belanda yang akan menggantikan Code Penal dan menyerahkannya kepada yang akan
menggantikan Code Penal dan kemudian mengajukan rancangan KUHP tersebut
kepada Tweede Kamer pada tahun 1879 dan baru di setujui pada tanggal 3 maret 1881 setelah
di adakannya perubahan seperti itu Belanda berhasil membentuk KUHP nasional yang
kemudian akan menggantikan Code Penal dan di nyatakan berlaku sejak awal 1886 dengan
nama Wetboek van Strafrecht. Kemudian code penal di prancis di gunakan sebagai kitab
Undang-Undang Hukum pidana di belanda selama 75 Tahun.
               KUHP yang kita gunakan saat ini adalah turunan dari code penal perancis yang di mana
dulu perancis pernah menjajah belanda kemudian bangsa Indonesia dijajah oleh belanda.
Sampai saat ini KUHP Indonesia masih memakai KUHP turunan dari prancis dan belanda.
Indonesia menggunakan hukum pidana perancis karena pada zaman penjajah dulu belum
banyak pakar hukum seperti sekarang ini. dalam benak kitapasti ada  pertanyaan, apakah
sesuai kode penal perancis yang dipakai oleh Indonesia sampai sekarang dengankeadaan
Indonesia sekarang? Faktanya sampai sekarang KUHP yang kita gunakan yang berasal dari
code penal perancis masih kita gunakan. Kalau tidak sesuai tidak kan digunakan sampai
sekarang. Walaupun ada beberapa pasal yang diubah tetapi itu tidak jauh menyimpang dari
code penal di perancis. Contoh pada zaman dahulu seorang pidana diberikan hukuman
penjara selama lima tahun dan denda sebesar  Rp .900.  Jika  tidak dilakukan revisi maka
tidak sesuai hukuman yang diberikan kepada pelaku tindak pidana kalau dilhat dari nominal
denda yang diberikan. Di Indonesia ada 2 hukum yaitu hukum adat dan hukum nasional.
Hukum adat itu sah digunakan apabila tidak ada termuat didalam kitab undang- undang
hukum pidana (KUHP) dan tidak menyimpang dari  KUHP itu sendiri. Karena dimana ada
masyarakat disana ada hukum (ubi soceretas ibi ius) contoh  orang kawin sasak di larikan
walaupun sudah dilarikan tetapi dia itu tidak melakukan hubungan karna ada ketentuan
hukum yang mengaturnya. Itulah beberapa pertanyaann  yang kami ajukan ketika melakukan
wawancara  di pengadilan negeri dan kejaksaan tinggi

Sejarah perkembangan hukum pidana di Indonesia:

1)   Zaman VOC

Dari peta konsep di  atas dapat dijelaskan bahwaa Sejarah Hukum Pidana pada zaman VOC
adalah Menurut Uterecth , hukum yang berlaku di daerah yang dikuasai oleh VOC ialah:

1.      Hukum statute yang yang termuat  di dalam Statuten van Batavia


2.      Hukum belanda kuno
3.      Asas- asas hukum romawi
Hubungan hukum belanda yang kuno dengan statute itu ialah sebagai pelengkap, jika statute
tidak dapat menyelesaikan masalah, maka hukum belanda kuno yang diterapkan, sedangkan
hukum romawi berlaku untuk mengatur kedudukan hukum budak. Akan tetapi itu hanya teori
saja , dalam kenyataannya orang pribumi tetap tunduk kepada hukum adatnya.  Di daerah lain
tetap berlaku hukum adat pidana. VOC hanya campur tangan pada persoalan pidana yang
berkaitan dengan perdagangan.
ri dan kejaksaan  tinggi

