Anda di halaman 1dari 15

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warohmatullahi Wabarokatuh

Makalah dengan judul “ Perkembangan Hukum Perdata di


Indonesia ” ini dibuat oleh penulis untuk memenuhi tugas MID semeseter
dari mata kuliah Dasar-dasar Ilmu Hukum. Selain itu makalah ini dibuat
dengan tujuan untuk memperkenalkan dan memaparkan mengenai hukum
perdata khususnya mengenai sejarah perkembangan hukum perdata itu
sendiri kepada semua orang yang berminat untuk mengetahui dan
mempelajari mengenai hukum perdata. Oleh karena itu, makalah ini berisi
mengenai sejarah terbentuknya hukum perdata di Indonesia.

Setiap orang di dunia ini pasti tidak luput dari yang namanya
kesalahan, begitupun dengan penulis sendiri. Oleh karena itu, dalam
makalah ini kemungkinan terdapat kesalahan ataupun kekurangan yang
tidak dapat dihindarkan. Dengan demikian penulis sangat membutuhkan
saran dan kritik agar lebih baik lagi kedepannya. Kepada semua orang
yang sudah membantu, penulis sampaikan terima kasih.

Waalaikumussalam Warohmatullahi Wabarokatuh

Penyusun

Makassar, 23 Oktober 2019

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................ 1

DAFTAR ISI ........................................................................................................... 2

BAB I ...................................................................................................................... 3

PENDAHULUAN .................................................................................................. 3

1.1 Latar Belakang.................................................................................... 3

2.1 Rumusan Masalah .............................................................................. 4

1. Bagaimana sejarah berlakunya Hukum Perdata di Indonesia ?................ 4

3.1 Tujuan Penulisan ................................................................................ 4

BAB II ..................................................................................................................... 5

PEMBAHASAN ..................................................................................................... 5

A. Sejarah Berlakunya Hukum Perdata ................................................... 5

1. Hukum perdata dalam masa penjajahan Belanda .............................. 8

2. Hukum perdata sejak kemerdekaan .................................................. 12

BAB III ................................................................................................................. 13

PENUTUP ............................................................................................................. 13

A. Kesimpulan ............................................................................................... 13

B. SARAN ...................................................................................................... 14

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 15

2
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pada dasarnya kehidupan antara seseorang itu didasarkan pada
adanya suatu “hubungan”, baik hubungan atas suatu kebendaan atau
hubungan yang lain. Adakalanya hubungan antara seseorang atau badan
hukum itu tidak berjalan mulus seperti yang diharapkan, sehingga
seringkali menimbulkan permasalahan hukum, hal tersebut termasuk
dalam masalah hukum perdata.1
Hukum perdata di Indonesia adalah sekumpulan peraturan yang
berisi perintah dan larangan yang dibuat oleh pihak yang berwenang
sehingga dapat dipaksakan pemberlakuaanya berfungsi untuk mengatur
masyarakat demi terciptanya ketertiban disertai dengan sanksi bagi
pelanggarnya. Salah satu bidang hukum yang mengatur hak dan kewajiban
yang dimiliki pada subyek hukum dan hubungan antara obyek hukum.
Hukum perdata disebut pula hukum privat atau hukum sipil sebagai lawan
dari hukum publik, Jika hukum publik mengatur hal-hal yang berkaitan
dengan negara serta kepentingan umum misalnya politik dan pemilu
(hukum tata negara), kegiatan pemerintahan sehari-hari (hukum
administrasi atau tata usaha negara), kejahatan (hukum pidana), maka
hukum perdata mengatur hubungan antara penduduk atau warga negara
sehari- hari.2
Hukum perdata di Indonesia didasarkan pada hukum perdata di
Belanda, khususnya hukum perdata Belanda pada masa penjajahan.
Bahkan Kitab Undang-undang Hukum Perdata (dikenal KUHPerdata)
yang berlaku di Indonesia tidak lain adalah terjemahan yang kurang tepat
dari Burgerlijk Wetboek (atau dikenal dengan BW) yang berlaku di

1
A Siti Soetami. 2007. Pengantar Tata Hukum Indonesia. PT Refika Aditama, Bandung.
Hlmn 9.
2
Ibid, hlmn 10.

3
kerajaan Belanda dan diberlakukan di Indonesia (dan wilayah jajahan
Belanda) berdasarkan azas konkordansi. Untuk Indonesia yang saat itu
masih bernama Hindia Belanda, Burgerlijk Wetboek (BW) diberlakukan
mulai 1859. Hukum perdata Belanda sendiri disadur dari hukum perdata
yang berlaku di Perancis dengan beberapa penyesuaian.3

2.1 Rumusan Masalah

Masalah yang akan dibahas dalam makalah ini sebagai batasan dalam
pembahasan bab ini, yaitu :

1. Bagaimana sejarah berlakunya Hukum Perdata di Indonesia ?

3.1 Tujuan Penulisan


Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan dalam penulisan
makalah ini yaitu agar mengetahui tentang sejarah berlakunya hukum
perdata.

