Setiap orang di dunia ini pasti tidak luput dari yang namanya
kesalahan, begitupun dengan penulis sendiri. Oleh karena itu, dalam
makalah ini kemungkinan terdapat kesalahan ataupun kekurangan yang
tidak dapat dihindarkan. Dengan demikian penulis sangat membutuhkan
saran dan kritik agar lebih baik lagi kedepannya. Kepada semua orang
yang sudah membantu, penulis sampaikan terima kasih.
Penyusun
1
DAFTAR ISI
BAB I ...................................................................................................................... 3
PENDAHULUAN .................................................................................................. 3
BAB II ..................................................................................................................... 5
PEMBAHASAN ..................................................................................................... 5
PENUTUP ............................................................................................................. 13
A. Kesimpulan ............................................................................................... 13
B. SARAN ...................................................................................................... 14
2
BAB I
PENDAHULUAN
1
A Siti Soetami. 2007. Pengantar Tata Hukum Indonesia. PT Refika Aditama, Bandung.
Hlmn 9.
2
Ibid, hlmn 10.
3
kerajaan Belanda dan diberlakukan di Indonesia (dan wilayah jajahan
Belanda) berdasarkan azas konkordansi. Untuk Indonesia yang saat itu
masih bernama Hindia Belanda, Burgerlijk Wetboek (BW) diberlakukan
mulai 1859. Hukum perdata Belanda sendiri disadur dari hukum perdata
yang berlaku di Perancis dengan beberapa penyesuaian.3
Masalah yang akan dibahas dalam makalah ini sebagai batasan dalam
pembahasan bab ini, yaitu :
3
Kansil. 1989. Pengantar Ilmu Hukum dan Tata-tata Hukum Indonesia. Balai Pustaka,
Jakarta. Hlmn 197.
4
BAB II
PEMBAHASAN
5
Eropa Barat sebelum orang-orang Romawi menguasai Prancis. Sebagai
campuran ketiga di dalam isi Code Civil itu adalah hukum gereja atau
hukum Katolik yang didukung oleh gereja Roma Katolik pada saat itu.8
Pada tahun 1811 tepatnya pada masa pemerintahan Napoleon
Bonaparte Prancis pernah menjajah Belanda dan Code Civil pun
diberlakukan pula di Belanda. Kemudian setelah Belanda merdeka dari
kekuasaan Prancis, Belanda menginginkan pembentukan Kitab Undang-
Undang Hukum Perdata sendiri yang lepas dari pengaruh kekuasaan
Prancis. Keinginan Belanda tersebut direalisasikan dengan pembentukan
kodifikasi hukum perdata Belanda. Pembuatan kodifikasi tersebut selesai
pada tanggal 5 Juli 1830 dan direncanakan untuk diberlakukan pada
tanggal 1 Februari 1831. Tetapi pada bulan Agustus 1830 terjadi
pemberontakan di daerah bagian Selatan Belanda yang memisahkan diri
dari Kerajaan Belanda yang sekarang disebut dengan Kerajaan Belgia.
Karena pemisahan Belgia ini, maka berlakunya kodifikasi ditangguhkan
dan baru terlaksana pada tanggal 1 Oktober 1838.9
Meskipun B.W. Belanda itu adalah kodifikasi bentukan nasional
Belanda, isi dan bentuknya sebagian besar serupa dengan Code Civil
Perancis. Menurut Prof. Mr. J. Van Kan, B.W. adalah hasil jiplakan yang
disalin dari bahasa Prancis kedalam Bahasa Nasional Belanda. Dapat
dikatakan bahwa hukum perdata Belanda berasal dari hukum perdata
Prancis yang berinduk pada Code Civil Perancis. Oleh karena itu, seluruh
Code Civil yang memuat ketiga unsur yang terdiri dari hukum Romawi,
hukum German, dan hukum Gereja diberlakukan di negeri Belanda.10
8
Ibid, hlmn 10.
9
Abdulkadir Muhammad. 1993. Hukum Perdata Indonesia, cetakan II. PT. Citra Aditya Bakti.
Bandung, Hlmn 5.
10
Abdoel Djamali. 2013. Pengantar Hukum Indonesia. Pt Raja Grafindo Perseda. Jakarta, hlmn
158.