2)   Zaman Hindia Belanda


Sebagai diketahui dari tahun 1811 sampai tahun 1814 Indonesia pernah jatuh dari tangan
Belanda ke tangan Inggris. Berdasarkan Konvensi London 13 Agustus 1814, maka bekas
koloni Belanda dikembalikan kepada Belanda. Pemerintahan Inggris diserahterimakan
kepada Komisaris Jenderal yang dikirim dari Belanda.
   Dengan Reegerings Reglement 1815 dengan tambahan  (Supletoire Instructie 23
September 1815) maka hukum dasar pemerintah colonial tercipta.
Agar tidak terjadi kesenjangan peraturan, maka dikeluarkan proklamasi 19 Agustus
1816, Stbl. 1816 Nomor 5 yang mengatakan bahwa untuk sementara waktu semua peraturan-
peraturan bekas pemerintah Inggris tetap dipertahankan. Pada umumnya masih berlaku
Statuta Betawi yang baru, dan untuk orang pribumi hukum adat pidana masih diakui asal
tidak bertentangan dengan asas-asas hukum yang diakui dan perintah-perintah, begitu pula
undang-undang dari pemerintah.
Kepada Bangsa Indonesia diterapkan pidana berupa kerja paksa di perkebunan yang
didasarkan pada Stbl. 1828 Nomor 16. Mereka dibagi atas dua golongan, yaitu :
a.       Yang dipidana kerja rantai.
b.       Yang dipidana kerja paksa.
Yang terdiri atas yang diberi upah dan yang tidak diberi upah. Dalam prakteknya,
pidana kerja paksa dikenakan dengan tiga cara :
a.    Kerja paksa dengan dirantai dan pembuangan;
b.   Kerja paksa dengan dirantai tetapi tidak dibuang;
c.    Kerja paksa tanpa dirantai tetapi dibuang.
Dengan sendirinya semua peraturan terdahulu tidak berlaku lagi. KUHP yang berlaku
bagi golongan Eropa tersebut adalah salinan dari Code Penal yang berlaku di Negeri Belanda
tapi berbeda dari sumbernya tersebut, yang berlaku di Indonesia terdiri hanya atas 2 buku,
sedangkan Code Penal terdiri atas 4 buku.

KUHP yang berlaku bagi golongan Bumiputra juga saduran dari KUHP yang brlaku bagi
golongan Eropa, tetapi diberi sanksi yang lebih berat sampai pada KUHP 1918 pun,
pidananya lebih berat daripada KUHP Belanda 1886. Oleh karena itu, perlu pula ditinjau
secara sekilas lintas perkembangan kodifikasi di Negeri Belanda.
Pertama kali ada kodifikasi di bidang hukum pidana terjadi dengan adanyaCrimineel
Wetboek voor het Koninglijk Holland 1809.
Kitab undang-undang 1809 memuat ciri modern di dalamnya menurut Vos, yaitu :