3
Kansil. 1989. Pengantar Ilmu Hukum dan Tata-tata Hukum Indonesia. Balai Pustaka,
Jakarta. Hlmn 197.

4
BAB II

PEMBAHASAN

A. Sejarah Berlakunya Hukum Perdata


Menurut Wikipedia Indonesia, hukum perdata adalah ketentuan yang
mengatur hak dan kepentingan antar individu dalam masyarakat.4 Istilah
Hukum Perdata pertama kali diperkenalkan oleh Prof. Djojodiguno
sebagai terjemahan dari bahasa Belanda yaitu Burgerlijkrecht
Wetboek (B.W) pada masa pendudukan Jepang. Di samping istilah itu,
sinonim Hukum Perdata adalah Civielrecht dan Privatrecht.5
Sejarah perkembangan hukum perdata di Indonesia tidak terlepas dari
sejarah perkembangan Ilmu Hukum di negara-negara Eropa lainnya, dalam
arti lain perkembangan hukum perdata di Indonesia sangat dipengaruhi
oleh perkembangan hukum di negara-negara lain, terutama yang
mempunyai hubungan langsung antara satu dengan yang lainnya.6
Hukum perdata awalnya berasal dari bangsa Romawi. Pada masa
pemerintahan Yulius Caesar di Eropa Barat (kurang lebih 50 SM) hukum
Romawi diberlakukan di Prancis walaupun bercampur dengan hukum asli
yang sudah ada sebelum orang Romawi menguasai Galis (Prancis).
Keadaan seperti ini terus berlangsung sampai pada masa pemerintahan
Louis XV, yaitu dengan diawalinya usaha kearah adanya kesatuan hukum
yang kemudian menghasilkan suatu kodifikasi yang diberi nama “Code
Civil Des Francois” pada 21 Maret 1804 yang kemudian pada 1807
diundangkan kembali menjadi “Code Napoleon”.7
Meskipun kodifikasi ini sangat berbau Romawi, tetapi para
penyusunnya banyak juga memasukkan kedalamnya unsur-unsur hukum
asli yaitu hukum adat Prancis Kuno (hukum Jerman) yang telah berlaku di
4
Wikipedia. 2019. Hukum Perdata. https://id.wikipedia.org/wiki/Hukum_perdata, diakses
tanggan 23 oktober 2019.
5
Kansil. 1989. Op.cit. hlmn 209.
6
Wirjono Projodikoro. 1983. Azas-azas Hukum Perdata. Sumur Bandung, Bandung. Hlmn 9.
7
Ibid

5
Eropa Barat sebelum orang-orang Romawi menguasai Prancis. Sebagai
campuran ketiga di dalam isi Code Civil itu adalah hukum gereja atau
hukum Katolik yang didukung oleh gereja Roma Katolik pada saat itu.8
Pada tahun 1811 tepatnya pada masa pemerintahan Napoleon
Bonaparte Prancis pernah menjajah Belanda dan Code Civil pun
diberlakukan pula di Belanda. Kemudian setelah Belanda merdeka dari
kekuasaan Prancis, Belanda menginginkan pembentukan Kitab Undang-
Undang Hukum Perdata sendiri yang lepas dari pengaruh kekuasaan
Prancis. Keinginan Belanda tersebut direalisasikan dengan pembentukan
kodifikasi hukum perdata Belanda. Pembuatan kodifikasi tersebut selesai
pada tanggal 5 Juli 1830 dan direncanakan untuk diberlakukan pada
tanggal 1 Februari 1831. Tetapi pada bulan Agustus 1830 terjadi
pemberontakan di daerah bagian Selatan Belanda yang memisahkan diri
dari Kerajaan Belanda yang sekarang disebut dengan Kerajaan Belgia.
Karena pemisahan Belgia ini, maka berlakunya kodifikasi ditangguhkan
dan baru terlaksana pada tanggal 1 Oktober 1838.9
Meskipun B.W. Belanda itu adalah kodifikasi bentukan nasional
Belanda, isi dan bentuknya sebagian besar serupa dengan Code Civil
Perancis. Menurut Prof. Mr. J. Van Kan, B.W. adalah hasil jiplakan yang
disalin dari bahasa Prancis kedalam Bahasa Nasional Belanda. Dapat
dikatakan bahwa hukum perdata Belanda berasal dari hukum perdata
Prancis yang berinduk pada Code Civil Perancis. Oleh karena itu, seluruh
Code Civil yang memuat ketiga unsur yang terdiri dari hukum Romawi,
hukum German, dan hukum Gereja diberlakukan di negeri Belanda.10