6
Civil itu diberlakukan juga untuk Indonesia. Meskipun demikian, hukum
perdata yang berlaku di Indonesia ini sedikit berbeda dengan hukum
perdata yang berlaku di negeri Belanda, apa lagi jika dibandingkan dengan
Code Civil Prancis, karena hukum perdata di Indonesia itu hanya asas-
asasnya yang banyak diambil dari Code Civil.11
Menurut Kansil (1993 : 63), tahun 1848 menjadi tahun yang amat
penting dalam sejarah hukum Indonesia. Pada tahun ini hukum privat yang
berlaku bagi golongan hukum Eropa dikodifikasi, yakni dikumpulkan dan
dicantumkan dalam beberapa Kitab Undang-Undang berdasarkan suatu
sistem tertentu. Pembuatan kodifikasi dalam lapangan hukum perdata,
dipertahankan juga asas konkordansi, sehingga resikonya hampir semua
hasil kodifikasi tahun 1848 di Indonesia adalah tiruan hasil kodifikasi yang
telah dilakukan di negeri Belanda pada tahun 1838, dengan diadakan
beberapa pengecualian agar dapat menyesuaikan hukum bagi golongan
hukum Eropa di Indonesia dengan keadaan istimewa. Adapun yang
dimaksud dengan asas konkordansi adalah asas penyesuaian atau asas
persamaan terhadap berlakunya sistem hukum di Indonesia yang
berdasarkan pada ketentuan Pasal 131 ayat (2) I.S. yang berbunyi “ Untuk
golongan bangsa Belanda harus dianut atau dicontoh undang-undang di
negeri Belanda. Hal ini menurut Kansil (1993: 115) berarti bahwa hukum
yang berlaku bagi orang-orang Belanda di Indonesia harus disamakan
dengan hukum yang berlaku di negeri Belanda. Jadi jelasnya hukum
kodifikasi di Indonesia dengan hukum kodifikasi di negeri Belanda adalah
berdasarkan asas konkordansi.12
Secara makro subtansial perubahan-perubahan yang terjadi pada
hukum perdata Indonesia : Peratama , pada mulanya hukum perdata
Indonesia merupakan ketentuan-ketentuan pemerintahan Hindia-Belanda
yang di berlakukan di Indonesia (Algemene Bepaligen van Wetgeving/AB)
sesuai dengan Staatsblad. No. 23 tanggal 30 April 1847 yang terdiri dari
11
Ibid
12
Ibid, hlmn 159.
7
36 pasal; Kedua , dengan korkondansi pada tahun 1948 diundangkan KUH
Perdata (BW) oleh pemerintah Belanda. Disamping BW berlaku juga
KUHD ( WvK) yang diatur dalam Staatsblad. 1847 no.23.13
Dalam prespektif sejarah, hukum perdata yang berlaku di Indonesia
terbagi dalam 2 periode, yaitu periode sebelum Indonesia merdeka dan
periode setelah Indonesia merdeka :
13
Dr. Titik Triwulan Tutik. 2008. Hukum Perdata dalam Sistem Nasional. Prenadamedia
Group, Jakarta. hlmn 18.
14
Ibid, hlmn 19.
8
1) Golongan Eropa, yaitu semua orang Belanda, orang
yang berasal dari Eropa, orang Jepang, orang yang
hukum keluarganya berdasarkan azas-azas yang sama
dengan hukum Belanda beserta anak keturunan mereka;
2) Golongan Timur Asing Tionghoa dan Timur Asing
bukan Tionghoa misalnya orang Arab, India dan
Pakistan;
3) Golong Bumiputra, yaitu semua orang yang termasuk
rakyat Indonesia asli, yang tidak beralih masuk
golongan lain dan mereka yang telah membaurkan
dirinya dan menyesuaikan hidupnya dengan rakyat
Indonesia asli.
Penggolongan tersebut diatur dalam pasal 163 IS
(Indische Staatsregeling) yang sampai sekarang masih tetap
berlaku berdasarkan ketentuan Pasal 2 Aturan Peralihan
Undang-Undang Dasar 1945.15
15
Subekti. 1995. Pokok-pokok Hukum Perdata. Intermasa, Jakarta. hlmn 34.
9
Pengecualian dan penambahan itu meliputi : (a)
Upacara Perkawinan; (b) Pencegahan Perkawinan; (c)
Kantor Pencatatan Sipil (Burgerlijk Stand); (d)
Pengangkatan anak (adopsi); (e) Peraturan tentang
kongsi. Bagi golongan timur asing yang bukan Tinghoa
berlaku hukum perdata Eropa sepanjang mengenai
hukum harta kekayaan, sedangkan mengenai hukum
kekeluargaan dan hukum waris tunduk pada hukum asli
mereka sendiri. Hal ini diatur dalam Staatsblad tahun
1924 Nomor 556 yang mulai berlaku sejak 1 Maret
1925.