1.      Pemberian kebebasan yang besar kepada hakim di dalam     pemberian  pidana;


2.      Ketentuan-ketentuan khusus untuk penjahat remaja;
3.      Penghapusan perampasan umum.
Tetapi kodifikasi ini umumnya singkat, karena masuknya Perancis dengan Code
Penalnya Negeri Belanda pada tahun 1811.
Sistem pidana di dalam Code Penal lain sekali jika dibanding dengan kodefikasi 1809.
Diperkanalkan lagi perampasan umum. Dengan Gouf, Besluit 11 Desember 1813 diadakan
beberapa perubahan misalnya tentang perampsan umum, tapi diperkenalkan
lagi geseling,  dan pelaksanaan pidana mati dengan cara Prancisguillotine dig anti dengan
penggantungan menurut sistem Belanda kuno.
Belanda terus berusaha mengadakan perubahan-perubahan, juga mengusahakan KUHP
nasional, tetapi tidak berhasil, kecuali perubahan-perubahan sebagian-sebagian. Pidana
sistem sel yang brlaku dengan undang-undang 28 Juni 1851 Stbl 68 diperluas dengan
undang-undang 29 Juni 1854 Stbl 102, pidana badan dihapus, jumlah pidana mati dikurangi,
sejumlah kejahatan dijadikan kejahatan ringan      ( wanbedrijf ), pidana terhadap percobaan
diperingan dibanding dengan delik selesai. Kemudian, 17 September 1870 Stbl 162 pidana
mati dihapus.
Dengan KB tanggal 28 September 1870 dibentuklah Panitia Negara yang
menyelesaikan rancangan pada tahun 1875. Pada tahun 1879 Menetri Smidt mengirim
rancangan tersebut ke Tweede Kamer. Diperdebatkan didalam Staten Generaal dengan
Menteri Modderman yang sebelumnya adalah anggota Panitia Negara itu. Dan pada tanggal 3
Maret 1881 lahirlah KUHP Belanda yang baru,yang mulai berlaku pada tanggal 1 September
1886.
Jarak antara disahkan dan berlakunya KUHP Belanda selama 5 tahun karena dengan
sistem pidana sel perlu dibangun sel-sel dan gedung-gedung baru, di samping perlu
diciptakan undang-undang baru seperti undang-undang kepenjaraan dan lain-lain.
Setelah berlakunya KUHP baru di Negeri Belanda pada tahun 1886 dipikirkanlah oleh
Pemerintah Belanda, bahwa KUHP di Hindia Belanda yaitu 1866 dan 1872 yang banyak
persamaannya dengan Code Penal Prancis, perlu diganti dan di sesuaikan dengan KUHP
baru Belanda tersebut.
Berdasarkan asas konkordansi ( concordantie ) menurut pasal 75  Regerings
Reglement, dan 131 Indische Staatsregeling, maka KUHP di Negeri Belanda harus di
berlakukan pula didaerah jajahan seperti di Hindia Belanda dengan penyesuaian pada situasi
dan kondisi setempat.
Semula direncanakan tetap adanya dua KUHP, masing-masing untuk golongan Eropa
dan golongan Bumiputera yang baru. Dengan Koninklijk Besluittanggal 12 April 1898
dibentuklah Rancangan KUHP untuk golongan Eropa.
Setelah selesai kedua rancangan tersebut, menteri jajahan Belanda Mr Idenburg
berpendapat bahwa sebaiknya ada 1 KUHP di Hindia – Belanda, jadi berupa unifikasi. Sesuai
dengan ide Menteri Edinburg tersebut maka dibentuklah komisi yang menyelesaikan
tugasnya pada tahun 1913. Dengan K.B tanggal 15 Oktober 1915 dan diundangkan pada
September 1915 Nomor 732 lahirlahWesboek van strafrecht voor Nederlandsch
Indie yang baru untuk seluruhgolongan penduduk.  Dengan Invoeringsverordening berlakula
h pada tanggal 1 Januari WvSI tersebut.
Peralihan dari masa dualisme, yaitu 2 macam WvS untuk 2 golongan penduduk menurrut
Jonkers lebih brsifat formel daripada materiel. Ide unifikasi bukan hal yang baru. Statuta
Betawi 1642 dan ketentuan pidana interimair 1848 berlaku untuk semua golongan penduduk.
Sebenarnya kedua WvS 1866 dan 1872 tersebut juga hampir sama, yang kedua merupakan
salinan dari yang pertama kecuali sistem pidananya. Tetapi perbedaan antara kedua golongan
penduduk, yaitu golongan Eropa dan Bumiputera – Timur Asing mewarnai juga perumusan-
perumusan delik di dalam WvS tersebut, misalnya pasal 284 (mukah = overspel) bagi laki-
laki hanya belaku bagi golongan Eropa (yang tinduk pada Pasal 27 BW).

3)   Zaman Pendudukan Jepang


Pada masa pendudukan Jepang pelaksanaan tata pemerintahan di Indonesia berpedoman
undang-undang yang disebut Gun Sirei, melalui Osamu Sirei.
Osamu Sirei itu mengatur segala hal yang diperlukan untuk melaksanakan pemerintahan,
melalui peraturan pelaksana yang disebut Osamu Kanrei. Peraturan Osamu Seirei berlaku
secara umum. Osamu Kanrei sebagai peraturan pelaksana, isinya juga mengatur hal-hal yang
diperlukan untuk menjaga keamanan dan ketertiban umum.
Dalam bidang hukum, pemerintah balatentara Jepang melalui Osamu Seirei Nomor 1 Tahun
1942 pada Pasal 3 menyebutkan, semua badan pemerintahan dan kekuasaannya, hukum dan
undang-undang dari pemerintahan yang dahulu tetap diakui sah buat sementara waktu asal
saja tidak bertentangan dengan peraturan pemerintah militer.
Berdasarkan Pasal 3 Osamu Seirei tersebut, jelaslah, bahwa hukum dan peraturan perundang-
undangan yang berlaku sebelum Balatentara Jepang datang ke Indonesia masih tetap berlaku.
Dengan demikian, Pasal 131 IS sebagai pasal politik hukum dan Pasal 163 IS yang mengatur
pembagian golongan penduduk masih tetap berlaku.
Untuk golongan Eropa, Timur Asing Cina, Timur asing bukan Cina dan Indonesia yang
secara sukarela tunduk kepada hukum perdata Eropa tetap berlaku baginya Burgerlijk
Wetboek (BW) dan Wetboek van Koophandel (WvK) serta aturan-aturan hukum perdata
Eropa yang tidak dikodifikasikan.
Adapun bagi golongan Bumiputera (Indonesia) dan Timur Asing bukan Cina yang tidak
tunduk secara sukarela kepada hukum perdata Eropa tetap berlaku aturan-aturan hukum
perdata adatnya. Selanjutnya, pemerintah Balatentara Jepang juga mengeluarkan Gun
Seirei nomor Istimewa 1942, Osamu Sirei Nomor 25 Tahun 1944, memuat aturan-aturan
pidana yang umum dan aturan-aturan pidana yang khusus, sebagai pelengkap peraturan yang
telah ada sebelumnya.
Gun Sirei Nomor 14 Tahun 1942 mengatur susunan lembaga peradilan yang terdiri atas :

