Anda di halaman 1dari 15

Sejarah & Perkembangan Hukum

Pidana Indonesia
Sejarah Hkm Pdn Masa Kolonial
 De Bataviasche Statuten tahun 1642 dan Interimaire
Strafbepalingen tahun 1848 merupakan dua peraturan
pidana tertulis pertama yang diterapkan oleh Belanda
walaupun dalam bentuknya yang sederhana, yang
memuat aturan pidana yang berlaku bagi orang Eropa
 Belanda juga memberlakukan peraturan lain yang
bersandar pada Oud Hollands dan Reomeins Strafrecht
 Melalui Staatsblad 1886/No. 55 pemerintah Hindia
Belanda di Indonesia mulai memperkenalkan bentuk
dan sistem hukum pidana kodifikatif kepada bangsa
Indonesia, yakni dengan diberlakukannya Wetboek van
Strafrech voor Europeanen (W.v.S.E).
• W.v.S.E sendiri diperuntukkan bagi orang Eropa yang tinggal di
Indonesia. Sedangkan untuk golongan penduduk yang lain
seperti Timur Asing dan Pribumi, masih menggunakan hukum
pidana adat dari masing-masing golongan
• Tahun 1872 Belanda memberlakukan het Wetboek van
Strafrecht voor Inlanders en daarmede Gelijkgestelden
(W.v.S.N.I) yang termuat dalam Ordonantie tanggal 6 Mei
1872, dan diperuntukkan bagi orang-orang Indonesia dan orang-
orang Timur Asing serta berlaku tanggal 1 Januari 1873
• Pada waktu itu terdapat dua kitab undang-undang hukum pidana
yang diberlakukan, yaitu Wetboek van Strafrech voor
Europeanen yang diperuntukkan bagi orang Eropa dan het
Wetboek van Strafrecht voor Inlanders en daarmede
Gelijkgestelden yang diperuntukkan bagi orang-orang Indonesia
dan orang-orang Timur Asing.
• Berlakunya dua aturan tersebut menimbulkan dua konsekuensi.
Pertama, terjadinya dualisme hukum dalam hal berlakunya
KUHP di Indonesia sejak tahun 1872. Kedua, aturan hukum
pidana yang lama yaitu tahun 1642 dan tahun 1848 tidak berlaku
lagi. Demikian pula hukum pidana adat yang berlaku di daerah-
daerah yang dijajah dihapuskan dan semua orang-orang
Indonesia tunduk pada satu KUHP saja, kecuali daerah swapraja.
• Dualisme hukum tersebut baru berakhir pada tahun 1915, yaitu
saat pemerintah Kerajaan Belanda memberlakukan staatsblad
1915/No. 732 berdasarkan Surat Keputusan Ratu Belanda yang
diberi nama Koninklijk Besluit van Strafrecht voor Nederlandsch
Indie, dan karena beberapa penyempurnaan baru efektif tahun
1918.
• Sejak berlakunya W.v.S.N.I pada tahun 1918 di Indonesia telah
terjadi suatu unifikasi hukum pidana
• W.v.S.N.I sendiri merupakan turunan dari KUHP Belanda
yang dibuat tahun 1881, walaupun tidak sama persis.
Perubahan-perubahan dan penyesuaian-penyesuaian dilakukan
agar eksistensinya sesuai dan kontekstual dengan kondisi
Indonesia. Namun demikian, asas-asas dan landasan
filsafatnya tetap sama dengan KUHP Belanda.
• KUHP Belanda merupakan turunan dari Code Penal Perancis
karena Belanda pernah dijajah oleh Perancis mulai tahun 1811
sampai tahun 1813 ketika Napoleón Bonaparte menjadi raja
Perancis
• Tahun 1870 Belanda membentuk suatu panitia untuk
merancang KUHP yang bersifat Nasional dan baru berhasil
tahun 1875
• Menteri Kehakiman mengajukan rancangan KUHP tersebut
kepada Tweede Kamer tahun 1879 dan baru disetujui pada
tanggal 3 Maret 1881 setelah diadakan perubahan secukupnya.
