Sejarah penerapan hukum pada masa kolonialisme suatu negara jajahan dipaksa
menganut negara penjajahnya. Untuk mengisi kekosongan hukum pada Negara jajahan
maka Negara penjajah akan menentukan aturan-aturan dan hukum yang berlaku di
masyarakat. Atas dasar itulah kemudian muncul apa yang dikenal dengan asas
konkordansi atau asas keselarasan. Asas konkordansi adalah penyelarasan sistem hukum
yang berlaku pada Negara jajahan dengan hukum yang berlaku pada Negara
penjajahnya. Hal tersebut berlaku terhadap hukum di Indonesia yang dijajah oleh
Belanda. Hukum di Indonesia memang bersumber dari Belanda namun perlu diketahui
bahwa Belanda tidak secara original meciptakan kodifikasi hukum-hukum tersebut, akan
tetapi mengadopsi sistem hukum dari perancis yang pernah menjajah Belanda. Sedang
hukum Perancis dipengaruhi oleh hukum romawi yang pernah menguasai Perancis.
Wetboek) yang disusun oleh panitia yang dipimpin oleh Mr. J.M. Kemper setelah Belanda
lepas dari kekuasaan Perancis pada tahun 1813. Burgelijk Wetboek disusun di Belanda
yang sebagian besar bersumber dari hukum perdata Perancis yaitu Code Napoleon 1811-
1838. Code Napoleon sendiri sebagian berisi Code Civil de Francais yang disusun
hukum romawi (Corpus Juris Civilis). Penyusunan kodifikasi hukum perdata Belanda
(Burgelijk Wetboek) selesai pada tanggal 5 Juli 1830 namun tidak langsung dimasukkan
pada staatblad atau belum secara resmi dipublikasikan dan diterapkan di Belanda sendiri.
Baru pada tanggal 1 Oktober 1838 Burgelijk Wetboek bersamaan dengan Wetboek van
Belanda
Pada tahun 1830 pemerintah Hindia Belanda mengangkat Mr. C.C. Hageman
usul-usul kepada pemerintah Belanda terkait hal tersebut. Namun tugas teresebut tidak
dapat dilakukan oleh Hageman sampai dengan dia pulang ke Belanda pada tahun 1836
dan posisinya sebagai presiden Mahkamah Agung digantikan oleh Scholten van Oud-
Haarlem.
van Oud-Haarlem dengan membentuk panitia beranggotakan Mr. A.A. van Vloten dan
Mr. P. Meyer namun tidak membuahkan hasil maksimal karena Scholten van Oud-
Haarlem jatuh sakit dan kembali ke Belanda sehingga panitia tersebut bubar.
penyesuaian peraturan dan hukum Hidia Belanda akan tetapi tidak bekerja di Indonesia
melainkan di Belanda. Surat tersebut diterima oleh pemerintah Belanda dan dibentuklah
panitia dengan Scholten van Oud-Haarlem sebagai ketua dan anggotanya adalah:
1. Mr. I. Schneither ( Mantan Sekretaris Pemerintah Hindia Belanda)
2. Mr. I.F.H. van Nes (mantan Hakim pada Mahkamah Agung Hindia Belanda)
dijalankan;
2. Mengemukanan usul-usul;
Panitia itu berhasil membuat rancangan peraturan tentang susunan badan peradilan di
Indonesia adalah asas konkordansi sempit yang artinya seluruh peraturan yang ada di
Hindia Belanda sama dengan peraturan di Belanda. Berdasarkan asas konkordansi inilah
pada 30 April 1847 kodifikasi KUH Perdata di Indonesia diumumkan dan dimuat dalam