1. Tihoo Hooin, berasal dari Landraad (Pengadilan Negeri)


2. Keizai Hooin, berasal dari landgerecht (Hakim Kepolisian)
3. Ken Hooin, berasan dari Regenschap Gerecht (Pengadilan Kabupaten)
4. Gun Hooin, berasal dari District Gerecht (Pengadilan Kewedanaan)
5. Kokyoo Kooto Hooin, berasal dari Hof voor Islami etische Zaken(Mahkamah Islam
Tinggi)
6. Sooyo Hooin, berasal dari Priesteraad (Rapat Agama)
7. Gunsei Kensatu Kyoko, terdiri atas Tihoo Kensatu Kyoko (Kejaksaan Pengadilan
Negeri), berasal dari Paket voor de Landraaden

Adapun wewenang Raad van Justitie dialihkan kepada Tihoo


Hooin dan Hoogerechtshof tidak disebut-sebut dalam undang-undang itu. Semua aturan
hukum dan proses peradilanya selama zaman penjajahan Jepang berlaku sampai Indonesia
merdeka.

4)   Zaman Kemerdekaan
Setelah indonesia merdeka dan berdaulat WvSI tetap berlaku berdasarkan Pasal 2
peralihan  dari Undang Undang Dasar 1945 yang menentukan bahwa
 “segala badan negara dan peraturan yang adamasih berlangsungselama belum diadakan yang
baru menurut undang undang dasar ini “ .
Untuk memperkuat aturan peralihan ,maka presiden mengeluarkan suatu peraturan pada
tanggal 10 Oktober 1945 yang disebut praturan No 2 yang berbunyi:
“untuk ketertiban masyakat berdasarkan atas aturan peralihan undang undag dasar negara
republik indonesia pasal II berhubungan dengan pasal IV , kami presiden menetapkan
peraturan sebagai berikut;”
Pasal 1
“segala badan badan negara dan peraturan peraturan yang ada sampai berdirinya Negara RI
pada tangal 17Agustus 1945 ,selama belum diadakanyang baru menurut UUD ,masih berlaku
asal saja tidak bertentangan dengan Undang Undang tersebut.”
Pasal 2
“peraturan ini mulai berlaku pada tanggal 17 Agustus 1945.
WvSI mengalami pelbagai perubahan dan penambahan yang disesuaikan dengan
keadaan Negara Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia dengan nama Wetboek van
Strafrecht voor Nederlandsch indie di ubah menjadi nama Wetboek van  Strafrecht  atau
Kitab undang undaghukup pidana (KUHP). Pembentukan UU No.1 Tahun 1946 didasarkan
pada dua tujuan penting.