Hal tersebut terjadi pula di Indonesia pada saat Indonesia mejadi


jajahan Belanda. Sejak 1 Januari 1848 dengan Staatsblad tahun 1847 No.
23 hukum perdata Belanda yang sebagian besar berdasarkan pada Code

8
Ibid, hlmn 10.
9
Abdulkadir Muhammad. 1993. Hukum Perdata Indonesia, cetakan II. PT. Citra Aditya Bakti.
Bandung, Hlmn 5.
10
Abdoel Djamali. 2013. Pengantar Hukum Indonesia. Pt Raja Grafindo Perseda. Jakarta, hlmn
158.

6
Civil itu diberlakukan juga untuk Indonesia. Meskipun demikian, hukum
perdata yang berlaku di Indonesia ini sedikit berbeda dengan hukum
perdata yang berlaku di negeri Belanda, apa lagi jika dibandingkan dengan
Code Civil Prancis, karena hukum perdata di Indonesia itu hanya asas-
asasnya yang banyak diambil dari Code Civil.11
Menurut Kansil (1993 : 63), tahun 1848 menjadi tahun yang amat
penting dalam sejarah hukum Indonesia. Pada tahun ini hukum privat yang
berlaku bagi golongan hukum Eropa dikodifikasi, yakni dikumpulkan dan
dicantumkan dalam beberapa Kitab Undang-Undang berdasarkan suatu
sistem tertentu. Pembuatan kodifikasi dalam lapangan hukum perdata,
dipertahankan juga asas konkordansi, sehingga resikonya hampir semua
hasil kodifikasi tahun 1848 di Indonesia adalah tiruan hasil kodifikasi yang
telah dilakukan di negeri Belanda pada tahun 1838, dengan diadakan
beberapa pengecualian agar dapat menyesuaikan hukum bagi golongan
hukum Eropa di Indonesia dengan keadaan istimewa. Adapun yang
dimaksud dengan asas konkordansi adalah asas penyesuaian atau asas
persamaan terhadap berlakunya sistem hukum di Indonesia yang
berdasarkan pada ketentuan Pasal 131 ayat (2) I.S. yang berbunyi “ Untuk
golongan bangsa Belanda harus dianut atau dicontoh undang-undang di
negeri Belanda. Hal ini menurut Kansil (1993: 115) berarti bahwa hukum
yang berlaku bagi orang-orang Belanda di Indonesia harus disamakan
dengan hukum yang berlaku di negeri Belanda. Jadi jelasnya hukum
kodifikasi di Indonesia dengan hukum kodifikasi di negeri Belanda adalah
berdasarkan asas konkordansi.12
Secara makro subtansial perubahan-perubahan yang terjadi pada
hukum perdata Indonesia : Peratama , pada mulanya hukum perdata
Indonesia merupakan ketentuan-ketentuan pemerintahan Hindia-Belanda
yang di berlakukan di Indonesia (Algemene Bepaligen van Wetgeving/AB)
sesuai dengan Staatsblad. No. 23 tanggal 30 April 1847 yang terdiri dari

11
Ibid
12
Ibid, hlmn 159.

7
36 pasal; Kedua , dengan korkondansi pada tahun 1948 diundangkan KUH
Perdata (BW) oleh pemerintah Belanda. Disamping BW berlaku juga
KUHD ( WvK) yang diatur dalam Staatsblad. 1847 no.23.13
Dalam prespektif sejarah, hukum perdata yang berlaku di Indonesia
terbagi dalam 2 periode, yaitu periode sebelum Indonesia merdeka dan
periode setelah Indonesia merdeka :