 Saat Jepang menjajah Indonesia keberadaan
W.v.S.N.I yang berlaku secara efektif tahun 1918
tetap diberlakukan oleh pemerintah Jepang dengan
mengeluarkan Peraturan yang menetapkan bahw
S.1915 Nomor 732 atau W.v.S.N.I dinyatakan
tetap berlaku.
 Pasal 3 Undang-undang No. 1 Pemerintah Jepang
menyatakan bahwa semua undang-undang dan
peraturan-peraturan dari pemerintah Hindia
Belanda tetap berlaku, selama tidak bertentangan
dengan peraturan pemerintah Tentara Jepang. Oleh
Jepang W.v.S.N.I disebut dengan Too Indo Keihoo
Sejarah Hukum Pidana
Pasca Masa Kemerdekaan
 Setelah Indonesia menjadi negara yang merdeka dan berdaulat
W.v.S.N.I masih tetap berlaku berdasarkan Pasal II aturan Peralihan
dari Undang-undang Dasar 1945 yang menentukan bahwa “segala
badan negara dan peraturan yang ada masih berlangsung selama
belum diadakan yang baru menurut Undang-undang Dasar ini”.
 Pada tahun 1946 keberadaan W.v.S.N.I diperkuat dengan lahirnya
Undang-undang No. 1 tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana
yang secara eksplisit dimaksudkan untuk memberlakukan W.v.S.N.I
 Pasal 1 menyatakan, “dengan menyimpang seperlunya dari
peraturan Presiden Republik Indonesia tertanggal 10 Oktober 1945
No. 2 menetapkan, bahwa peraturan-peraturan hukum pidana yang
sekarang berlaku ialah peraturan-peraturan hukum pidana yang
ada pada tanggal 8 Maret”.
• Pasal V berisi ketentuan bahwa peraturan hukum
pidana yang seluruhnya atau sebagian sekarang tidak
dapat dijalankan atau bertentangan dengan kedudukan
Indonesia sebagai negara merdeka atau tidak
mempunyai arti lagi, harus dianggap tidak berlaku.
• Pasal VI mengubah secara resmi nama Wetboek van
Strafrecht voor Nederlands Indie dengan Wetboek van
Strafrecht saja atau yang biasa diterjemahkan dengan
Kitab Undang-undang Hukum Pidana.
Tujuan Pembentukan UU No 1/46
 Hukum pidana yang diberlakukan pada masa penjajahan Jepang
mengandung beberapa kelemahan. Pertama, pada masa penjajahan
Jepang wilayah Indonesia dibagi dalam tiga bagian yang masing-masing
ditempatkan di bawah pemerintah tersendiri. Jawa dan Madura berada di
bawah tentara Jepang ke-16, sedang Sumatera berada di bawah tentara
ke-25, dan daerah-daerah lain di bawah angkatan luat. Kedua, adanya
dua macam peraturan hukum pidana yang berbeda sistem dan asas-asas
umumnya yang berlaku di wilayah yang sama dan untuk orang-orang
yang sama
 Mengadakan unifikasi hukum di lapangan hukum pidana, karena setelah
negara Indonesia merdeka tanggal 17 Agustus 1945, pemerintah
Republik Indonesia mengalami kesulitan-kesulitan untuk menentukan
peraturan-peraturan manakah yang masih berlaku dan yang mana yang
sudah tidak berlaku lagi karena bertentangan dengan Undang-undang
Dasar, serta yang terpenting lagi adalah, mengingat saat itu telah terjadi
dualisme hukum di lapangan hukum pidana
 Unifikasi hukum pidana yang menjadi tujuan dibentuknya
UU No.1 tahun 1946 ternyata tidak bersifat mutlak. Sebab
pasal XVII memuat ketentuan yang menegaskan tentang
batas-batas teritorial berlakunya W.v.S.N.I, yang
berbunyi, “undang-undang ini mulai berlaku buat pulau
Jawa dan Madura pada hari diumumkannya dan buat
daerah lain pada hari yang akan ditetapkan oleh
Presiden”.