1.        Hukum pidana yang diberlakukan pada masa pendudukan jepang mengandung  beberapa
kelemahan
a.       pada masa pendudukan jepang wilayah indonesia dalam tiga bagian antara lain: jawa dan
madura berada dibawah tentara  ke 16, sumatra berada dibawah tentara  25 dan daerah daerah
lain berada dibawah angkatan laut.
b.       Adany dua macam peraturan hukum pidana yang berbeda sistem dan asas asas umum yang
berlaku di wilayah sama dan untuk orang orang yang sama
c.       Hukum pidana jepang dianggap sebagai hukum yang memaksa para hakim untuk
menjatuhkan pidana yang tidak seimbang dengan keselahan seseorang.
2.    Mengadakan unifikasi hukum dilapangan hukum pidana ,unifikasi hukum pidana yang
menjadi tujuan dibentuknya UU No.1tahun 1946ternyata tidak bersifat mutlak,sebab WvSI
hanya berlaku untuk wilayah wilayah bekas Hindia belanda yang setelah kemerdekaan
wilayah tersebut menjadi wilayah negara kesatuan republik indonesi ( NKRI ). Sedangkan
untuk beberapa wilayah wilayah dari bekas hindia belanda yang pada saat kemerdekaan tidak
otomatis tidak menjadi bagian dari NKRI seperti sumatra timur , irian barat tidak dapat
berlaku WvSAI .pada tahu 1948 Belanda membuat secara khusus KUHP untuk wilayah
wilayah tersebut dengan nama      Wetboek van Strafrech Voor Indonesia yang berlaku atas
dasar Staat blads 1948 No.224.
   Sejak berlakunya UU No.1 Tahun 1946 pada daswarnya mengulang kembali
terjadinya dualisme hukum pidanaindonesia sebelum tahun 1918 ,yaitu dengan berlakunya
Wetboek van Strafrech Voor Europeanen 1886 yang diperuntukkan bagi orang Eropa dan het
Wetboek  van Strafrech Voor inlander en daarmade Gelijklestelden 1872 yang diperuntukkan
bagi orang orang indonesia dan orang Asing.
       Dualisme hukum pidana baru berakhir pada tanggal 29 september 1958 dengan di
undangkanya undang undang No.73 tahun1958 tentang berlakunya undang undang No.1
tahun 1946.undang undang No.73 tahun 1958 merupakan realisasi atas kesepakatan
Konfrensi Meja Bundar di Den Haag Belanda tahun 1948. Berdasarkan konfrensi tersebut
,seluruh wilayah indonesia bekas Hindia Belanda  dikembalikan ke negara kesatua republik
indonesia dan mengikuti KUHP secara resmi berlaku di NKRI ,yakni WvSI. Namun
ketentuan pasal XVII UU No.1 Tahun 1946 ,wilayah wilayah yang baru bergabung dalam
NKRI atas dasar KMB Den Haag tersebut .dalam konteks inilah ,maka lahir UU No.73
Tahun 1958yang sebagian subtansinya merevisi UU No.1 Tahun 1946 khususnya pasal
XVII. 
 
5)   Rancangan KUHP Baru

Hasrat untuk mengadakan kodifikasi KUHP nasional yang di susun oleh putera-putera
indonesia sendiri yang sumbernya digali dari bumi indonesia dengan memperhatikan
perkembangan dunia modern di bidang hukum pidana,sudah lama dicetuskan didalam
berbagai kesempatan termasuk seminar Hukum Nasional.
Usaha-usaha konkret menuju tercapainya hasrat tersebut antara lain dapat dikemukakan
usaha Basaruddin S.H.dan iskandar Situmorang,S.H.yang menyusun Rancangan Buku I
KUHP Pada tahun 1971 dan Buku II KUHP Pada Tahun 1976.
Kemudian,sejak tahun 1979 telah dibentuk Tim Pengkajian Hukum Pidana,yang
diberikan Tugas menyusun Rancangan KUHP baru oleh pemerintah (Menteri Kehakiman
dalam hal ini Badan Pembinaan Hukum Nasional).

Pada tahun itu disusunlah materi-materi yang diperlakukan untuk tujuan


tersebut. Tahun 1981-1982 konsep Rancangan Buku I telah diselesaikan dalam arti
kasar.Pada tahun 1982 itu diadakanlah Lokarya di BABINKUMNAS membahas rancangan
tersebut sesudah itu,terus-menerus tim berkumpul untuk memperhalus rumusan Rancangan
Buku I tersebut dan menyusun Rancangan Buku II sampai tahun 1985.pada Tahun 1985 itu
diadakanlah Lokarya lagi di tempat yang sama untuk membahas Buku II.
Pada tahun 1986 diadakan Lokarya khusus mengenai sangsi pidana ditempat yang
sama.dan terakhir Lokarya mengenai delik komputer dan delik terhadap penyelenggaraan
peradilan.
Menurut pendapat penulis,dapat dikatakan bahwa pada saat tulisan ini disusun (mei
1991),99%pekerjaan menyusun Rancangan Buku I KUHP telah selesa dan 80% pekerjaan
menyusun Buku II KUHP telah dicapai pula.
Perbedaan yang mencolok antara Rancangan dan KUHP (lama) ialah Rancangan
hanya terdiri atas dua buku,sedangkan KUHP (lama) yang sama dengan WvS Belanda terdiri
atas tiga buku.Dengan sendirinya perbedaan antara delik kejahatan dan delik pelanggaran di
dalam Rancangan telah ditiadakan. Jadi sama  dengan KUHP Jerman,Jepang,Korea,dan lain-
lain tetapi materi Buku II 95% sama dengan KUHP lama dan WvS Belanda.

Anda mungkin juga menyukai