1. Hukum perdata dalam masa penjajahan Belanda

Pada mulanya hukum perdata belanda di rancang oleh suatu


panitia yang di bentuk pada tahun 1814 yang diketuai oleh Mr.
J. M. Kempers (1776-1824). Tahun 1816, Kempers
menyampaikan rencana kode hukum tersebut pada
pemerintahan Belanda didasarkan pada hukum Belanda Kuno
diberinama Ontwerp Kempres. Ontwerp Kempres ini ditentang
keras oleh P.Th. Nicolai, yaitu anggota Parlemen
berkebangsaan Belgia dan sekaligus menjadi Presiden
pengadilan Belgia. Dasar pembentukan hukum perdata Belanda
sebagian besar berorientasi pada code civil Prancis. Code civil
Prancis sendiri meresepsi hukum Romawi, corpus civilis dari
Justinianus. Dengan demikian hukum perdata Belanda
merupakan kombinasi dari hukum kebiasaan/hukum Belanda
Kuno dan code civil Prancis. Tahun 1838, kodifikasi hukum
perdata Belanda ditetapkan dengan Staatsblad.838.14
Keadaan Hukum Perdata di Indonesia dari dahulu sampai
dengan sekarang tidak ada keseragaman (pluralisme).
Keanekaragaman hukum ini bersumber pada keteentuan dalam
Pasal 163 IS (Indische Staatsregeling) yang membagi
penduduk Hindia Belanda berdasarkan asalnya menjadi 3
golongan yaitu:

13
Dr. Titik Triwulan Tutik. 2008. Hukum Perdata dalam Sistem Nasional. Prenadamedia
Group, Jakarta. hlmn 18.
14
Ibid, hlmn 19.

8
1) Golongan Eropa, yaitu semua orang Belanda, orang
yang berasal dari Eropa, orang Jepang, orang yang
hukum keluarganya berdasarkan azas-azas yang sama
dengan hukum Belanda beserta anak keturunan mereka;
2) Golongan Timur Asing Tionghoa dan Timur Asing
bukan Tionghoa misalnya orang Arab, India dan
Pakistan;
3) Golong Bumiputra, yaitu semua orang yang termasuk
rakyat Indonesia asli, yang tidak beralih masuk
golongan lain dan mereka yang telah membaurkan
dirinya dan menyesuaikan hidupnya dengan rakyat
Indonesia asli.
Penggolongan tersebut diatur dalam pasal 163 IS
(Indische Staatsregeling) yang sampai sekarang masih tetap
berlaku berdasarkan ketentuan Pasal 2 Aturan Peralihan
Undang-Undang Dasar 1945.15

Mengenai hukum apa yang berlaku bagi masing-masing


golongan diatur dalam Pasal 131 (Indische Staatsregeling) IS
yang menentukan, bahwa:
1) Pertama, bagi golongan Eropa berlaku hukum perdata
dan hukum Dagang yang berlaku di Negara Belanda
atas dasar azas konkordansi.
2) Kedua, bagi golongan Timur Asing Tiongha berlaku
hukum perdata yang diatur dalam BW dan Hukum
Dagang yang diatur dalam KUHD (WvK / Wetboek van
Koophandel) dengan beberapa pengecualian dan
penambahan sebagaimana diatur dalam Staatsblad tahun
1917 Nomor 129 jo Staatsblad. Tahun 1925 Nomor
557.

15
Subekti. 1995. Pokok-pokok Hukum Perdata. Intermasa, Jakarta. hlmn 34.

9
Pengecualian dan penambahan itu meliputi : (a)
Upacara Perkawinan; (b) Pencegahan Perkawinan; (c)
Kantor Pencatatan Sipil (Burgerlijk Stand); (d)
Pengangkatan anak (adopsi); (e) Peraturan tentang
kongsi. Bagi golongan timur asing yang bukan Tinghoa
berlaku hukum perdata Eropa sepanjang mengenai
hukum harta kekayaan, sedangkan mengenai hukum
kekeluargaan dan hukum waris tunduk pada hukum asli
mereka sendiri. Hal ini diatur dalam Staatsblad tahun
1924 Nomor 556 yang mulai berlaku sejak 1 Maret
1925.
3) Ketiga, dari golongan Bumi Putra. Berdasarkan
ketentuan Pasal 131 Ayat (6) (Indische Staatsregeling)
IS berlaku hukum perdata adat yaitu keseluruhan
peraturan hukum yang tidak tertulis tetapi hidup dalam
tindakan – tindakan rakyat sehari –hari. Dalam pasal itu
hukum perdata adat masih belum seragam sesuai dengan
banyaknya lingkungan Hukum Adat (Adat Rech
skiringen) di Indonesia.16