3) Ketiga, dari golongan Bumi Putra. Berdasarkan
ketentuan Pasal 131 Ayat (6) (Indische Staatsregeling)
IS berlaku hukum perdata adat yaitu keseluruhan
peraturan hukum yang tidak tertulis tetapi hidup dalam
tindakan – tindakan rakyat sehari –hari. Dalam pasal itu
hukum perdata adat masih belum seragam sesuai dengan
banyaknya lingkungan Hukum Adat (Adat Rech
skiringen) di Indonesia.16
16
Rinduan Syahrani. 2006. Seluk Beluk dan Azas-azas Hukum Perdata. PT Alumni. Bandung,
hlmn 3.
10
2) Untuk golongan Bangsa Eropa dianut (dicontoh)
perundang-undangan yang berlaku di Negeri Belanda (asas
konkordansi).
3) Untuk golongan Bangsa Indonesia Asli dan Timur Asing
(Tionghoa, Arab, dan sebagainya) jika ternyata kebutuhan
kemasyarakatan mereka menghendakinya, dapat
menggunakan peraturan yang berlaku bagi golongan Eropa.
4) Orang Indonesia Asli dan Timur Asing sepanjang mereka
belum ditundukkan di bawah peraturan bersama dengan
bangsa Eropa, diperbolehkan menundukkan diri
(onderwepen).
5) Sebelum hukum untuk bangsa Indonesia ditulis di dalam
undang-undang, bagi mereka itu akan tetap berlaku hukum
yang sekarang berlaku bagi mereka, yaitu Hukum Adat.
Dengan demikian, jelaslah bahwa Pasal 131 IS memuat dasar
politik hukum mengenai hukum perdata, hukum pidana serta
hukum acara perdata dan pidana.17
Perturan perundang-undangan Eropa yang dinyatakan
berlaku bagi orang-orang Bumiputera (Indonesia) antara lain
Pasal 1601-1603 (lama) BW tentang perburuhan (Stb. 1879 No.
256), Pasal 1788-1791 BW tentang hutang-piutang karena
perjudian (Stb.1907 No. 306) dan beberapa pasal KUHD yaitu
sebagian besar Hukum Laut. (Stb. 1939 No. 570 jo No. 717).
Selanjutnya, ada beberapa peraturan yang secara khusus
dibuat untuk orang-orang Indonesia asli seperti ordonansi
perkawinan bangsa Indonesia yang beragama kristen (Stb. 1933
No. 74), ordonansi tentang Maskapai Andil Indonesia yang
disingkat dengan IMA (Stb. 1939 No. 569 jo. No.717), dan
ordonansi tentang Perkumpulan Bangsa Indonesia (Stb. 1939
No. 570 jo. No.717).
17
Ibid, hlmn 5.
11
Kemudian peraturan-peraturan yang berlaku bagi semua
golongan misalnya undang-undang hak pengarang (Auteurswet
tahun 1912), Peraturan umum tentang koperasi (Stb. 1933
N0.108), Woeker Ordonansi (Stb. 1938 No. 532), dan ordonansi
tentang Pengangkutan di Udara (Stb. 1938 No. 100).18
Selain melalui kebijakan politik hukum, dikenal juga
adanya penundukan diri kepada Hukum Perdata Eropa yang
dilakukan secara sukarela oleh orang-orang yang bukan golongan
Eropa. Penundukan Diri sebagaimana diatur dalam Stb. 1917
Nomor 12 ada empat macam, yaitu:
1) Penundukan diri pada seluruh Hukum Perdata Eropa;
2) Penundukan diri pada sebagian Hukum Perdata Eropa,
yaitu hanya pada hukum kekayaan harta benda saja, seperti
yang dinyatakan berlaku bagi golongan Timur Asing;
3) Penundukan diri mengenai suatu perbuatan hukum tertentu;
4) Penundukan diri secara diam-diam.19
18
Ibid
19
Abdoel Djamali. 2013. Op.cit. hlmn 52.
20
Dr. Titik Triwulan Tutik. 2010. Op.cit. hlmn 19.
12
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
13
baik pada seluruh atau sebagian Hukum Perdata Eropa. Pada tahun 1848
diadakan kodifikasi hukum Perdata di Indonesia.
B. SARAN
14
DAFTAR PUSTAKA
Kansil. (1989). Pengantar Ilmu Hukum dan Tata-tata Hukum Indonesia. Jakarta:
Balai Pustaka.
Muhammad, A. (1993). Hukum Perdata Indonesia, Cet II. Bandung: PT. Citra
Aditya Bakti.
Syahrani, R. (2006). Seluk Beluk dan Azas-azas Hukum Perdata. Bandung: PT.
Alumni.
15