BURGERLIJK WETBOEK
Disusun Oleh :
Nama : Ellie Andini
NPM : B1A022230
Semester :1
Bulan/Tahun : 08/2022
DOSEN PENGAMPU :
Emelia Kontesa, Dr., S.H., M.Hum.
Hukum Perdata awalnya berasal dari bangsa Romawi yaitu lebih kurang 50
tahun SM pada masa pemerintahan Yulius Caesar yang berkuasa di Eropa Barat.
Sejak saat itu hukum Romawi diberlakukan di Perancis walaupun bercampur
dengan hukum asli yang sudah ada sebelum bangsa Romawi menguasai Galis
(Perancis). Keadaan seperti ini terus berlangsung sampai pada masa
pemerintahan Louis XV yang kemudian menghasilkan suatu kodifikasi yang
diberi nama “Code Civil Des Francois” pada 21 Maret 1804 yang kemudian
pada 1807 diundangkan kembali menjadi “Code Napoleon”.
Kodifikasi ini sangat bersifat Romawi tetapi para penyusunnya juga banyak
memasukkan unsur-unsur hukum asli kedalamnya yaitu hukum adat Perancis
Kuno (hukum Jerman) yang telah berlaku di Eropa Barat.
Pada 1811, Belanda di jajah oleh Perancis dan seluruh Code Civil yang memuat
ketiga unsur yaitu Hukum Romawi, Hukum German dan Hukum Gereja
diberlakukan di negeri Belanda. Karena Indonesia pada waktu itu merupakan
jajahan Belanda, maka Hukum Perdata Belanda yang berdasarkan pada Code
Civil diberlakukan juga untuk Indonesia sejak 1 Januari 1848. Namun demikian,
Hukum Perdata di Indonesia sedikit berbeda dengan Hukum Perdata yang
berlaku di Belanda.
Pada tanggal 31 Oktober 1837, Scholten Van Oud Haarlem diangkat menjadi
ketua panitia kodifikasi bersama Mr. A.A. Van Vloten dan Mr. Meyer sebagai
anggota panitia. Namun panitia tersebut belum berhasil mengerjakan Burgerlitjk
Wetboek. Pada akhirnya dibentuk panitia baru yang diketuai Mr. J. Schneither
dan Mr. J. Van Nes yang pada akhirnya merekalah yang berhasil memodifikasi
KUH Perdata Indonesia berdasarkan asas Konkordasi.
Setelah bangsa Indonesia merdeka dan sampai saat ini Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata yang dikodifikasi tahun 1848 masih tetap dinyatakan berlaku di
Indonesia. Adapun dasar hukum berlakunya Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata tersebut adalah Pasal 1 Aturan peralihan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia tahun 1945 yang menyatakan, “Segala peraturan perundang-
undangan yang masih tetap berlaku selama belum diadakan yang baru menurut
undang-undang dasar ini”.
DAFTAR PUSTAKA
Hukum Perdata awalnya berasal dari bangsa Romawi yaitu lebih kurang 50
tahun SM pada masa pemerintahan Yulius Caesar yang berkuasa di Eropa Barat.
Sejak saat itu hukum Romawi diberlakukan di Perancis walaupun bercampur
dengan hukum asli yang sudah ada sebelum bangsa Romawi menguasai Galis
(Perancis). Keadaan seperti ini terus berlangsung sampai pada masa
pemerintahan Louis XV yang kemudian menghasilkan suatu kodifikasi yang
diberi nama “Code Civil Des Francois” pada 21 Maret 1804 yang kemudian
pada 1807 diundangkan kembali menjadi “Code Napoleon”.
Kodifikasi ini sangat bersifat Romawi tetapi para penyusunnya juga banyak
memasukkan unsur-unsur hukum asli kedalamnya yaitu hukum adat Perancis
Kuno (hukum Jerman) yang telah berlaku di Eropa Barat.
Pada 1811, Belanda di jajah oleh Perancis dan seluruh Code Civil yang memuat
ketiga unsur yaitu Hukum Romawi, Hukum German dan Hukum Gereja
diberlakukan di negeri Belanda. Karena Indonesia pada waktu itu merupakan
jajahan Belanda, maka Hukum Perdata Belanda yang berdasarkan pada Code
Civil diberlakukan juga untuk Indonesia sejak 1 Januari 1848. Namun demikian,
Hukum Perdata di Indonesia sedikit berbeda dengan Hukum Perdata yang
berlaku di Belanda.
Pada tanggal 31 Oktober 1837, Scholten Van Oud Haarlem diangkat menjadi
ketua panitia kodifikasi bersama Mr. A.A. Van Vloten dan Mr. Meyer sebagai
anggota panitia. Namun panitia tersebut belum berhasil mengerjakan Burgerlitjk
Wetboek. Pada akhirnya dibentuk panitia baru yang diketuai Mr. J. Schneither
dan Mr. J. Van Nes yang pada akhirnya merekalah yang berhasil memodifikasi
KUH Perdata Indonesia berdasarkan asas Konkordasi.
Setelah bangsa Indonesia merdeka dan sampai saat ini Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata yang dikodifikasi tahun 1848 masih tetap dinyatakan berlaku di
Indonesia. Adapun dasar hukum berlakunya Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata tersebut adalah Pasal 1 Aturan peralihan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia tahun 1945 yang menyatakan, “Segala peraturan perundang-
undangan yang masih tetap berlaku selama belum diadakan yang baru menurut
Undang-Undang dasar ini”.