Untuk mengurangi masalah pluralisme hukum perdata di


Indonesia, Pemerintahan Kolonial Belanda mengeluarkan
serangkaian kebijakan yang termuat dalam Pasal 131 IS.
Kebijakan ini dikenal dengan nama politik hukum pemerintah
Belanda yang berbunyi seperti berikut:
1) Hukum Perdata dan Dagang (begitu pula Hukum Pidana
beserta Hukum Acara Perdata dan Pidana) harus diletakkan
dalam kitab-kitab undang-undang yang dikodifikasi (asas
kodifikasi).

16
Rinduan Syahrani. 2006. Seluk Beluk dan Azas-azas Hukum Perdata. PT Alumni. Bandung,
hlmn 3.

10
2) Untuk golongan Bangsa Eropa dianut (dicontoh)
perundang-undangan yang berlaku di Negeri Belanda (asas
konkordansi).
3) Untuk golongan Bangsa Indonesia Asli dan Timur Asing
(Tionghoa, Arab, dan sebagainya) jika ternyata kebutuhan
kemasyarakatan mereka menghendakinya, dapat
menggunakan peraturan yang berlaku bagi golongan Eropa.
4) Orang Indonesia Asli dan Timur Asing sepanjang mereka
belum ditundukkan di bawah peraturan bersama dengan
bangsa Eropa, diperbolehkan menundukkan diri
(onderwepen).
5) Sebelum hukum untuk bangsa Indonesia ditulis di dalam
undang-undang, bagi mereka itu akan tetap berlaku hukum
yang sekarang berlaku bagi mereka, yaitu Hukum Adat.
Dengan demikian, jelaslah bahwa Pasal 131 IS memuat dasar
politik hukum mengenai hukum perdata, hukum pidana serta
hukum acara perdata dan pidana.17
Perturan perundang-undangan Eropa yang dinyatakan
berlaku bagi orang-orang Bumiputera (Indonesia) antara lain
Pasal 1601-1603 (lama) BW tentang perburuhan (Stb. 1879 No.
256), Pasal 1788-1791 BW tentang hutang-piutang karena
perjudian (Stb.1907 No. 306) dan beberapa pasal KUHD yaitu
sebagian besar Hukum Laut. (Stb. 1939 No. 570 jo No. 717).
Selanjutnya, ada beberapa peraturan yang secara khusus
dibuat untuk orang-orang Indonesia asli seperti ordonansi
perkawinan bangsa Indonesia yang beragama kristen (Stb. 1933
No. 74), ordonansi tentang Maskapai Andil Indonesia yang
disingkat dengan IMA (Stb. 1939 No. 569 jo. No.717), dan
ordonansi tentang Perkumpulan Bangsa Indonesia (Stb. 1939
No. 570 jo. No.717).

17
Ibid, hlmn 5.

11
Kemudian peraturan-peraturan yang berlaku bagi semua
golongan misalnya undang-undang hak pengarang (Auteurswet
tahun 1912), Peraturan umum tentang koperasi (Stb. 1933
N0.108), Woeker Ordonansi (Stb. 1938 No. 532), dan ordonansi
tentang Pengangkutan di Udara (Stb. 1938 No. 100).18
Selain melalui kebijakan politik hukum, dikenal juga
adanya penundukan diri kepada Hukum Perdata Eropa yang
dilakukan secara sukarela oleh orang-orang yang bukan golongan
Eropa. Penundukan Diri sebagaimana diatur dalam Stb. 1917
Nomor 12 ada empat macam, yaitu:
1) Penundukan diri pada seluruh Hukum Perdata Eropa;
2) Penundukan diri pada sebagian Hukum Perdata Eropa,
yaitu hanya pada hukum kekayaan harta benda saja, seperti
yang dinyatakan berlaku bagi golongan Timur Asing;
3) Penundukan diri mengenai suatu perbuatan hukum tertentu;
4) Penundukan diri secara diam-diam.19

2. Hukum perdata sejak kemerdekaan

Hukum perdata yang berlaku di Indonesia didasarkan pada


pasal II aturan peralihan UUD 1945, yang pada pokoknya
menentukan bahwa segala peraturan di nyatakan masih berlaku
sebelum diadakan peraturan baru menurut Undang-Undang
Dasar termasuk di dalamnya hukum perdata Belanda yang
berlaku di Indonesia. Hal ini untuk mencegah terjadinya
kekosongan hukum (rerechtfacuum), di bidang hukum
perdata.20