 Belanda sendiri pada tahun 1948 telah membuatkan secara
khusus suatu KUHP untuk wilayah Negara Indonesia
Timar, Sumatera Timur, Irian Barat tersebut dengan nama
Wetboek van Strafrecht voor Indonesia (W.v.S.I) yang
berlakunya atas dasar staatblads 1948 No.224
 Sejak berlakunya UU No.1 tahun 1946 pada dasarnya
mengulang kembali terjadi dualisme hukum pidana di
Indonesia seperti yang pernah terjadi sebelum tahun 1918,
yaitu dengan berlakunya Wetboek van Strafrech voor
Europeanen 1886 yang diperuntukkan bagi orang Eropa dan
het Wetboek van Strafrecht voor Inlanders en daarmede
Gelijkgestelden 1872 yang diperuntukkan bagi orang-orang
Indonesia dan orang-orang Timur Asing
 Dualisme hukum pidana tersebut baru berakhir pada tanggal
29 September 1958 dengan diundangkannya Undang-undang
Nomor 73 tahun 1958 tentang Pernyataan berlakunya
Undang-undang Nomor 1 tahun 1946 sebagai peraturan
hukum pidana untuk seluruh wilayah Republik Indonesia dan
Undang-undang tersebut sekaligus merubah Kitab Undang-
undang Hukum Pidana
 Undang-undang No. 73 tahun 1958 merupakan realisasi atas
kesepakatan Konferensi Meja Bundar di Den Haag Belanda
tahun 1948
Beberapa UU yang Merubah KUHP
• UU No. 1/46 ttg Peraturan Hukum Pidana (merubah
WvSNI menjadi KUHP, perubahan beberapa pasal dan
kriminalisasi delik pemalsuan dan kabar bohong);
• UU No. 20/46 ttg Hukuman Tutupan/Pidana Tutupan;
• UU No. 8/1951 ttg Penangguhan Pemberian Surat Izin
kepada Dokter dan Dokter Gigi (menambah kejahatan
praktik dokter);
• UU No. 73/58 ttg Menyatakan Berlakunya UU No. 1/46
untuk seluruh wilayah RI;
• UU No. 1/60 ttg Perubahan KUHP (memperberat ancaman
pidana pasal 359,360 dan memperingan ancaman pidana
pasal 188);
• UU No. 16 Prp/60 ttt Beberapa Perubahan
dalam KUHP;
• UU No. 18 Prp/60 ttg Perubahan Jumlah
Hukuman Denda (dilipatkan lima belas kali);
• UU No. 1/65 ttg Pencegahan Penyalahgunaan
dan atau Penodaan Agama;
• UU No. 7/74 ttg Penerbitan perjudian;
• UU No. 27/99 ttg Kejahatan terhadap
Keamanan Negara
Perkembangan Hukum Pidana di Luar
KUHP
• Mengakuai korporasi sebagai subjek delik
• Mengakuai asas retroaktif ( UU Terorisem dan UU
Pengadilan HAM);
• Mengakui berlakunya asas ekstrateritorial (UU
Terorisme);
• Memindahkan beberapa delik dalam KUHP ke dalam
UU pidana di luar KUHP dan memperberat ancaman
pidananya (UU Korupsi dan UU Terorisme);
• Mengatur delik-delik baru sebagai respon atas
perkembangan IT (UU Pencucian Uang, UU
Perdagangan Orang, UU Korupsi, dan UU Terorisme);
• Ancaman pidana minimum khusus;
• Perumusan pidana secara kumulatif dan
kumulatif/alternatif;
• Sistem pidana denda kalilipat khusus untuk korporasi;
• Menyamakan ancaman pidana bagi delik percobaan,
pembantuan dan permufakatan jahat dengan delik
selesai;
• Penyelesaian perkara di luar Pengadilan (diversi dalam
UU sistem peradilan pidana anak);
• Perluasan alat bukti petunjuk sebagai respon atas
perkembangan IT (UU Korupsi, UU pencucian uang,
UU terorisme, dll);
• Sistem pembalikan beban pembuktian (UU Korupsi)

Anda mungkin juga menyukai