Staatblad nomor 23, kemudian taggal 1 Mei 1848 hukum dari Belanda tersebut mulai
berlaku bagi seluruh penduduk di Hindia Belanda. Pada waktu itu penduduk Hindia
1. Eropa.
2. Timur Asing.
3. Bumi Putra.
Golongan penduduk bukan Eropa dapat menundukkan diri pada hukum Eropa baik secara
sukarela maupun diam-diam. Kodifikasi hukum ini terdiri dari Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata (KUH Perdata), Kitab Undang-undang Hukum Dagang (KUH Dagang),
dan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUH Pidana). Namun Hukum yang dimaksud
dipersamakan dengan mereka. Baru pada tanggal 1 Mei 1919 dengan Staatblad nomor
Dalam perjalanan penerapan Hukum perdata Belanda ini, bagi orang-orang selain
Eropa, baik golongan Timur Asing, golongan Tionghoa dan bukan Tionghoa mengalami
2. Pada tahun 1917 diadakan pembedaan orang Tionghoa dan Non Tionghoa
dengan alasan karena bagi Tionghoa Hukum Eropa yang berlaku saat itu dapat
diperluas;
Indonesia diberlakukan Staatblad 1917 Nomor 129, yaitu seluruh hak Privat
4. Bagi golongan Timur Asing (Arab, India dan lain-lain) pada tanggal 1 Maret
1925 berdasarkan Staatblad Tahun 1924 Nomor 556 pada pokoknya tunduk
pada hukum privat Eropa, kecuali hukum waris dan hukum kekeluargaan
5. Pada tahun 1926 di dalam Burgelijk Wetboek ada peraturan baru mengenai
golongan Indonesia dan Timur Asing, diberlakukan peraturan yang lama yaitu
Indonesia
pemerintah Belanda ke bangsa Indonesia dengan tempo yang sangat singkat. Dalam
waktu peralihan yang singkat tersebut tidak dimungkinkan bagi bangsa Indonesia untuk
melakukan penyusunan Kodifikasi hukum dengan cepat dan lengkap. Maka dari itu
Hukum Perdata yang diberlakukan di Indonesia didasarkan pada Pasal 2 Aturan Peralihan
UUD 1945, yang pada pokoknya menentukan bahwa segala peraturan dinyatakan masih
berlaku sebelum diadakan peraturan baru menurut UUD termasuk juga di dalamnya
Hukum Perdata Belanda yang berlaku di Indonesia. Hal ini untuk mencegah terjadinya
hendaknya tidak dilihat sebagai kelanjutan dari tata hukum Belanda, akan
3. Apabila hukum ini bertentangan, maka secara otomatis tidak berlaku lagi.
Sistematika atau isi Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang ada dan berlaku
di Indonesia, dibandingkan dengan Kitab Undang-Undang hukum Perdata yang ada dan
berlaku di negara lain tidaklah terlalu jauh berbeda. Hal ini dikarenakan mengacu atau
mendapatkan pengaruh yang sama, yaitu dari hukum Romawi (Code Civil). Kitab Undang-
Undang Hukum Perdata atau BW yang ada dan berlaku di Indonesia mempunyai
Namun pembagian ini menuai kontra dari berbagai ahli hukum, Kansil (1993:
Hukum Privat Materiel. Dalam KUH Perdata terdapat 3 aturan mengenai Hukum
2. KUH Perdata berasal dari Burgerlijk Wetboek yang berasaskan liberalisme dan
3. Hukum waris bukan hanya bagian dari hukum benda, tetapi juga merupakan
Agraria
2. Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 3 tahun 1963 (1115/P/3292/M/1963)
Walau berstatus resmi sebagai hukum yang berlaku, Status KUH Perdata sebagai
Surat Edaran perihal Gagasan Menganggap Burgelijk Wetboek Tidak Sebagai Undang-
untuk mengakomodir ketentuan yang tidak terdapat pada KUH Perdata. Hukum perdata
penyusun RUU KUH Perdata Oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia melalui
Demikian sejarah perjalanan hukum perdata di Indonesia yang sampai saat ini
masih terus melakukan perbaikan dan penyempurnaan sesuai dengan nilai-nilai bangsa
Sumber-sumber
2. Pengantar Hukum Indonesia Prof. Drs. C.S.T. Kansil, S.H. dan Christine S.T. Kansil,
S.H. M.H.
3. Buku Ajar Hukum Perdata Dr. Ronald Saija, S.H. M.H dan Roger F.X.V. Letosin, S.H.
M.H.
5. http://tabirhukum.blogspot.com/2016/11/sejarah-hukum-perdata-di-indonesia.html
6. https://caturretno.wordpress.com/2012/04/16/kuh-perdata/
7. http://saifudiendjsh.blogspot.com/2016/09/seputar-asas-konkordansi-seri-
kuliah.html
8. http://www.hukumonline.com/berita/baca/hol21483/merajut-kembali-kuh-perdata-1