18
Ibid
19
Abdoel Djamali. 2013. Op.cit. hlmn 52.
20
Dr. Titik Triwulan Tutik. 2010. Op.cit. hlmn 19.

12
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Hukum perdata adalah ketentuan yang mengatur hak dan kepentingan


antar individu dalam masyarakat. Menurut sejarah, hukum perdata berasal dari
bangsa Romawi. Pada masa pemerintahan Yulius Caesar di Eropa Barat,
Hukum Romawi diberlakukan di Prancis walaupun bercampur dengan hukum
asli yang sudah ada sebelum orang Romawi menguasai Galis (Prancis).
Pada masa Pemerintahan Napoleon Bonaparte (1811) Prancis penah menjajah
Belanda dan Code Civil pun diberlakukan pula di Belanda. Kemudian setelah
Belanda merdeka dari kekuasaan Prancis, Belanda menginginkan
pembentukan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata sendiri yang lepas dari
pengaruh kekuasaan Prancis. Meskipun B.W. Belanda itu adalah kodifikasi
bentukan nasional Belanda, isi dan bentuknya sebagian besar serupa dengan
Code Civil Prancis.
Hal ini pun terjadi di Indonesia pada saat Belanda menjajah Indonesia.
KUH Perdata yang berasal dari Belanda yang diberlakukan di Indonesia
berdasarkan azas konkordansi. Meskipun pada awalnya diberlakukan bagi
orang keturunan Belanda, namun setelah Indonesia merdeka ternyata
masyarakat Indonesia tetap mempergunakannya.
Kondisi Hukum Perdata di Indonesia masih beraneka ragam atau
pluralisme. Hal ini dikarenakan adanya kebijakan pembagian hukum oleh
pemerintah Hindia Belanda, yaitu hukum yang berlaku bagi Golongan Eropa;
Hukum yang berlaku bagi golongan Timur asing dan Hukum yang berlaku
bagi Golongan pribumi.
Untuk mengatasi keanekaragaman dikeluarkan kebijakan dalam bentuk
politik hukum Belanda yang termuat dalam Pasal 131 IS dan penundukan diri

13
baik pada seluruh atau sebagian Hukum Perdata Eropa. Pada tahun 1848
diadakan kodifikasi hukum Perdata di Indonesia.

B. SARAN

Berdasarkan pernyatan-pernyataan di atas, penulis dapat memberi


saran diantaranya seperti diharapkan badan Legislatif berupaya
semaksimal mungkin menciptakan Hukum Perdata Nasional yang mampu
diterima oleh semua kalangan masyarakat, karena seperti yang kita ketahui
bahwa KUH Perdata (BW) yang dibuat pada awal abad 18 dan
diberlakukan di Indonesia pada abad 19 ternyata ada beberapa yang sudah
ketinggalan jaman atau dengan kata lain sudah tidak sesuai lagi dengan
kebutuhan dalam masyarakat, selain itu karena Belanda sendiri juga sudah
melakukan modernisasi terhadap Burgelijk Wetboek lamanya. Tetapi,
dalam proses pembentukan hukum nanti itu diharapkan tidak melupakan
sejarah, artinya asas-asas atau aturan-aturan yang sudah sesuai tidak perlu
dihilangkan.

14
DAFTAR PUSTAKA

Djamali, A. (2013). Pengantar Hukum Indonesia. Jakarta: PT. Raja Grafindo


Perseda.

Kansil. (1989). Pengantar Ilmu Hukum dan Tata-tata Hukum Indonesia. Jakarta:
Balai Pustaka.

Muhammad, A. (1993). Hukum Perdata Indonesia, Cet II. Bandung: PT. Citra
Aditya Bakti.

Projodikoro, W. (1983). Azas-Azas Hukum Perdata. Bandung: Sumur Bandung.

Soetami, A. S. (2007). Pengantar Tata Hukum Indonesia. Bandung: PT. Refika


Aditama.

Subekti. (1995). Pokok-pokok Hukum Perdata. Jakarta: Intermasa.

Syahrani, R. (2006). Seluk Beluk dan Azas-azas Hukum Perdata. Bandung: PT.
Alumni.

Tutik, T. T. (2008). Hukum Perdata dalam Sistem Nasional. Jakarta:


Prenadamedia Group.

15

Anda mungkin juga menyukai